Analisis Profitabilitas serta Nilai Tambah Usaha Tahu dan Tempe (Studi Kasus di Kecamatan Tegal Gundil dan Cilendek Timur Kota Bogor)

(1)

SKRIPSI

ANDINI TRIBUANA TUNGGADEWI H 34066013

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

RINGKASAN

ANDINI TRIBUANA TUNGGADEWI. Analisis Profitabilitas serta Nilai

Tambah Usaha Tahu dan Tempe (Studi Kasus di Kecamatan Tegal Gundil dan Cilendek Timur Kota Bogor). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Dibawah bimbingan RITA NURMALINA - SURYANA).

Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk Indonesia, kebutuhan konsumsi protein harian Indonesia dalam bentuk kacang kedelai pun ikut meningkat. Tingkat konsumsi kedelai nasional meningkat dari 1.880.000 ton pada tahun 2006, menjadi 2.010.000 ton pada tahun 2007. Namun disisi ketersediaannya produksi kacang kedelai di Indonesia pada tahun 2006 hanya mencapai 747.611 ton, belum dapat mencukupi tingkat konsumsi kedelai nasional pada tahun yang sama. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan nasional, Indonesia mengimpor sebagian besar persediaan kacang kedelai. Pada tahun 2006 volume impor kacang kedelai Indonesia sendiri mencapai 3 juta ton lebih dengan nilai 830.836.021 US$, berdasarkan itu terlihat bahwa Indonesia mengalami ketergantungan pasokan kedelai impor cukup banyak. Akibatnya saat harga kacang kedelai meningkat dari Rp 2.500 per kilogram menjadi Rp 8.000 per kilogram pada tahun 2007, banyak pengrajin tahu dan tempe yang mengalami kerugian dan menghentikan usahanya.

Sebagai bagian dari agroindustri dalam bentuk industri kecil dan rumah tangga atau yang umum dikenal Usaha Kecil Menengah (UKM), pengrajin tahu dan tempe secara langsung memiliki peranan penting dalam perekonomian suatu negara termasuk Indonesia. Peranan UKM dalam perekonomian antara lain dapat meningkatkan pendapatan para pelaku usaha, menyerap tenaga kerja, meningkatkan perolehan devisa, dan mendorong munculnya industri yang lain. Pada sisi lain harga jual dari tahu dan tempe itu sendiri sulit untuk naik, yang membuat para pengrajin tahu dan tempe kesulitan dalam menentukan harga jual dari produk mereka.

Permasalahan yang timbul akibat kenaikan harga kedelai ini tidak hanya mempengaruhi pengrajin tahu dan tempe nasional, tapi juga pengrajin tahu dan tempe di Kota Bogor. Berdasarkan wawancara dengan pengurus PRIMKOPTI Kota Bogor, diketahui saat harga kedelai naik pada tahun 2007 PRIMKOPTI tidak dapat menyediakan pasokan kacang kedelai bagi para pengrajin. Bahkan saat itu jumlah anggota pengrajin tahu dan tempe terjadi penurunan, dari 177 pengrajin menjadi 156 pengrajin. Berdasarkan uraian tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis keragaan usaha tahu dan tempe, (2) menjelaskan langkah-langkah penyesuaian yang dilakukan usaha tahun dan tempe, (3) menganalisis profitabilitas usaha tahu dan tempe, dan (4) menganalisis nilai tambah usaha tahu dan tempe.

Penelitian ini merupakan studi kasus, dengan mengambil dua lokasi usaha yang berbeda sesuai dengan produk yang dihasilkan. Untuk produk tahu mengambil usaha yang berlokasi di Jalan Arzimar II RT 02/VIII, Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Tegal Gundil, sedangkan untuk produk tempe mengambil usaha yang berlokasi di Komplek Perumahan Bumi Menteng Asri, Kampung Pabuaran RT 02/02, Kecamatan Cilendek Timur. Waktu penelitian dilakukan


(3)

mulai dari bulan Desember 2008 sampai dengan April 2009. Penelitian ini

menggunakan Break Event Point untuk menentukan besarnya profitabilitas yang

dihasilkan dan metode Hayami untuk menganalisis nilai tambah pengolahan

kedelai pada masing-masing usaha.

Usaha tahu yang menjadi objek studi dalam penelitian adalah usaha milik Bapak Mumu, yang mengawali karir pada usaha tahu sebagai kuli di tempat usaha orang lain pada tahun 1987. Setelah itu beliau pun mencoba berdagang untuk mempelajari masalah pemasaran, akhirnya pada tahun 1997 beliau memulai untuk membuka usaha tahu sendiri. Terdapat 12 peralatan yang digunakan untuk proses produksi pada usaha tahu, antara lain mesin diesel dan giling, pompa air, tungku semen, cetakan, tanggok besi, baksemen, ember, serok, kain, bak air dan biang.

Adapun total biaya secara keseluruhan untuk peralatan produksi pada usaha tahu adalah sebesar Rp 11.140.000. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan tahu antara lain; kacang kedelai, garam, kunyit, dan asam cuka; dimana dalam satu hari usaha yang bersangkutan mengolah kedelai rata-rata sebanyak 300 kilogram, dan garam kurang lebih sebanyak 30 kilogram. Usaha tempe yang menjadi objek dalam penelitian adalah usaha milik Bapak Sularno, yang mengawali usahanya pada tahun 1979 di daerah Malabar.

Pada tahun 1981 beliau menjadi anggota PRIMKOPTI, kemudian tahun 1983 Bapak Sularno berpindah tempat tinggal dan memulai usahanya sendiri dengan nama usaha Unit Fermentasi KOPTI Kota Bogor. Terdapat tujuh peralatan yang digunakan dalam proses produksi pada usaha tempe, antara lain mesin giling, jembung plastik dengan ukuran 50 kilogram dan 700 liter, drum besi sepanjang 70 cm, papan anyaman, bambu, tusukan, dan geblekan. Adapun total biaya peralatan produksi secara keseluruhan pada usaha tempe adalah sebesar Rp 12.230.000.

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan tempe antara lain kacang kedelai dan ragi, dimana setiap hari usaha tempe mengolah kacang kedelai rata-rata sebanyak 400 kilogram dengan ragi yang digunakan kurang lebih dua kilogram. Hasil penelitian yang dilakukan pada salah satu usaha tahu dan tempe di Kota Bogor, diketahui terdapat beberapa langkah penyesuaian yang dilakukan kedua usaha. Langkah penyesuaian tersebut antara lain penetapan harga jual yang berbeda untuk beberapa konsumen, penggunaan bahan bakar alternatif, dan menghasilkan bahan baku penunjang dan peralatan produksi sendiri.

Hasil perhitungan profitabilitas menunjukkan bahwa tingkat profitabilitas usaha yang lebih tinggi adalah usaha tahu sebesar 38 persen, sedang usaha tempe sebesar 28 persen. Perhitungan analisis nilai tambah juga menunjukkan bahwa usaha yang memiliki nilai tambah lebih besar adalah usaha tahu dengan nilai sebesar Rp 6.881, sedang untuk menjadi tempe sebesar Rp 4.947. Berdasarkan itu maka perlu dilakukan penghematan biaya pada usaha tempe, agar struktur biayanya lebih efisien dan mendapatkan keuntungan lebih besar. Salah satunya dengan menghemat biaya perawatan, menggunakan peralatan produksi yang lebih tahan lama dan menjaga kebersihan peralatan. Khusus untuk usaha tempe biaya pengemasannya dapat dihemat, dengan menggunakan kemasan daun pisang untuk seluruh produknya.


(4)

ANALISIS PROFITABILITAS SERTA NILAI TAMBAH

USAHA TAHU DAN TEMPE

(Studi Kasus di Kecamatan Tegal Gundil dan Cilendek Timur Kota Bogor)

ANDINI TRIBUANA TUNGGADEWI H 34066013

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

Disetujui, Pembimbing

Dr.Ir. Rita Nurmalina - Suryana, MS NIP 19550713 198703 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manjemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP 19580908 198403 1 002

Tanggal Lulus :

Judul Skripsi : Analisis Profitabilitas serta Nilai Tambah Usaha Tahu dan

Tempe (Studi Kasus di Kecamatan Tegal Gundil dan Cilendek Timur Kota Bogor)

Nama : Andini Tribuana Tunggadewi


(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Profitabilitas serta Nilai Tambah Usaha Tahu dan Tempe (Studi Kasus di Kecamatan Tegal Gundil dan Cilendek Timur Kota Bogor)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2009

Andini Tribuana Tunggadewi H 34066013


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 27 April 1986 di Bandung, adalah anak ketiga dari tiga bersaudara, pasangan Dr. Ir. H. Dodi Supriadi, MSc. dan Hj. Euis Salnesih.

Tahun 1997 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Pengadilan 3 Bogor, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTPN 8 Bogor yang diselesaikan pada tahun 2000. Penulis kemudian menyelesaikan pendidikan lanjutan menengah atas di SMU Kesatuan Bogor pada tahun 2003, dilanjutkan dengan mengambil pendidikan Program Studi D3 Analisis Lingkungan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Petanian Bogor yang diselesaikan pada tahun 2006.

Penulis kemudian melanjutkan pendidikannya ke jenjang S1 di Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalus seleksi pada tahun 2006.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Analisis Profitabilitas serta Nilai Tambah Usaha Tahu dan Tempe (Studi Kasus di Kecamatan Tegal Gundil dan Cilendek Timur Kota Bogor)”.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis seberapa besar tingkat kemampuan usaha tahu dan tempe selaku usaha rumah tangga dalam menghasilkan laba atau profit serta menganalisis nilai tambah antara kedua usaha tersebut.

Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini dehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juli 2009


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Orangtua, keluarga, dan Okwan Himpuni atas doa, semangat, serta masukan

yang diberikan pada penulis selama masa penyusunan skripsi.

2. Dr. Ir. Rita Nurmalina-Suryana, MS selaku dosen pembimbing atas waktu,

arahan, dan kesabarannya pada penulis dalam penyusunan skripsi.

3. Ir. Dwi Rachmina, MS selaku dosen evaluator pada seminar proposal dan

dosen penguji pada ujian sidang, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan saran dan kritik pada penulis.

4. Ir. Narni Farmayanti, MSc selaku dosen komdik pada ujian sidang, yang

telah memberikan saran dan kritik pada penulis.

5. M. Pintor Nasution, selaku pembahas pada seminar atas saran dan kritik yang

diberikan pada penulis.

6. Pihak PRIMKOPTI dan Deperindag Kotamadya Bogor, atas waktu dan

informasi yang diberikan untuk kelancaran serta penulisan skripsi.

7. Bapak Mumu dan keluarga, atas waktu, kesempatan, informasi, dan

dukungan yang diberikan pada penulis.

8. Bapak Sularno dan Mas Roin, atas waktu, kesempatan, informasi, dan

dukungan yang diberikan pada penulis.

9. Pihak-pihak yang bekerja pada usaha tahu dan tempe, atas waktu dan

informasi yang diberikan guna kelengkapan penyusunan skripsi ini.

10. Sahabat dan teman-teman X-AGB angkatan 1, atas semangat, saran, dan

masukan yang diberikan pada penulis selama masa penyusunan skripsi.

11. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas

dukungan dan bantuannya dalam penulisan skripsi.


(10)

Andini Tribuana Tunggadewi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... 12

DAFTAR GAMBAR ... 14

DAFTAR LAMPIRAN ... 15

I PENDAHULUAN ... 16

1.1. Latar Belakang ... 16

1.2. Perumusan Masalah ... 19

1.3. Tujuan Penelitian ... 22

1.4. Kegunaan Penelitian ... 23

II TINJAUAN PUSTAKA ... 24

2.1. Kedelai sebagai Bahan Baku ... 24

2.2. Latar Belakang Usaha Tahu dan Tempe ... 25

2.2.1. Sejarah Tahu ... 25

2.2.2. Sejarah Tempe ... 25

2.2.3. Karakteristik Tenaga Kerja ... 27

2.2.4. Saluran Pemasaran ... 28

2.3. Penelitian Terdahulu ... 28

2.3.1. Penelitian Mengenai Profitabilitas ... 28

2.3.2. Penelitian Mengenai Analisis Nilai Tambah ... 29

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 18

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 18

3.1.1. Konsep Biaya ... 18

3.1.2. Penetapan Harga Jual ... 19

3.1.3. Analisis Titik Impas dan Profitabilitas ... 21

3.1.4. Analisis Nilai Tambah ... 24

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 27

IV METODE PENELITIAN ... 28

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

4.2. Metode Penentuan Sampel ... 28

4.3. Desain Penelitian ... 30

4.4. Data dan Instrumentasi ... 30

4.5. Metode Pengumpulan Data ... 31

4.6. Metode Pengolahan Data ... 31

4.6.1. Analisis Biaya Produksi ... 31

4.6.2. Analisis Titik Impas ... 32

4.6.3. Profitabilitas Usaha ... 33


(11)

SKRIPSI

ANDINI TRIBUANA TUNGGADEWI H 34066013

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

RINGKASAN

ANDINI TRIBUANA TUNGGADEWI. Analisis Profitabilitas serta Nilai

Tambah Usaha Tahu dan Tempe (Studi Kasus di Kecamatan Tegal Gundil dan Cilendek Timur Kota Bogor). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Dibawah bimbingan RITA NURMALINA - SURYANA).

Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk Indonesia, kebutuhan konsumsi protein harian Indonesia dalam bentuk kacang kedelai pun ikut meningkat. Tingkat konsumsi kedelai nasional meningkat dari 1.880.000 ton pada tahun 2006, menjadi 2.010.000 ton pada tahun 2007. Namun disisi ketersediaannya produksi kacang kedelai di Indonesia pada tahun 2006 hanya mencapai 747.611 ton, belum dapat mencukupi tingkat konsumsi kedelai nasional pada tahun yang sama. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan nasional, Indonesia mengimpor sebagian besar persediaan kacang kedelai. Pada tahun 2006 volume impor kacang kedelai Indonesia sendiri mencapai 3 juta ton lebih dengan nilai 830.836.021 US$, berdasarkan itu terlihat bahwa Indonesia mengalami ketergantungan pasokan kedelai impor cukup banyak. Akibatnya saat harga kacang kedelai meningkat dari Rp 2.500 per kilogram menjadi Rp 8.000 per kilogram pada tahun 2007, banyak pengrajin tahu dan tempe yang mengalami kerugian dan menghentikan usahanya.

Sebagai bagian dari agroindustri dalam bentuk industri kecil dan rumah tangga atau yang umum dikenal Usaha Kecil Menengah (UKM), pengrajin tahu dan tempe secara langsung memiliki peranan penting dalam perekonomian suatu negara termasuk Indonesia. Peranan UKM dalam perekonomian antara lain dapat meningkatkan pendapatan para pelaku usaha, menyerap tenaga kerja, meningkatkan perolehan devisa, dan mendorong munculnya industri yang lain. Pada sisi lain harga jual dari tahu dan tempe itu sendiri sulit untuk naik, yang membuat para pengrajin tahu dan tempe kesulitan dalam menentukan harga jual dari produk mereka.

Permasalahan yang timbul akibat kenaikan harga kedelai ini tidak hanya mempengaruhi pengrajin tahu dan tempe nasional, tapi juga pengrajin tahu dan tempe di Kota Bogor. Berdasarkan wawancara dengan pengurus PRIMKOPTI Kota Bogor, diketahui saat harga kedelai naik pada tahun 2007 PRIMKOPTI tidak dapat menyediakan pasokan kacang kedelai bagi para pengrajin. Bahkan saat itu jumlah anggota pengrajin tahu dan tempe terjadi penurunan, dari 177 pengrajin menjadi 156 pengrajin. Berdasarkan uraian tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis keragaan usaha tahu dan tempe, (2) menjelaskan langkah-langkah penyesuaian yang dilakukan usaha tahun dan tempe, (3) menganalisis profitabilitas usaha tahu dan tempe, dan (4) menganalisis nilai tambah usaha tahu dan tempe.

Penelitian ini merupakan studi kasus, dengan mengambil dua lokasi usaha yang berbeda sesuai dengan produk yang dihasilkan. Untuk produk tahu mengambil usaha yang berlokasi di Jalan Arzimar II RT 02/VIII, Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Tegal Gundil, sedangkan untuk produk tempe mengambil usaha yang berlokasi di Komplek Perumahan Bumi Menteng Asri, Kampung Pabuaran RT 02/02, Kecamatan Cilendek Timur. Waktu penelitian dilakukan


(13)

mulai dari bulan Desember 2008 sampai dengan April 2009. Penelitian ini

menggunakan Break Event Point untuk menentukan besarnya profitabilitas yang

dihasilkan dan metode Hayami untuk menganalisis nilai tambah pengolahan

kedelai pada masing-masing usaha.

Usaha tahu yang menjadi objek studi dalam penelitian adalah usaha milik Bapak Mumu, yang mengawali karir pada usaha tahu sebagai kuli di tempat usaha orang lain pada tahun 1987. Setelah itu beliau pun mencoba berdagang untuk mempelajari masalah pemasaran, akhirnya pada tahun 1997 beliau memulai untuk membuka usaha tahu sendiri. Terdapat 12 peralatan yang digunakan untuk proses produksi pada usaha tahu, antara lain mesin diesel dan giling, pompa air, tungku semen, cetakan, tanggok besi, baksemen, ember, serok, kain, bak air dan biang.

Adapun total biaya secara keseluruhan untuk peralatan produksi pada usaha tahu adalah sebesar Rp 11.140.000. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan tahu antara lain; kacang kedelai, garam, kunyit, dan asam cuka; dimana dalam satu hari usaha yang bersangkutan mengolah kedelai rata-rata sebanyak 300 kilogram, dan garam kurang lebih sebanyak 30 kilogram. Usaha tempe yang menjadi objek dalam penelitian adalah usaha milik Bapak Sularno, yang mengawali usahanya pada tahun 1979 di daerah Malabar.

Pada tahun 1981 beliau menjadi anggota PRIMKOPTI, kemudian tahun 1983 Bapak Sularno berpindah tempat tinggal dan memulai usahanya sendiri dengan nama usaha Unit Fermentasi KOPTI Kota Bogor. Terdapat tujuh peralatan yang digunakan dalam proses produksi pada usaha tempe, antara lain mesin giling, jembung plastik dengan ukuran 50 kilogram dan 700 liter, drum besi sepanjang 70 cm, papan anyaman, bambu, tusukan, dan geblekan. Adapun total biaya peralatan produksi secara keseluruhan pada usaha tempe adalah sebesar Rp 12.230.000.

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan tempe antara lain kacang kedelai dan ragi, dimana setiap hari usaha tempe mengolah kacang kedelai rata-rata sebanyak 400 kilogram dengan ragi yang digunakan kurang lebih dua kilogram. Hasil penelitian yang dilakukan pada salah satu usaha tahu dan tempe di Kota Bogor, diketahui terdapat beberapa langkah penyesuaian yang dilakukan kedua usaha. Langkah penyesuaian tersebut antara lain penetapan harga jual yang berbeda untuk beberapa konsumen, penggunaan bahan bakar alternatif, dan menghasilkan bahan baku penunjang dan peralatan produksi sendiri.

Hasil perhitungan profitabilitas menunjukkan bahwa tingkat profitabilitas usaha yang lebih tinggi adalah usaha tahu sebesar 38 persen, sedang usaha tempe sebesar 28 persen. Perhitungan analisis nilai tambah juga menunjukkan bahwa usaha yang memiliki nilai tambah lebih besar adalah usaha tahu dengan nilai sebesar Rp 6.881, sedang untuk menjadi tempe sebesar Rp 4.947. Berdasarkan itu maka perlu dilakukan penghematan biaya pada usaha tempe, agar struktur biayanya lebih efisien dan mendapatkan keuntungan lebih besar. Salah satunya dengan menghemat biaya perawatan, menggunakan peralatan produksi yang lebih tahan lama dan menjaga kebersihan peralatan. Khusus untuk usaha tempe biaya pengemasannya dapat dihemat, dengan menggunakan kemasan daun pisang untuk seluruh produknya.


(14)

ANALISIS PROFITABILITAS SERTA NILAI TAMBAH

USAHA TAHU DAN TEMPE

(Studi Kasus di Kecamatan Tegal Gundil dan Cilendek Timur Kota Bogor)

ANDINI TRIBUANA TUNGGADEWI H 34066013

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(15)

Disetujui, Pembimbing

Dr.Ir. Rita Nurmalina - Suryana, MS NIP 19550713 198703 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manjemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP 19580908 198403 1 002

Tanggal Lulus :

Judul Skripsi : Analisis Profitabilitas serta Nilai Tambah Usaha Tahu dan

Tempe (Studi Kasus di Kecamatan Tegal Gundil dan Cilendek Timur Kota Bogor)

Nama : Andini Tribuana Tunggadewi


(16)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Profitabilitas serta Nilai Tambah Usaha Tahu dan Tempe (Studi Kasus di Kecamatan Tegal Gundil dan Cilendek Timur Kota Bogor)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2009

Andini Tribuana Tunggadewi H 34066013


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 27 April 1986 di Bandung, adalah anak ketiga dari tiga bersaudara, pasangan Dr. Ir. H. Dodi Supriadi, MSc. dan Hj. Euis Salnesih.

Tahun 1997 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Pengadilan 3 Bogor, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTPN 8 Bogor yang diselesaikan pada tahun 2000. Penulis kemudian menyelesaikan pendidikan lanjutan menengah atas di SMU Kesatuan Bogor pada tahun 2003, dilanjutkan dengan mengambil pendidikan Program Studi D3 Analisis Lingkungan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Petanian Bogor yang diselesaikan pada tahun 2006.

Penulis kemudian melanjutkan pendidikannya ke jenjang S1 di Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalus seleksi pada tahun 2006.


(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Analisis Profitabilitas serta Nilai Tambah Usaha Tahu dan Tempe (Studi Kasus di Kecamatan Tegal Gundil dan Cilendek Timur Kota Bogor)”.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis seberapa besar tingkat kemampuan usaha tahu dan tempe selaku usaha rumah tangga dalam menghasilkan laba atau profit serta menganalisis nilai tambah antara kedua usaha tersebut.

Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini dehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juli 2009


(19)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Orangtua, keluarga, dan Okwan Himpuni atas doa, semangat, serta masukan

yang diberikan pada penulis selama masa penyusunan skripsi.

2. Dr. Ir. Rita Nurmalina-Suryana, MS selaku dosen pembimbing atas waktu,

arahan, dan kesabarannya pada penulis dalam penyusunan skripsi.

3. Ir. Dwi Rachmina, MS selaku dosen evaluator pada seminar proposal dan

dosen penguji pada ujian sidang, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan saran dan kritik pada penulis.

4. Ir. Narni Farmayanti, MSc selaku dosen komdik pada ujian sidang, yang

telah memberikan saran dan kritik pada penulis.

5. M. Pintor Nasution, selaku pembahas pada seminar atas saran dan kritik yang

diberikan pada penulis.

6. Pihak PRIMKOPTI dan Deperindag Kotamadya Bogor, atas waktu dan

informasi yang diberikan untuk kelancaran serta penulisan skripsi.

7. Bapak Mumu dan keluarga, atas waktu, kesempatan, informasi, dan

dukungan yang diberikan pada penulis.

8. Bapak Sularno dan Mas Roin, atas waktu, kesempatan, informasi, dan

dukungan yang diberikan pada penulis.

9. Pihak-pihak yang bekerja pada usaha tahu dan tempe, atas waktu dan

informasi yang diberikan guna kelengkapan penyusunan skripsi ini.

10. Sahabat dan teman-teman X-AGB angkatan 1, atas semangat, saran, dan

masukan yang diberikan pada penulis selama masa penyusunan skripsi.

11. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas

dukungan dan bantuannya dalam penulisan skripsi.


(20)

Andini Tribuana Tunggadewi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... 12

DAFTAR GAMBAR ... 14

DAFTAR LAMPIRAN ... 15

I PENDAHULUAN ... 16

1.1. Latar Belakang ... 16

1.2. Perumusan Masalah ... 19

1.3. Tujuan Penelitian ... 22

1.4. Kegunaan Penelitian ... 23

II TINJAUAN PUSTAKA ... 24

2.1. Kedelai sebagai Bahan Baku ... 24

2.2. Latar Belakang Usaha Tahu dan Tempe ... 25

2.2.1. Sejarah Tahu ... 25

2.2.2. Sejarah Tempe ... 25

2.2.3. Karakteristik Tenaga Kerja ... 27

2.2.4. Saluran Pemasaran ... 28

2.3. Penelitian Terdahulu ... 28

2.3.1. Penelitian Mengenai Profitabilitas ... 28

2.3.2. Penelitian Mengenai Analisis Nilai Tambah ... 29

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 18

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 18

3.1.1. Konsep Biaya ... 18

3.1.2. Penetapan Harga Jual ... 19

3.1.3. Analisis Titik Impas dan Profitabilitas ... 21

3.1.4. Analisis Nilai Tambah ... 24

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 27

IV METODE PENELITIAN ... 28

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

4.2. Metode Penentuan Sampel ... 28

4.3. Desain Penelitian ... 30

4.4. Data dan Instrumentasi ... 30

4.5. Metode Pengumpulan Data ... 31

4.6. Metode Pengolahan Data ... 31

4.6.1. Analisis Biaya Produksi ... 31

4.6.2. Analisis Titik Impas ... 32

4.6.3. Profitabilitas Usaha ... 33


(21)

V GAMBARAN UMUM USAHA ... 36

5.1. Keragaan Usaha ... 36

5.1.1. Usaha Tahu ... 36

5.1.1.1. Peralatan Produksi Tahu ... 37

5.1.1.2. Produksi Tahu ... 39

5.1.2. Usaha Tempe ... 41

5.1.2.1. Peralatan Produksi Tempe ... 41

5.1.2.2. Produksi Tempe ... 43

5.2. Langkah Penyesuaian Usaha Terhadap Kenaikan Harga Kedelai ... 45

VI ANALISIS PROFITABILITAS SERTA NILAI TAMBAH USAHA TAHU DAN TEMPE ... 48

6.1. Analisis Biaya ... 48

6.1.1. Biaya ... 48

6.1.1.1. Biaya Tetap ... 48

6.1.1.2. Biaya Variabel ... 56

6.1.1.3. Total Biaya Usaha ... 59

6.1.2. Volume Penjualan dan Harga Jual ... 62

6.1.2.1. Usaha Tahu ... 62

6.1.2.2. Usaha Tempe ... 65

6.1.3. Analisis Profitabilitas ... 67

6.1.3.1. Usaha Tahu ... 68

6.1.3.2. Usaha Tempe ... 71

6.2. Analisis Nilai Tambah ... 75

6.2.1. Usaha Tahu ... 75

6.2.2. Usaha Tempe ... 77

VII PERBANDINGAN HASIL ANALISIS PROFITABILITAS SERTA NILAI TAMBAH USAHA TAHU DAN TEMPE ... 80

7.1. Analisis Profitabilitas ... 80

7.2. Analisis Nilai Tambah ... 81

VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

8.1. Kesimpulan ... 84

8.2. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 86


(22)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Kedelai per 100 gram Bahan ... 16

2. Konsumsi Kacang Kedelai Indonesia untuk Rumah Tangga

Tahun 2005 sampai dengan 2007 ………. 16

3. Produksi Kacang Kedelai Indonesia Tahun 2004-2008 …… 17

4. Impor Kedelai per Negara Asal Tahun 2006 ... 17

5. Perkembangan Jumal Pelaku Usaha dan Penyerapan Tenaga

Kerja Menurut Skala Usaha Tahun 2006-2007 ……… 18

6. Kebutuhan Kedelai Anggota dan Non Anggota Pengrajin

Tahu Tempe Kota Bogor Tahun 2008 ...

21

7. Rincian Singkat Penelitian Terdahulu ………... 32

8. Kebutuhan Kedelai Usaha Tahu di Kecamatan Tegal Gundil

Tahun 2008 ……… 43

9. Kebutuhan Kedelai Usaha Tempe di Kecamatan Cilendek

Timur Tahun 2008 ………. 44

10. Perhitungan Nilai Tambah Menurut Metode Hayami ……... 49

11. Inventarisasi Peralatan Produksi Tahu Usaha Bapak Mumu 52

12. Kebutuhan Bahan Baku Produksi Tahu per Hari ………….. 54

13. Inventarisasi Peralatan Produksi Tempe Usaha Bapak

Sularno ………... 57

14. Biaya Investasi Usaha Tahu ……….. 64

15. Biaya Peralatan Usaha Tahu ……….. 65

16. Biaya Non Produksi Usaha Tahu per Tahun ………. 66

17. Biaya Peralatan Usaha Tempe …….……….. 68

18. Biaya Non Produksi Usaha Tempe per Tahun ……….. 69

19. Biaya Bahan Baku Usaha Tahu ………. 72

20. Biaya Bahan Baku Usaha Tempe ………..…... 73

21. Total Biaya Usaha Tahu per Tahun ………... 75

22. Total Biaya Usaha Tempe per Tahun ………... 76

23. Penjualan Usaha Tahu ………... 78


(23)

25. Perhitungan Bobot Tempe dalam Kilogram ……….. 82

26. Perbandingan Titik Impas dengan Kondisi Aktual Usaha

Tahu ………... 85

27. Perbandingan Titik Impas dengan Kondisi Aktual Usaha

Tempe ………..……….. 88

28. Analisis Nilai Tambah Usaha Tahu ………... 90

29. Analisis Nilai Tambah Usaha Tempe ………... 92

30. Perbandingan Hasil Analisis Profitabilitas ……… 94


(24)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Proporsi Kontribusi UKM dan Usaha Besar (UB) terhadap

PDB Nasional Tahun 2006-2007 ……….. 19

2. Titik Impas, Laba, dan Volume Penjualan ……… 38

3. Nilai Tambah dan Marjin Hasil Pengolahan ………. 40

4. Alur Kerangka Pemikiran Konseptual ……….. 42

5. Proses Produksi Tahu ……… 55

6. Proses Produksi Tempe ………. 59

7. Tahu Putih ……….……… 105

8. Tahu Kuning ………. 105

9. Peralatan Produksi Mesin Giling Usaha Tahu ... 106

10. Peralatan Produksi Tungku Semen Usaha Tahu ... 106

11. Peralatan Produksi Bak Semen 1 Usaha Tahu ... 107

12. Peralatan Produksi Bak Semen 2 Usaha Tahu ... 107

13. Bubur Kedelai yang Telah Menjadi Adonan Tahu ... 108

14. Proses Pencetakan Tahu ... 108

15. Tempat Usaha Tempe ... 109

16. Tempat Pengolahan Kedelai Menjadi Tempe ... 109

17. Peralatan Produksi Mesin Giling Usaha Tempe ... 110

18. Rak Tempat Proses Fermentasi ... 110

19. Proses Perebusan Kedelai ... 111

20. Tempat Proses Produksi Tempe ... 111

21. Tempat Pembungkusan Tempe ... 112


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Perhitungan Beberapa Faktor dalam Tabel 22 ………. 103

2. Perhitungan Beberapa Faktor dalam Tabel 23 ………. 104


(26)

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Persediaan kacang kedelai di Indonesia sebanyak 50 persen dikonsumsi dalam bentuk tempe, 40 persen dalam bentuk tahu, dan sisanya 10 persen

dikonsumsi dalam bentuk produk lain1. Tahu dan tempe merupakan salah satu

jenis makanan olahan kacang kedelai yang dapat menambah asupan protein bagi tubuh. Komposisi kandungan gizi makanan olahan kacang kedelai dalam bentuk tahu dan tempe dapat terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kedelai per 100 gram Bahan

KOMPONEN KADAR (%)

Protein 35 – 45

Lemak 18 – 32

Karbohidrat 12 – 30

Air 7 Sumber : Esti dan Sediadi (2000)

Tabel 1 memperlihatkan dalam 100 gram tahu atau tempe, mengandung kadar protein sebesar 35 persen sampai dengan 45 persen. Hal ini menunjukkan bahwa produk olahan kacang kedelai yaitu tahu dan tempe, memiliki kandungan protein tinggi yang sangat dibutuhkan tubuh. Oleh karena itu upaya meningkatkan asupan protein untuk tubuh, dapat dilakukan dengan melakukan peningkatan konsumsi pada produk olahan kacang kedelai berupa tahu dan tempe. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk Indonesia, kebutuhan konsumsi protein harian Indonesia dalam bentuk kacang kedelai pun ikut meningkat seperti yang terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Konsumsi Kacang Kedelai Indonesia untuk Rumah Tangga Tahun 2005-2007

Konsumsi Tahun

Volume (juta ton) Persentase (%)

2005 1,89 -

2006 1,88 -0,53

      

1


(27)

2007 2,01 6,91 Laju Pertumbuhan Rata-rata (% per tahun) 0,70

Sumber : BPS (2008)

Pada Tabel 2 menunjukkan tingkat konsumsi kedelai di Indonesia cenderung fluktuaktif. Ini terlihat dari penurunan konsumsi kedelai pada tahun 2005 sebesar 1.890.000 ton menjadi 1.880.000 ton pada tahun 2006, yang kemudian pada tahun 2007 terjadi peningkatan konsumsi menjadi 2.010.000 ton. Jika dilihat dari sisi ketersediaannya, produksi kacang kedelai di Indonesia hanya dapat memenuhi sebagian kebutuhan kacang kedelai nasional (Tabel 3).

Tabel 3. Produksi Kacang Kedelai Indonesia Tahun 2004-2008

Tahun Luas Area

(Ha)

Produktivitas

(Qu/Ha) Produksi (ton)

2004 565.155 12,8 723.483 2005 621.541 13,01 808.353 2006 580.534 12,88 747.611 2007 459.116 12,91 592.534 2008 579.593 13,13 761.206 Sumber : //www.bps.go.id/sector/agri/pangan/table3_2008.shtml

Pada Tabel 3 dapat dilihat produksi kedelai nasional dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 mengalami penurunan. Jumlah produksi kacang kedelai nasional pada tahun 2007 yang sebesar 592.534 ton, belum dapat mencukupi tingkat konsumsi kedelai nasional pada tahun yang sama. Oleh karena itu Indonesia mengimpor sebagian besar persediaan kacang kedelai untuk memenuhi kebutuhan nasional, dimana volume impor ini secara jelas dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Impor Kedelai per Negara Asal Tahun 2006

Negara Volume (kg) Nilai (US$)

United States 1.233.447.895 325.061.683

Argentina 1.026.362.770 237.496.990

India 624.638.500 140.175.177

Brazil 396.891.778 94.758.879

Malaysia 17.771.065 8.420.300

Lainnya 81.138.243 24.922.992

TOTAL 3.380.250.251 830.836.021


(28)

Tabel 4 menunjukkan bahwa volume impor kacang kedelai Indonesia pada tahun 2006 mencapai 3 juta ton lebih dengan nilai 830.836.021 US$, dimana negara pengimpor terbesarnya adalah Amerika Serikat. Berdasarkan data tersebut, terlihat Indonesia mengalami ketergantungan pasokan kacang kedelai impor yang cukup banyak. Akibatnya saat harga kacang kedelai meningkat dari Rp 2.500 per kilogram menjadi Rp 8.000 per kilogram pada tahun 2007, banyak pengrajin tahu

dan tempe yang mengalami kerugian dan menghentikan usahanya2.

Sebagai bagian dari agroindustri dalam bentuk industri kecil dan rumah tangga atau yang umum dikenal Usaha Kecil Menengah (UKM), pengrajin tahu dan tempe secara langsung memiliki peranan penting dalam perekonomian suatu negara termasuk Indonesia. Peranan UKM dalam perekonomian antara lain dapat meningkatkan pendapatan para pelaku usaha, menyerap tenaga kerja, meningkatkan perolehan devisa, dan mendorong munculnya industri yang lain (Soekartawi,2000). Banyaknya usaha dan tenaga kerja yang terserap oleh industri kecil dan kerajinan rumah tangga ini dapat dialihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perkembangan Jumlah Pelaku Usaha dan Penyerapan Tenaga Kerja

Menurut Skala Usaha Tahun 2006-20073

Jumlah Pelaku Usaha (usaha)

Jumlah Tenaga Kerja (orang) No. Skala Usaha

2006 2007 (%)

2006 2007 (%)

1. Usaha Mikro 46.746.567 47.702.310 2,04 75.453.589 77.061.669 2,13 2. Usaha Kecil 1.917.897 2.017.926 5,22 9.599.480 9.970.644 3,87 3. Usaha Menengah 114.687 120.253 4,85 4.494.693 4.720.005 5,01 Usaha Kecil dan Menengah 48.779.151 49.840.489 2,18 89.547.762 91.752.318 2,46 4. Usaha Besar 4.398 4.527 2,93 2.445.595 2.520.707 3,07 JUMLAH 48.783.549 49.845.016 2,18 91.993.357 94.273.025 2,48

Tabel 5 menunjukkan UKM merupakan usaha terbesar yang ada di Indonesia, dengan jumlah usaha sebanyak 48.779.151 usaha pada tahun 2006 yang meningkat pada tahun 2007 menjadi 49.840.489 usaha. Tenaga kerja yang terserap pada UKM juga merupakan yang terbesar, dengan jumlah sebanyak 89.547.762 orang pada tahun 2006 yang meningkat menjadi 91.752.318 orang       

2

Kompas Cyber Media. Bogor : Pengrajin Tempe Tahu Berharap Kedelai Stabil. http//: www.kompas.com//. Senin, 14 Januari 2008

3

DEPKOP. Statistik Usaha Kecil dan Menengah Tahun 2006-2007. http//:www.depkop.go.id//. Senin, 13 Juli 2009


(29)

39,30% 39,25% 16,76% 16,84%

43,94% 43,91%

0% 20% 40% 60% 80% 100% 2006 2007 Tahun P er s en ta se

UK UM UB

pada tahun 2007. Besarnya jumlah UKM di Indonesia membuat usaha tersebut memiliki kontribusi cukup besar dalam Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, yang dengan jelas dapat terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Proporsi Kontribusi UKM dan Usaha Besar (UB) Terhadap PDB

Nasional Tahun 2006-20074

Pada Gambar 1 terlihat bahwa kontribusi UKM terhadap PDB nasional merupakan yang terbesar, dengan total persentase sebesar 56,06 persen pada tahun 2006, yang meningkat pada tahun 2007 menjadi 56,09 persen. Berdasarkan hal tersebut maka jelas UKM memang memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional, termasuk didalamnya adalah usaha tahu dan tempe.

1.2. Perumusan Masalah

Terkait dengan kenaikan harga kedelai beberapa waktu lalu, pemerintah sempat mengeluarkan kebijakan subsidi untuk kacang kedelai sebesar Rp 1.000

untuk pembelian tiap kilogram kedelai selama kurang lebih empat bulan5. Ini

dilakukan guna meningkatkan semangat para pengrajin tahu dan tempe untuk tetap berproduksi dan tidak lama setelah kebijakan tersebut dikeluarkan harga kedelai turun menjadi Rp 6.000 per kilogram. Pada sisi lain harga jual dari tahu dan tempe itu sendiri sulit untuk naik, yang membuat para pengrajin tahu dan

tempe kesulitan dalam menentukan harga jual dari produk mereka.

Hal ini terjadi karena kebanyakan konsumen menganggap tahu dan tempe merupakan produk murah, padahal bahan baku tahu dan tempe sebagian besar       

4

DEPKOP. Statistik Usaha Kecil dan Menengah Tahun 2006-2007. http//:www.depkop.go.id//. Senin, 13 Juli 2009

5

KCM. Pengrajin Tahu Tempe Segera Disubsidi. http//: www.kompas.com// . Selasa, 15 Juli 2008.


(30)

diperoleh secara impor6. Harga jual untuk tahu dan tempe yang kini beredar di pasaran, tidak berbeda jauh dengan harga jual pada saat sebelum adanya kenaikan harga kedelai. Saat ini tahu berada dalam kisaran harga Rp 200 sampai dengan Rp 400 per potong, sedangkan untuk tempe berada dalam kisaran harga Rp 1.000 sampai dengan Rp 6.000 per potong.

Permasalahan yang timbul akibat kenaikan harga kedelai ini tidak hanya mempengaruhi pengrajin tahu dan tempe nasional, tapi juga pengrajin tahu dan tempe di Kota Bogor. Berdasarkan wawancara dengan pengurus Primer Koperasi Tahu Tempe Indonesia (PRIMKOPTI) Kota Bogor, diketahui saat harga kedelai naik pada tahun 2007 PRIMKOPTI tidak dapat menyediakan pasokan kacang kedelai bagi para pengrajin. Bahkan saat itu terjadi penurunan jumlah anggota pengrajin tahu dan tempe, dari 177 pengrajin menjadi 156 pengrajin. Banyaknya jumlah pengrajin tahu dan tempe di Kota Bogor baik yang merupakan anggota maupun non anggota PRIMKOPTI saat ini dapat dilihat pada Tabel 6.

      

6

KCM. Pengrajin Tahu Tempe Segera Disubsidi. http//: www.kompas.com// . Selasa, 15 Juli 2008.


(31)

Tabel 6. Kebutuhan Kedelai Anggota dan Non Anggota Pengrajin Tahu Tempe Kota Bogor Tahun 2008

Jenis Produksi Wilayah

Kecamatan Tempe Tahu Tauco

Kebutuhan Kedelai (Kg/Bulan)

Tegallega I 8 15.850

Tegallega II 10 16.900

Tegallega III 7 22.300

Bantarjati I 3 2 10.900

Bantarjati II 5 18 23.220

Bantarjati III 4 9.850

Tegal Gundil I 16 9.620

Ciluar 5 6.150

Kebonpedes I 7 11.000

Kebonpedes II 2 2.600

Cimanggu 1 6.000

Cilendek Timur 15 26.950

Cilendek Barat 19 10.225

Lawanggintung 5 2 7.500

Bondongan 11 3 12.200

Empang 1 3 2.500

Pasir Kuda 3 1 10.000

Gugahsari 4 6.000

Jumlah Anggota 109 43 3 209.795

Non Anggota 47 19 91.599

TOTAL 156 62 3 301.394

Sumber : PRIMKOPTI (2008)

Tabel 6 menunjukkan PRIMKOPTI pada Tahun 2008 memiliki anggota sebanyak 155 yang terdiri dari pengrajin tahu sebanyak 43 orang, tempe sebanyak 109 orang, dan tauco sebanyak 3 orang. Menurut wilayah kecamatan terlihat kebutuhan kedelai terbesar untuk pengrajin tahu berada pada wilayah Kecamatan Tegalgundil I sebesar 9.620 kilogram per bulan, sedangkan untuk pengrajin tempe berada pada wilayah Cilendek Timur sebesar 26.950 kilogram per bulan. Berdasarkan keterangan tersebut maka penelitian ini pun dilakukan pada kedua wilayah kecamatan tersebut, dengan mengambil salah satu usaha sebagai objek studi kasus pada masing-masing wilayah.

Usaha tahu yang menjadi objek studi dalam penelitian ini mengambil usaha milik Bapak Mumu yang berada di Kecamatan Tegalgundil, sedangkan untuk usaha tempe mengambil usaha milik Bapak Sularno yang berada di Kecamatan Cilendek Timur. Masing-masing pengrajin tahu dan tempe yang


(32)

menjadi objek studi tersebut menyatakan, bahwa mereka menetapkan harga jual tahu dan tempe berdasarkan keinginan konsumen tanpa mengetahui kondisi usaha mereka sebenarnya untung, rugi, atau impas. Padahal harga jual yang ditetapkan seharusnya dapat menutupi semua ongkos produksi, bahkan lebih dari itu yaitu untuk mendapatkan laba (Swastha dan Sukotjo, 1998).

Terkait dengan kenaikan harga kedelai yang terjadi pada dua tahun lalu, data produksi dan penjualan pada kedua usaha yang menjadi objek penelitian secara pasti tidak dapat ditampilkan karena tidak adanya pencatatan yang detail. Akan tetapi berdasarkan hasil wawancara kedua pengrajin tersebut yang merupakan anggota PRIMKOPTI menyatakan, usaha mereka sedikit terganggu dengan adanya kenaikan harga kedelai secara tiba-tiba pada beberapa waktu lalu. Berdasarkan uraian tersebut maka terlihat beberapa pokok permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini, antara lain :

1. Langkah-langkah penyesuaian apa yang dilakukan pengrajin untuk

mempertahankan usaha?

2. Berapa besar keuntungan yang diperoleh oleh pengrajin tahu dan tempe,

dengan mengambil studi kasus pada pengrajin tahu di Kelurahan Tegal Gundil dan pengrajin tempe di Kelurahan Cilendek Timur?

3. Berapa nilai tambah kacang kedelai untuk tahu dan tempe?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis keragaan usaha tahu dan tempe.

2. Menjelaskan langkah-langkah penyesuaian yang dilakukan usaha tahun

dan tempe.

3. Menganalisis profitabilitas usaha tahu dan tempe.


(33)

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna bagi :

1. Peneliti sebagai wadah pengaplikasian materi-materi yang didapat selama

masa perkuliahan.

2. Pihak pengrajin tahu dan tempe sebagai masukan dan bahan pertimbangan

dalam menjalankan usahanya.

3. Khalayak umum juga pemerintah guna menambah informasi mengenai

kondisi industri tahu dan tempe saat ini.

4. Civitas akademika, untuk menambah pengetahuan ataupun dijadikan

sebagai bahan perbandingan serta acuan dalam melakukan penelitian


(34)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kedelai sebagai Bahan Baku

Kedelai telah dibudidayakan di Cina sejak 1000 tahun sebelum Masehi dan Negara tersebut merupakan asal tanaman kedelai. Suku Jawa merupakan penduduk yang paling awal mengadopsi tanaman kedelai kedalam usaha taninya, karena adanya hubungan perdagangan antara pedagang Cina dengan masyarakat di Jawa. Dalam tahun 1918 tercatat, luas areal panen kedelai di Indonesia mencapai 158.900 Ha.

Pada awal pengembangannya di Indonesia pusat pertumbuhan kedelai pertama kali didapati di Jawa Tengah yang kemudian menyebar ke Jawa Timur dan bagian Jawa lainnya. Dari Jawa kemudian kedelai menyebar ke pulau-pulau lainnya di Indonesia. Dalam mencapai tingkat produksi yang optimal, pengembangan kedelai harus disesuaikan dengan kriteria kesesuaian biofisik lingkungan, sistem usahatani, dan kondisi sosial ekonomi petani.

Terdapat kriteria kesesuaian lahan dalam mengembangkan kedelai, antara

lain lahannya tergolong lahan yang sangat sesuai dengan suhu 23oC sampai

dengan 28oC, curah hujan sekitar 2500 mm per tahun, pH 6,0 sampai dengan 6,9,

hara NPK cukup, dan salinitas 2,5 mmhcs per cm. Selain faktor fisik tersebut, tingkat produksi yang optimal juga ditentukan oleh hubungan timbal balik antara tanaman kedelai dengan organisme pengganggu tumbuhan (hama) yang

perkembangannya ditentukan oleh faktor fisiklingkungan dan manajemen petani.

Selain faktor teknis, faktor sosial ekonomi seperti tujuan petani, kelembagaan, pemasaran, dan harga juga turut menentukan tingkat produktivitas yang tercapai.

Kebutuhan akan kedelai dan produk-produk olahannya semakin meningkat dan belum dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri, yang mengakibatkan impor kedelai pun meningkat. Produk olahan seperti tahu, tempe, tauco, kecap, dan minyak kedelai tidak hanya diminati oleh penduduk menengah kebawah Jawa, akan tetapi sudah menjangkau seluruh lapisan masyarakat luar Jawa. Dengan


(35)

demikian maka kedelai tidak hanya penting sebagai sumber protein, tapi juga

penting sebagai bahan baku industri7.

2.2. Latar belakang Usaha Tahu dan Tempe 2.2.1. Sejarah Tahu

Tahu merupakan makanan yang sangat menyehatkan dan mengandung zat-zat yang dibutuhkan untuk memperbaiki gizi masyarakat, karena terbuat dari kacang kedelai yang kaya akan kandungan protein. Kata ‘tahu’ berasal dari bahasa

asing, yaitu bahasa Cina tao hu, teu hu, atau tokwa, dimana kata tao atau teu

memiliki arti kacang, kacang kedelai putih yang digunakan dalam pembuatan tahu

disebut wong teu, dan hu atau kwa memiliki arti rusak, lumat, hancur menjadi

bubur. Oleh karena itu jika kedua kata tersebut digabungkan akan menjadi ‘tahu’, yang bermakna makanan yang terbuat dari kedelai yang dilumatkan atau dihancurkan menjadi bubur.

Dalam pembuatan tahu, terdapat beberapa hal yang penting untuk diperhatikan agar tahu yang dihasilkan sesuai dengan harapan. Adapun hal penting tersebut antara lain kebersihan lingkungan kerja, menjaga kualitas tahu, serta memilih peralatan yang cocok dan tepat. Selain itu dari proses produksi tahu ini terdapat hasil sampingan berupa limbah yang dapat menjadi produk turunan dari tahu. Hasil sampingan dari tahu ini salah satunya adalah kulit kedelai dan ampas tahu untuk campuran makanan ternak. Selain itu juga terdapat kembang tahu, yaitu sisa sari pati kedelai yang direbus yang dapat digunakan sebagai bahan

baku untuk masakan8.

2.2.2. Sejarah Tempe

Berbeda dengan tahu yang berasal dari cina, tempe merupakan makanan tradisional Indonesia dan sudah menjadi industri rakyat. Tidak jelas kapan pembuatan tempe dimulai, namun demikian makanan tradisonal ini sudah dikenal sejak berabad-abad lalu terutama dalam tatanan budaya makan masyarakat Jawa khususnya di Yogyakarta dan Surakarta. Pada salah satu catatan sejarah yang

      

7

Manwan, Ibrahim dan Sumarno dalam Beddu Amang dkk. 1996. Ekonomi Kedelai. 8


(36)

tersedia menunjukkan bahwa ada kemungkinan pada mulanya tempe diproduksi dari kedelai hitam.

Kata "tempe" diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno, dimana pada waktu

itu terdapat makanan berwarna putih terbuat dari tepung sagu yang disebut tumpi.

Tempe segar yang juga berwarna putih terlihat memiliki kesamaan dengan

makanan tumpi tersebut. Selain itu pada tahun 1875 dalam sebuah kamus bahasa

Jawa-Belanda menyatakan, bahwa pembuatan tempe diawali semasa era Tanam Paksa di Jawa.

Tempe dikenal oleh masyarakat Eropa melalui orang-orang Belanda pada tahun 1895, dimana Prinsen Geerlings (ahli kimia dan mikrobiologi dari Belanda) melakukan usaha yang pertama kali untuk mengidentifikasi kapang tempe. Perusahaan-perusahaan tempe yang pertama di Eropa dimulai di Belanda oleh para imigran dari Indonesia. Melalui Belanda akhirnya tempe menjadi populer di Eropa sejak tahun 1946.

Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Tempe memiliki kegunaan untuk melawan radikal bebas, sehingga dapat menghambat proses penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif (aterosklerosis, jantung koroner, diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu tempe juga mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah, pencegah penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain.

Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai. Pengolahan kedelai menjadi tempe akan menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa, yaitu suatu senyawa penyebab timbulnya gejala flatulensi (kembung


(37)

perut) 9. Tempe itu sendiri dibuat dengan cara fermentasi atau peragian dengan menggunakan bahan baku berupa kacang kedelai.

Proses peragian pada tempe disebabkan oleh semacam kapang atau jamur, yang memberikan semacam lapuk berwarna putih yang semakin lama akan

menjadi hitam. Kapang pada tempe dalam bahasa ilmiah disebut juga Rhizopus

oryzae, yang pada keadaan normal hanya terdiri dari Rhizopus oligosporus. Adanya proses peragian ini membuat kedelai pada tempe memiliki rasa yang lebih enak serta lebih mudah dicerna, daripada kedelai yang dimakan tanpa proses fermentasi terlebih dahulu.

Selain itu dengan adanya proses fermentasi, membuat bau langu pada kedelai hilang sehingga cita rasa dan bau aromanya pun lebih sedap. Proses fermentasi pada tempe ini membuat protein dalam kedelai terurai menjadi komponen-komponen asam amino, yang membuat penyerapan zat-zat makanan dalam tubuh lebih lancar. Adapun Tempe yang baik adalah tempe yang bentuknya keras dan kering, serta didalamnya tidak mengandung kotoran dan campuran bahan-bahan lain. Tempe itu sendiri memiliki daya tahan paling lama dua hari, karena lebih dari itu jamur tempe pun akan mati. Selanjutnya akan tumbuh jamur atau bakteri-bakteri lain yang dapat merombak protein, sehingga tempe pun

menjadi busuk10.

2.2.3. Karakteristik Tenaga Kerja

Tahu dan tempe merupakan salah satu bagian dari industri kecil yang dapat menyerap tenaga kerja yang cukup banyak, karena umumnya industri kecil tidak membutuhkan tingkat pendidikan tinggi. Oleh karena itu cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana. Disatu sisi sifat industri kecil yang sederhana ini memberikan dampak positif bagi tenaga kerja tidak terdidik untuk masuk ke sektor industri.

Dalam proses produksi dan teknologi yang digunakan industri kecil bersifat padat karya, karena potensi bahan baku yang dimiliki dari suatu wilayah dan kemampuan teknologinya masih turun-menurun. Penggunaan teknologi dan proses produksi yang sederhana juga ditunjukkan pada industri tahu dan tempe,       

9

WIKIPEDIA. Sejarah Tempe. http//:id.wikipedia.com//. Minggu, 1 Juli 2008. 10


(38)

dimana dalam proses pengolahan kedelai menjadi tahu atau tempe bisa diselesaikan oleh 1-2 orang. Adapun tenaga kerja yang digunakan umumnya berasal dari dalam keluarga, sedangkan yang menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga hanyalah beberapa pengrajin saja.

2.2.4. Saluran Pemasaran

Pemasaran untuk menyalurkan tahu dan tempe dari produsen ke konsumen pada industri kecil masih merupakan masalah, karena kurangnya informasi pasar terkait dengan pola permintaan konsumen. Selain itu kemampuan dalam strategi pemasaran pada industri rumah tangga ini masih kurang, karena umumnya pengusaha tahu dan tempe industri kecil kurang atau tidak mengetahui produk yang sedang gencar di pasaran. Bahkan terkadang pengusaha tidak mampu menghasilkan produk dengan mutu yang sesuai dengan tuntutan pasar, selera konsumen, dan kurang mampu memproduksi dalam jumlah yang besar dalam waktu cepat sehingga permintaan pasar tidak dapat dipenuhi.

Terdapat dua cara umum penyaluran hasil produksi tahu dan tempe dari produsen ke konsumen yaitu dengan menjual langsung kepasar, dimana pengrajin tempe langsung menjual produknya dengan konsumen; dan melalui pedagang perantara. Sebagian besar pengrajin tahu dan tempe memasarkan hasil produksinya dengan langsung menjual ke pasar, yang secara tidak langsung akan membutuhkan biaya pemasaran untuk sampai di lokasi pemasaran. Oleh karena itu nilai suatu produk dapat ditetapkan dengan menghitung jumlah total dari biaya

produksi dan biaya pemasaran untuk satu satuan produk yang diproduksinya11.

2.3. Penelitian Terdahulu

2.3.1. Penelitian Mengenai Profitabilitas

Damayanti (2004) meneliti tentang penetapan harga pokok produksi

menggunakan metode Full Costing, terkait dengan titik impas dan profitabilitas

perusahaan teh. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa perhitungan harga pokok

menggunakan metode Full Costing menurunkan harga pokok produksi yang

      

11

UNIKA. Industri Tahu dan Tempe : Tenaga Kerja dan Teknologi. http//:www.unika.ac.id. Kamis, 18 Desember 2008.


(39)

dihitung oleh perusahaan sebesar 5 sampai 15 persen, dari Rp 5.780,41 menjadi Rp 5.757,19 diikuti penurunan biaya produksi dari Rp 13.122.668.550 menjadi Rp 10.463.401.277. Titik impasnya pun juga terpengaruh menjadi lebih kecil dari 1.386.970 kilogram menjadi sebesar 752.103 kilogram secara unit, sedang secara rupiah berubah dari Rp 11.712.903.770 menjadi Rp 6.351.477.810. Ini juga diikuti dengan perubahan kemampuan perusahaan menghasilkan profit dari 9,53 persen menjadi 27,86 persen.

Selain itu penelitian lain tentang profitabilitas juga pernah dilakukan oleh

Pratiwi (2003), yang meneliti tentang nilai tambah menggunakan metode Hayami

dan profitabilitas menggunakan titik impas serta Marginal of Safety (MOS) dan

Marginal Income Ratio (MIR) pada agroindustri kripik tempe Perusahaan Ardani Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan produksi kripik tempe pada perusahaan bersangkutan memiliki nilai tambah yang terus meningkat dari tahun 1998 sampai dengan 2002, dengan peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2000 yaitu 35,78 persen. Analisis titik impas pada Perusahaan Ardani memperlihatkan keadaan yang fluktuaktif, dengan nilai terendah terjadi pada tahun 2000 sebesar 7,11 persen sedang pada tahun 2001 terjadi kenaikan sebesar 5,74 persen dan 2,02 persen pada tahun 2002.

2.3.2. Penelitian Mengenai Analisis Nilai Tambah

Puspitasari (2007) meneliti tentang keragaan usaha industri tahu skala kecil dan rumah tangga dengan mengambil studi kasus industri tahu skala kecil dan rumah tangga di Kecamatan Mampang Prapatan. Penelititan ini menggunakan

analisis biaya dan analisis nilai tambah metode Hayami, untuk melihat keragaan

objek studinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa industri tahu, khususnya pengrajin tahu skala rumah tangga di Kecamatan Mampang Prapatan mengalami penurunan pendapatan.

Ini terlihat dari penurunan sebesar 6,87 persen pada penerimaan pengrajin dari tahun 2005 sampai dengan 2006, yang juga sekaligus menurunkan keuntungan yang diperoleh sebesar 1,55 persen. Pada pengrajin tahu skala kecil tidak terjadi penurunan kinerja, dimana dari tahun 2005 sampai dengan 2006 terdapat peningkatan pendapatan sebesar 7,77 persen dan keuntungan sebesar


(40)

41,75 persen. Dari analisis biaya, selama tahun 2005 sampai dengan 2006 terjadi kenaikan biaya tetap pada pengrajin tahu skala rumah tangga dan skala kecil sebesar 17,04 persen dan 10,49 persen per papan untuk tahu putih, serta 24,71 persen dan 11,33 persen untuk tahu goreng.

Pada pengrajin tahu skala rumah tangga, nilai tambah dari tahu putih pada tahun 2005 dan 2006 masing-masing sebesar Rp 1.555,54 dan Rp 2.041,08, sedangkan untuk tahu goreng sebesar Rp 1.584,22 dan Rp 2.179,55. Sedangkan untuk pengrajin tahu skala kecil nilai tambah dari tahu putih pada tahun 2005 dan 2006 masing-masing sebesar Rp 1.987,02 dan Rp 2.74,26, serta Rp 2.136,35 dan Rp 3.130,05 untuk tahu goreng. Selain itu jika dilihat dari besarnya balas jasa yang diterima pengrajin terdapat penurunan sebesar 8,56 persen dan 8,61 persen dalam memproduksi tahu putih dan tahu goreng, sedangkan balas jasa yang diterima oleh tenaga kerjanya mengalami peningkatan sebesar 41,71 persen dan 34,05 persen.

Sinaga (2008) melakukan penelitian tentang nilai tambah dan dampak kebijakan pemerintah terhadap industri tempe di Kabupaten Bogor menggunakan

metode Hayami dan analisis Policy Analysis Matrix. Hasil penelitian

menunjukkan nilai faktor konversi industri tempe sebesar 1,6 dimana tiap satu kilogram kedelai yang diolah menghasilkan 1,6 kilogram tempe, dengan nilai tambah yaitu Rp 2.198,91 per kilogram input kedelai dan rasio nilai tambah sebesar 21,14 persen. Tenaga kerja memiliki nilai koefisien sebesar 0,02 yang menandakan bahwa untuk memproduksi satu kilogram kedelai menjadi tempe membutuhkan 0,02 HOK (Hari Orang Kerja).

Berdasarkan analisis kebijakan pemerintah pada sisi output, industri tempe di daerah penelitian memiliki Transper Output (TO) dan Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) sebesar Rp -1.555,14 dan 0,8699 (NPCO < 1). Pada sisi input memiliki Transfer Input (TI) sebesar Rp 180,25 dan Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) sebesar 1,0765 dengan nilai transfer faktor sebesar Rp 261,91. Analisis Kebijakan input-output didekati menggunakan indikator Transfer Bersih (TB), Koefisien Efektif Bersih (EPC), Koefisien Keuntungan (PC), dan Rasio Subsidi Produsen (SRP), dengan nilai masingmasing sebesar 0,8192; Rp -1.997,30; 0,5247; dan -0,2540.


(41)

Furqanti (2003) melakukan penelitian analisis nilai tambah terhadap pengolahan buah jeruk nipis. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa pengolahan tiap satu kilogram buah jeruk nipis pada tahun 2000 mendapatkan nilai tambah sebesar Rp 3.609,87 atau 29,82 persen dari nilai output dan pada tahun 2001 meningkat menjadi Rp 4.433,78 atau 33,54 persen dari nilai output. Sedangkan bagian untuk imbalan tenaga kerja pada tahun 2000 sebesar 22,51 persen atau senilai Rp 812,46 dan pada tahun 2001 meningkat menjadi Rp 1.072,51 atau 24,19 persen dari nilai tambah yang diperoleh.

Asnawi (2003) meneliti tentang nilai tambah ubi kayu menjadi tepung tapioka, menyatakan untuk mengolah satu kilogram ubikayu membutuhkan tenaga kerja per HOK sebesar Rp 13.000. Nilai tepung tapioka yang dihasilkan dari setiap kilogram ubikayu sebesar Rp 218,50 sedangkan nilai tambah pengolahan ubikayu menjadi tepung tapioka adalah Rp 57,91 per kilogram. Rasio nilai tambah terhadap nilai produk yaitu 30,07 persen, yang menunjukkan setiap Rp 100 produk akan diperoleh nilai tambah sebesar Rp 30,07. Keuntungan yang didapat dari tepung tapioka adalah Rp 57,91 per kilogram bahan baku, sedang bagian keuntungan dari nilai tambah sebesar 88,13 persen. Ini jauh lebih baik dibanding bagian keuntungan untuk tenaga kerja sebesar 11,87 persen, yang menandakan keuntungan Rp 57,91 per kilogram bahan baku ubikayu hanya dinikmati pemilik dan pengelola Ittara sedangkan petani belum mendapatkan bagian.

Perbedaan antara penelitian yang dilakukan dengan penelitian-penelitian terdahulu terletak pada objek penelitian dan alat analisisnya. Walaupun terdapat kesamaan alat analisis, namun objek yang dijadikan bahan kajian pada penelitian terdahulu adalah agroindustri kripik tempe. Sedang penelitian yang dilakukan mengambil objek kajian pada salah satu usaha tahu dan tempe yang ada di Kota Bogor. Rincian singkat mengenai penelitian terdahulu dapat dilihat secara mudah pada Tabel 7 berikut.


(42)

Tabel 7. Rincian Singkat Penelitian Terdahulu

Nama Penulis

Tahun Judul Alat Analisis

Dessy

Furqanti 2003

Analisis Nilai Tambah dan Kemampulabaan Usaha Pengolahan Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia swingel)

Metode Hayami

Robet

Asnawi 2003

Analisis Fungsi Produksi Usaha Tani Ubikayu dan Industri Tepung Tapioka Rakyat di Provinsi Lampung

Fungsi Produksi Cobb-Douglass, Metode Hayami

Elok

Pratiwi 2003

Analisis Nilai tambah dan Profitabilitas Agroindustri Kripik Tempe

Titik Impas, MIR, MOS, Metode Hayami Aprilia

Ritma Damayanti

2004

Analisis Perubahan Penetapan Harga Pokok Produksi Teh Dalam Kaitannya dengan Titik Impas dan Profitabilitas Perusahaan

Metode Full Costing, Titik Impas

Tiya

Puspitasari 2007

Keragaan Usaha Industri Tahu Skala Kecil dan Rumah Tangga

Analisis Biaya, Metode Hayami

Merika Sondang Sinaga

2008

Analisis Nilai Tambah dan Daya Saing serta Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Industri Tempe di Kabupaten Bogor

Metode Hayami, Policy Analysis Matrix

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhada penelitian-penelitian terdahulu, terlihat bahwa suatu usaha apa pun itu memiliki profitabilitas yang berbeda-bedar. Perbedaan profitabilitas antar usaha ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti skala dan struktur biaya usaha yang bersangkutan. Semakin tinggi total biaya suatu usaha, semakin kecil kemampuan usaha dalam menghasilkan keuntungan atau laba. Begitu pula dengan nilai tambah suatu usaha, ditentukan oleh beberapa faktor, seperti jenis usaha dan skala usaha. Semakin besar skala produksi suatu usaha, maka semakin besar nilai tambah dari usaha yang bersangkutan.


(43)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Konsep Biaya

Menurut Mulyadi (1999), biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu dan tidak dapat dihindarkan. Tiap usaha yang bertujuan mencari laba maupun yang tidak bertujuan mencari laba, mengolah masukan berupa sumber ekonomi untuk menghasilkan keluaran berupa sumber ekonomi lain yang nilainya harus lebih tinggi dari pada nilai masukannya. Dengan laba atau sisa hasil usaha tersebut, usaha bersangkutan akan memiliki kemampuan untuk berkembang dan tetap mampu mempertahankan eksistensinya di masa yang akan datang.

Oleh karena itu dibutuhkan informasi biaya, untuk mengukur kegiatan usaha menghasilkan laba atau tidak. Tanpa informasi biaya, pihak pengelola tidak memiliki ukuran apakah masukan yang dikorbankan memiliki nilai ekonomi yang lebih rendah daripada nilai keluarannya. Selain itu tanpa informasi biaya, pengelola juga tidak memiliki dasar untuk mengalokasikan berbagai sumber ekonomi yang dikorbankan dalam menghasilkan sumber ekonomi lainnya.

Dalam hubungannya dengan pembuatan produk terdapat dua kelompok biaya, yaitu biaya produksi dan non produksi (Mulyadi, 1999). Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pengolahan bahan baku menjadi produk, sedangkan biaya non produksi seperti kegiatan pemasaran dan kegiatan administrasi dan umum. Berdasarkan perilakunya dalam hubungan dengan perubahan volume kegiatan, biaya dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu biaya tetap, variable, dan semi variabel (Mulyadi, 1999).


(44)

Merupakan biaya yang jumlah totalnya tetap dalam perubahan volume kegiatan tertentu, dimana biaya tetap per satuan berubah. Biaya tetap atau biaya kapasitas adalah biaya untuk mempertahankan kemampuan beroperasi perusahaan pada tingkat kapasitas tertentu, yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi perusahaan jangka panjang, teknologi, dan metode serta strategi manajemen. Jika biaya tetap mempunyai proporsi lebih tinggi dibanding biaya variabel, maka kemampuan manajemen dalam menghadapi perubahan-perubahan kondisi ekonomi jangka pendek akan berkurang. Contoh biaya tetap antara lain; gaji, pajak, pemeliharaan dan perbaikan bangunan, sewa, dan masih banyak lagi.

b. Biaya Variabel

Merupakan biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan, dimana biaya variabel per unit konstan. Contoh dari biaya variabel yaitu perlengkapan, peralatan kecil, biaya komunikasi, biaya pengiriman, biaya pengangkutan, dan masih banyak lagi.

c. Biaya Semi Variabel

Biaya semi variabel adalah biaya yang memiliki unsur tetap dan variabel di dalamnya. Unsur biaya tetap merupakan jumlah biaya minimum untuk menyediakan jasa, sedangkan unsur variabel merupakan bagian dari biaya semivariabel yang dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan. Contoh biaya semi variabel adalah biaya listrik, telepon, air, bensin, dan masih banyak lagi.

3.1.2. Penetapan Harga Jual

Umumnya harga jual produk dan jasa standar ditentukan oleh perimbangan permintaan dan penawaran di pasar, sehingga biaya bukan merupakan penentu harga jual. Berdasarkan itu maka dalam keadaan normal, setiap pengusaha harus memperoleh jaminan bahwa harga jual produk atau jasa yang dijual di pasar dapat menutupi biaya penuh untuk menghasilkan produk atau jasa tersebut dan dapat menghasilkan laba wajar. Akan tetapi permintaan


(45)

konsumen, selera konsumen, jumlah pesaing yang memasuki pasar, dan harga jual yang ditentukan pesaing itu sulit untuk diramalkan, sehingga akan ada ketidakpastian dalam penentuan harga jual (Mulyadi, 2001).

Menurut Mulyadi (2001), satu-satunya faktor yang memiliki kepastian relative tinggi yang berpengaruh dalam penentuan harga jual adalah biaya. Melalui biaya dapat terlihat batas bawah suatu harga jual harus ditentukan, dimana akan terjadi kerugian jika harga jual berada dibawah biaya penuh produk atau jasa. Kerugian ini dalam jangka waktu tertentu dapat mengganggu pertumbuhan perusahaan dan dapat mengakibatkan perusahaan akan berhenti, dengan demikian dalam pengambilan keputusan penentuan harga jual memerlukan informasi biaya produk atau jasa.

Harga menurut Swastha (1998) adalah sejumlah uang yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayanannya. Berdasarkan pernyataan sebelumnya maka selain penetapan harga pokok produksi, penetapan harga jual juga menjadi hal penting untuk memperoleh laba. Terdapat dua pendekatan yang bisa digunakan dalam melakukan penetapan harga jual, antara lain pendekatan biaya dan pendekatan pasar (Swastha, 1998).

1. Penetapan Harga Jual dengan Pendekatan Biaya a. Cost Plus Pricing Method

Dalam metode ini harga jual per unit ditentukan dengan menghitung jumlah seluruh biaya per unit, ditambah jumlah tertentu untuk menutup laba yang dikehendaki pada unit tersebut atau disebut juga marjin.

b. Mark Up Pricing Method

Penetapan harga jual dengan metode ini hampir sama dengan

penetapan harga cost plus (biaya plus), dimana pedagang yang membeli

barang dagangan menentukan harga jual setelah menambah harga beli

dengan sejumlah mark up atau kelebihan yang merupakan laba.


(46)

Merupakan suatu metode penetapan harga berdasarkan permintaan pasar dengan mempertimbangkan biaya, dimana suatu usaha terbilang

dalam kondisi break even jika pendapatan sama dengan ongkos

produksinya. Analisa break even atau titik impas adalah suatu cara untuk

mengetahui pada volume penjualan atau produksi berapa suatu usaha mencapai laba atau kerugian tertentu. Titik impas selain untuk volume produksi atau penjualan, juga dapat digunakan untuk mengetahui kaitan antara harga jual, biaya produksi, biaya lainnya yang bervariasi dan tetap, serta laba dan rugi.

2. Penetapan Harga Jual dengan Pendekatan Pasar

Pada pendekatan pasar penentuan harga jual tidak berdasarkan biaya, tetapi justru harga yang menentukan biaya bagi perusahaan. Penjual atau perusahaan dapat menentukan harga sama dengan tingkat harga pasar agar dapat ikut bersaing, atau dapat juga menentukan lebih tinggi atau lebih rendah dari tingkat harga dalam persaingan.

3.1.3. Analisa Titik Impas dan Profitabilitas

Menurut Limbong dan Sitorus (1985), selain digunakan untuk menentukan harga jual dan mengetahui volume produksi atau penjualan, juga merupakan dasar atau landasan dalam merencanakan kegiatan operasional dalam usaha mencapai

laba tertentu atau profit planning. Terdapat beberapa asumsi dalam menggunakan

analisa titik impas, antara lain :

a) Biaya-biaya yang terjadi dalam perusahaan yang terkait dapat

diidentifikasikan sebagai biaya variabel dan tetap.

b) Biaya tetap adalah konstan.

c) Biaya variabel bertambah dengan bertambahnya volume produksi.

d) Harga jual per unit tetap.

e) Perusahaan terkait menjual atau memproduksi hanya satu jenis produk.

Menurut Mulyadi (2001) impas atau break even merupakan keadaan suatu


(47)

analisa impas adalah suatu cara untuk mengetahui volume penjualan minimum agar suatu usaha tidak menderita rugi, tetapi juga belum memperoleh laba atau

nol. Dalam menentukan titik impas atau Break Even Point (BEP) terdapat dua

cara, yaitu :

1. Pendekatan Teknik Persamaan

Secara matematis, titik impas produktivitasnya dihitung sebagai berikut :

Keadaan impas adalah jika keuntungan (π) sama dengan 0 (nol), maka :

Keterangan :

Q = Jumlah produk

P = Harga jual produk

TVC = Biaya total variabel

TFC = Biaya total tetap

AVC = Biaya rata-rata variabel


(48)

Pendekatan ini menentukan titik impas dengan melihat pertemuan antara garis pendapatan penjualan dengan garis biaya dalam suatu grafik, dimana titik pertemuan antara keduanya merupakan titik impas. Pendekatan grafis secara jelas dapat terlihat pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2. Titik Impas, Laba, dan Volume Penjualan Sumber : Mulyadi (2001)

Keterangan :

TR = Penerimaan total

TC = Biaya total

Pendapatan, Biaya

Volume Penjualan TFC

TVC TC TR

P

Q O

A


(49)

TVC = Biaya variabel total

TFC = Biaya tetap total

Daerah A = Daerah laba atau untung

Daerah B = Daerah rugi

P = Pendapatan, biaya

Q = Volume penjualan

Berdasarkan Gambar 2 terlihat titik impas terjadi pada titik perpotongan TR dan TC, saat volume penjualan sebesar Q menghasilkan pendapatan sebesar P. Jika penjualan lebih kecil dari Q (sebelah kiri) maka usaha terkait akan mengalami kerugian, karena pendapatan yang menurun membuat biaya total tidak tertutupi dan akan untung jika yang terjadi sebaliknya. Titik impas ini dapat berubah dengan adanya perubahan harga input, output, dan teknologi.

Menurut Prawironegoro dan Ari (2008), semua produk seyogyanya harus dihitung titik impasnya, guna mengetahui apakah usaha yang bersangkutan memperoleh laba atau menderita kerugian. Setelah mengetahui titik impas, maka kemudian dapat diketahui kemampuan suatu usaha dalam memperoleh laba yang disebut juga profitabilitas.

Profitabilitas dapat ditentukan oleh besarnya nilai Margin of Safety (MOS)

dan Maginal Income Ratio (MIR).

Menurut Munawir (1995), MOS menunjukkan tingkat penurunan produksi atau penjualan yang dapat ditoleransi. MIR yaitu bagian hasil penjualan yang tersedia untuk menutup biaya tetap dan laba. Semakin besar nilai MOS dan nilai MIR suatu usaha, maka semakin besar nilai kemampuan usaha tersebut dalam memperoleh laba dan sebaliknya jika semakin kecil.


(50)

Menurut Hardjanto dalam Furqanti (2003), nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditi karena adanya input fungsional pada komoditi

terkait. Input fungsional dapat berupa proses mengubah bentuk atau form utility,

memindahkan tempat place utility, maupun menyimpan time utility. Analisis nilai

tambah merupakan metode perkiraan sejauh mana bahan baku yang mendapat perlakuan mengalami perubahan nilai. Selain itu analisis nilai tambah juga menunjukkan bagaimana kekayaan perusahaan tercipta melalui proses produksi dan bagaimana distribusi kekayaan tersebut dilakukan.

Komoditas pertanian yang memperoleh perlakuan mengalami perubahan nilai sehingga menimbulkan nilai tambah, yang dipengaruhi oleh teknologi yang digunakan dalam proses pengolahan. Besarnya nilai tambah karena proses pengolahan didapat dari pengurangan biaya bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja. Dengan kata lain, nilai tambah merupakan imbalan bagi tenaga kerja dan keuntungan pengolah (Gambar 3).

Gambar 3. Nilai Tambah dan Marjin Hasil Pengolahan Sumber : Soeharjo (1991)

Melalui analisis nilai tambah, maka dapat teranalisa faktor mana dari proses produksi yang menghasilkan atau menaikkan nilai tambah dan sebaliknya.

Analisis nilai tambah juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode Hayami,

= Nilai Tambah = Bahan Baku = Input Lainnya

+ = Marjin

Keuntungan Pengolah (Imbalan bagi Modal dan Manajemen)

Imbalan bagi Tenaga Kerja Input Lainnya


(51)

dimana perhitungannya berdasarkan satu satuan bahan baku utama dari produk

jadi (Hayami, 1987). Analisis nilai tambah melalui metode Hayami ini dapat

menghasilkan beberapa informasi penting, antara lain berupa :

a) Perkiraan nilai tambah, dalam rupiah

b) Rasio nilai tambah terhadap nilai produk jadi, dalam persen

c) Imbalan jasa tenaga kerja, dalam rupiah

d) Bagian tenaga kerja, dalam persen

e) Keuntungan yang diterima perusahaan, dalam rupiah

f) Tingkat keuntungan perusahaan, dalam persen

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Berdasarkan perumusan masalah dalam penelitian ini, maka untuk melihat perkembangan usaha tahu dan tempe yang menjadi objek penelitian diperlukan analisa pada aspek keuangannya. Analisa aspek keuangan ini dapat dilakukan melalui pendekatan analisis biaya dengan penelaahan pada komponen biaya, volume penjualan, dan harga jual. Dari analisis biaya ini kemudian dapat terlihat bagaimana kondisi usaha tahu dan tempe yang menjadi objek studi, menggunakan analisis titik impas dan nilai tambah.

Melalui analisis titik impas akan terlihat nilai impas atau kondisi rugi tidak rugi usaha yang selanjutnya akan terkait dengan profitabilitas usaha yang menjadi objek penelitian. Berdasarkan analisis profitabilitas dapat terlihat seberapa besar kemampuan usaha tahu dan tempe yang menjadi objek studi dapat memperoleh laba atau untung. Analisis profitabilitas dilihat melalui nilai MOS dan MIR usaha terkait, yang dihitung berdasarkan nilai impas.

Analisis nilai tambah yang dilakukan menunjukkan besarnya nilai tambah dari proses pengolahan kedelai pada usaha tahu dan tempe. Analisis nilai tambah

pada penelitian ini menggunakan alat analisis metode Hayami, dimana

berdasarkan analisis yang dilakukan dapat terlihat pengolahan mana yang memiliki nilai tambah yang lebih besar. Selain itu informasi lain yang bisa


(52)

diperoleh antara lain besarnya produktivitas produksi, besarnya marjin, serta distribusi marjin untuk faktor-faktor produksi yang digunakan selain bahan baku.

Berdasarkan analisis profitabilitas serta nilai tambah yang dilakukan pada usaha tahu dan tempe, akan diketahui sampai sejauh mana kedua usaha tersebut telah mencapai tujuannya terutama dalam memperoleh keuntungan. Secara ringkas alur kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Tahu dan Tempe

• Konsumsi kedelai nasional lebih besar

daripada produksi kedelai nasional 

• Sebagian besar persediaan kedelai

nasional berasal dari impor 


(53)

Keterangan :

: Alur Pemikiran : Ruang Lingkup Penelitian

Gambar 4. Alur Kerangka Pemikiran Konseptual

IV METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada usaha tahu dan tempe di Kota Bogor, dimana untuk usaha tahu mengambil tempat yang berlokasi di Kecamatan Tegal Gundil.

• Produktivitas Produksi

• Nilai Output

• Nilai Tambah

• Balas Jasa Tenaga Kerja

Metode Hayami Analisis Nilai Tambah

Profitabilitas Analisis Biaya

Analisis Titik Impas • Biaya 

• Volume Penjualan 

• Harga Jual 

• Harga jual tahu dan tempe yang sulit naik

K t d h

Tujuan Usaha : Memperoleh Laba


(54)

Sedang untuk usaha tempe mengambil tempat yang berlokasi di Kecamatan Cilendek Timur. Penelitian dilakukan selama lima bulan yang dimulai dari bulan Desember 2008 sampai dengan bulan April 2009.

4.2. Metode Penentuan Sampel

Penelitian pada usaha pengrajin tahu dan tempe di Kota Bogor dilakukan dengan mengambil salah satu usaha untuk masing-masing produk (tahu dan

tempe) secara sengaja (purpossive). Tabel 6 menunjukkan wilayah kecamatan

yang lebih banyak mengolah kedelai menjadi tahu saja adalah wilayah Kecamatan Tegal Gundil. Adapun jumlah total kedelai yang diolah pada Kecamatan Tegal Gundil setiap bulannya adalah 9.620 kilogram, dengan jumlah usaha yang berproduksi tahu pada wilayah kecamatan tersebut adalah 16 usaha. Banyaknya kedelai yang dibutuhkan untuk diolah pada masing-masing usaha tahu di wilayah Kecamatan Tegal Gundil, secara jelas dapat terlihat pada Tabel 8 berikut.

Tabel 8. Kebutuhan Kedelai Usaha Tahu di Kecamatan Tegal Gundil Tahun 2008

No Nama Pengrajin Kebutuhan Kedelai (kg/bulan)

1. H.E. Kosasih 1.160

2. H.E. Koswara 640

3. Supardi 520

4. Jaenudin 400

5. Pupung 400

6. Mumu 2.100

7. Toyib 400

8. Nana H. 350

9. Nana S. 400

10. Olih 400

11. Een S. 300

12. A. Fadillah 350

13. Ade Caca 300

14. Kundang M. 1.000

15. Suherman 500

16. Maman 400

Sumber : PRIMKOPTI (2008)

Pada Tabel 8 terlihat banyaknya kedelai yang dibutuhkan usaha tahu di Kecamatan Tegal Gundil tidak merata. Berdasarkan data pada Tabel 8, maka penelitian pun dilakukan dengan mengambil salah satu usaha pada kecamatan bersangkutan. Selain itu Tabel 8 juga memperlihatkan bahwa usaha tahu yang mengolah kedelai paling banyak adalah usaha tahu milik Bapak Mumu sebesar


(55)

2.100 kilogram per bulan, yang menjadikan usaha beliau sebagai objek pada penelitian.

Pemilihan usaha yang mengolah kedelai lebih besar sebagai objek penelitian dilakukan, karena usaha dengan skala produksi tinggi lebih bisa mengefisiensikan beberapa jenis biaya terutama biaya tetap. Sama halnya seperti usaha tahu, berdasarkan data pada Tabel 6 menunjukkan wilayah kecamatan yang lebih banyak mengolah kedelai menjadi tempe adalah wilayah Kecamatan Cilendek Timur. Adapun jumlah total kedelai yang diolah pada Kecamatan Cilendek Timur adalah 26.950 kilogram, dengan jumlah usaha yang berproduksi tempe saja sebanyak 15 usaha.

Banyaknya kedelai yang dibutuhkan untuk diolah pada masing-masing usaha tempe di wilayah Kecamatan Cilendek, secara jelas dapat terlihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Kebutuhan Kedelai Usaha Tempe di Kecamatan Cilendek Timur Tahun 2008

No Nama Pengrajin Kebutuhan Kedelai (kg/bulan)

1. Marjani 1.750

2. Kasman 1.000

3. Kartijan 1.400

4. Amat K. 2.000

5. Sularno 9.000

6. Noto 2.000

7. Fadoli 1.400

8. Cahyono 1.400

9. Hambali 1.000

10. Mustadi 1.000

11. M. Khusen 1.000

12. Rusdi 1.000

13. M. Khasan 1.000

14. Wargiono 1.000

15. Abdul Chalim 1.000

Sumber : PRIMKOPTI (2008)

Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa sama halnya seperti usaha tahu, banyaknya kedelai yang dibutuhkan usaha tempe di Kecamatan Cilendek Timur juga tidak merata. Ini menjadikan penelitian dilakukan dengan mengambil salah satu usaha pada kecamatan bersangkutan, dengan melihat jumlah pengolahan kedelai yang terbesar. Adapun usaha tempe dengan kebutuhan dan pengolahan


(56)

kedelai terbesar adalah usaha milik Bapak Sularno sebanyak 9.000 kilogram per bulan.

4.3 Desain Penelitian

Penelitian analisis profitabilitas serta nilai tambah pada usaha tahu dan tempe, menggunakan metode kasus yang dilakukan pada salah satu usaha tahu dan tempe di Kota Bogor dengan tujuan penelitian dapat dilakukan secara detail dan mendalam. Berdasarkan hal tersebut, maka hasil perhitungan pada penelitian ini bukan merupakan gambaran industri tahu dan tempe secara keseluruhan. Penelitian ini merupakan gambaran bagaimana kondisi salah satu usaha tahu dan tempe di Kota Bogor, terkait dengan adanya kenaikan harga kedelai sebagai bahan baku dari tahu dan tempe itu sendiri.

Pemilihan kedua lokasi usaha ditentukan secara sengaja, dengan melihat faktor jumlah kedelai yang dibutuhkan dan diolah oleh masing-masing usaha. Adapun usaha tahu yang dijadikan objek penelitian adalah usaha milik Bapak Mumu yang berlokasi di Jalan Arzimar II RT 02/VIII, Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Tegal Gundil. Usaha tempe yang dijadikan objek penelitian merupakan usaha milik Bapak Sularno yang berlokasi di Komplek Perumahan Bumi Menteng Asri, Kp. Pabuaran RT 02/02, Kecamatan Cilendek Timur.

4.4. Data dan Instrumentasi

Data dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang berasal dari hasil observasi langsung dan menggunakan responden, sedang data sekunder adalah data yang telah terdokumentasi sebelumnya. Instrumentasi atau alat pengumpul yang digunakan pada penelitian beragam, antara lain daftar pertanyaan, alat perekam

berupa hand phone, alat pencatat berupa alat tulis, dan timbangan untuk

mengukur bobot tahu dan tempe.

4.5. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian menghabiskan waktu kurang lebih tiga bulan yang dimulai dari bulan Desember 2008 sampai dengan bulan Februari 2009 dan dilakukan di tempat usaha yang menjadi objek penelitian. Data primer


(57)

pada penelitan dikumpulkan dengan cara observasi, wawancara langsung dan mendalam pada pengrajin selaku pemilik usaha. Adapun data yang diperoleh antara lain gambaran umum dan karakteristik usaha, aktivitas produksi dan penjualan, serta data kuantitatif yang diperlukan untuk penelitian.

Data sekunder dalam penelitian berasal dari instansi atau lembaga yang terkait, seperti PRIMKOPTI, Badan Pusat Statistik (BPS), Perpustakaan LSI IPB, serta Departemen Perindustrian dan Perdagangan (DEPERINDAG). Selain itu terdapat juga data sekunder yang diperoleh melalui penelusuran internet, buku, juga literatur-literatur yang terkait dengan penelitian.

4.6. Metode Pengolahan Data

Data yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisis secara kuantitatif,

diolah menggunakan microsoft excel dan kalkulator untuk disajikan dalam bentuk

tabulasi guna mempermudah perhitungan dan pendeskripsian. Periode analisis yang digunakan adalah satu tahun, dimana hari efektif kerja masing-masing usaha untuk satu bulannya yaitu 25 hari (satu tahun = 300 hari kerja). Metode analisis yang digunakan untuk analisis profitabilitas usaha adalah perhitungan titik impas, Marginal Income Ratio (MIR), dan Marginal of Safety (MOS) yang dihasilkan berdasarkan data produksi, penjualan, dan biaya. Sedangkan untuk analisis nilai

tambah, metode analisis yang digunakan adalah metode Hayami.

4.6.1. Analisis Biaya Produksi

Tujuan perusahaan pada umumnya adalah untuk memperoleh laba, dimana besar kecilnya laba yang dapat dicapai akan menjadi ukuran suksesnya pengelola usaha bersangkutan. Oleh karena itu pemilik usaha harus mampu merencanakan dan sekaligus memperoleh laba besar agar dapat dikatakan sukses. Perencanaan usaha ini antara lain berisi taksiran penghasilan yang akan diperoleh dan

biaya-biaya yang akan terjadi untuk memperoleh penghasilan tersebut12.

Biaya merupakan faktor penting dalam perencanaan laba dalam suatu usaha, karena biaya akan menentukan harga jual yang akan mempengaruhi volume penjualan dan produksi. Terkait dengan penelitian pada usaha tahu dan tempe, maka struktur biaya pada usaha bersangkutan harus dianalisis terlebih       

12


(58)

dahulu dengan melakukan kunjungan lapang langsung. Biaya-biaya yang dianalisis pada usaha tahu dan tempe ini memperhitungkan semua unsur biaya

produksi yaitu biaya bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead

pabrik, yang kemudian diklasifikasikan menurut perilakunya menjadi biaya tetap dan variabel. Adapun rumus yang digunakan untuk perhitungan total biaya produksi sebagai berikut :

Selain itu terdapat biaya penyusutan untuk peralatan produksi dari kedua usaha, yang merupakan bagian dari biaya tetap. Perhitungan biaya penyusutan dilakukan dengan menghitung persentase penyusutan per tahunnya terlebih dahulu, kemudian dikalikan dengan besarnya biaya peralatan. Rumus yang digunakan dalam perhitungan persentase dan biaya penyusutan per tahun adalah sebagai berikut :

a. Persentase Penyusutan per Tahun

b. Biaya Penyusutan per Tahun

4.6.2. Analisis Titik Impas

Secara matematis, titik impas dihitung sebagai berikut :

a. Titik Impas atau BEP dalam unit


(59)

Keterangan :

Q = Jumlah produk

P = Harga jual produk per unit

TFC = Biaya total tetap

AVC = Rata-rata biaya variabel

4.6.3. Profitabilitas Usaha

Profitabilitas merupakan perhitungan untuk melihat kemampuan usaha

dari tahu dan tempe dalam memperoleh laba, yang diperoleh melalui hasil

perkalian antara MOS atau Margin of Safety dan MIR atau Marginal Income

Ratio. Rumus yang digunakan dalam menghitung profitabilitas adalah sebagai berikut :

Keterangan :

MOS = Margin of Safety

MIR = Marginal Income Ratio

Π = Profitabilitas usaha

TVC = Biaya rata-rata variabel

4.6.4. Analisis Nilai Tambah

Dalam menganalisis nilai tambah kacang kedelai untuk memproduksi tahu

dan tempe, menggunakan metode Hayami dimana pada akhirnya akan diperoleh


(1)

(2)

111   

Gambar 14. Proses Pencetakan Tahu


(3)

(4)

113   

Gambar 17. Peralatan Produksi Mesin Giling Usaha Tempe


(5)

Gambar 19. Proses Perebusan Kedelai


(6)

115   

Gambar 21. Tempat Pembungkusan Tempe