1. Siswa
Miskonsepsi dalam bidang Fisika banyak terjadi pada diri siswa. Miskonsepsi yang berasal dari diri siswa dikelompokkan menjadi delapan hal,
yaitu prakonsepsi atau konsep awal siswa, pemikiran asosiatif, pemikiran humanistik, reasoning yang tidak lengkap atau salah, intuisi yang salah, tahap
perkembangan siswa, kemampuan siswa, dan minat belajar siswa Suparno 2005: 34.
Pertama, prakonsepsi atau konsep awal sudah dimiliki siswa sebelum mereka mengikuti pelajaran formal di bawah bimbingan guru. Konsep awal
yang dimiliki siswa sering mengandung miskonsepsi. Hal ini dikarenakan prakonsepsi ini diperoleh dari orang tua, teman, sekolah awal, dan
pengalaman di lingkungan siswa. Salah satu contohnya adalah matahari mengelilingi bumi. Konsep ini diperoleh siswa dari pengalaman sehari-hari.
Prakonsepsi yang dimiliki siswa menunjukkan bahwa pikiran siswa selalu aktif berkembang untuk memahami sesuatu. Miskonsepsi pada diri siswa akan
bertambah banyak, jika yang mempengaruhi pembentukan konsep pada siswa tersebut juga mempunyai banyak miskonsepsi, seperti orang tua, tetangga,
teman, dan lain-lain Suparno, 2005: 35. Kedua, pemikiran asosiatif siswa. Marshall Gilmour dalam Suparno,
2005 menjelaskan bahwa pengertian berbeda dari kata-kata antara siswa dan guru dapat menimbulkan miskonsepsi. Kata dan istilah yang digunakan guru
ketika pembelajaran di kelas, akan diasosiasikan lain oleh siswa. Hal ini dikarenakan kata dan istilah itu mempunyai arti yang lain.
Ketiga, pemikiran humanistik. Gilbert, Watts Osborne dalam Suparno, 2005 menjelaskan bahwa siswa lebih sering memandang sebuah
benda dari sudut pandang manusiawi. Benda-benda dan situasi dipikirkan dalam term pengalaman orang dan secara manusiawi. Contoh miskonsepsi
tentang gaya adalah siswa menganggap bahwa jika ada seseorang yang duduk di atas sepeda, namun tidak menggenjot sepeda tersebut maka seseorang
tersebut tidak melakukan gaya. Keempat, adalah reasoning yang tidak lengkap. Comins dalam
Suparno, 2005 menjelaskan bahwa miskonsepsi juga dapat disebabkan oleh reasoning atau penalaran siswa yang tidak lengkap atau salah. Penalaran yang
dilakukan siswa tidak lengkap, karena data atau informasi yang didapatkan oleh siswa tidak lengkap. Selain itu reasoning yang salah juga dipengaruhi
karena pengambilan kesimpulan yang tidak tepat, karena logika yang digunakan juga salah.
Kelima, adalah intuisi yang salah juga dapat menyebabkan miskonsepsi. Intuisi adalah suatu perasaan dalam diri seseorang, yang secara spontan
mengungkapkan sikap atau gagasannya tentang sesuatu sebelum secara obyektif dan rasional diteliti Suparno, 2005: 38. Suparno juga menjelaskan
bahwa pemikiran atau pengertian intuitif itu berasal dari pengamatan akan benda atau kejadian yang terus-menerus, akhirnya secara spontan, jika siswa
dihadapkan pada persoalan Fisika siswa langsung teringat akan pengertian spontan tersebut. Hal inilah yang juga dapat menyebabkan miskonsepsi.
Contohnya adalah siswa telah mempunyai pengertian spontan bahwa benda padat bila dimasukkan ke air akan tenggelam, kemudian jika mereka
dihadapkan pada persoalan apakah gabus jika dimasukkan ke air akan tenggelam, mereka pasti akan menjawab „ya‟.
Keenam, adalah tahap perkembangan kognitif siswa. Secara umum siswa SD masih berada pada tahap perkembangan kognitif pada tahap
operasional konkret. Proses berpikir seorang siswa berawal dari hal konkret ke abstrak. Siswa yang berada pada tahap konkret masih terbatas untuk
mengkonstruksi pengetahuan mereka, terlebih pengetahuan abstrak. Mereka masih memiliki keterbatasan untuk menggeneralisasi, mengabstraksi, dan
berpikir sistematis logis. Sehingga tidak jarang konsep yang mereka pelajari tidak lengkap atau bahkan salah konsep.
Ketujuh, adalah kemampuan siswa. Kemampuan siswa juga mempunyai pengaruh pada miskonsepsi siswa. Suparno 2005: 40 menjelaskan bahwa
siswa yang tingkat intelegensi matematis-logisnya kurang tinggi, akan mempengaruhi tingkat pemahaman tentang konsep Fisika terlebih hal yang
abstrak. Sedangkan siswa yang IQ-nya rendah juga mudah melakukan miskonsepsi. Hal ini dikarenakan mereka sulit mengkonstruksi pengetahuan
Fisika, mereka tidak dapat mengkonstruksi secara lengkap dan utuh. Mayoritas dari mereka tidak menangkap konsep yang benar dan merasa
bahwa itulah konsep yang benar, maka terjadi miskonsepsi Suparno, 2005: 41.
Kedelapan, adalah minat belajar. Mayotitas siswa yang mempunyai ketertarikan dalam bidang Fisika, cenderung mempunyai miskonsepsi lebih
rendah bila dibandingkan dengan siswa yang tidak berminat dalam bidang Fisika Suparno, 2005: 41. Suparno menjelaskan bahwa siswa yang tidak
berminat dalam Fisika lebih cenderung kurang memperhatikan penjelasan guru mengenai pengertian Fisika yang baru. Ketika mereka salah menangkap
suatu bahan, sering kali mereka tidak berminat untuk mencari mana yang benar dan mengubah konsep yang salah. Akibat dari menumpuk kesalahan
itulah yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi.
2. Guru atau Pengajar