bahwa  itulah  konsep  yang  benar,  maka  terjadi  miskonsepsi  Suparno,  2005: 41.
Kedelapan,  adalah  minat  belajar.  Mayotitas  siswa  yang  mempunyai ketertarikan  dalam  bidang  Fisika,  cenderung  mempunyai  miskonsepsi  lebih
rendah  bila  dibandingkan  dengan  siswa  yang  tidak  berminat  dalam  bidang Fisika  Suparno,  2005:  41.  Suparno  menjelaskan  bahwa  siswa  yang  tidak
berminat  dalam  Fisika  lebih  cenderung  kurang  memperhatikan  penjelasan guru mengenai pengertian Fisika yang baru. Ketika mereka salah menangkap
suatu  bahan,  sering  kali  mereka  tidak  berminat  untuk  mencari  mana  yang benar  dan  mengubah  konsep  yang  salah.  Akibat  dari  menumpuk  kesalahan
itulah yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi.
2. Guru atau Pengajar
Miskonsepsi  yang  terjadi  pada  siswa  dapat  pula  terjadi  karena miskonsepsi  yang  dibawa  oleh  guru.  Arons    Iona  dalam  suparno,  2005
menyebutkan  bahwa  beberapa  guru  Fisika  tidak  memahami  konsep  Fisika dengan  baik,  sehingga  mereka  mengajar  dengan  beberapa  miskonsepsi.
Suparno  juga  menjelaskan  bahwa  guru  yang  penguasaan  bahan  materinya tidak  mendalam,  sering  dalam  mengajar,  bersikap  sebagai  ditaktor  dan
otoriter. Suparno mengatakan bahwa banyak siswa Indonesia yang enggan untuk
menyampaikan  miskonsepsinya  kepada  guru,  karena  mereka  merasa  takut untuk menyampaikannya. Banyak guru yang tidak memiliki kedekatan secara
emosional  kepada  siswa,  sehingga  siswa  enggan  untuk  menyampaikan miskonsepsinya.  Selain  itu  guru  juga  disebabkan,  karena  guru  kurang
memberikan  kesempatan  kepada  siswa  untuk  mengungkapkan  konsepnya. Beberapa  hal  di  atas  menjadi  salah  satu  faktor  yang  memupuk  lestarinya
miskonsepsi yang terjadi pada siswa.
3 Buku Teks
Miskonsepsi  pada  siswa  juga  dapat  disebabkan  oleh  miskonsepsi  yang terdapat  pada  buku  teks  atau  buku  yang  berisi  penjelasan  materi  mengenai
mata pelajaran Fisika. Para peneliti menemukan bahwa beberapa  miskonsepsi datang  dari  buku  teks  menurut  Iona    Renner  dalam  Suparno,  2005.
Miskonsepsi  pada  buku  teks  disebabkan  karena  bahasa  yang  digunakan  sulit untuk  dipahami  oleh  siswa  atau  uraian  penjelasan  yang  terkandung  di
dalamnya  tidak  benar.  Selain  itu  pemilihan  buku  teks  yang  terlalu  sulit  bagi level siswa SD juga dapat menyebabkan miskonsepsi, karena siswa tidak bisa
menangkap seluruh konsep secara utuh  melainkan hanya mampu menangkap sebagian dari isi konsep tersebut.
4 Konteks
Faktor  selanjutnya  yang  mempengaruhi  miskonsepsi  siswa  adalah Konteks.  Konteks  meliputi  pengalaman,  bahasa  sehari-hari,  teman  lain,  dan
keyakinan  serta  ajaran  agama.  Pertama,  adalah  pengalaman.  Sebelum  siswa mendapatkan  pendidikan  secara  formal  dibawah  bimbingan  guru,  siswa  telah
mendapatkan beberapa konsep yang berasal dari pengalaman dalam kehidupan
sehari-hari. Stavy dalam Suparno, 2005 menjelaskan bahwa pengertian yang diperoleh  siswa  melalui  pengalaman  sifatnya  hanya  terbatas  dan  tidak  dalam
pengertian luas. Kedua,  adalah  bahasa  sehari-hari.  Beberapa  miskonsepsi  datang  dari
penggunaan  bahasa  sehari-hari  yang  memiliki  arti  lain  dengan  bahasa  Fisika, Gilbert, Watts  Osborne dalam Suparno, 2005. Konteks yang ketiga adalah
teman  lain  atau  teman  sejawat.  Ketika  siswa  sedang  berdiskusi  atau  kerja kelompok  tidak  jarang  jika  didominasi  oleh  beberapa  siswa  saja.  Bila  siswa
yang  dominan  itu  memberikan  sebuah  pengertian  yang  mengandung miskonsepsi, maka teman lain juga akan terpengaruh dan bahkan dapt percaya
dengan  penjelasan  yang  dijelaskannya.  Konteks  yang  keempat  adalah keyakinan  dan  ajaran  agama.  Keyakinan  dan  ajaran  agama  juga  dapat
menyebabkan  miskonsepsi.  Pernyataan  tersebut  didukung  oleh  Commins dalam  Suparno,  2005  yang  meneliti  miskonsepsi  tentang  Astronomi.
Commins  menjelaskan  bahwa  keyakinan  atau  ajaran  agama  yang  diyakini secara  kurang  tepat  sering  membuat  siswa  tidak  dapat  menerima  penjelasan
ilmu pengetahuan.
5 Metode Mengajar
Metode  mengajar  yang  diterapkan  oleh  guru  juga  dapat  menyebabkan miskonsepsi  pada  siswa.  Guru  yang  hanya  menekankan  satu  segi  saja  dari
konsep  bahan  yang  digeluti  juga  dapat  memunculkan  miskonsepsi  pada  diri siswa.  Beberapa  metode  pembelajaran  seperti  metode  ceramah,  praktikum,
demonstrasi,  diskusi,  dan  penggunaan  analogi  juga  dapat  menyebabkan miskonsepsi pada siswa.
Kebiasaan  buruk  yang  ada  pada  guru  juga  dapat  menyebabkan miskonsepsi  pada  siswa.  Salah  satu  contohnya  adalah  kebiasaan  guru  yang
terlambat  atau  terlalu  lama  memberikan  hasil  pekerjaan  siswa  yang  sudah dikoreksi  kepada  siswa  itu  sendiri.  Hal  ini  dapat  menyebabkan  miskonsepsi,
karena  siswa  merasa  benar  akan  jawabannya  dikarenakan  tidak  adanya pembetulan.
Berdasarkan  paparan  di  atas,  penulis  menyimpulkan  bahwa  guru  harus selalu kritis dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran. Selain itu
guru  harus  selalu  mengevaluasi  metode  pembelajaran  yang  telah diterapkannya,  mengingat  beberapa  metode  pembelajaran  yang  dinilai  sudah
bagus justru dapat menjadi salah satu penyebab miskonsepsi pada siswa.
c.  Mendeteksi Adanya Miskonsepsi