Penerapan strategi belajar tuntas (mastery learning) untuk pencapaian standar kompetensi dalam pelajaran ekonomi di SMA IT YAPIRA Medang Kabupaten Bogor

(1)

DI SMA IT YAPIRA MEDANG KABUPATEN BOGOR

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Ilmi Suciana NIM 109015000095

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

KONSENTRASI PENDIDIKAN EKONOMI

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

Nama : ILMI SUCIANA

NIM : 109015000095

Jurusan/Prodi : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Alamat : Jl. Jl. Raya LAPAN komplek LAPAN blok B no 22 Rumpin - Bogor

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa Skripsi yang berjudul“Penerapan Strategi Belajar Tuntas (Mastery Learning) Untuk Pencapaian Standar Kompetensi Dalam Pelajaran Ekonomi Di SMA IT YAPIRA Medang Kabupaten Bogor”adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama Pembimbing : Moch. Noviadi Nugroho, M. Pd

NIP : 1976111820110111006

Dengan surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, 29 Juli 2016 Yang menyatakan

Ilmi Suciana


(4)

(5)

(6)

(7)

Di SMA IT YAPIRA Medang Kabupaten Bogor.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi belajar tuntas (mastery learning) pada pelajaran ekonomi dan apa saja kelemahan dan kekuatan dalam melaksanakan strategi ini di SMA IT YAPIRA Medang Kabupaten Bogor

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas (PTK). PTK dilaksanakan sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan yang muncul di dalam kelas. Metode ini dilakukan dengan empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Keempat tindakan tersebut merupakan siklus yang berlangsung secara berulang dan dilakukan dengan langkah-langkah yang sama dan difokuskan pada strategi belajar tuntas (mastery learning) untuk pencapaian standar kompetensi dalam pelajaran ekonomi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa strategi belajar tuntas (mastery learning) untuk pencapaian standar kompetensi dalam pelajaran ekonomi dinyatakan berhasil. Keberhasilan tersebut dapat dilihat melalui peningkatan siklus atau pertemuan yang telah dilakukan. Pada siklus I hasil evaluasi pretest dan postest dari analisis N-Gain dengan nilai rendah 62,5%. Sedangkan pada siklus II hasil evaluasi pretest dan postest dari analisis N-Gain dengan nilai rendah 0%. Pengertiannya adalah bila adanya nilai N-Gain yang sedang dan tinggi mencapai 75% maka dikatakan strategi belajar tuntas (mastery learning) berhasil. Tidak adanya N-Gain rendah pada siklus II menyebabkan ketuntasan 100%.

Dengan demikian dapat dikatakan penerapan strategi belajar tuntas (mastery learning) untuk pencapaian standar kompetensi dalam pelajaran ekonomi di SMA IT YAPIRA Medang Kabupaten Bogor ini berpengaruh dalam ketuntasan belajar siswa.


(8)

Lesson In School IT YAPIRA Medang Bogor Regency.

This study aims to determine how the mastery learning strategies (mastery learning) on economic subjects and what are the strengths and weaknesses in implementing this strategy in SMA IT YAPIRA Medang Bogor Regency.

The method used in this research is a classroom action research (CAR). CAR implemented in an attempt to overcome the problems that arise in the classroom. This method involves four stages, namely planning, action, observation and reflection. The fourth action is the present cycle repeatedly and carried out with the same measures and focused on mastery learning strategies (mastery learning) for achieving the standard of competence in economic subjects.

The results showed that the complete learning strategy (mastery learning) for achieving the standard of competence in economic subjects declared successful. The success can be seen through the increase in cycle or meetings that have been conducted. In the first cycle pretest and posttest evaluation results from the analysis of N-Gain with low value of 62.5%. While on the second cycle pretest and posttest evaluation results from the analysis of N-Gain with low value 0%. The sense is that if the value of N-Gain medium and high reaches 75%, it said complete learning strategy (mastery learning) successfully. The absence of N-Low Gain on the second cycle causes completeness 100%.

Thus it can be said to be complete learning strategy implementation (mastery learning) for achieving the standard of competence in economic subjects in high school IT YAPIRA Medang Bogor Regency is influential in students' mastery learning.


(9)

i

Segala puja dan puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas izin dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW pembawa rahmat dan teladan bagi seluruh umat manusia.

Skripsi yang berjudulPenerapan Strategi Belajar Tuntas (Mastery Learning) Untuk Pencapaian Standar Kompetensi Dalam Pelajaran Ekonomi di SMAIT Yapira Medang Kabupaten Bogor”. ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar sarjana pendidikan Strata 1, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosialm, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan dorongan dari pihak lain, penyusunan skripsi ini tidak mungkin selesai. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA; selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;

2. Dr. Iwan Purwanto, M.Pd; selaku Ketua Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Kependidikan, terimakasih atas segala bentuk dukungan bapak kepada penulis selama penulis menuntut ilmu di fakultas.

3. Syaripulloh M.Si selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Kependidikan, terimakasih atas segala bentuk dukungan bapak kepada penulis selama penulis menuntut ilmu di fakultas.

4. Cut Dhien Nourwahida, MA selaku disen pembimbing akademik, yang telah mendampingi dan membimbing penulis selama masa studi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(10)

ii

menyemangatiku dalam menjalani proses perkuliahan ini.

8. Segenap dosen jurusan pendidikan ilmu pengetahuan sosial, terimakasih atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis semoga menjadi amal jariyah di akhirat kelak.

9. Teman-teman Pendidikan IPS Angkatan 2009 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu tetapi tidak mengurangi rasa hormat penulis yang telah membantu dukungan moril hingga penulis menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat, terutama pada penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Semoga bantuan, dukungan dan partisipasi baik secara moril maupun materil yang telah mereka berikan mendapat balasan dari Allah SWT, amin.

Jakarta, 20 Juli 2016 Penulis

Ilmi Suciana


(11)

iii

Halaman SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ABSTRAK

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ………...iii

DAFTAR TABEL ………..v

DAFTAR BAGAN...………...vi

DAFTAR LAMPIRAN ………vii

DAFTAR GRAFIK ……….viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah...3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian... 4

BAB II KAJIAN TEORETIK A. Kajian teori…. ...…….. 5

1. Landasan Konseptual Pembelajaran...……….. 5

a. Pengertian Pembelajaran………...………. 5

b. Unsur-unsur Pembelajaran ... 6

c. Teori-teori Belajar ... 10

2. Mastery Learning a. Pengertian dan Konsep dasarMastery Learning(belajar tuntas) ... 12


(12)

iv

e. Strategi Pelaksanaan Mastery Learning ... 19

f. Pola dan Prosedur Mastery Learning ... 20

g. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Mastery Learning ... 24

h. Kelebihan dan Kekurangan Mastery Learning ... 27

3. Mastery Learning Dalam Pembelajaran Ekonomi a. Metode Pembelajaran ... 29

b. Peran Guru ... 30

c. Peran Siswa ... 31

d. Evaluasi (Penilaian) ... 31

4. Pengertian Standar Kompetensi ...…... 32

B. Hasil Penelitian yang Relevan………..………. 33

C. Kerangka Berfikir………...…35

D. Hipotesis Tindakan ………... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ………...……...… 37

B. Tempat dan Waktu Penelitian ………...………... 38

C. Subjek Penelitian…….………. 39

D. Fokus Penelitian ...……….. 40

E. Metode dan Desain Intervensi Tindakan/Rancangan Siklus Penelitian ... 40

F. Teknik Pengumpulan Data ………... 41

G. Teknik Analisis Data ………... 45

H. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis ……….. 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMAIT YAPIRA ... 51


(13)

v

YAPIRA ... 59

D. Rencana Tindakan ... 61

E. Interpretasi Data ... 68

1. Data Awal Observasi ...….….……….. 68

2. Hasil Penelitian Siklus I ... 69

3. Hasil Penelitian Siklus II …..………..……….. 78

F. Pembahasan ……….… 85

1. Analisis Perbandingan Siklus I dan Siklus II ...……... 85

2. Analisis Penerapan StrategiMastery Learningdalam Pembelajarann Ekonomi di SMAIT YAPIRA ... 89

3. Analisis Kelemahan dan Kekuatan PelaksanaanMastery Learningdi SMAIT YAPIRA ... 94

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………....96

B. Saran ………..97 DAFTAR PUSTAKA


(14)

v

TABEL 4.1 SK dan KD Mata Pelajaran Ekonomi Kelas XI/I ..…... 56 TABEL 4.2 Rekapitulasi Hasil Belajar Ekonomi pada siswa kelas XI

SMA IT YAPIRA ganjil Tahun Pelajaran 2015/2016 ... 68 TABEL 4.3 Hasil Kegiatan Pre Test Siklus I ...………... 70 TABEL 4.4 Hasil pengamatan aktifitas siswa dalam pembelajaran Pada

siklus I pertemuan 1 ...……... 72 TABEL 4.5 N-Gain Siklus I ...……... 74 TABEL 4.6 Nilai Rata-Rata Dan Ketuntasan Belajar Pada Siklus I ...77

TABEL 4.7 Hasil Pengamatan Aktifitas Siswa Dalam Pembelajaran

Pada Siklus II Pertemuan 1...………... 79 TABEL 4.8 Hasil N-gain Siklus II ...…………... 81

TABEL 4.9 Nilai Rata-Rata Dan Ketuntasan Belajar Pada Siklus

II ...………... 83 TABEL 4.10 Rekapitulasi Aktifitas Belajar Siswa Siklus I Dan Siklus

II ....………... 85

TABEL 4.11 Perbandingan Hasil Belajar Siswa Pada Siklus I Dan


(15)

(16)

vii

GAMBAR 4.2 Grafik diagram batang hasil kegiatan Pre Test

siklus I ……….. 71 GAMBAR 4.3 Grafik batang hasil pengamatan aktifitas siswa pada

pembelajaran siklus I pertemuan 1 ...…... 73 GAMBAR 4.4 Grafik Hasil persentase N-Gain Siklus I ... 76 GAMBAR 4.5 Diagram Batang Hasil Belajar Siswa Pada Siklus I …. 77 GAMBAR 4.6 Grafik Diagram Batang Hasil Pengamatan Aktifitas

Siswa Pada Pembelajaran Siklus II Pertemuan I ...….. 80

GAMBAR 4.7 Grafik N-Gain Siklus II ...………... 84

GAMBAR 4.8 Diagram Batang Hasil Belajar Siswa Pada Siklus II … 86 GAMBAR 4.9 Grafik Perbandingan Aktifitas Siswa di Kelas pada Siklus


(17)

viii

Lampiran 3 Pedoman Dokumentasi

Lampiran 4 Pedoman Wawancara

Lampiran 5 Hasil Wawancara

Lampiran 6 Surat Keterangan Izin Observasi

Lampiran 7 Surat Keterangan Izin Penelitian

Lampiran 8 Surat Keterangan Penelitian di SMA IT YAPIRA

Lampiran 9 RPP Siklus I dan Siklus II

Lampiran 10 Soal Pretest dan Postest Siklus I dan Siklus II

Lampiran 11 Dokumentasi


(18)

1

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah adalah melalui proses pembelajaran. Guru sebagai profesi yang berperan penting dalam peningkatan mutu, diharapkan mampu mengembangkan dan memilih strategi yang tepat demi tercapainya tujuan. Suasana belajar siswa sangat tergantung pada kondisi pembelajaran dan kesanggupan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Suasana belajar yang diharapkan adalah yang mengarah ke suasana berkembang, mengarah ke kondisi meaningful learning. Kualitas pembelajaran pada suatu sekolah dapat dilihat dari segi proses dan segi hasil pembelajaran pada sekolah tersebut.1

Kualitas pembelajaran dapat diartikan sebagai intensitas keterkaitan sistemik dan sinergis pengajar, anak didik, kurikulum dan bahan ajar, media, fasilitas, dan sistem pembelajaran dalam menghasilkan proses dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan tuntutan kurikuler.

Kualitas pembelajaran yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah tingkat baik buruknya suatu pembelajaran yang dapat dilihat sebagai suatu proses dan hasil. Sebagai suatu proses, pembelajaran yang berkualitas dapat dilihat dari interaksi siswa dengan siswa dan siswa dengan guru yang menumbuhkan aktifitas belajar. Jadi, semakin sering siswa dilibatkan dalam pembelajaran atau semakin aktif siswa maka semakin baik (berkualitas) pembelajaran yang diselenggarakan. Sementara itu sebagai suatu hasil, pembelajaran dikatakan berkualitas baik jika pencapaian hasil belajar sesuai dengan indikator keberhasilan.

Dalam bukunya Sardiman menggunakan beberapa indikator yang memberikan gambaran tentang kualitas pembelajaran siswa dan mutu proses yang


(19)

terjadi. Indikator-indikator yang digunakan adalah sebagai berikut: (1) antusias menerima pelajaran, (2) konsentrasi dalam belajar, (3) kerja sama dalam kelompok, (4) keaktifan bertanya (5) ketepatan jawaban, (6) keaktifan menjawab pertanyaan guru atau siswa lainnya, (7) kemampuan memberikan penjelasan.1

Dalam praktek, pengajaran merupakan suatu proses yang sangat kompleks. Agar pengajaran dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang direncanakan guru perlu mempertimbangkan strategi belajar mengajar yang efektif. Ali menyatakan ada dua macam pendekatan dalam strategi mengajar dapat dipilih, yaitu 1) strategi mengajar pendekatan kelompok dan 2) strategi mengajar pendekatan individual.2

Strategi mengajar pendekatan kelompok berkenaan dengan pengajaran suatu bahan pelajaran sama dalam waktu bersamaan untuk sekelompok siswa. Fokus pembahasan tentang strategi ini berkaitan dengan: 1) bagaimana melakukanentry

behavioryaitu mengenal kemampuan awal siswa sebelum berlangsungnya proses

belajar mengajar; 2) bagaimana memilih metode yang efektif; 3) bagaimana memilih alat pelajaran yang relevan; 4) bagaimana melakukan pengendalian waktu.

Bila diinginkan hasil belajar pada seluruh siswa (tanpa kecuali) dapat mencapai taraf penguasaan penuh (mastery), harus diterapkan konsep belajar tuntas(mastery learning). Dengan konsep ini, bahan pengajaran diharapkan dapat diserap secara mastery oleh seluruh siswa. Konsep tentang belajar tuntas pada dasarnya merupakan landasan bagi strategi belajar mengajar dengan pendekatan individual.

Belajar tuntas (mastery learning) merupakan proses pembelajaran yang dilakukan dengan sistematis dan terstruktur, bertujuan untuk mengadaptasikan pembelajaran pada siswa kelompok besar (pengajaran klasikal), membantu mengatasi perbedaan-perbedaan yang terdapat pada siswa, dan berguna untuk menciptakan kecepatan belajar (rate of program).Belajar tuntas diharapkan

2Sardiman A.M.,Interaksi dan Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2011), Cet. 20,

h. 83.

3Mohamad Ali,Guru dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,


(20)

mampu mengatasi kelemahan-kelemahan yang melekat pada pembelajaran klasikal.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran ekonomi di SMAIT YAPIRA Medang Kab. Bogor banyak siswa merasa malas di dalam kelas, tidak mampu memahami dengan baik pelajaran yang disampaikan oleh guru-guru mereka. Hal ini ditunjukkan dengan kurangnya frekuensi tanya jawab, kurangnya perhatian siswa terhadap pembelajaran, kurangnya keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat, dan siswa pasif. Selain itu juga teramatinya minat yang kurang pada siswa saat mengikuti pembelajaran, motivasi belajar siswa yang rendah sehingga siswa hanya belajar jika ada tugas atau menjelang ujian bahkan ada sebagian yang tidak belajar sama sekali, kegiatan kelompok yang tidak berjalan, dan belum ada kerjasama yang baik antar anggota kelompok sehingga menyebabkan masih ada sebagian siswa yang memiliki nilai rendah. Atas dasar inilah peneliti sangat tertarik untuk meneliti lebih lanjut.

Dari latar belakang diatas peneliti sangat tertarik untuk mengangkat judul

‘’Penerapan Strategi Belajar Tuntas (Mastery Learning) Untuk Pencapaian Standar Kompetensi Dalam Pelajaran Ekonomi di SMA IT Yapira Medang Kab. Bogor’’

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka pokok permasalahan yang menjadi kajian ini adalah sebagai berikut :

“Apa saja kelemahan dan kekuatan yang dihadapi dalam pelaksanaanmastery

learning pada pembelajaran Ekonomi di SMA IT YAPIRA Medang Kab.

Bogor?’’

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pembelajaran Ekonomi di SMAIT YAPIRA Medang Kab. Bogor


(21)

dalam pembelajaran Ekonomi di SMAIT YAPIRA Medang Kab. Bogor 3. Untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan dalam pelaksanaan mastery

learningdi SMAIT YAPIRA Medang Kab. Bogor

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, sekurang-kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia pendidikan.

2. Manfaat praktis

Dengan dilaksanakannya mastery learning dalam pembelajaran Ekonomi diharapkan dapat membawa manfaat secara praktis , di antaranya adalah:

1. Bagi guru: dengan dilaksanakan penelitian ini guru dapat mengetahui strategi pembelajaran dengan mastery learning untuk memperbaiki dan

meningkatkan sistem pembelajaran di kelas, sehingga

permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh guru, peserta didik dan materi pembelajaran dapat diminimalkan.

2. Bagi lembaga pendidikan SMAIT YAPIRA Medang Kab. Bogor : memberi masukan kepada para guru SMAIT YAPIRA agar lebih meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran Ekonomi melalui strategi mastery learning.

3. Bagi peserta didik : dengan adanya strategi mastery learning ini peserta didik akan lebih mudah dalam mencapai tujuan pembelajaran serta menguasai materi yang dipelajari secara tuntas.


(22)

5

A. Kajian Teori

1. Landasan Konseptual Pembelajaran a. Pengertian pembelajaran

Menurut Mohamad Ali, pembelajaran adalah suatu upaya memberi rangsangan, bimbingan, arahan, dan dorongan agar terjadi proses belajar mengajar.1 Pengertian ini mengisyaratkan bahwa dalam pembelajaran ada

aktifitas belajar dan mengajar yang melibatkan guru dan peserta didik. Upaya ini juga mengandung tujuan agar peserta didik secara sadar mau belajar mandiri.

Istilah pembelajaran merupakan pengganti dari istilah mengajar yang telah melembaga pada dunia pendidikan. Namun dalam prakteknya, mengajar lebih berpusat pada guru (teacher centered), karena guru harus mempersiapkan diri secara administratif serta harus menguasai materi dan metode mengajar, serta evaluasi belajar tanpa harus memperhatikan apakah peserta didik mampu menguasai materi pelajaran atau tidak. Proses pembelajaran yang demikian peserta didik lebih ditempatkan sebagai obyek pendidikan, padahal peserta didik adalah subyek pendidikan.

Max Darsono secara umum mendefinisikan pembelajaran sebagai upaya untuk membangkitkan prakarsa belajar peserta didik untuk mencapai hasil yang optimal.2 Dengan istilah pembelajaran, maka fungsi dan tugas guru adalah

membelajarkan peserta didik untuk mencapai hasil yang optimal, yakni perubahan tingkah laku secara keseluruhan.3 Dalam hal ini telah terjadi transformasi model

pembelajaran dari “teacher centered” menjadi “student centered”, dimana peran

1 Mohamad Ali,Guru dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,

2000), h. 13.

2 Max Darsono,Belajar Dan Pembelajaran, (Semarang: IKIP Semarang Press, 2000), h. 24. 3 Slameto, Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta,


(23)

guru adalah sebagai motivator, dinamisator dan mitra belajar peserta didik yang bertugas menyiapkan materi dan media pembelajaran, serta menciptakan kondisi peserta didik untuk aktif mengikuti pembelajaran secara total, baik fisik maupun psikologis.

Dari pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa pembelajaran secara konsepsional mengandung pengertian yang konstruktif, yakni titik tekannya adalah membangun dan mengupayakan keaktifan siswa untuk mencapai kompetensi yang diinginkan.

b. Unsur-unsur pembelajaran

Sebagai suatu sistem tentu saja kegiatan pembelajaran mengandung sejumlah unsur-unsur yang meliputi:

1) Tujuan pembelajaran

Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kegiatan. Tidak ada suatu kegiatan yang diprogramkan tanpa tujuan, sebagai unsur penting untuk suatu kegiatan maka dalam kegiatan suatu apapun tujuan tidak bisa diabaikan. Demikian halnya dengan kegiatan pembelajaran.1 Suatu tujuan

pembelajaran seyogyanya memenuhi kriteria sebagai berikut:2

a) Tujuan itu menyediakan situasi atau kondisi belajar.

b) Tujuan mendefinisikan tingkah laku dalam bentuk dapat diukur dan diamati.

c) Tujuan menyatakan tingkat minimal perilaku yang dikehendaki.

2) Peserta didik

Dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 disebutkan peserta

didik adalah “anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan

4Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain,Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rineka

Cipta, 2010), Cet. 4, h. 42.

5Oemar Hamalik,Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2001), Cet. 3, h.


(24)

potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Dalam pandangan modern, peserta didik tidak hanya dianggap sebagai obyek atau sasaran pembelajaran, melainkan juga harus diperhatikan sebagai subyek dalam pembelajaran.3 Dasar peserta didik sebagai

obyek sekaligus subyek dalam wilayah keilmuan harus dikaji dan dikembangkan secara optimal. Perpaduan pengembangan keilmuan peserta didik ditinjau sebagai obyek maupun subyek dalam jangka panjang dapat menghindarkan terjadinya perpecahan kepribadian dalam peserta didik.4

3) Pendidik

Pendidik adalah orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan pendidikan. Semula kata pendidik mengacu pada seseorang yang memberikan pengetahuan, ketrampilan, atau pengalaman kepada orang lain. Sejalan perkembangan keilmuan pendidikan, muncul konsep bahwa mendidik bukan hanya mentransfer pengetahuan dari orang yang sudah tahu kepada orang yang belum tahu, tetapi suatu proses membantu seseorang untuk membentuk pengetahuannya sendiri.5

Dalam pembelajaran, salah satu tugas yang dilaksanakan oleh pendidik ialah memberikan pelayanan kepada peserta didik agar mereka menjadi peserta didik yang selaras dengan tujuan itu. Selain itu pendidik juga sebagai pembimbing, yaitu proses pemberian bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum terhadap keluarga, sekolah serta masyarakat.6

3 Jasa Ungguh Muliawan,Pendidikan Islam Integratif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),

h. 133.

4 Ibid., h. 134. 5 Ibid., h. 142. 6 Ibid., h. 33.


(25)

4) Bahan pelajaran

Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan kepada siswa pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar. Melalui bahan pelajaran ini peserta didik diantarkan kepada tujuan pembelajaran. Bahan pelajaran pada hakikatnya adalah isi dari mata pelajaran atau bidang studi yang diberikan kepada peserta didik sesuai kurikulum yang digunakannya.7 Dengan demikian, bahan pelajaran

merupakan komponen yang tidak bisa diabaikan dalam pembelajaran, sebab bahan pelajaran adalah inti dalam proses pembelajaran yang akan disampaikan pada peserta didik.

5) Sumber pembelajaran

Sumber pembelajaran dalam arti sempit misalnya, buku-buku atau bahan-bahan tercetak lainnya. Pengertian tersebut masih sama sempitnya bila diartikan sebagai sarana pengajaran yang dapat menyajikan pesan secara auditif maupun visual saja, misal OHP, slides, video, film dan perangkat keras lainnya. Pengertian yang lebih luas tentang sumber pembelajaran adalah segala daya yang dapat dimanfaatkan guna memberi kemudahan dalam proses pembelajaran.8Yang

dimaksud dengan sumber disini adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai tempat dimana bahan pengajaran terdapat atau asal untuk belajar seseorang. Dengan demikian, sumber belajar itu merupakan bahan atau materi untuk menambah ilmu pengetahuan.9

6) Alat peraga

Alat peraga disebut dengan audio visual, dari pengertian alat yang dapat diserap oleh mata dan telinga. Alat tersebut berguna agar bahan pelajaran yang disampaikan guru lebih mudah difahami oleh peserta didik. Dalam pembelajaran alat peraga dipergunakan dengan tujuan untuk membantu guru agar proses

7 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain,Strategi Belajar Mengajar, …, h. 43.

8 Nana Sudjana dan Ahmad Rivai,Teknologi Pengajaran, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,

2003), Cet. 4, h. 76.


(26)

pembelajaran lebih efektif dan efisien.10 7) Metode

Metode pembelajaran adalah suatu jalan atau cara yang ditempuh yang sesuai dan serasi untuk menyajikan suatu hal sehingga akan tercapai suatu tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien sesuai yang diharapkan.11

Metode-metode yang sampai saat ini masih digunakan dalam pembelajaran adalah metode ceramah, tanya jawab, diskusi, eksperimen, demonstrasi, pemberian tugas dan resitasi, sosio drama, drill(latihan), kerja kelompok, metode proyek, problem solving, karya wisata, resource person, survey masyarakat, dan metode simulasi.12

8) Strategi

Secara umum strategi mempunyai pengertian “suatu garis-garis besar haluan” untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan pembelajaran, strategi bisa diartikan sebagai pola umum kegiatan guru peserta didik, dalam perwujudan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.13

Kalau metode merupakan cara untuk melakukan suatu pembelajaran agar lebih tepat dan sesuai situasi peserta didik, maka perlu juga diatur ketepatan penggunaan metode, tehnik dan strategi penerapan metode. Andai saja metode itu sebenarnya sudah baik tetapi karena kurang tepatnya penerapan metode maka hasil pembelajarannya pun akan kurang maksimal.14

Jadi bisa disimpulkan bahwa strategi disini berbeda dengan metode. Kalau metode itu terkait langsung dengan pembelajaran, maksudnya terkait langsung antar guru dengan siswa dalam suatu pembelajaran, maka strategi disini berfungsi mengatur ketepatan penggunaan berbagai metode dalam pembelajaran tersebut.

10 Nana Sudjana dan Ahmad Rivai,Teknologi Pengajaran, .…, h. 99.

11 Ismail SM,Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM,(Semarang: Rasail

Median Group, 2008), h. 8.

12 Ibid., h. 19-24.

13 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain,Strategi Belajar Mengajar, …, h. 5. 14 IIsmail SM,Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM,…, h. 24


(27)

c. Teori-teori Belajar

Secara garis besar dikenal ada tiga rumpun besar teori belajar menurut pandangan psikologi yaitu:

1) Teori disiplin mental

Teori belajar ini dikembangkan tanpa didasari eksperimen, ini berarti dasar orientasinya adalah filosofis atau spekulatif, teori ini menganggap bahwa dalam belajar mental siswa didisiplinkan atau dilatih. Teori yang berlawanan sekali dengan teori disiplin mental ialah teori perkembangan ilmiah. Menurut teori ini, anak itu akan berkembang secara ilmiah.

Teori yang berlawanan dengan teori disiplin mental dan perkembangan ilmiah adalah teori apersepsi, yang merupakan suatu asosionisme mental yang dinamis, didasarkan pada premis fundamental bahwa tidak ada gagasan bawaan sejak lahir, apapun yang diketahui seseorang datang dari luar dirinya. Menurut teori apersepsi, belajar merupakan suatu proses terasosiasinya gagasan-gagasan baru dengan gagasan lama yang sudah membentuk pikiran.15

2) Teori Behaviorisme

Ada beberapa ciri dari teori ini yaitu: mengutamakan unsur-unsur atau bagian-bagian kecil, bersifat mekanisme, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, dan menekankan kepentingan latihan. Tokoh yang mengembangkan teori ini adalah Thorndike yang mengemukakan tiga prinsip atau hukum dalam belajar yaitu : belajar akan berhasil apabila individu memiliki kesiapan untuk melakukan perbuatan tersebut, belajar akan berhasil apabila banyak latihan dan ulangan, dan belajar akan bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik.


(28)

Prinsip belajar menurut teori behaviorisme yang dikemukakan oleh Harley dan Davis yang banyak dipakai adalah: proses belajar dapat terjadi dengan baik apabila siswa ikut terlibat secara aktif didalamnya, materi pelajaran diberikan dalam bentuk unit-unit kecil dan diatur sedemikian rupa sehingga hanya perlu memberikan suatu proses tertentu saja, tiap-tiap respon perlu diberi umpan balik secara langsung sehingga siswa dapat dengan segera mengetahui apakah respon yang diberikan betul atau tidak, dan perlu diberikan penguatan setiap kali siswa memberikan respon apakah bersifat positif atau negatif.16

3) Teori Cognitive Gestalt

Teori belajar Gestalt meneliti pengamatan dan problem solving, dari pengamatannya ia menyesalkan penggunaan metode menghafal di sekolah, dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis.27

Suatu konsep yang penting dalam psikologis Gestalt adalah tentang insight yaitu pengamatan dan pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antara bagian-bagian dalam situasi permasalahan. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan teori Gestalt, guru tidak memberikan potongan-potongan atau bagian-bagian bahan ajaran, tetapi selalu satu kesatuan yang utuh.17 Menurut

teori Gestalt perbuatan belajar itu tidak berlangsung seketika, tetapi berlangsung berproses kepada hal-hal yang esensial, sehingga aktifitas belajar akan menimbulkan makna yang berarti. Sebab dalam proses belajar, makin lama akan timbul suatu pemahaman mendalam terhadap materi pelajaran yang dipelajari.

16 Syaiful Sagala,Konsep dan Makna Pembelajaran,…, h. 43. 17 Ibid., h. 47.


(29)

2. Mastery Learning

a. Pengertian dan Konsep dasarMastery Learning(belajar tuntas)

Secara bahasa, kata “mastery” berarti“penguasaan” atau

“keunggulan”.19Sedang “learning” sering diartikan “belajar” atau

“pengetahuan”.20 Sehingga kalau digabung dua kata tersebut “mastery learning”

berarti “penguasaan pengetahuan” atau “penguasaan penuh”. Namun dalam dalam dunia pendidikan “mastery learning” bisa diartikan dengan “belajar tuntas” atau “pembelajaran tuntas.” Mastery learning (belajar tuntas) dalam KTSP adalah pendekatan pembelajaran yang mempersyaratkan siswa menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran tertentu.21 Pengertian tersebut menunjukkan bahwa mastery learning merupakan

strategi pembelajaran yang dapat dilaksanakan di dalam kelas, dengan tujuan agar sebagian besar siswa dapat menguasai tujuan pembelajaran (kompetensi) secara tuntas.22

Mastery learning merupakan proses pembelajaran yang dilakukan secara

sistematis dan terstruktur, bertujuan untuk mengadaptasikan pembelajaran pada siswa kelompok besar (klasikal), membantu mengatasi perbedaan-perbedaan yang terdapat pada siswa dan berguna untuk menciptakan kecepatan belajar (rate of progress). Pendekatan ini bersifat individual dan diharapkan mampu mengatasi kelemahan-kelemahan pembelajaran yang bersifat klasikal. Artinya, mastery

learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menganut azas

ketuntasan belajar, dengan tolok ukur yang digunakan pada pencapaian hasil belajar, yakni tingkat kemampuan siswa orang perorang, bukan per kelas dalam

19 John M. Echols dan Hasan Shadily,Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia,

1996), h. 374

20 Ibid., h.374

21 Kunandar,Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru,22 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 327.

E.Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, Implementasi, dan inovasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), h. 53.


(30)

mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Pembelajaran individual (individualized instruction) merupakan ciri khas dari mastery learningini. Secara konseptual, mastery learning ini merupakan strategi atau model pembelajaran yang telah lama digagas oleh Carrol dalam bukunya “model of school learning”. Teori Carrol tersebut kemudian dimodifikasi secara operasional oleh Bloom, lalu dikembangkan lagi oleh Block.23 Namun demikian, model ini tetap masih relevan

dan baik, apalagi diterapkan dalam upaya pencapaian standar kompetensi siswa, terutama dalam pembelajaran ekonomi dalam KTSP sebagai kurikulum yang berbasis kompetensi. Artinya mastery learning merupakan suatu keniscayaan dan bagian integral yang tak dapat dipisahkan. Pendekatan/strategi pembelajaran ini lebih menekankan pencapaian kompetensi dan hasil belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran, sehingga memberikan pengalaman belajar yang bermakna (meaningful learning). Pembelajaran tuntas yang dimaksudkan dalam pelaksanaan KTSP merupakan suatu pola pembelajaran yang menggunakan pendekatan diagnostic/preskriptif (mengetahui kesulitan belajar siswa) dan ketuntasan secara individual. Hal ini diperlukan pemberian kebebasan belajar serta berupaya mengurangi kegagalan siswa dalam belajar. Pada sisi lain, strategi pembelajaran tuntas sebenarnya menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada kelompok siswa (klasikal), tetapi juga mengakui dan memberikan layanan sesuai dengan perbedaan-perbedaan individual siswa, sehingga potensi masing-masing siswa berkembang secara optimal. Dasar pemikiran dari mastery learning dengan pendekatan individual ialah adanya pengakuan terhadap perbedaan individual masing-masing.24

23 B. Suryosubroto,Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h.

84.

24 Kunandar,Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru,, h. 327


(31)

b. KarakteristikMastery Learning

Adapun karakteristikmastery learning, sebagai berikut:25

1) Pada dasarnyanya strategimastery learningadalah jika kepada para siswa diberikan waktu yang cukup, dan mereka diperlakukan secara tepat, maka mereka akan mampu dan dapat belajar sesuai dengan tuntutan kompetensi yang diharapkan.

2) Belajar atas tujuan pembelajaran yang hendak dicapai yang ditentukan terlebih dahulu.

Tujuan pembelajaran memberi arah balik kepada guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran, ini berarti bahwa tujuan strategi pembelajaran adalah agar hampir atau semua siswa dapat mencapai tingkat penguasaan tujuan pendidikan. Jadi, baik sarana, metode, materi pelajaran maupun evaluasi yang digunakan untuk keberhasilan siswa berkaitan dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.

3) Memperhatikan perbedaan individu(individual difference)

Suatu kenyataan bahwa individu mempunyai perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan itu disebabkan karena faktor-faktor intern maupun ekstern. Terutama faktor ekstern melalui indra dan kecepatan belajar siswa. Untuk itu pelaksanaan pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan kepekaan indra siswa. Jadi, proses pembelajaran yang tepat adalah menggunakan multimedia dan multi metode yang sesuai dengan tujuan dan keadaan individu siswa.

4) Menggunakan prinsip siswa belajar aktif(active learning)

Belajar aktif (active learning) memungkinkan para siswa memperoleh pengetahuan dan mengembangkan ketrampilan berdasarkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan sendiri. Cara belajar yang demikian memungkinkan siswa untuk


(32)

bertanya apabila mengalami kesulitan dalam mencari buku-buku atau sumber-sumber lain dalam memecahkan persoalan yang dihadapinya.

5) Menggunakan satuan pelajaran terkecil (RPP)

Satuan-satuan pelajaran dengan unit terkecil disusun secara sistematis, berurutan dari yang mudah ke yang sukar. Pembagian unit pelajaran menjadi yang kecil-kecil (cremental units) sangat diperlukan guna memperoleh umpan balik (feedback) secepat mungkin, sehingga perbaikan dapat segera dilakukan sedini mungkin dan untuk memberikan layanan yang terbaik.

6) Menggunakan sistem evaluasi yang kontinyu dan berdasar atas kriteria.

Evaluasi secara kontinu berarti evaluasi dilaksanakan terus menerus yaitu pada awal, selama dan pada akhir proses belajar mengajar. Evaluasi ini dilakukan agar guru memperoleh umpan balik dengan segera, sering dan sistematis. Sedang evaluasi berdasar atas kriteria berarti evaluasi berdasar keberhasilan belajar siswa, tidak berdasar atas norma dibandingkan dengan siswa lain dalam satu kelas. Evaluasi yang digunakan bisa melalui tes (misalnya tes formatif dan sumatif) atau non tes (misalnya unjuk kerja/performancedan portofolio).26

c. Asumsi dasarMastery Learning

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa mastery learning dalam KTSP berbasis kompetensi merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan siswa menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran tertentu. Oleh karena itu, dalam model yang paling sederhana, Carrol dalam Winkel mengemukakan bahwa jika setiap siswa diberikan waktu sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat penguasaan, dan jika dia menghabiskan waktu yang diperlukan, maka besar kemungkinan siswa akan mencapai tingkat penguasaan kompetensi. Tetapi jika siswa tidak diberi cukup waktu atau dia tidak dapat menggunakan waktu


(33)

yang diperlukan secara penuh, maka tingkat penguasaan kompetensi siswa tersebut belum optimal.27 Block dalam Winkel menyatakan tingkat penguasaan

kompetensi siswa sebagai berikut:

Degree of learning = f ( time actually spent : time needed)

Model ini menggambarkan bahwa tingkat penguasaan kompetensi (degree of learning) ditentukan oleh seberapa banyak waktu yang benar-benar digunakan (time actually spent) untuk belajar dibagi dengan waktu yang diperlukan (time

needed) untuk menguasai kompetensi tertentu.28 Mastery learning berasumsi

bahwa di dalam kondisi yang tepat, semua siswa mampu belajar dengan baik dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari. Agar semua siswa memperoleh hasil yang maksimal pembelajaran harus dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari strategi yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisasi tujuan dan bahan belajar, melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap siswa yang lambat mencapai tujuan (kompetensi) yang telah ditetapkan.

Mastery learningdilandasi oleh dua asumsi.Pertama, teori yang mengatakan

bahwa adanya hubungan antara tingkat keberhasilan dengan kemampuan potensi yang dimiliki (bakat). Hal ini sesuai dengan teori bakat menurut Carrol dalam Mulyasa, yang menyatakan bahwa apabila siswa didistribusikan secara normal dengan memperhatikan kemampuannya secara potensial untuk beberapa bidang pengajaran, kemudian mereka diberikan pembelajaran yang sama dalam jumlah pembelajaran dan waktu yang tersedia untuk belajar, maka hasil belajar yang dicapai akan tersebar secara normal pula. Hal ini berarti bahwa siswa yang berbakat cenderung untuk memperoleh nilai yang tinggi atau dapat dikatakan bahwa hubungan antara bakat dan tingkat penguasaan adalah tinggi.29

Kedua, apabila pembelajaran dilaksanakan secara sistematis, semua siswa

27 W.S Winkel,, Psikologi Pengajaran, …, h. 268. 28 Ibid., h. 270.


(34)

akan mampu menguasai bahan yang disajikan kepadanya.Mulyasa menyatakan bahwa pada dasarnya bakat bukanlah merupakan indeks kemampuan seseorang, melainkan sebagai ukuran kecepatan belajar (measure of learning rate). Artinya orang yang memiliki bakat tinggi memerlukan waktu relatif lebih sedikit untuk mencapai taraf penguasaan bahan dibandingkan dengan siswa yang memiliki bakat rendah. Sehingga dengan demikian, siswa dapat mencapai penguasaan penuh terhadap bahan yang disajikan, bila kualitas pembelajaran dan kesempatan waktu belajar dibuat tepat sesuai dengan kebutuhan masing-masing siswa. Oleh karena itu, implikasinya dalam kegiatan belajar harus diberikan waktu belajar yang berbeda-beda untuk masing-masing siswa.30

d. Prinsip-prinsipMastery Learning

Pada dasarnya mastery learning akan menciptakan siswa memiliki

kemampuan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya, mengecilkan perbedaan antara anak cerdas dengan anak kurang cerdas atau anak yang berbakat dengan anak yang tidak berbakat.31 Secara tegas dapat dikatakan bahwa sistem

pembelajaran yang menggunakan prinsipmastery learning adalah tidak menerima perbedaan prestasi belajar siswa sebagai konsekuensi perbedaan bakat.32

Sebagaimana yang telah dikemukakan Carrol tentang teori bakat pada penjelasan sebelumnya. Pada posisi ini, prinsip mastery learning adalah menciptakan siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran (kompetensi). Sehingga dengan demikian, di dalam kelas tidak terjadi anak cerdas akan mencapai semua kompetensi, sementara anak yang kurang cerdas mencapai sebagian kompetensi atau tidak mencapai sama sekali kompetensi yang diharapkan. Melalui prinsip mastery

learning semua siswa akan mencapai kompetensi, hanya saja waktu yang

diperlukan berbeda.

30 E.Mulyasa,Implementasi Kurikulum 2004, …, h 54

31 Martinis Yamin,Profesionalitas Guru Dan Implementasi KTSP,(Jakarta: Gaung Persada

Press, 2007), h. 121

32 Oemar Hamalik, Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA,(Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2003), h. 84.


(35)

Argumentasi tersebut sangat sejalan dengan pendapat Winkel yang mengemukakan bahwa bilamana siswa tidak mencapai tingkat keberhasilan yang dituju, hal ini karena tidak disediakan waktu yang cukup, sesuai dengan kebutuhan siswa atau karena waktu yang disediakan dan sebenarnya cukup itu, tidak digunakan dengan sungguh-sungguh. Artinya tingkat penguasaan bahan (kompetensi) dalam pembelajaran sangat tergantung pada jumlah waktu yang disediakan.33

Berdasarkan konsep tersebut, dapat dipahami bahwa harapan dari proses pembelajaran dengan pendekatan mastery learning adalah untuk mempertinggi rata-rata prestasi siswa dalam belajar dengan memberikan kualitas pembelajaran yang lebih sesuai, bantuan, serta perhatian khusus siswa yang lambat belajar (slow

learners) agar menguasai standar kompetensi atau kompetensi dasar.34 Hal

tersebut mencerminkan adanya variasi penguasaan materi pembelajaran sekaligus juga mengakui adanya perbedaan kemampuan siswa dalam menguasai kompetensi.

Berdasarkan uraian tersebut dapatlah disimpulkan bahwa prinsip mastery

learning adalah: Pertama, ditetapkan batas minimal tingkat kompetensi yang

harus dikuasai oleh siswa. Kedua, menggunakan pendekatan penilaian acuan patokan (PAP) untuk menilai keberhasilan belajar siswa mencapai standar ketuntasan minimal (KKM). Ketiga, siswa tidak diperbolehkan pindah ke topik atau tugas berikutnya, jika topik atau tugas yang sedang dipelajarinya belum dikuasai sampai standar minimal. Keempat ,memberikan kemampuan yang utuh, mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap. Kelima, setiap peserta diberi kesempatan untuk mencapai standar minimal, sesuai dengan irama dan kemampuan belajarnya masing-masing (individualized learning). Keenam,

33 W.S Winkel,, Psikologi Pengajaran, …, h. 268.

34 Kunandar,Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) …, h. 327.


(36)

disediakan program bimbingan remedial bagi peserta yang lambat (slow learner), dan program pengayaan bagi peserta yang lebih cepat (fast learner) menguasai kompetensi serta percepatan (acceleration) bagi anak yang superior dan istimewa.

e. Strategi PelaksanaanMastery Learning

Pendekatanmastery learningapabila dilakukan pada kondisi yang tepat, maka semua siswa akan mampu belajar dengan baik dan dapat mencapai hasil yang maksimal. Agar semua siswa memperoleh hasil yang maksimal, pembelajaran harus dilakukan secara sistematis terstruktur, yakni tercermin dalam strategi pembelajaran tuntas yang dilaksanakan. Strategi mastery learning menurut Hamalik adalah suatu strategi pembelajaran yang diindividualisasikan dengan menggunakan pendekatan kelompok (group based approach). Pendekatan ini memungkinkan para siswa belajar bersama-sama berdasarkan pembatasan bahan pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa, sampai tingkat tertentu, penyediaan waktu belajar yang cukup, dan pemberian bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar.35

Strategi mastery learning dapat diterapkan secara tuntas sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan, terutama dalam level mikro yaitu mengembangkan individu dalam proses pembelajaran di kelas. Menurut Mulyasa strategi mastery learning dapat dibedakan dari pembelajaran non-mastery learningterutama dalam hal-hal berikut:36

1) Pelaksanaan tes secara teratur untuk memperoleh balikan terhadap bahan yang diajarkan sebagai alat untuk mendiagnosa kemajuan (diagnostic progress test).

2) Siswa baru dapat melangkah pada pelajaran berikutnya setelah ia benar-benar menguasai bahan pelajaran sesuai dengan patokan yang ditetapkan.

35 Oemar Hamalik, Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA,…, h. 85.


(37)

3) Pelayanan bimbingan dan penyuluhan terhadap siswa yang gagal mencapai taraf penguasaan penuh, melalui pengajaran korektif yang menurut Marrison merupakan pengajaran kembali, pengajaran tutorial, restrukturasi kegiatan belajar dan pengajaran kembali kebiasaan-kebiasaan belajar siswa, sesuai dengan waktu yang diperlukan masing-masing.

Sementara strategi mastery learning yang dikembangkan oleh Bloom meliputi tiga bagian, yaitu mengidentifikasi prakondisi, mengembangkan prosedur operasional dan hasil belajar. Selanjutnya diimplementasikan dalam pembelajaran klasikal dengan memberikan “bumbu” untuk menyesuaikan dengan kemampuan individual yang meliputi:

1) Corrective technique, semacam pengajaran remedial yang dilakukan

dengan pemberian terhadap tujuan yang gagal dicapai oleh siswa, dengan prosedur dan metode sebelumnya.

2) Memberikan tambahan waktu kepada siswa yang membutuhkan atau belum menguasai bahan dan kompetensi secara tuntas.37

f. Pola dan ProsedurMastery Learning

Sebagai upaya menciptakan suatu pembelajaran yang baik dan berhasil, Bloom mengembangkan suatu pola dan prosedur pembelajaran yang dapat diterapkan pada satuan kelas termasuk mastery learning. Secara operasional, Bloom dan Winkel mempersiapkan langkah-langkah praktis dalam implementasi mastery learningsebagai berikut:38

1) Menentukan tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa, baik yang bersifat umum maupun khusus (sekarang dikenal dengan istilah standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator).

Menurut Sanjaya ada beberapa alasan tujuan pembelajaran perlu dirumuskan

37 Martinis Yamin,Profesionalitas Guru Dan Implementasi KTSP,…, h. 125. 38 Ibid., h.126.


(38)

dalam merancang suatu program pembelajaran, yaitu:39

Pertama, perumusan tujuan yang jelas dapat digunakan untuk mengevaluasi efektifitas keberhasilan proses pembelajaran. Suatu proses pembelajaran dikatakan berhasil manakala siswa dapat mencapai tujuan secara optimal. Keberhasilan itu merupakan indikator keberhasilan guru merancang dan melaksanakan proses pembelajaran.

Kedua, tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai pedoman dan panduan kegiatan belajar siswa. Tujuan yang jelas dan tepat dapat membimbing siswa dalam melaksanakan aktifitas belajar. Berkaitan dengan itu guru juga dapat merencanakan dan mempersiapkan tindakan apa saja yang harus dilakukan untuk membantu siswa.

Ketiga, tujuan pembelajaran dapat membantu dalam mendesain sistem pembelajaran. Artinya, dengan tujuan yang jelas dan tepat dapat membantu guru dalam menentukan materi pembelajaran, strategi, alat, media dan sumber belajar, serta menentukan dan merancang alat evaluasi untuk melihat keberhasilan belajar siswa.

Keempat, tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai kontrol dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran. Artinya melalui penetapan tujuan, guru dapat mengontrol seberapa jauh siswa telah menguasai kemampuan-kemampuan sesuai dengan tujuan dan tuntutan kurikulum yang berlaku. Lebih jauh dengan tujuan dapat ditentukan daya serap siswa dan kualitas suatu sekolah/madrasah.

2) Menjabarkan materi pembelajaran (bahan ajar) atas sejumlah unit pembelajaran (sekarang disebut Rencana Pelaksanaan Pembelajaran/ RPP). Materi pembelajaran dikembangkan sesuai dengan tujuan pembelajaran, berdasarkan kurikulum yang sedang berlaku (KTSP). Agar rencana pembelajaran membantu guru dalam pembelajaran, rincian pokok-pokok materi hendaknya


(39)

dicantumkan secara cermat dalam rencana pembelajaran. Dalam mengorganisasikan materi, guru dapat menempuh berbagai cara. Guru dapat menyusunnya dari yang mudah ke yang sukar, dari yang sederhana ke yang kompleks, dari yang konkret ke yang abstrak, atau yang ada disekitar siswa.40

Pemilihan materi pembelajaran (bahan ajar) harus sejalan dengan kriteria-kriteria yang digunakan untuk memilih isi kurikulum bidang, yaitu: 1)

akurat danup to date, sasarannya sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan

penemuan baru dalam bidang teknologi; 2) kemudahan, sasarannya untuk memenuhi prinsip, generalisasi dan memperoleh data; 3) kerasionalan, sasarannya mengembangkan kemampuan berfikir rasional, bebas dan logis; 4) esensial, sasarannya untuk mengembangkan moralitas penggunaan pengetahuan; 5) kemaknaan, sasarannya bermakna bagi siswa dan perubahan sosial; 6) keberhasilan, sasarannya keberhasilan untuk mempengaruhi perubahan tingkah laku siswa; 7) keseimbangan, sasarannya mengembangkan pribadi siswa secara seimbang dan menyeluruh; 8) kepraktisan, sasarannya mengarahkan tindakan sehari-hari dan untuk pelajaran berikutnya.41

3) Memberikan pelajaran secara klasikal, sesuai dengan unit pembelajaran yang sedang dipelajari.

Proses pembelajaran menurut Muslich dikelompokkan ke dalam tiga kegiatan besar, yaitu: 1) kegiatan awal, biasanya diisi dengan mengemukakan hal-hal yang menarik minat siswa untuk belajar, membahas ulang pengetahuan prasyarat atau menyampaikan informasi awal atau penjelasan tugas secara klasikal. Pengetahuan prasyarat yang dibahas hendaknya betul-betul yang dekat dengan konsep baru yang dipelajari, tidak terlalu jauh sehingga waktu yang digunakan menjadi singkat; 2) kegiatan inti, disediakan untuk siswa mengalami kegiatan seperti melakukan percobaan, bermain peran, kegiatan pemecahan

40 Wardani,Pemantapan Kemampuan Guru Mengajar, (Jakarta: Pusat Penerbitan

Universitas Terbuka, 2004), h. 8.


(40)

masalah, atau simulasi yang sebaiknya dilakukan secara berpasangan atau kelompok. Apabila kegiatan ini dilakukan siswa secara perorangan maka harus diikuti dengan kegiatan yang melibatkan lebih dari satu orang, misalnya saling menjelaskan proses dan hasil belajar kepada temannya. Hal ini dimaksudkan agar tercipta interaksi diantara mereka sehingga hasil belajar mereka menjadi mantap;

3) kegiatan penutup, biasanya diisi dengan rangkuman hasil belajar secara

klasikal. Alokasi waktu untuk kegiatan awal dan penutup sebaiknya tidak lebih dari 10-15 menit sehingga sisanya untuk kegiatan inti.42

4) Memberikan tes kepada siswa pada akhir masing-masing unit pembelajaran, untuk mengecek kemajuan masing-masing siswa dalam mengolah materi pembelajaran. Tes itu bersifat formatif, yaitu bertujuan mengetahui sampai seberapa jauh siswa dalam pengolahan materi pembelajaran (diagnostic progress test). Menurut Yamin dalam test formatif ini, ditetapkan norma yang tetap dan pasti, misalnya 80% dari jumlah pertanyaan dalam tes itu harus dijawab betul, supaya siswa dinyatakan berhasil atau telah menguasai tujuan pembelajaran.43

5) Siswa yang belum mencapai tingkat penguasaan yang dituntut, diberikan pertolongan khusus, misalnya bantuan dari seorang teman yang bertindak sebagai tutor sebaya, mendapat pengajaran dalam kelompok kecil, disuruh mempelajari buku bidang lain dan mengambil unit pelajaran yang telah diprogramkan.

6) Setelah semua siswa mencapai tingkat penguasaan pada unit pembelajaran yang bersangkutan barulah guru mulai mengajarkan unit berikutnya.

7) Setelah siswa paling sedikit kebanyakannya, mencapai tingkat keberhasilan yang dituntut guru mulai mengajar unit pelajaran ketiga. Jadi seluruh siswa dalam kelas selalu mulai mempelajari suatu unit pelajaran baru secara bersama-sama.

42 Masnur Muslich, KTSP:Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta:

Bumi Aksara, 2008), h. 60.


(41)

8) Prosedur yang sama diikuti pula dalam mengajarkan unit-unit pelajaran lain, sampai seluruh rangkaian pembelajaran selesai.

9) Setelah seluruh rangkaian unit pelajaran selesai, siswa mengerjakan tes yang mencakup seluruh rangkaian unit pembelajaran. Tes akhir ini bersifat sumatif, yaitu bertujuan mengevaluasi taraf keberhasilan masing-masing siswa terhadap semua tujuan pembelajaran.44

g. Faktor-faktor yang mempengaruhiMastery Learning

Para pakar pendidikan berkeyakinan bahwa sebagian besar bahkan semua siswa mampu menguasai bahan pelajaran tertentu sepenuhnya dengan syarat-syarat tertentu serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan teori Carrol, Bloom, Block dan yang lainnya dapatlah diidentifikasi dan dielaborasikan bahwamastery learningdipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:

1) Bakat (aptitude)

Bakat sebagai kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih juga sangat berpengaruh bagi tercapainya prestasi seseorang. Ada korelasi antara bakat yang tinggi dengan prestasi belajar. Korelasi antara bakat, misalnya untuk pelajaran matematika dan prestasi untuk bidang itu setinggi 70. Hasil itu akan tampak bila kepada siswa dalam satu kelas diberikan metode yang sama dalam waktu yang sama. Namun menurut Carrol adanya perbedaan bakat dipandang sebagai perbedaan waktu yang diperlukan untuk menguasai sesuatu. Jadi perbedaan bakat tidak menentukan tingkat penguasaan atau jenis bahan yang dipelajari. Jadi setiap orang dapat menguasai bidang studi apapun hingga penguasaan yang tinggi asal diberi waktu yang cukup.

2) Ketekunan belajar (perseverance)

Ketekunan itu nyata dari jumlah waktu yang diberikan oleh murid untuk belajar mempelajari sesuatu memerlukan jumlah waktu tertentu. Carrol


(42)

mendefinisikan ketekunan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh siswa untuk belajar.45 Bila siswa membutuhkan sejumlah waktu untuk mempelajari bahan

pelajaran tetapi ia hanya mendapat waktu kurang dari apa yang ia butuhkan untuk mempelajari suatu bahan, maka ia tidak akan menguasai bahan sepenuhnya. Waktu belajar yang dimaksudkan adalah jumlah waktu yang digunakan untuk kegiatan belajar, yaitu mempelajari sesuatu secara aktif.

3) Kualitas pembelajaran(quality of instruction)

Implementasi KTSP berbasis kompetensi, menurut dukungan tenaga kependidikan yang terampil dan berkualitas, agar dapat membangkitkan motivasi kerja yang lebih produktif dan memberdayakan otoritas setempat, serta mengefisienkan sistem dan mengendorkan birokrasi yang tumpang tindih. Dalam pada itu, dituntut kemandirian dan kreatifitas sekolah dalam mengembangkan kurikulum dan pembelajaran beserta perangkat evaluasinya. Implementasi KTSP disekolah merupakan pengembangan kurikulum pada tingkat lembaga (institusi) yang akan bermuara pada pengembangan kurikulum pada tingkat bidang studi .

Melalui pendidikan akan terbentuk sikap dan perilaku siswa. Guru sebagai seorang pendidik yaitu orang yang berusaha mewujudkan budi pekerti yang baik atau akhlakul karimah, atau sebagai pembentukan nilai-nilai moral (transfer of

values). Sedangkan guru sebagai pengajar (muallim) adalah orang yang

mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan kepada siswa, sehingga siswa mengerti, menghayati, memahami, dan dapat mengamalkan berbagai ilmu pengetahuan yang disebut sebagaitransfer of knowledge.46

Kegiatan pembelajaran di kelas dapat dilihat dari sisi guru yang dapat dicermati dari dua sudut pandang. Pertama, menyatakan bahwa mengajar adalah

proses transfer ilmu pengetahuan dan ketrampilan pada siswa. Kedua,

menyatakan bahwa pembelajaran bukan hanya mengendalikan kelas sehingga

45 Moh.Uzer Usman dan Lilis Setyawati,Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1998), h.96.46

Suyanto dan Abbas,Wajah Dinamika Pendidikan Anak Bangsa, (Jakarta: Adicita Karya Nusa, 2001), h. 66.


(43)

menghilangkan sebagian besar peran serta yang seharusnya dilakukan siswa. Sebagai seorang pendidik, guru diharapkan bekerja secara profesional, mengajar secara sistematis dan berdasarkan prinsip didaktik metodik yang berdaya guna dan berhasil guna (efektif dan efisien), artinya guru dapat merekayasa sistem pembelajaran secara sistematis dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran aktif.47

Jadi kualitas pengajaran ditentukan oleh kualitas pengujian, penjelasan dan pengaturan unsur-unsur belajar dengan memperhatikan metode-metode mengajar yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa secara Individual. Karena pada dasarnya setiap anak belajar tidak secara kelompok, akan tetapi secara individual, menurut caranya masing-masing meskipun berada dalam satu kelompok (kelas). Artinya, meskipun dilaksanakan secara klasikal tetapi sangat individual pendekatan yang digunakan dalam implementasinya.

4) Kesanggupan untuk menerima pelajaran(ability to learn).

Kesanggupan belajar siswa terkait erat dengan intelegensi. Salah satu definisi intelegensi antara lain menyebutkan bahwa intelegensi adalah ability to learn (kemampuan untuk belajar). Artinya, intelegensi yang tinggi diharapkan akan dapat memperoleh prestasi belajar yang tinggi pula begitu juga yang terjadi sebaliknya. Intelegensi merupakan bakal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan performansi yang optimal.48

5) Kesempatan waktu untuk belajar

Alokasi waktu tiap bidang studi telah ditentukan dalam kurikulum yang tentunya telah disesuaikan dengan kebutuhan waktu belajar siswa dan perkembangan jiwanya. Untuk itu, para guru pula mengantisipasi agar waktu belajar yang tersedia sesuai dengan kebutuhan, sehingga waktu belajar untuk mempelajari materi pelajaran tersebut benar-benar efektif. Dalam hal ini peranan

47 Dimyati Mujiono,Belajar Dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 117-118. 48 Saifudin Azwar,Pengantar Psikologi Inteligensi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008),


(44)

strategi dan metode pembelajaran yang digunakan para guru sangat besar dan peranan kealiman guru dalam pemecahan masalah ini juga sangat menentukan.49

h. Kelebihan dan KekuranganMastery Learning

Suatu strategi pembelajaran ada kelebihan dan kekurangannya, seperti juga strategi mastery learning yang mempunyai kelebihan dan kekurangan. Strategi

mastery learning merupakan strategi pembelajaran yang banyak dianjurkan, oleh

karena itu strategi ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya:50

1) Strategi ini sejalan dengan pandangan psikologi belajar modern yang berpegang pada prinsip perbedaan individual, belajar kelompok.

2) Strategi ini memungkinkan siswa belajar lebih aktif sebagaimana disarankan dalam konsep CBSA yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan diri sendiri dengan menemukan dan bekerja sendiri.

3) Dalam strategi ini, guru dan siswa diminta bekerja sama secara partisipatif dan persuasif, baik dalam proses belajar maupun dalam proses bimbingan terhadap siswa lainnya.

4) Strategi ini berorientasi kepada peningkatan produktifitas hasil belajar, yakni siswa yang menguasai bahan pelajaran secara tuntas, menyeluruh dan utuh.

5) Pada hakikatnya, strategi ini tidak mengenal siswa yang gagal belajar atau tidak naik kelas karena siswa yang ternyata mendapat hasil yang kurang memuaskan atau masih dibawah target hasil yang diharapkan, terus menerus dibantu oleh rekannya dan oleh guru.

Penilaian yang dilakukan terhadap kemajuan belajar siswa mengandung unsur objektivitas yang tinggi sebab penilaian dilakukan oleh guru. rekan

49 Moh.Uzer Usman dan Lilis Setyawati,Menjadi Guru Profesional, …, h. 99.

50 Oemar Hamalik, Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA,…, h. 86-87.


(45)

sekelas, dan oleh diri sendiri dan berlangsung secara berlanjut serta berdasarkan ukuran keberhasilan (standar perilaku) yang jelas dan spesifik.

6) Pengajaran tuntas berdasarkan suatu perencanaan yang sistemik, yang memiliki derajat koherensi yang tinggi dengan Garis-garis Besar Program Pengajaran Bidang studi.

7) Strategi ini menyediakan waktu belajar yang cukup sesuai dengan keadaan dan kebutuhan masing-masing individu siswa sehingga memungkinkan mereka belajar secara lebih leluasa.

8) Strategi ini mengaktifkan guru-guru sebagai suatu regu yang harus bekerja sama secara efektif sehingga kelangsungan proses belajar siswa dapat terjamin dan berhasil optimal.

9) Strategi belajar tuntas berusaha mengatasi kelemahan-kelemahan yang terdapat pada strategi belajar-mengajar lainnya, yang berdasarkan pendekatan kelas saja, atau individualisasi saja.

Disamping memiliki kelebihan, strategi mastery learning juga mempunya kelemahan, di antaranya:51

1) Guru-guru umumnya masih mengalami kesulitan dalam membuat perencanaan belajar tuntas karena harus dibuat untuk jangka satu semester di samping penyusunan satuan-satuan pelajaran yang lengkap dan menyeluruh.

2) Strategi ini sulit dalam pelaksanaannya karena melibatkan berbagai kegiatan, yang berarti menuntut macam-macam kemampuan yang memadai.

3) Guru-guru yang sudah terbiasa dengan cara-cara lama akan mengalami hambatan untuk menyelenggarakan strategi ini yang relatif lebih sulit

51 Oemar Hamalik, Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA,…, h. 87-88.


(46)

dan masih baru.

4) Strategi ini sudah tentu meminta berbagai fasilitas, perlengkapan, alat, dana, dan waktu yang cukup besar, sedangkan sekolah-sekolah kita umumnya masih langka dalam segi sumber-sumber teknis seperti yang diharapkan.

5) Untuk melaksanakan strategi ini yang mengacu kepada penguasaan materi belajar secara tuntas pada gilirannya menuntut para guru agar menguasai materi tersebut secara lebih luas, menyeluruh, dan lebih lengkap. Hal itu menuntut para guru agar lebih banyak dan menggunakan sumber-sumber yang lebih luas.

3. Mastery Learning Dalam Pembelajaran Ekonomi

Pada prinsipnya pelaksanaan strategi mastery learning dalam pembelajaran Ekonomi sama saja dengan strategi lain yang digunakan dalam pembelajaran Ekonomi. Hanya saja ada karakteristik yang menjadi ciri khas dan indikator pelaksanaannya, yaitu:

a. Metode Pembelajaran

Pembelajaran tuntas dilakukan dengan pendekatan diagnostik deskriptif (mengetahui kesulitan belajar siswa dan bagaimana cara memberikan layanan terbaik). Strategi pembelajaran tuntas sebenarnya menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok siswa (kelas), tetapi juga mengakui dan memberikan layanan sesuai dengan perbedaan-perbedaan individual (individual differences) siswa sedemikian rupa, sehingga pembelajaran memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing secara optimal. Mastery learning sangat mengandalkan pada pendekatan tutorial dengan session-session kelompok kecil, tutorial orang perorang, pembelajaran terprogram, buku-buku kerja, permainan dan pembelajaran berbasis komputer.52


(47)

Pembelajaran tuntas diorientasikan bagaimana siswa mencapai kompetensi yang telah ditetapkan, artinya tujuan pembelajaran Ekonomi di arahkan pada penguasaan kompetensi-kompetensi tertentu. Jika itu telah tercapai, maka dikatakan siswa telah kompeten, dan jika belum maka siswa dapat dikatakan belum atau bahkan tidak kompeten tentang bahan yang dipelajarinya. Oleh karena itu, kalau siswa harus kompeten, maka gurunya harus lebih dahulu kompeten dalam bidangnya, artinya ia memiliki kompetensi guru yang dipersyaratkan padanya, agar tujuan pembelajaran terkondisikan dengan baik, kreatif, menyenangkan, dan bermakna.

b. Peran guru

Strategi pembelajaran tuntas (mastery learning) menekankan pada peran atau tanggung jawab guru dalam mendorong keberhasilan siswa secara individual. Pendekatan yang digunakan mendekati model Personalized System Of Instruction (PSI) seperti dikembangkan oleh Keller, yang lebih menekankan pada interaksi siswa dengan materi/objek belajar.53 Karena itu, peran guru dalam pelaksanaan

mastery learning dalam pembelajaran Ekonomi lebih diintensifkan dalam hal-hal

berikut: (a) menjabarkan/memecahkan Kompetensi Dasar ke dalam satuan-satuan yang lebih kecil (cremental units) dengan memperhatikan pengetahuan prasyaratnya, (b) mengembangkan indikator berdasarkan SK/KD, (c) menyajikan materi pembelajaran dalam bentuk yang bervariasi, (d) memonitor seluruh pekerjaan siswa, (e) menilai perkembangan siswa dalam pencapaian kompetensi, (f) menggunakan teknik diagnostik, dan (g) menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar (disability to learn).

53 Kunandar,Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),…, h. 331


(48)

c. Peran siswa

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berorientasi pada kompetensi sangat menjunjung tinggi dan menempatkan peran siswa sebagai subjek didik. Fokus program pembelajaran bukan pada “guru dan yang akan dikerjakannya” melainkan pada “siswa dan yang akan dikerjakannya”. Oleh sebab itu, pembelajaran tuntas (mastery learning) memungkinkan siswa lebih leluasa dalam menentukan jumlah waktu belajar yang diperlukan.54 Artinya, siswa diberi

kebebasan dalam menetapkan kecepatan pencapaian kompetensinya. Kemajuan siswa sangat bertumpu pada usaha serta ketekunannya secara individual dalam mengikuti pembelajaran Ekonomi.

d. Evaluasi (penilaian)

Penting untuk dicatat bahwa ketuntasan belajar (mastery learning) dalam KTSP ditetapkan dengan penilaian acuan patokan pada setiap kompetensi dasar dan tidak ditetapkan berdasarkan norma. Dalam hal ini batas ketuntasan belajar harus ditetapkan oleh guru, misalnya apakah siswa harus mencapai nilai 75,65,55, atau sampai nilai berapa seorang siswa dinyatakan mencapai ketuntasan dalam belajar.

Sistem penilaian mencakup jenis tagihan serta bentuk instrumen/soal. Dalam pembelajaran tuntas, tes diusahakan disusun berdasarkan indikator sebagai alat diagnosis terhadap program pembelajaran. Dengan menggunakan tes diagnostik yang dirancang secara baik, siswa dimungkinkan dapat menilai sendiri hasil tesnya, termasuk mengenali dimana ia mengalami kesulitan dengan segera, sehingga dapat mencapai ketuntasan minimal yang telah ditentukan.55

54 Kunandar,Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),…, h. 332


(49)

4. Pengertian Standar Kompetensi

Standar Kompetensi mata pelajaran adalah deskripsi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai setelah siswa mempelajari mata pelajaran tertentu pada jenjang pendidikan tertentu pula.56 Menurut Abdul Majid

Standar kompetensi merupakan kerangka yang menjelaskan dasar pengembangan program pembelajaran yang terstruktur.57 Pada setiap mata pelajaran, standar

kompetensi sudah ditentukan oleh para pengembang kurikulum, yang dapat kita lihat dari standar isi. Jika sekolah memandang perlu mengembangkan mata pelajaran tertentu misalnya pengembangan kurikulum muatan local, maka perlu dirumuskan standar kompetensinya sesuai dengan nama mata pelajaran dalam muatan lokal tersebut.

SK yang menyangkut isi berupa pernyataan tentang pengetahuan, sikap dan keterampilan yang harus dikuasai peserta didik dalam mempelajari mata pelajaran tertentu seperti Kewarganegaraan, Matematika, Fisika, Biologi, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris. SK yang menyangkut tingkat penampilan adalah pernyataan tentang kriteria untuk menentukan tingkat penguasaan peserta didik.

Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa SK memiliki dua penafsiran, yaitu:

a. Pernyataan tujuan yang menjelaskan apa yang harus diketahui peserta didik dan kemampuan melakukan sesuatu dalam mempelajari suatu mata pelajaran.

b. Spesifikasi skor atau peringkat kinerja yang berkaitan dengan kategori pencapaian seperti lulus atau memiliki keahlian

56 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2008), h. 170

57 Abdul Majid,Perencanaan Pembelajaran(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), h.


(50)

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Penerapan belajar tuntas (Mastery Learning) sebelumnya pernah diterapkan oleh beberapa peneliti, diantaranya adalah :

Tabel 2.1 Penelitian Relevan No . Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Hasil Penelitian 1. Ratana Pratiwi (2011) Peningkatan Hasil Belajar Penjumlahan

Pecahan Melalui Model

Mastery Learning

(Belajar Tuntas) Siswa Kelas IV SD Islam

Hasanul Amin

Kabupaten Blitar

Berdasarkan data siklus 1 dapat

dipaparkan bahwa ketuntasan

belajar siswa adalah 60%, atau ketuntasan sejumlah 12 siswa dari

20 siswa. Sedangkan yang

mengalami ketidaktuntasan belajar sebanyak 40%, sebanyak 8 siswa dari 20 siswa. Nilai rata-rata yang diperoleh 67,5. Berdasarkan data pada siklus 2 dapat dipaparkan bahwa ketuntasan belajar siswa 85%, atau ketuntasan sejumlah 17 siswa dari 20 siswa. Sedangkan yang mengalami ketidaktuntasan belajar sebanyak 15%, berarti 3 siswa dari 20 siswa. Nilai rata-rata


(51)

yang diperoleh 81,25. Dari hasil penelitian yang didapat, peneliti menyatakan bahwa penerapan model Mastery learning (belajar tuntas) yang dilaksanakan dapat meningkatkan hasil belajar dalam

pembelajaran penjumlahan

pecahan siswa kelas IV SD Islam Hasanul Amin Kabupaten Blitar.

2. Tony

(2009)

Upaya Peningkatan

Hasil Belajar

Matematika Melalui

Model Belajar Tuntas (Mastery Learning) di Kelas V SDN 3 Keden

Dalam penelitiannya ini siswa banyak mengalami peningkatan, diantaranya keaktifan belajar

siswa meningkat 76,92%,

pemahaman materi siswa

meningkat 87,18% dan

kemandirian belajar siswa

meningkat 79,49%. Dari hasil yang didapat, Tony menyatakan

bahwa pembelajaran yang

didasarkan pada penerapan

pembelajaran melalui Model


(52)

pembelajaran klasikal, kelompok, dan individual serta pemecahan masalah dapat membuat siswa semakin kreatif.

3 Dafid

Armawan (2011)

Belajar Tuntas (Mastery Learning) Sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Siswa Kelas XI-2 Jurusan TKR SMKN 1 Seyegan

Dalam penelitian ini terdapat hubungan positif yang signifikan padan kegiatan tindakan pada proses dimana terjadi peningkatan kualitas pembelajaran. Dimana besarnya peningkatan tersebut nampak pada hasil penelitian dimana ditunjukkan oleh selisih nilai rata-rata pre-test dengan nilai post test sebesar 2.33. Rata-rata nilai pre test sebesar 5.38 dan nilai post test sebesar 7.71.

Penelitian-penelitian di atas digunakan untuk mendukung terlaksananya penelitian tentang strategi belajar tuntas (Mastery Learning) yang dilakukan peneliti. Yang membedakan antara penelitian kali ini dengan penelitian sebelumnya adalah peneliti menerapkan strategi belajar tuntas (Mastery Learning) untuk pencapaian standar kompetensi dalam pelajaran ekonomi.


(53)

C .Kerangka Berfikir

Gambar 2.1 : Bagan Kerangka Berpikir

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan pada kajian teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut : Tercapainya standar kompetensi melalui strategi belajar tuntas (Mastery Learning) dalam pelajaran ekonomi di SMAIT Yapira Medang Kab. Bogor

Tercapainya standar kompetensi melalui penerapan stategi Belajar Tuntas

(Mastery Learning)

Siswa memahami materi pelajaran Ekonomi Proses pembelajaran menggunakan Strategi

Belajar Tuntas (Mastery Learning)

Penelitian Tindakan

1. Kreativitas dan inisiatif guru kurang 2. Pemahaman siswa terhadap materi lemah 3. Hasil belajar siswa menurun


(54)

37

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitan yang digunakan peneliti adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau yang lebih dikenal dengan Classroom Action Research. ”Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah penelitian tindakan (Action Research) yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelas”.

1 Gambar 3.1 : Bagan Siklus PTK

1 Suharsimi Arikunto, dkk, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009),

Cet.ke-9, h.58

Refleksi I

SIKLUS II

SIKLUS I Pengamatan

Tindakan I

Dilanjutkan kesiklus berikutnya

Pelaksanaan Tindakan I

Refleksi II Perencanaan

Tindakan I

Pelaksanaan Tindakan II Perencanaan

Tindakan II

Pengamatan Tindakan II Permasalahan

Permasalahan Baru Hasil

Refleksi

BilaPermasalahan Belum Terpecahkan


(55)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini bertempat di SMAIT YAPIRA terletak di jl. Kp. Medang RT.01/08 Ds. Sukamulya Kec. Rumpin Kab. Bogor.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 2 bulan dimulai pada tanggal 18 Agustus 2015 sampai dengan tanggal 3 November 2015. Akan tetapi penelitian tidak dilakukan secara terus menerus dalam hari tersebut hanya pada hari-hari tertentu. Adapun tahap-tahap yang peneliti lakukan adalah:

a. Melakukan pendekatan kepada kepala sekolah untuk mengajukan permohonan izin observasi dan penelitian.

b. Melakukan survey awal bertujuan untuk mencari gambaran umum tentang obyek yang akan diteliti.

c. Melakukan penelitian dengan observasi serta wawancara tentang obyek penelitian.

d. Melakukan analisis data dan menyimpulkannya.

C. Subjek Penelitian

Informasi data yang dijadikan acuan dalam pelaksanaan penelitian ini diambil dari berbagai sumber, di antaranya: sumber informasi dari Kepala sekolah SMAIT YAPIRA dan guru Ekonomi. Kepala sekolah dalam penelitian ini memberikan data tentang kondisi dan profil SMAIT YAPIRA, sedangkan guru Ekonomi memberikan data tentang data jumlah siswa dan nama siswa SMAIT YAPIRA serta informasi tentang pelaksanaan mastery learning dalam pembelajaran Ekonomi.

Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas XI SMAIT YAPIRA, yang berjumlah 40 orang, terdiri dari 29 siswa laki-laki dan 9 siswi perempuan, pada


(56)

materi pelajaran ekonomi dengan menggunakan pendekatan/strategi Mastery Learning. Sedangkan proses penelitian dilakukan secara bertahap mulai dari perencanaan persiapan instrumen, ujicoba instrument penelitian yang dilanjutkan dengan pengumpulan data lapangan sebagai kegiatan inti penelitian.

Tabel 3.1

Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Untuk mendapatkan data awal, Proses pengumpulan data yang dilakukan dibagi menjadi tiga tahap yaitu: tahap persiapan, tahap pengumpulan data, dan tahap penentuan obyek penelitian.

Pertama, tahap persiapan penelitian, peneliti harus mempersiapkan instrumen penelitian, lembar panduan observasi, dan lembar panduan wawancara.

Kedua, tahap pengumpulan data dan pengolahan data yaitu peneliti melakukan wawancara, mencari berbagai informasi yang berhubungan dengan fokus dan permasalahan penelitian mengenai pembelajaran dengan media gambar

No Tanggal Kegiatan

1 18 Agustus 2015 Konsultasi instrument penelitian

1. Observasi

2. Draft pedoman wawancara

2 25 Agustus2015 Ujicoba Instrumen

3 28 Agustus 2015 Konsultasi Observasi ke dosen

4 2 September 2015 Pemantapan Instrumen penelitian dengan

berkonsultasi kepada dosen

5 3 September 2015 s/d

11 September 2015

Pengumpulan data, Pengolahan Data, Analisis Data

(Pelaksanaan KBM Siklus I dan II)

6 20 Oktpber 2015 Laporan ke dosen tentang hasil pengolahan data


(57)

terhadap hasil belajar siswa kelas XI di SMAIT YAPIRA. Tahap pengumpulan data dan pengolahan data ini dilaksanakan sejak 18 Agustus s.d. 11 September 2015.

Ketiga tahap pengecekan data, yaitu mengadakan check recheck data dengan metode Triangulasi dengan tujuan memperkuat hasil penelitian. Tahap ini dilaksanakan setelah data yang diperlukan sudah terkumpul kemudian didiskusikan kembali mengenai kesimpulan akhir dari penelitian ini. 3 November 2015 Finalisasi hasil Penelitian.

D. Fokus Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan penelitian pada pelaksanaan

mastery learning dalam pembelajaran Ekonomi pada kelas XI (Sebelas) di

SMAIT YAPIRA Medang Kab. Bogor. Pada standar kompetensi memahami kondisi ketenagakerjaan dan dampaknya terhadap pembangunan ekonomi.

E. Metode dan Desain Intervensi Tindakan/Rancangan Siklus Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau yang lebih dikenal denganClassroom Action Research. ”Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah penelitian tindakan (Action Research) yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelas”.1

Ada empat tahapan yang harus dilakukan dalam model penelitian tindakan kelas ini yaitu :

1. Rencana (Planning)pada komponen ini, guru sebagai peneliti merumuskan rencana tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran, perilaku, sikap, dan prestasi belajar siswa.

2. Tindakan (Action) pada komponen ini, guru melaksanakan tindakan, berdasarkan rencana tindakan yang telah direncanakan, sebagai upaya


(58)

perbaikan dan peningkatan atau perubahan proses pembelajaran, perilaku, sikap, dan prestasi belajar siswa yang diinginkan.

3. Pengamatan (Observasi) pada komponen ini, guru mengamati dampak atau hasil dari tindakan yang dilaksanakan atau dikenakan terhadap siswa. Apakah berdasarkan tindakan yang dilaksanakan itu memberikan pengaruh yang meyakinkan terhadap perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran dan hasil belajar siswa atau tidak. 4. Refleksi (Reflection) pada komponen ini, guru mengkaji dan

mempertimbangkan secara mendalam tentang hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan itu dengan mendasarkan pada berbagai kriteria yang telah dibuat. Berdasarkan hasil refleksi ini, guru dapat melakukan perbaikan terhadap rencana awal yang telah dibuatnya jika masih terdapat kekurangan sehingga belum memberikan dampak perbaikan dan peningkatan yang meyakinkan.2

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik dan alat pengumpul data yang tepat dapat memungkinkan diperolehnya data yang obyektif. Di bawah ini peneliti akan menguraikan beberapa teknik penelitian yang digunakan sebagai cara yang ditempuh untuk mengumpulkan data, Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tes Hasil Belajar

Tes diartikan sebagai sejumlah pertanyaan yang membutuhkan jawaban, atau sejumlah pernyataan baik Pre test di saat awal sebelum pembelajaran dimulai. Post Test yang dilaksanakan di akhir siklus, yang harus diberikan tanggapan dengan tujuan mengukur tingkat kemampuan seseorang atau mengungkap aspek tertentu dari orang yang dikenai tes. Tes hasil belajar dalam penelitian ini adalah


(59)

pertanyaan-pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes yang berfungsi untuk mengetahui seberapa besar peningkatan hasil belajar Ekonomi pada siswa Kelas XI dalam proses pembelajaran dibuktikan dengan nilai dari tes.

2. MetodeObservasi(pengamatan)

Observasi adalah cara dan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang ada pada objek penelitian. Observasi yang digunakan pada penelitian ini adalah observasi terhadap keaktifan dan kerjasama siswa dalam berdiskusi secara sistematis yang dilakukan pengamat pada saat pembelajaran berlangsung dengan menggunakan pedoman lembar observasi sebagai instrumen pengamatan. Observasi, secara umum dapat diartikan secara menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dengan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan. Observasi yaitu pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian. Adapun yang di observasi adalah : Aktifitas Guru, Aktifitas siswa, dan Proses Kegiatan Belajar Mengajar di dalam kelas.

Dalam penelitian ini peneliti melakukan pengamatan langsung terhadap subjek dan obyek penelitian. Adapun yang diamati dalam penelitian ini yaitu: a. Ruang / tempat

Dalam hal ini peneliti mengamati ruang atau gambar untuk dicatat atau digambar.

b. Pelaku Kegiatan

Peneliti mengamati ciri pelaku yang ada diruang atau tempat, dalam hal ini pelaku adalah Aktifitas Guru Ekonomi dan Aktifitas Siswa SMAIT YAPIRA, serta proses kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan strategi mastery


(60)

learningdalam pembelajaran ekonomi. c. Benda (Alat)

Peneliti mencatat semua benda atau alat yang digunakan oleh pelaku (guru dan siswa) untuk berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan kegiatan pelaku dalam Catatan Lapangan (Field Notes)

d. Waktu

Peneliti mencatat setiap tahapan-tahapan waktu dari sebuah kegiatan Penelitian Tindakan Kelas berlangsung. PTK ini dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus, setiap siklusnya terdiri dari 2 (dua) kali pertemuan.

e. Peristiwa

Peneliti mencatat peristiwa-peristiwa yang terjadi selama kegiatan berlangsung. Antusiasme, sikap, perilaku, motivasi, keaktifan siswa dalam berdiskusi, keaktifan bertanya, memberi pemecahan masalah dalam diskusi f. Tujuan

Peneliti mencatat tujuan dari setiap kegiatan-kegiatan yang ada. Yang menjadi tujuan penelitian ini adalah “Ketuntasan” tercapainya Standar Kompetensi (SK) dan peningkatan hasil belajar siswa.

g. Aktifitas, Sikap dan Perilaku Siswa

Peneliti mencatat perubahan-perubahan yang terjadi pada setiap peserta sikap, perilaku,motivasi, antusiasme eaktifan dalam berdiskusi, kerjasama tim, dan aktifitas siswa dalam kegiatan belajar mengaar, baik dalam bahasa verbal maupun non verbal yang berkaitan dengan perasaan, motivasi atau emosi.

3. MetodeInterview(Wawancara)

Wawancara di sini adalah wawancara secara langsung dengan guru Ekonomi di SMAIT YAPIRA yang memegang peranan penting dalam pelaksanaan pengajaran terutama dalam penerapan pembelajaran mastery

learning (belajar tuntas). Wawancara digunakan untuk menggali data tentang


(61)

learning(belajar tuntas).

Wawancara yaitu pengumpulan data berbentuk pengajuan pertanyaan lisan. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondenya sedikit/kecil. Wawancara yaitu suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan bertanya sepihak dan dari jawaban yang diberikan responden kepada pewawancara untuk dijadikan informasi melalui pedoman wawancara. Adapun yang diwawancara adalah siswa Kelas XI SMAIT YAPIRA Kabupaten Bogor sebelum dan setelah tindakan.

4. Catatan Lapangan(Field Notes)

Cara pengumpulan data dengan menghimpun data-data primer dan skunder, serta catatan-catatan peristiwa, kejadian, kendala-kendala, aktifitas guru dan siswa pada saat pembelajaran berlangsung di dalam kelas dan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti di lapangan.

5. Studi Dokumentasi

Menghimpun bahan-bahan keterangan (data) dan fakta yang dilakukan dengan mengadakan kajian literasi dan studi dokumentasi dengan pencatatan secara sistematis terhadap data-data yang dapat dijadikan dokumen pendukung dalam penelitian. Metode ini digunakan untuk mencari data dari berbagai benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan, catatan harian, dan sebagainya, sehingga dapat dijadikan sebagai informasi untuk melengkapi data-data primer maupun sekunder. Dari sumber data tersebut, peneliti dapat memanfaatkan untuk menguji dan manafsirkan berbagai hal yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran Ekonomi di SMA YAPIRA Medang Kab. Bogor dengan menggunakan pendekatanmastery learning.


(1)

PROFIL SEKOLAH

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM RAUDHATUT TAUHID (YAPIRA)

SMA IT YAPIRA

Dodih Damhudi, S.Pd. Muhamad Rizki, S.Pd

Ahmad Faruq, S.Pd.I. Pendidikan Agama Islam (PAI) & BUDIPEKERTI Dodih Damhudi, S.Pd. MATEMATIKA

Gustina Aida Puteri, S.Pd. SEJARAH

Rohayati, S.Pd. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan(PPKN) Indryani Marta Puspita, S.Pd FISIKA

Jamal Abdullah, S.Pd.I. FISIKA Cecep Sutendi, S.E. A. Geografi

B. Ekonomi Yudho Ariyoko, S.Pd.I. Bahasa Inggris Haris Muhamad Rijal,

S.Pd.I. A. Pendidikan Jasmani Olahraga danKesehatan (PJOK) B. Sosiologi

Sari Meilia, S.S Bahasa Indonesia Linda Rusdiana, S.Pd Matematika

Annisa, S.Pd.I. A. Biologi B. PLH Titis Maretyaning W, S.Si. Kimia

Akhmad Tarmuji, S.Kom. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Ahmad Bachtiar Rifai,S.Si A. Bahasa Arab

B. Pendidikan Agama Islam (PAI) & Budi Pekerti


(2)

Wahyudin Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) Ilmi Suciana, S.Pd.I Ekonomi

Muhamad Rizki, S.Pd Prakarya & Kewirausahaan (Kwh) Dora Sahertian, S.Pd. Sosiologi

Yunanto Guntomo, S.Pd Matematika

Suheri, S.S Bahasa Indonesia Marwan Khan, S.Pd. PMR


(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh penggunaan strategi mastery learning terhadap hasil belajar IPS siswa Mts Al-Khairiyah tegal parung jakarta selatan tahun ajaran 2014/2015

1 14 146

PENERAPAN METODE BELAJAR TUNTAS (MASTERY LEARNING) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA Penerapan Metode Belajar Tuntas (Mastery Learning) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Ipa Pada Siswa Kelas V Sd Negeri Pajang III Laweyan Surakarta.

0 1 15

PENERAPAN METODE BELAJAR TUNTAS (MASTERY LEARNING) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA Penerapan Metode Belajar Tuntas (Mastery Learning) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Ipa Pada Siswa Kelas V Sd Negeri Pajang III Laweyan Surakarta.

0 1 16

PENERAPAN METODE BALAJAR TUNTAS ( MASTERY LEARNING) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MENULIS KARANGAN Penerapan Metode Balajar Tuntas ( Mastery Learning) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Menulis Karangan Bahasa Indonesia Kelas IV SD Negeri Sambirejo 4 Ta

0 0 16

PENERAPAN METODE BELAJAR TUNTAS (MASTERY LEARNING) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MENULIS KARANGAN BAHASA Penerapan Metode Balajar Tuntas ( Mastery Learning) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Menulis Karangan Bahasa Indonesia Kelas IV SD Negeri Sambire

0 0 16

PENINGKATAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI BELAJAR TUNTAS (MASTERY LEARNING) Peningkatan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika melalui belajar tuntas (mastery learning) berbasis tutor sebaya pada pokok bahasan aritmatika so

0 2 17

7.PEMBELAJARAN TUNTAS 18022008

0 0 10

Strategi Penerapan e Learning Tahap Pere

0 0 20

Standar Kompetensi Lulusan dan Model Pen

0 1 19

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI BELAJAR TUNTAS (MASTERY LEARNING) TERHADAP PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 1 SURANENGGALA - IAIN Syekh Nurjati Cirebon

0 0 17