commit to user
Manajemen pendidikan dalam sebuah satuan pendidikan disebut sebagai manajemen sekolah School Management, yang merujuk pada proses kerja
manajerial dalam rangka mengkoordinasikan dan mengintegrasikan semua sumber daya yang ada. Baik manusia, material, fasilitas, atau teknikal dalam
rangka penyelenggaraan pendidikan. Subtansi manajemen sekolah meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan atau pengendalian yang bermuara
pada satu kegiatan inti yaitu proses pendidikan anak didik. Manajemen sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kualitas pendidikan. Manajemen sekolah secara langsung akan mempengaruhi dan menentukan efektif tidaknya kurikulum, berbagai peralatan belajar, waktu
mengajar, dan proses pembelajaran. Dengan demikian, upaya peningkatan kualitas pendidikan harus dimulai dengan pembenahan manajemen sekolah,
disamping peningkatan kualitas dan pengembangan sumber belajar.
3. Tinjauan Manajemen Berbasis Sekolah MBS a.
Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah MBS
Secara umum, Manajemen Berbasis Sekolah MBS dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada kepala
sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah guru, siswa, kepala sekolah, karyawan
orang tua siswa, dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.
Suatu definisi MBS yang dikemukakan oleh Larry Kuehn dalam ERIC Clearinghouse on Educational Management” mengatakan bahwa nama untuk
Manajemen Berbasis Sekolah MBS sebagai terjemahan dari School Based Mangement SBM dapat didefinisikan sebagai suatu proses kerja komunitas
sekolah dengan cara menerapkan kaidah-kaidah otonomi, akuntabilitas, partisipasi, dan sustainabilitas untuk mencapai tujuan pendidikan dan
pembelajaran secara bermutu. Sudarwan Danim, 2006: 33. Berdasarkan rumusan tersebut maka terkandung beberapa maksud
mengenai manajemen berbasis sekolah adalah sebagai berikut:
commit to user
1 Manajemen lokal sekolah local management of school atau otonomi
sekolah secara lokal locally-autonomous schools, dimana sekolah memiliki otonomi pengelolaan pada tingkat kompleks building level atau
kompleks sekolah. Program internal sekolah dirancang dan dimplementasikan sendiri sesuai
dengan potensi yang dimiliki dan yang mungkin diakses oleh lembaga. 2
Pembagian kewenangan dalam pembuatan keputusan shared decision making, dimana Dinas Diknas melimpahkan sebagian kewenangannya
selama ini ketingkat sekolah, baik secara langsung maupun melalui komite Sekolah.
3 Pengelolaan sekolah secara mandiri self-managing Schools. Sekolah
memiliki kewenangan mengelola diri dalam lingkup yang cukup luas untuk menyusun perencanaan, program, penganggaran, dan implementasi.
4 Sekolah dengan penentuan pengelolaan secara mandiri self-determining
school. Sekolah memiliki kewenangan untuk ”menentukan nasib sendiri”, dimana sekolah memiliki kewenangan untuk mandiri atau menentukan
nasib sendiri misalnya mengenai standar prestasi, program unggulan, muatan lokal, kalender belajar, program-program khusus, dan sebagainya.
5 Manajemen sekolah yang bersifat partisipatori school participatory
management, tempat untuk dapat menciptakan kondisi sekolah yang efektif diperlukan partisipasi semua komunitas sekolah.
6 Devolusi devolution, berupa perubahan pengelolaan sekolah dari banyak
yang tergantung pada instansi di atasnya menjadi dikelola dengan kemandirian tertentu sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan komunitas
sekolah dan masyarakat sekitarya. 7
Desentralisasi pengelolaan sekolah school decentralization, yaitu meski sekolah merupakan sub sistem dan sistem pendidikan nasional sebagian
program yang selama ini banyak dipandu dari instansi di atasnya dikelola dengan cara didesentralisasikan atau dilaksanakan secara mandiri.
8 Restrukturisasi sekolah restructured schools, yaitu perubahan struktur
sekolah dari tidak lebih sebagai perpanjangan tangan unit birokrasi di
commit to user
atasnya ke lembaga akademik yang tidak terlalu diikat oleh kaidah-kaidah kerja birokrasi pendidikan.
9 Sekolah berbasis swakelola atau penyelenggaraan sekolah secara mandiri
self goverming, dimana sebagian program sekolah ini direncanakan,
didanai, dilaksanakan,
dan dievaluasi
sendiri keberhasilannya.
Menurut Sudarwan Danim 2006: 34, ”MBS didefinisikan sebagai desentralisasi kewenangan pembuatan keputusan pada tingkat sekolah”. Dimana,
pembuatan keputusan merupakan inti dan keseluruhan proses dan substansi tugas dari manajemen sekolah. Lebih lanjut Lori Jo Oswald dalam Sudarwan Danim
2006: 35 mengatakan ”School-based management can be defined as the decentralization of decision-making authority to the school site”.
Sedangkan menurut Mulyasa 2005: 24, ”MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah perlibatan
masyarakat dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional”. Definisi lain mengenai MBS menurut Malik Fajar 2005: 77, ”MBS
merupakan bentuk altematif sekolah dalam melakukan program desentralisasi di bidang pendidikan, yang ditandai dengan otonomi luas di tingkat sekolah,
partisipasi masyarakat yang tinggi tanpa mengabaikan kebijakan pendidikan nasional”.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa MBS adalah desentralisasi kewenangan pembuatan keputusan di tingkat sekolah yaitu dengan memberikan
otonomi luas di tingkat sekolah perlibatan masyarakat dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Sekolah diberikan kebebasan, kekuasaan, dan keleluasaan
yang disertai dengan tanggung jawab dalam mengelola sumber daya dan sumber dana sesuai dengan prioritas kebutuhan sekolah dengan mengakomodasi seluruh
kebutuhan masyarakat setempat.
b. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah MBS