IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH ( MBS ) DALAM UPAYA PENINGKATAN MUTU SEKOLAH DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) NEGERI 2 SURAKARTA TH. 2008 2009

(1)

IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH ( MBS ) DALAM UPAYA PENINGKATAN MUTU SEKOLAH DI SEKOLAH MENENGAH

KEJURUAN (SMK) NEGERI 2 SURAKARTA TH. 2008/2009

Diajukan Guna Mendapatkan Gelar Sarjana Pada Program Pendidikan Teknik Bangunan

Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan

Oleh :

SARIYANTO

NIM: K 1504037

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010


(2)

commit to user

ii

IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH ( MBS ) DALAM UPAYA PENINGKATAN MUTU SEKOLAH DI SEKOLAH MENENGAH

KEJURUAN (SMK) NEGERI 2 SURAKARTA TH. 2008/2009

Oleh:

SARIYANTO

NIM: K 1504037

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Teknik Sipil/ Bangunan Jurusan Pendidikan

Teknik dan Kejuruan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010


(3)

commit to user

iii

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Pendidikan Teknik Sipil/ Bangunan Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta pada :

Hari :

Tanggal :

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I

Drs. Suradji, M. Pd. NIP. 19511013 197803 1 002

Pembimbing II

Taufiq Lilo Adisucipto, S.T, M.T. NIP. 19760618 200003 1 001


(4)

commit to user

iv

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan

Pada hari : Tanggal :

Tim Penguji Skripsi :

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Agus Efendi, M.pd. ...

Sekretaris : Ernawati Sri Sunarsi, S.T,M.Eng. ...

Anggota I : Drs. Suradji, M. Pd. ...

Anggota II : Taufiq Lilo Adisucipto, S.T, M.T. ...

Disahkan Oleh

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP. 19600727 198702 1 001


(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Sariyanto. IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) DALAM UPAYA PENINGKATAN MUTU SEKOLAH DI SMKN 2 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2008/2009. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Desember 2009

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) Implementasi manajemen berbasis sekolah (MBS) di SMK N 2 Surakarta tahun ajaran 2008/2009, (2) Proses penyusunan program sekolah dalam konteks MBS di SMK N 2 Surakarta, (3) Seberapa besar implementasi manajemen berbasis sekolah (MBS) dapat meningkatkan mutu pendidikan di SMK Negeri 2 Surakarta.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan strategi penelitian tunggal terpancang. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah informan, tempat dan peristiwa, serta dokumen. Teknik sampling yang digunakan adalah Purposive sampling. Teknik pengumpulan data adalah dengan observasi, wawancara dan analisis dokumen. Validitas data menggunakan trianggulasi data. Sedangkan data dianalisis dengan model interaktif yang terbagi dalam pengumpulan data, reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa :

(1) Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SMK N 2 Surakarta tahun ajaran 2008/2009 mencakup komponen – komponen terhadap sekolah itu sendiri. Terdapat tujuh komponen sekolah yang dikelola dengan baik dalam rangka MBS yaitu (a) pengelolaan kurikulum dan program pengajaran, (b) pengelolaan tenaga kependidikan, (c) pengelolaan kesiswaan, (d) pengelolaan keuangan, (e) pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan, (f) pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat (g) pengelolaan pelayanan khusus lembaga pendidikan. (2) Proses penyusunan program sekolah dalam konteks MBS di SMK N 2 Surakarta mengedepankan adanya komunikasi terbuka dan pengambilan keputusan bersama dalam memutuskan suatu kebijakan sekolah. (3) Implementasi Manjemen Berbasis Sekolah di SMK N 2 Surakarta terbukti memberikan pengaruh terhadap peningkatan mutu pendidikan, hal tersebut dapat dilihat dari input, proses, dan output pendidikan.


(6)

commit to user

vi MOTTO

“Jadikan sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang – orang yang khusuk, (yaitu) orang – orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan

kembali kepadanNya.” ( Q.S. Al Baqarah : 45-46)

“Dan tuhanmu berfirman, berdo’a lah kepadaKu, niscaya akan Ku perkenankan bagimu.” (Q.S. Al Mukmin : 60)

”Ilmu adalah Senjataku, Sabar adalah Pakaianku, Yakin adalah Kekuatanku, Kejujuran adalah Kemenanganku, Taat adalah Kecintaanku, Sholat adalah

Kebahagiaanku.” (Suri Tauladan Rasulullah Saw)

Sesungguhnya Allah Swt tidak akan merubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.

(Qs. Arro’ad : 11)

Sesunguhnya Sesudah Kesulitan itu ada Kemudahan. (Qs. An Nashr)


(7)

commit to user

vii

PERSEMBAHAN

Dengan segenap cinta penulis mempersembahkan karya ini untuk:

1. Ayah Alm. dan Ibu tercinta. 2. Kakak dan Adikku tercinta

3. Saudara – saudaraku di Jogja, Klaten, Jakarta.

4. Teman Seperjuangan PTB angkatan 2004.

5. Teman – teman karawitan UPKD FKIP UNS


(8)

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Segala Puji Kehadirat Allah Swt atas Segala Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulisan Skripsi ini dapat diselesaikan oleh penulis dalam rangka meyelesaikan studi untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Pendidikan Teknik Sipil/ Bangunan Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak sekali meneriama bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin meyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Drs. Suwachid, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan.

3. Bapak Drs. Ag. Thamrin, M.Pd, M.Si selaku Ketua Program Pendidikan Teknik Sipil/ Bangunan.

4. Bapak Sukatiman, S.T. selaku Pembimbing Akademis penulis. 5. Bapak Drs. Suradji, M.Pd. selaku Pembimbing I yang telah

memberikan arahan, bimbingan serta Ilmu dalam penyusunan skripsi.

6. Bapak Taufiq Lilo Adi Sucipto, ST. MT selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, Ilmu dan masukan dalam penyusunan skripsi.

7. Seluruh Dosen Pendidikan Teknik Sipil/ Bangunan atas ilmu dan bimbingan yang telah diberikan.

8. Kepala Sekolah SMK Negeri 2 Surakarta.

9. Bapak Sigit Susilo, S.Pd. MT atas waktu dan bantuannya di SMK N 2 Surakarta.

10. Keluarga Besar SMK Negeri 2 Surakarta. 11. Ibu yang telah memberikan Do’a dan Dukungan. 12. Seluruh saudara – saudara ku dan Keluarga ku.


(9)

commit to user

ix

13. Sahabat – sahabat ku dan teman – teman ku PTB, PTM, dan teman teman UPKD.

Penulis menyadari akan ketidak sempurnaan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikan agar penulis dapat selalu memperbaiki diri. Akhir kata semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya. Amien.

Surakarta, 26 Juli 2010


(10)

commit to user

x

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PENGAJUAN... ii

PERSETUJUAN ... iii

PENGESAHAN... iv

ABSTRAK ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... ..……...……….. 1

A. Latar Belakang Masalah ... ………..……... 1

B. Identifikasi Masalah . ... 6

C. Pembatasan Masalah ... . 7

D. Perumusan Masalah ………...……… . 7

E. Tujuan Penelitian….. ……… ... 7

F. Manfaat Penelitian…….……… ... 8

BAB II LANDASAN TEORI……...….……… .. 9

A. Tinjauan Pustaka……...………. 9

1. Tinjauan Manajemen……...……… ... 9

2. Tinjauan Manajemen Pendidikan ………… ... 12

3. Tinjauan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ... 13

4. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah ………. 20

5. Penyusunan Program Sekolah dalam Konteks MBS.. 23


(11)

commit to user

xi

7. Tinjauan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ... 27

8. Deskripsi SMK Negeri 2 Surakarta... 30

B. Hasil Penelitian yang Relevan... . 31

C. Kerangka Berfikir.………... ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……...……… .. 35

A. Tempat dan Waktu Penelitian..………...……… 35

B. Bentuk dan Strategi Penelitian..………..……… ... 36

C. Sumber Data...……....………….……… .. 37

D. Teknik Sampling……...……… . 38

E. Pengumpulan Data……..……… ... 38

F. Validitas Data……...……… . 40

G. Analisis Data……..…………..……… .. .40

H. Prosedur Penelitian……..………….……… . 42

BAB IV HASIL PENELITIAN……..……… .. 44

A. Deskripsi Lokasi Penelitian……...……… .... 44

1. SMK Negeri 2 Surakarta………... 44

a. Sejarah Berdirinya SMK Negeri 2 Surakarta…… ... 44

b. Lokasi SMK Negeri 2 Surakarta...……… ... 48

c. Kurikulum yang pernah di Berlakukan di SMK N 2 Surakarta ………....……… ... 49

d. Visi dan Misi SMK N 2 Surakarta………… ... 49

e. Fasilitas SMK N 2 Surakarta……… ... 50

B. Diskripsi Hasil Penelitian………...…..……… ... 50

C. Temuan Studi yang dihubungkan dengan Kajian Teori... . 71

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN……… ... 81

A. Kesimpulan ... 81

B. Implikasi ... 83

C. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA………...……… 85


(12)

commit to user

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Waktu dan Kegiatan Penelitian ... 36

Tabel 2. Kisi – kisi Pedoman Wawancara ... 87

Tabel 3. Struktur Organisasi SMK Negeri 2 Surakarta ... 97

Tabel 4. Struktur Organisasi Bidang Kurikulum ... 98

Tabel 5. Uraian Tugas dan Wewenang (WKS1) ... 99

Tabel 6. Struktur Organisasi Bidang Kesiswaan (WKS 2) ... 101

Tabel 7. Uraian Tugas Bidang Kesiswaan (WKS 2) ... 102

Tabel 8. Struktur Organisasi Bidang Sumber Suber Daya ... 108

Tabel 9. Uraian Tugas dan Wewenang (WKS 3) ... 109

Tabel 10. Struktur Organisasi Bidang Hubungan Industri (WKS 4) ... 112

Tabel 11. Uraian Tugas Jabatan (WKS 4) ... 113

Tabel 13. SMM ISO 9001 : 2000 ... 115

Tabel 14. Struktur Organisasi Tata Usaha SMK N 2 Surakarta ... 117

Tabel 15. Uraian Tugas (Job Discription) Pegawai tata Usaha (PNS) SMK N 2 Surakarta ... 116

Tabel 16. Daftar Pengguna Bengkel dan Ruang SMK N 2 Surakarta . 119

Tabel 17. Jadwal Pelajaran Siang SMK N 2 Surakarta ... 120

Tabel 18. Jadwal Pelajaran SMK N 2 Surakarta ... 121

Tabel 19. Daftar Guru SMK N 2 Surakarta ... 123


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Berfikir... 34 Gambar 2. Proses Analisis Interaktif

(Sumber:H.B. Sutopo, 2002 : 96) ………… ... 42 Gambar 3. Profil Sekolah ... 126 Gambar 4. Gambar Dokumentasi ... 132


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran I Kisi – kisi Pedoman Wawancara ... 87

Lampiran II Pedoman Wawancara ... 89

Lampiran III Arsip dan Dokumen SMK Negeri 2 Surakarta. ... 97

Lampiran IV Profil Sekolah ... 126

Lampiran V Daftar peserta seminar ... 127

Lampiran VI Surat Permohonanan Ijin Menyusun Skripsi Kepada Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan ... 128

Lampiran VII Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan ... 129

Lampiran IX Surat Permohonan ijin Research Dari Dinas Dikpora Kota Surakarta ... 130

Lampiran X Surat Keterangan Telah Selesai Melaksanakan Penelitian/Survey/Pengumpulan data di SMK Negeri 2 Surakarta ... 131

Lampiran XI Gambar Dokumentasi ... 132


(15)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan kecuali dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain manfaat bagi kehidupan manusia di satu sisi perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Permasalahan yang sedang dihadapi di dunia pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas mutu

pendidikan, namun upaya tersebut belum menunjukkan hasil yang

menggembirakan, bahkan masih banyak kegagalan dalam implementasinya di lapangan. Kegagalan demi kegagalan antara lain disebabkan oleh masalah manajemen yang kurang tepat, penempatan tenaga yang tidak sesuai dengan bidang keahlian, dan penanganan masalah bukan oleh ahlinya, sehingga tujuan pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui peningkatan mutu pada setiap jenis dan jenjang pendidikan belum dapat diwujudkan.

Selain itu sedikitnya ada tiga faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini tidak mengalami peningkatan secara


(16)

commit to user

merata. Faktor pertama, kebijakan dan penyelenggaraaan pendidikan nasional menggunakan pendekatan education production fungtion atau input – output

analysis yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa

lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input berupa masukan yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini akan menghasilkan ouput berupa keluaran yang dikehendaki. Pendekatan ini menganggap bahwa apabila input pendidikan seperti pelatihan guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana serta prasarana pendidikan lainnya dipenuhi, maka mutu pendidikan berupa keluaran (output) secara otomatis akan terjadi. Dalam kenyataannya, mutu pendidikan yang diharapkan tidak terjadi, di karenakan selama ini dalam menerapkan pendekatan

education product function terlalu memusatkan pada masukan pendidikan dan

kurang memperhatikan proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan.

Faktor kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratik – sentralistik, sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang – kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Dengan demikian, sekolah kehilangan kemandirian, motivasi dan inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan pendidikan nasional.

Faktor ketiga, peranserta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi masyarakat selama ini pada umumnya lebih banyak bersifat dukungan input yaitu berupa dana pendidikan, bukan pada proses pendidikan (pengambilan putusan, monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas). Berkaitan dengan akuntabilitas, sekolah tidak mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orangtua siswa, sebagai salah satu unsur utama yang berkepentingan dengan pendidikan (stakeholder).


(17)

commit to user

Diskusi tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor masukan pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan. masukan pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam batas - batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan (school resources are necessary but not sufficient condition to

improve student achievement). Disamping itu mengingat sekolah sebagai unit

pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan yang beragam, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya, maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas/mutu pendidikan. Hal ini akan dapat dilaksanakan jika sekolah dengan berbagai keragamannya itu, diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan anak didiknya.

Walaupun demikian, agar mutu tetap terjaga dan agar proses peningkatan mutu tetap terkontrol, maka harus ada standar yang diatur dan disepakati secara Nasional (Benchmarking), untuk dijadikan indikator evaluasi keberhasilan peningkatan mutu pendidikan. Pemikiran ini telah mendorong munculnya pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu pendidikan di masa mendatang harus berbasis sekolah sebagai institusi paling depan dalam kegiatan pendidikan. Pendekatan ini, kemudian dikenal dengan Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah atau istilah yang dipakai sekarang adalah Manejemen Berbasis Sekolah (School Based Management).

Melihat kondisi tersebut, maka untuk merealisasikan Undang – undang Nomor 22 dan 25 tahun 2000 tentang otonomi daerah, yang secara langsung berpengarung terhadap kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan, maka perlu dilakukan manajemen yang tepat dan pengembangan sumber daya manusia sesuai dengan kebutuhan lapangan. Hal tersebut sejalan dengan Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 (UU Sisdiknas), yang menuntut penataan manajemen dalam berbagai jalur dan jenjang pendidikan yang sebelumnya wewenang pusat, maka wewenangnya bergeser pada


(18)

commit to user

sekolah dibawah koordinasi dan pengawasan pemerintah daerah Kota dan Kabupaten.

Perubahan manajemen pendidikan dari manajemen berbasis pusat (sentralistik) menuju manajemen berbasis sekolah (desentralistik) pada dasarnya akan memberikan otonomi lebih besar kepada kepala sekolah untuk menyelenggarakan atau mengatur rumah tangganya sendiri serta diberi

kewenangan untuk membuat keputusan tingkat sekolah, sehingga

kemandiriannya, sekolah lebih berdaya dalam mengembangkan program – programnya yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimilikinya.

Pada konsep MBS, sekolah dituntut untuk ikut terlibat secara aktif dan dinamis dalam rangka proses peningkatan mutu pendidikan yaitu secara mandiri, menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas – prioritas, mengendalikan, dan mempertanggungjawabkan pemberdayaan sumber – sumber, baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Sekolah diberi kebebasan dan kekuasaan yang besar disertai seperangkat tanggung jawab, sehingga dalam pelaksanaan MBS, pendekatan sentralistik masih diperlukan, terutama untuk menentukan kurikulum pendidikan nasional dan menetapkan anggaran agar dapat dicapai kesamaan dan pemerataan standar pendidikan di seluruh wilayah tanah air. Dalam konsep MBS, sekolah harus mampu menterjemahkan dan menangkap esensi kebijakan mikro pendidikan serta memahami kondisi lingkungannya (kelebihan dan kekurangan)

untuk selanjutnya melalui proses perencanaan, sekolah harus

memformulasikannya kedalam kebijakan mikro dalam bentuk program – program prioritas yang harus dilaksanakan dan dievaluasi oleh sekolah yang bersangkutan sesuai dengan visi dan misinya masing – masing. Dalam pengimplementasiannya, sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengelola dirinya berkaitan dengan permasalahan administrasi, keuangan, dan fungsi setiap personel sekolah di dalam kerangka arah dan kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah. Dengan demikian terdapat beberapa fungsi yang didesentralisasikan dimana terdapat pergeseran atau pengalihan kewenangan dari Dinas Diknas ke tingkat sekolah. Manajemen berbasis sekolah merupakan alternatif baru dalam manajemen pendidikan yang lebih menekankan pada kemandirian dalam


(19)

commit to user

memenuhi segala kebutuhan serta kemandirian dalam mengambil keputusan secara pertisipatif dengan melibatkan orang tua siswa. Model ini akan menyerahkan fungsi kontrol yang berada pada pemerintah kepada masyarakat melalui komite sekolah, serta fungsi monitor tetap pada pemerintah. Hal ini memungkinkan adanya kejasama yang erat antara staf sekolah, kepala sekolah, guru, personel lain dan masyarakat dalam upaya pemerataan, efisiensi, efektifitas, dan peningkatan kualitas, serta produktifitas pendidikan. Proses pengambilan keputusan melibatkan seluruh warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang – undangan pendidikan nasional yang berlaku.

Sekolah yang dikelola dengan MBS akan memerlukan dukungan dan partisipasi dari orang tua siswa dan masyarakat. Dukungan yang diperlukan tidak hanya dalam bentuk bantuan keuangan, akan tetapi melalui komite sekolah dan dewan pendidikan ikut merumuskan program – program yang akan dilaksanakan sekaligus mengontrol kegiatan tersebut guna meningkatkan mutu sekolah. Bersama – sama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah harus berbuat keputusan, mengatur segala prioritas ke dalam program – program sekolah. Kepala sekolah harus tampil sebagai koordinator dari sejumlah orang yang mewakili berbagai kelompok yang berbeda dalam masyarakat sehingga tercipta komunikasi terbuka dan pengambilan keputusan bersama dari masing – masing pemegang peran dalam merumuskan suatu kebijakan.

SMK N 2 Surakarta merupakan salah satu SMK di Surakarta yang menerapkan konsep manajemen berbasis sekolah (MBS). SMK N 2 Surakarta tergolong SMK favorit di Surakarta. Dengan MBS diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia serta meningkatkan kepedulian warga dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.

Implementasi MBS di SMK N 2 Surakarta nampaknya cenderung masih mengalami beberapa kendala di lapangan. Persoalan yang muncul adalah kesiapan personil - personil sekolah yang nampaknya belum sepenuhnya memiliki kesiapan untuk melaksanakan inovasi pembaharuan yang akan mengubah pola dan sistem


(20)

commit to user

manajemen sekolah tersebut. Selain itu peran serta orang tua murid yang cenderung belum sepenuhnya berperan aktif untuk ikut dalam perumusan program sekolah. Implementasi MBS menuntut dukungan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas agar dapat membangkitkan motivasi kerja yang lebih produktif untuk meningkatkan mutu pendidikan. Kebijakan dan program - program sekolah yang seharusnya dirumuskan melalui komunikasi terbuka dan pengambilan keputusan bersama nampaknya cenderung masih diwarnai oleh pola kebiasaan lama.

Berdasarkan permasalahan yang di paparkan di atas, disini peneliti tertarik untuk mencoba meneliti tentang Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Dalam Upaya Peningkatakan Mutu Sekolah di SMK Negeri 2 Surakarta Tahun 2008/2009.

B. Identifikasi Masalah

Sehubungan dengan uraian pada latar belakang diatas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Upaya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia nampaknya masih banyak mengalami kegagalan dalam implementasinya.

2. Kebijakan dan program - program sekolah yang seharusnya dirumuskan melalui komunikasi terbuka dan pengambilan keputusan bersama dalam pelaksanaannya ada kecenderungan masih diwarnai oleh pola kebiasaan lama.

3. Adanya keragaman potensi anak didik, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya, maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan mutu pendidikan. 4. Kesiapan personil – personil sekolah di SMK N 2 Surakarta ada kecenderungan belum sepenuhnya memiliki kesiapan untuk melaksanakan inovasi pembaharuan yang akan mengubah pola dan sistem manajemen sekolah tersebut.

5. Selain itu peran serta orang tua murid cenderung belum menampakkan peran aktifnya untuk ikut dalam perumusan program sekolah.


(21)

commit to user

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan untuk mengarahkan jalanya penelitian, maka pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SMK Negeri 2 Surakarta. Meliputi manajemen kurikulum dan program pengajaran, manajemen tenaga kependidikan, manajemen kesiswaan, manajemen keuangan, manajemen sarana dan prasarana pendidikan, manajemen hubungan sekolah dan masyarakat, serta manajemen layanan khusus lembaga pendidikan.

2. Proses penyusunan program sekolah di SMK Negeri 2 Surakarta dalam konteks MBS.

3. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam meningkatkan mutu pendidikan di SMK Negeri 2 Surakarta.

D. Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SMK

Negeri 2 Surakarta ?

2. Bagaimanakah proses penyusunan program sekolah di SMK Negeri 2 Surakarta dalam konteks MBS ?

3. Seberapa besar Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat meningkatkan mutu pendidikan di SMK Negeri 2 Surakarta ?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak di capai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SMK Negeri 2 Surakarta.

2. Untuk mengetahui proses penyusunan program sekolah di SMK Negeri 2 Surakarta dalam konteks MBS.


(22)

commit to user

3. Untuk mengetahui seberapa besar Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat meningkatkan mutu pendidikan di SMK Negeri 2 Surakarta.

F. Manfaat Penelitian 1. Teoritis

a. Untuk memperkaya khasanah penelitian di bidang pendidikan khususnya yang berhubungan dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam upaya meningkatkan mutu Sekolah Menengah Kejuruan.

b. Sebagai bahan pembanding, pertimbangan dan pengembangan pada penelitian sejenis untuk masa yang akan datang.

2. Praktis a. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharap dapat dijadikan masukan untuk lebih mendorong keberhasilan program Manajemen Berbasis Sekolah.

b. Bagi Peneliti

Penelitian ini sebagai studi pendalaman tentang Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

c. Bagi Departemen Pendidikan

Sebagai sumbangan pemikiran dalam pengimplementasian program Manajemen Berbasis Sekolah ( MBS ) di masa mendatang .


(23)

commit to user

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Manajemen

a. Pengertian Manajemen

Istilah manajemen berasal bahasa Inggris yaitu “ to manage” yang dalam arti sempit yaitu mengatur dan mengelola, sedangkan dalam arti luas berarti suatu proses mengendalikan usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Jadi

istilah manajemen mengandung pengertian sebagai suatu proses kegiatan (manajer) untuk mengendalikan suatu usaha guna mencapai tujaun yang telah

ditentukan sebelumnya. Menurut Koontz dan weihrich dalam Sudarwan Danim (2006:32) mengemukakan definisi manajemen sebagai “The process of designing

maintaining an environment in Which individuals, working together in groups, efficiently accomplish selected aims.” Lebih lanjut Scanlan dan Key dalam

Sudarwan Danim (2006:32) mendefinisiakn manajemen sebagai proses pengkoordinasian dan pengintegrasian semua sumber, baik manusia, fasilitas, maupun sumber daya tenikal lain untuk mencapai aneka tujuan khusus yang ditetapkan. Menurut Bafadal Ibrahim (2005:1) yang mengutip dari George R. Tery dan Lesis W. Rue bahwa manajemen adalah suatu proses atau langkah kerja yang melibatkan bimbingan atau maksud – maksud yang nyata.

Sedangkan Bafadal Ibrahim (2005:39) mengutip dari Sergiovani, Burlingame, Coombs, dan Thurston (1987) mendefinisikan bahwa manajemen sebagai process of working with through others to accomplish organization goals

efficiencly, yaitu proses keja dengan melalui (mendayagunakan) orang lain untuk

mencapai tujuan organisasi secara efisien. Lebih lanjut menurut Bafadal Ibrahim (2005:39) yang mengutip dari Gorton (1976) mengemukakan bahwa manajemen merupakan metode yang digunakan administrator untuk melakukan tugas – tugas tertentu untuk mencapai tujuan tertentu.


(24)

Dari pengertian di atas dapat diatarik kesimpulan bahwa manajemen merupakan suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan dalam usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, yang didalamnya terdapat upaya untuk mengkoordinasi semua sumberdaya untuk mencapai tujuan tersebut.

b. Tujuan Manajemen

Tujuan merupakan sesuatu yang hendak dicapai oleh setiap manusia, begitu pula dengan manajemen, bahwa keberadaan manajemen memiliki tujuan tertentu. Tujuan manajemen adalah terselenggaranya keseluruhan program kerja secara efektif dan efisien. Adapun tujuan manajemen menurut Sulistyo dkk (2003:3) adalah :

1. Untuk mencapai keteraturan, kelancaran dan kesinambungan usaha, dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2. Untuk mencapai efisiensi, yaitu suatu perbandingan terbaik antara usaha dengan hasil antara input dengan output.

Untuk mencapai tujuan tersebut, manajemen mengambil dua bidang sasaran yaitu: 1. Sumber daya manusia (human resources), bentuk kegitannya berupa memimpin, memotivasi, menjuruskan, menertipkan orang – orang agar aktivitasnya dapat merupakan indikator dicapainya tujuan.

2. Fasilitas (non human resources), bentuk kegiatan berupa upaya untuk menghimpun dan mengendalikan alat – alat, benda – benda, ruang waktu, dan metode kerja yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan.

c. Fungsi – fungsi Manajemen

Fungsi – fungsi manajemen adalah serangkaian aktifitas yang dilakukan manajer dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai pejabat manajemen, baik pejabat manajeman tingkat atas, tingkat menengah ataupun tingkat bawah terlepas dari organisasi besar atau kecil. Jadi fungsi ini merupakan kegiatan yang dilakukan dalam keadaan apa saja, dan oleh siapa saja yang mempunyai predikat


(25)

manajer. Hal ini kiranya tidak mengherankan, karena bagaimanapun sifat yang hendak dicapai organiasasi, corak kegiatan manajemen itu pasti selalu ada. Menurut G.R. Terry (2005:9) fungsi – fungsi manajemen terdiri dari :

1. Planing

Yaitu menentukan tujaun – tujuan yang hendak dicapai selama satu masa yang akan datang dan apa yang harus diperbuat agar dapat mencapai tujuan – tujaun tersebut.

2. Organizing

Adalah pengelompokan dan menentukan berbagai kegiatan penting dan memberikan kekuasaan untuk melaksanakan kegiatan – kegiatan itu. 3. Staffing

Yaitu menentukan keperluan keperluan sumber daya manusia, pengerahan, penyaringan, latihan dan pengembangan tenaga kerja. 4. Motifating

Adalah pengarahan atau penyaluran perilaku manusia kearah tujuan – tujuan.

5. Controlling

Yaitu mengukur pelaksanaan dengan tujuan –tujuan, menentukan sebab penyimpangan – penyimpangan dan mengambil tindakan – tindakan korektif.

Menurut Bafadal Ibrahim (2005:40) yang mengutip dari Gorton (1976) mengidentifikasi fungsi – fungsi manajemen sebagai berikut :

1. identifikasi masalah 2. diagnosis masalah 3. penetapan tujuan 4. pembuatan keputusan 5. perencanaan

6. pengorganisasian 7. pengkoorganisasian 8. pendelegasian 9. penginisasian 10.pengkomunikasian

11.kerja dengan kelompok – kelompok 12.penilaian

Lebih lanjut menurut Bafadal Ibrahim (2005:40) yang mengutip dari sergiovanni dkk (1987) dalam mengemukakan fungsi – fungsi manajemen meliputi perencanaan (planing), pengorganisasian (organizing), pengerahan (leading), dan pengawasan (controling).


(26)

Sekilas apa yang dikemukakan oleh sergiovanni dkk tentang fungsi menajemen berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Gorton. Namun bila dikaji secara seksama, ternyata keduanya sama. Dengan demikian, kedua belas langkah manjemen yang dikemukakan Gorton dapat disederhanakan menjadi empat langkah manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan.

2. Tinjauan Manajemen Pendidikan

Manajemen pendidikan menurut Redja Mudyahardjo (2002:105) adalah studi tentang bagaimana cara-cara yang sebaiknya ditempuh untuk mengatur penyelenggaraan peristiwa-peristiwa pendidikan disebuah satuan pendidikan (pendidikan mikro) atau sebuah satuan agregat satuan-satauan pendidikan (pendidikan makro).

Lebih lanjut Mulyasa (2005:19) yang mengutip dari Gaffar menegaskan bahwa "Manajemen pendidikan merupakan suatu proses kerjasama yang sistematis, sistemik, dan komprebensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional".

Definisi lain mengenai manajemen yang dikemukakan oleh Campell dkk yang dikutip oleh Willem Mantja (2000:92) menyebutkan bahwa "Manajemen pendidikan adalah manajemen kelembagaan yang bertujuan untuk menunjang perkembangan pengajaran dan pembelajaran".

Mulyasa (2004:19) yang mengutip dari Engkoswara (2001:2) mengemukakan bahwa manajemen pendidikan dalam arti seluas – luasnya adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana menata sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara produktif dan bagaimana menciptakan suasana yang baik bagi manusia yang turut serta di dalam mencapai tujuan yang disepakati bersama.

Dari berbagai pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen pendidikan merupakan penerapan hasil berfikir rasional untuk mengorganisasikan kegiatan yang menunjang belajar dan pembelajaran guna mencapai tujuan yang telah disepakati bersama.


(27)

Manajemen pendidikan dalam sebuah satuan pendidikan disebut sebagai manajemen sekolah (School Management), yang merujuk pada proses kerja manajerial dalam rangka mengkoordinasikan dan mengintegrasikan semua sumber daya yang ada. Baik manusia, material, fasilitas, atau teknikal dalam rangka penyelenggaraan pendidikan. Subtansi manajemen sekolah meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan atau pengendalian yang bermuara pada satu kegiatan inti yaitu proses pendidikan anak didik.

Manajemen sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan. Manajemen sekolah secara langsung akan mempengaruhi dan menentukan efektif tidaknya kurikulum, berbagai peralatan belajar, waktu mengajar, dan proses pembelajaran. Dengan demikian, upaya peningkatan kualitas pendidikan harus dimulai dengan pembenahan manajemen sekolah, disamping peningkatan kualitas dan pengembangan sumber belajar.

3. Tinjauan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) a. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Secara umum, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada kepala sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan orang tua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.

Suatu definisi MBS yang dikemukakan oleh Larry Kuehn dalam "ERIC

Clearinghouse on Educational Management” mengatakan bahwa nama untuk

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai terjemahan dari School Based

Mangement (SBM) dapat didefinisikan sebagai suatu proses kerja komunitas

sekolah dengan cara menerapkan kaidah-kaidah otonomi, akuntabilitas, partisipasi, dan sustainabilitas untuk mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran secara bermutu. (Sudarwan Danim, 2006: 33).

Berdasarkan rumusan tersebut maka terkandung beberapa maksud mengenai manajemen berbasis sekolah adalah sebagai berikut:


(28)

1) Manajemen lokal sekolah (local management of school) atau otonomi sekolah secara lokal (locally-autonomous schools), dimana sekolah memiliki otonomi pengelolaan pada tingkat kompleks (building level) atau kompleks sekolah.

Program internal sekolah dirancang dan dimplementasikan sendiri sesuai dengan potensi yang dimiliki dan yang mungkin diakses oleh lembaga. 2) Pembagian kewenangan dalam pembuatan keputusan (shared decision

making), dimana Dinas Diknas melimpahkan sebagian kewenangannya

selama ini ketingkat sekolah, baik secara langsung maupun melalui komite Sekolah.

3) Pengelolaan sekolah secara mandiri (self-managing Schools). Sekolah memiliki kewenangan mengelola diri dalam lingkup yang cukup luas untuk menyusun perencanaan, program, penganggaran, dan implementasi. 4) Sekolah dengan penentuan pengelolaan secara mandiri (self-determining

school). Sekolah memiliki kewenangan untuk ”menentukan nasib sendiri”,

dimana sekolah memiliki kewenangan untuk mandiri atau menentukan nasib sendiri misalnya mengenai standar prestasi, program unggulan, muatan lokal, kalender belajar, program-program khusus, dan sebagainya. 5) Manajemen sekolah yang bersifat partisipatori (school participatory

management), tempat untuk dapat menciptakan kondisi sekolah yang

efektif diperlukan partisipasi semua komunitas sekolah.

6) Devolusi (devolution), berupa perubahan pengelolaan sekolah dari banyak yang tergantung pada instansi di atasnya menjadi dikelola dengan kemandirian tertentu sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan komunitas sekolah dan masyarakat sekitarya.

7) Desentralisasi pengelolaan sekolah (school decentralization), yaitu meski sekolah merupakan sub sistem dan sistem pendidikan nasional sebagian program yang selama ini banyak dipandu dari instansi di atasnya dikelola dengan cara didesentralisasikan atau dilaksanakan secara mandiri.

8) Restrukturisasi sekolah (restructured schools), yaitu perubahan struktur sekolah dari tidak lebih sebagai perpanjangan tangan unit birokrasi di


(29)

atasnya ke lembaga akademik yang tidak terlalu diikat oleh kaidah-kaidah kerja birokrasi pendidikan.

9) Sekolah berbasis swakelola atau penyelenggaraan sekolah secara mandiri

(self goverming), dimana sebagian program sekolah ini

direncanakan, didanai, dilaksanakan, dan dievaluasi sendiri

keberhasilannya.

Menurut Sudarwan Danim (2006: 34), ”MBS didefinisikan sebagai desentralisasi kewenangan pembuatan keputusan pada tingkat sekolah”. Dimana, pembuatan keputusan merupakan inti dan keseluruhan proses dan substansi tugas dari manajemen sekolah. Lebih lanjut Lori Jo Oswald dalam Sudarwan Danim (2006: 35) mengatakan ”School-based management can be defined as the

decentralization of decision-making authority to the school site”.

Sedangkan menurut Mulyasa (2005: 24), ”MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (perlibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional”.

Definisi lain mengenai MBS menurut Malik Fajar (2005: 77), ”MBS merupakan bentuk altematif sekolah dalam melakukan program 'desentralisasi' di bidang pendidikan, yang ditandai dengan otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi tanpa mengabaikan kebijakan pendidikan nasional”.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa MBS adalah desentralisasi kewenangan pembuatan keputusan di tingkat sekolah yaitu dengan memberikan otonomi luas di tingkat sekolah (perlibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Sekolah diberikan kebebasan, kekuasaan, dan keleluasaan yang disertai dengan tanggung jawab dalam mengelola sumber daya dan sumber dana sesuai dengan prioritas kebutuhan sekolah dengan mengakomodasi seluruh kebutuhan masyarakat setempat.

b. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan


(30)

ilmu dan teknologi, yang dinyatakan dalam GBHN. Hal ini dapat dijadikan landasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro, meso, maupun mikro. MBS yang ditandai dengan otonomi sekolah dan perlibatan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Model MBS yang diterapkan di Indonesia adalah MPMBS (Manajemen Peningkatan Mutu. Berbasis Sekolah). Berikut dikemukakan tujuan dari penerapan MBS menurut Depdiknas (2001:4) adalah sebagai berikut :

1) Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.

2) Meningkatkan kepedulian warga dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.

3) Meningkatkan tanggung jawab sekolah, kepala. sekolah, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; dan

4) Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.

Menurut Mulyasa (2005:25) Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah. adalah ”Agar sekolah dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kinerja mutu sekolah, dengan menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat”.

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan, keluwesan, dan sumber daya untuk meningkatkan mutu sekolah. (Eman Suparman, 2001: http://www.depdiknas.go.id).

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa MBS merupakan model pengelolaan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu. Mutu yang dimaksud bukan hanya mutu lulusan yang diwujudkan dalam bentuk prestasi belajar, melainkan juga mutu pelayanan yang diberikan sekolah, mutu proses pembelajaran, mutu masukan dan lain-lain sehingga diharapkan dapat meningkatkan kinerja sekolah dengan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada para pengguna atau masyarakat yaitu penyediaan pelayanan pendidikan secara komprehensif.


(31)

c. Alasan Diterapkannya MBS

Menurut Depdiknas (2001:5) “ MBS diterapkan karena beberapa alasan berikut :

1) Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya, sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.

2) Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.

3) Pengambilan keputusan yang dilakukan sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.

4) Penggunaan sumberdaya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat setempat.

5) Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan sekolah menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat. 6) Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing –

masing kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga dia akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan. 7) Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah –

sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya – upaya inovatif dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat dan pemerintah daerah setempat.

8) Sekolah dapat cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat.

d. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

MBS memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang akan menerapkannya. Dengan kata lain, jika sekolah ingin sukses dalam menerapkan


(32)

MBS, maka beberapa karakteristik MBS perlu dimiliki. Berbicara mengenai karakteristik MBS tidak dapat dipisahkan dengan karakteristik sekolah efektif (effective school). Jika MBS merupakan wadah / kerangkanya, maka sekolah efektif merupakan isinya.

Maka tugas-tugas manajemen sekolah ditetapkan menurut karakteristik dan kebutuhan sekolah itu sendiri. Karakteristik MBS bisa diketahui dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses belajar - mengajar, pengelolaan sumber daya manusia, dan pengelolaan sumber daya dan administrasi.

Menurut Depdiknas (2001:11-20) bahwa karakteristik MBS memuat secara inklusif elemen – elemen sekolah efektif, yang dikategorikan menjadi input, proses dan out put, berikut ini akan di uraikan mengenai karakteristik MBS.

1.) Output yang diharapkan

Output sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan oleh proses pembelajaran dan manajemen sekolah. Pada umumnya, output dapat menjadi dua, yaitu output berupa prestasi akademik. Output prestasi akademik misalnya, NEM, lomba karya ilmiah remaja, dll. Output non – akademik, misalnya keingintahuan yang tinggi, harga diri, kejujuran, kerjasama yang baik, rasa kasih sayang yang tinggi terhadap sesama, toleransi, kedisiplinan, kerajinan, dll.

2.) Proses

a.) Proses belajar mengajar yang efektifitasnya tinggi b.) Kepemimpinan sekolah yang kuat

c.) Lingkungan Sekolah yang Aman dan Tertib d.) Pengelolaan Tenaga Kependidikan yang Efektif e.) Sekolah Memiliki Budaya Mutu.

f.) Sekolah memiliki team work yang kompak, cerdas dan dinamis. g.) Sekolah memiliki kewenangan (Kemandirian).

h.) Partisipasi yang tinggi dari warga sekolah dan mayarakat i.) Sekolah memiliki keterbukaan (Transparansi) Manajemen j.) Sekolah memiliki kemauan untuk berubah (psikologis dan fisik) k.) Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan. l.) Sekolah responsif dan Antisipatif terhadap kebutuhan

m.) Komunikasi yang baik

n.) Sekolah memiliki Akuntabilitas 3.) Input Pendidikan

a.) Memiliki Kebijakan, Tujuan, dan Sasaran Mutu yang Jelas b.) Sumberdaya tersedia dan siap

c.) Staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi d.) Memiliki harapan dan Prestasi yang tinggi


(33)

e.) Fokus pada pelanggan (Khususnya Siswa) f.) Input manajemen

Sedangkan menurut (Nurkolis,2002:http://www.kompas.com/nurkolis.html) mengemukakan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memiliki delapan krakteristik dalam hal :

1) Misi Sekolah

2) Hakekat aktivitas-aktivitas sekolah 3) Startegi-strategi manajemen

4) Penggunaan sumber-sumber daya

5) Perbedaan-perbedaan peran warga sekolah

6) Hubungan antar manusia

7) Kualitas para administrator 8) Indikator-indikator efektivitas

Selanjutnya Menurut Mulyasa (2004:35-37) yang mengutip dari Sand menyatakan bahwa karakteritik dasar MBS adalah sebagai berikut :

1) Pemberian Otonomi Luas Kepala Sekolah

MBS memberikan otonomi atau kebebasan kepada sekolah dalam mengelola rumah tangganya dengan disertai tanggung jawab. Sekolah dapat mengelola sumber daya, mengembangkan strategi dan berhak untuk membuat kebijakan-kebijakan sendiri yang sesuai dengan kondisi setempat dengan tetap berpedoman pada kebijakan nasional. Hal ini membutuhkan dukungan para stakeholder, yang meliputi: pemerintah daerah, komite sekolah (kepala sekolah, guru, orang tua siswa, tokoh masyarakat), serta siswa. Pemberian otonomi yang luas kepada sekolah mempunyai harapan agar sekolah dapat meningkatkan kinerjanya, terutama kinerja tenaga kependidikan dengan menawarkan partisipasi aktif dalam pengambilan keputusan dan tanggung jawab bersama dalam pelaksanaan keputusan yang diambil secara proporsional dan profesional. 2) Partisipasi Masyarakat dan orang Tua

MBS tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya partisipasi aktif dari masyarakat dan orang tua siswa. Dalam MBS terdapat komite sekolah dan dewan. pendidikan sebagai sarana bagi masyarakat dan orang tua siswa untuk ikut berpartisipasi dalam pendidikan yaitu dapat ikut serta merumuskan serta mengembangkan program-program yang dapat meningkatkan kualitas sekolah.

3) Kepemimpinan yang Demokratis dan Profesional.

Kepala sekolah merupakan pimpinan sekolah yang memiliki tugas untuk mengatur dan mengambil keputusan dalam setiap kebijakan. Dalam MBS, seorang kepala sekolah yang berperan sebagai pemimpin bagi warga sekolah dalam mengambil suatu keputusan menggunakan pola buttom-up secara demokratis, sehingga semua pihak memiliki tanggung jawab terhadap keputusan yang telah ditetapkan. Para guru yang ada pada suatu sekolah


(34)

juga merupakan tenaga profesioanal yang turut berperan dalam keberhasilan suatu pendidikan.

4) Team Work yang tinggi dan Profesional.

Program-program sekolah yang telah disusun akan berhasil manakala. dalam pelaksanaannya terdapat adanya kerjasama antar kelompok

(team-work) yang baik. Team work yang ada dalam pelaksannan MBS merupakan

tim yang bekerja secara profesioanal dimana dalam melaksanakan pekerjaan mereka tidak saling menunjukkan kekuasaan serta jasa mereka masing-masing, akan tetapi mereka berusaha memberikan konstribusi terhadap peningkatan mutu pendidikan secara menyeluruh. e. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah

Menurut Mulyasa (2005: 39-53), hal-hal yang paling penting dalam implementasi manajemen berbasis sekolah adalah manajemen terhadap komponen-komponen sekolah itu sendiri. Sedikitnya terdapat tujuh komponen sekolah yang harus dikelola dengan baik dalam rangka MBS, yaitu: kurikulum dan program pengajaran, tenaga kependidikan, kesiswaan, keuangan, sarana dan prasarana pendidikan, pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat, serta manajemen layanan khusus lembaga pendidikan. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut :

1) Manajemen kurikulum dan program pengajaran

Pengelolaan kurikulum mencangkup perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Sekolah diberi kewenangan untuk mengembangkan silabus (memperdalam, memperkaya, memodifikasi), namun telap dalam koridor isi kurikulum yang berlaku nasional. Daerah dan sekolah diberi kebebasan untuk mengembangkan silabus mata pelajaran katerampilan pilihan (muatan lokal).

2) Manajemen tenaga kependidikan

Manajemen tenaga kependidikan (guru dan personalia) mencakup

perencanaan pegawai, pengadaan pegawai, pembinaan dan

pengembangan pegawai, promosi dan mutasi, pemberhentian pegawai, kompensasi, dan penilaian pegawai. Pengelolaan. Ketenagaanterdiri atas analisis kebutuhan, perencanaan, rekruitmen, pengembangan, hadiah

(reward), dan sanksi (punishment), hubungan kerja, sampai evaluasi

kinerja tenaga kependidikan (guru dan non guru) dapat dilakukan oleh sekolah dan daerah sesuai dengan kemampuan masing-masing, kecuali yang menyangkut imbal jasa (gaji), dan rekruitmen pegawai negeri masih ditangani oleh pusat.

3) Manajemen kesiswaan.

Manajemen kesiswaan adalah penataan dan pengaturan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik, mulai masuk sampai dengan keluarnya peserta didik dari suatu sekolah. Manajemen kesiswaan


(35)

bertujuan untuk mengatur berbagai kegiatan dalam bidang kesiswaan agar kegiatan pembelajaran di sekolah berjalan dengan lancar, tertib, dan teratur serta mencapai tujuan pendidikan sekolah. Manajemen kesiswaan memiliki tugas utama yang.perlu diperhatikan antara lain penerimaan murid baru, pengembangan peserta didik, kemajuan kegiatan belajar.

4) Manajemen keuangan

Keuangan dan pembiayaan, merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang efektifitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Dalam implementasi MBS, menuntut kemampuan sekolah

untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi, serta

mempertanggungjawabkan pengelolaan dana tersebut secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah. Pengelolaan keuangan, terutama pengalokasian, dan penggunaan uang sudah sepantasnya dilakukan oleh sekolah di bawah pimpinan dan koordinasi kepala sekolah, karena sekolahlah yang paling memahami kebutuhannya.

5) Manajemen sarana dan prasarana pendidikan

Manajemen sarana dan prasarana pendidikan bertugas mengatur dan menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan kontribusi secara optimal dan berarti pada jalannya proses pendidikan. Kegiatan pengelolaan ini meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan, pengawasan, penyimpanan inventarisasi, dan penghapusan serta

penataan. Pengelolaan fasilitas yang mencangkup pengadaan,

pemeliharaan, perbaikan, dan pengembangan merupakan kewenangan sekolah.

6) Manajemen pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat

Sekolah diberi kebebasan untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat. Kerjasama antar keduanya sangat penting untuk meningkatkan keterlibatan, kepedulian, kepemilikan, dan dukungan operasional baik moral maupun finansial.

7) Manajemen layanan khusus lembaga pendidikan

Manajemen layanan khusus meliputi manajemen perpustakaan, kesehatan dan keamanan sekolah. Manajemen komponen-komponen tersebut merupakan bagian penting dari MBS yang efektif dan efisien.

f. Fungsi – Fungsi yang Didesentralisasikan ke Sekolah

Peningkatan mutu pendidikan di sekolah perlu didukung kemampuan manajerial para kepala sekolah. Sekolah perlu berkembang maju dari tahun ke tahun. Karena itu hubungan baik antar guru perlu di ciptakan agar tercipta iklim dan suasana kerja yang kondusif dan menyenangkan. Demikinan halnya dengan penampilan fisik dan manajemen sekolah perlu dibina agar sekolah menjadi lingkungan pendidikan yang dapat menumbuhkan kreativitas, disiplin,dan semangat belajar peserta didik. Dalam manajemen berbasis sekolah ini diharapkan


(36)

sekolah dapat bekerja dalam fungsi – fungsi yang sudah ditentukan. Menurut Depdiknas (2001:21 - 24) ada beberapa fungsi yang didesentralisasikan kesekolah yaitu :

1) Perencanaan dan evaluasi : sekolah diberi kewenangan untuk melakukan perencaan sesusai dengan kebutuhanya (school – based plan). Sekolah diberi wewenang untuk melakukan evaluasi, khususnya evaluasi yang dilakukan secara internal. Evaluasi ini dilakukan oleh warga sekolah untuk memantau proses pelaksanaan dan untuk mengevaluasi hasil program – program yang telah dilaksanakan.

2) Pengelolaan Kurikulum : berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, sekolah bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi dan proses penyampaiannya. Melalui penjelasan bahwa materi tersebut ada mafaat dan relevansinya terhadap siswa, sekolah harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan melibatkan semua indera dan lapisan otak serta menciptakan tantangan agar siswa tumbuh dan berkembang secara intelektual dengan menguasai ilmu pengetahuan, terampil, memilliki sikap arif dan bijaksana, karakter dan memiliki kematangan emosional. Untuk melihat proses pencapain kurikulum, siswa harus dinilai melalui proses test yang dibuat sesuai dengan standar nasional dan mencakup berbagai aspek kognitif, affektif dan psikomotor maupun aspek psikologi lainnya. Proses ini akan memberikan masukan ulang secara obyektif kepada orang tua mengenai anak mereka (siswa) dan kepada sekolah yang bersangkutan maupun sekolah lainnya mengenai performan sekolah sehubungan dengan proses peningkatan mutu pendidikan.

3) Pengelolaan ketenagaan, mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan, rekrutmen, pengembangan, hadiah dan sangsi (reward and punishment), hubungan kerja, sampai evaluasi kerja tenaga sekolah (guru, tenaga administrasi. Laborat, dsb) dapat dilakukan oleh sekolah, kecuali yang menyangkut pengupahan/imbal jasa rekrutmen guru pegawai negeri, yang sampai saat ini masih ditangani oleh birokrasi diatasnya.

4) Pengelolaan Proses Belajar Mengajar : Sekolah diberi kebebasan dalam memilih strategi, metode, dan teknik – teknik pembelajaran dan pengajaran yang paling efektif, sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, siswa, guru, dan kondisi nyata sumberdaya yang ada di sekolah.

5) Pengelolaan Fasilitas : Pengelolaan fasilitas sekolah sudah seharusnya dilakukan oleh sekolah. Karena sekolah yang paling mengetahui kebutuhan fasilitas sekolahnya.

6) Pengelolaan Keuangan : Pengelolaan keuangan, terutama pengalokasian/ penggunaan uang sepenuhnya dilakukan oleh sekolah. Dikarenakan sekolah yang lebih tau mengenai kebutuhan yang dibutuhkan oleh sekolahnya.


(37)

7) Pelayanan Siswa : Dalam pelayanan siswa sudah sejak lama didesentralisasikan. Namun perlu adanya peningkatan intensitas dan ekstensitasnya.

8) Hubungan Sekolah dan Masyarakat : Esensi hubungan sekolah dengan masyarakat adalah untuk meningkatkan keterlibatan, kepedulian, kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat. Dalam konteks ini hubungan sekolah dan masyarakat sudah didesentralisasikan, oleh karena itu perlu adanya peningkatan intensitas dan ekstensitasnya.

9) Pengelolaan Iklim sekolah (fisik dan Non fisik) yang kondusif – akademik merupakan prasyarat bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif. Iklim sekolah yang kondusif dapat menumbuhkan semangat belajar siswa.

g. Penyusunan Program Sekolah Dalam Konteks MBS

MBS dapat diimplementasikan secara efektis dan efisien apabila didukung oleh beberapa sumber yang esensial, seperti : a) sumber daya yang kompeten dan mempunyai wawasan luas serta dapat tepat waktu sesuai dengan dinamika sosial masyarakat; b) tersedianya informasi yang akurat dan tepat waktu untuk menunjang pembuatan keputusan; c) menggunakan manajemen dan teknologi yang tepat dalam perencanaan; d) tersedianya dana yang memadai untuk menunjang pelaksanaan. Melalui MBS sekolah memiliki otonomi dalam penyelenggaraan pendidikan dan kewenangan dalam pengambilan keputusan di tingkat sekolah yang terkait langsung dengan kebutuhan – kebutuhan sekolah. Hal ini terkandung maksud bahwa unsur pokok sekolah (constituent) memegang kontrol yang lebih besar pada setiap kejadian disekolah, maka sekolah lebih leluasa dalam menetapkan sasaran peningkatan mutu dan menyusun program sekolah.

Program sekolah merupakan salah satu perangkat terpenting dalam pengelolaan MBS. Program sekolah merupakan alokasi sumber daya sekolah kedalam jadwal waktu yang telah ditentukan sebelumnya, yang disusun oleh sekolah dengan melibatkan seluruh komunitas sekolah. Adapun yang terkandung dalam program sekolah menyangkut visi dan misi sekolah, tujuan sekolah, dan prioritas sekolah yang akan dicapai, serta strategi – strategi untuk mencapainya.

Dalam kaitanya dengan proses penyusunan program sekolah terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu terciptanya komunikasi yang terbuka


(38)

diantara para pemegang peran dan pengambilan keputusan bersama dibawah koordinsi kepala sekolah. Hal ini mengikuti pola buttum-up, yaitu kepala sekolah memberikan wewenang kepada pejabat dibawahnya untuk menyusun program sesuai dengn job description masing – masing, sehingga dalam menetapkan suatu program, kepala sekolah tetap memperhatikan kebutuhan dan aspirasi seluruh komunitas sekolah.

4. Tinjauan Mutu Pendidikan a. Pengertian Mutu Pendidikan

Menurut (Umaedi, 1999 : http://www.ssep.net/director.html) Dalam rangka umum mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa; baik yang tangible maupun yang intangible. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam "proses pendidikan" yang bermutu terlibat berbagai input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif.

Sedangkan menurut (Diknas, 2001:25-26), Secara umum, mutu adalah gambaran karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau tersirat. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan.

Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang di maksud berupa sumberdaya dan perangkat lunak serta harapan – harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses. Input sumberdaya meliputi sumberdaya manusia (kepala sekolah, guru, karyawan, siswa) dan sumberdaya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, dsb.). Input perangkat lunak meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang – undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dsb. Input harapan-harapan berupa visi,misi,tujuan, dan sasaran – sasaran yang ingin


(39)

dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat di ukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.

Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan proses belajar mengajar memiliki tingkat tertinggi dibandingkan dengan proses – proses lainnya.

Proses dikatakan bermutu tingggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan, dsb.) dilakukan secara harmonis, sehingga menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable larning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar – benar mampu memberdayakan peserta didik.

Outoput pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah

adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/prilaku sekolah. Output sekolah dapat dikatakan berkualitas/bermutu tinggi jika prestasi sekolah, khususnya prestasi siswa, menunjukan prestasi yang tinggi.

Sedangkan dalam Sudarwan Danim, (2006 : 53), manajemen sekolah dengan rancangan MBS dipandang berhasil jika mampu mengangkat derajat mutu proses dan produk pendidikan dan pembelajaran. Dalam pengertian umum, mutu mengandung makna derajat keunggulan suatu produk atau hasil kerja, baik berupa barang atau jasa.

Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mengacu pada masukan, proses, luaran dan dampaknya. Mutu masukan dapat dilihat pada dari beberapa sisi. Pertama, kondisi baik atau tidaknya masukan sumber daya manusia, seperti kepala sekolah, guru, laboaran, staf tata usaha, dan siswa. Kedua, memenuhi atau


(40)

tidaknya kriteria masukan material berupa alat peraga, buku – buku, kurikulum, prasarana, sarana sekolah, dan lain – lain. Ketiga, memenuhi atau tidaknya kriteria masukan yang berupa perangkat lunak, seperti peraturan, struktur organisasi, deskripsi kerja, dan struktur organisasi. Keempat, mutu masukan yang bersifat harapan dan kebutuhan, seperti visi, motivasi, ketekunan, dan cita – cita.

Mutu proses pembelajaran mengandung makna bahwa kemampuan sumber daya sekolah mentransformasikan multi jenis masukan dan situasi untuk mencapai derajat nilai tambah tertentu bagi peserta didik. Hal – hal yang termasuk dalam kerangka mutu proses pendidikan ini adalah derajat kesehatan, keamanan, disiplin, keakraban, saling menghormati, kepuasan, dan lain – lain dari subjek selama memberikan dan menerima jasa layanan.

Hasil pendidikan dipandang bermutu jika mampu melahirkan keunggulan akademik dan ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus untuk untuk satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu. Keunggulan akademik dinyatakan dengan nilai yang dicapai oleh peserta didik. Keunggulan ekstrakurikuler dinyatakan dengan aneka jenis ketrampilan yang diperoleh siswa selama mengikuti program ekstrakurikuler. Diluar kerangkan itu, mutu luaran juga dapat dilihat dari nilai – nilai hidup yang dianut, moralitas, dorongan untuk maju, dan lain – lain yang diperoleh anak didik selama menjalani pendidikan.

Mutu sekolah juga dapat dilihat dari tertib administrasinya. Salah satu bentuk tertib administrasi adalah adanya mekanisme kerja yang efektif dan efisien, baik secara vertikal maupun horisontal. Dilihat dari perspektif operasional, manajemen sekolah berbasis MBS dikatakan bermutu jika sumber daya manusia bekerja secara efektif dan efisien.

Menurut Sudarwan Danim (2006,55) yang mengutip dari pendapat Edward Sallis (1993) sekolah yang bermutu bercirikan sebagai berikut :

1. Sekolah berfokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal.

2. Sekolah berfokus pada upaya untuk mencegah masalah yang muncul, dalam makna ada komitmen untuk bekerja secara benar dari awal. 3. Sekolah mempunyai investasi pada sumber daya manusianya.


(41)

4. Swakelola mempunyai strategi untuk mencapai kualitas, baik ditingkat pimpinan, tenaga akademik, maupun tenaga administratif. 5. Sekolah mengelola atau melakukan keluhan sebagai umpan balik

untuk mencapai kualitas dan memposisikan kesalahan sebagai instrumen untuk berbuat benar pada peistiwa atau kejadian berikutnya.

6. Sekolah mempunyai kebijakan dalam perencanaan untuk mencapai kualitas, baik perencanaan jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang.

7. Sekolah mengupayakan proses perbaikan dengan melibatkan semua orang sesuai dengan tugas pokok, fungsi, dan tanggung jawabnya. 8. Sekolah mendorong orang yang dipandang memiliki kreativitas,

maupun menciptakan kualitas, dan merangsang yang lainnya agar dapat bekerja secara berkualitas.

9. Sekolah memperjelas peran dan tanggung jawab setiap orang, termasuk kejelasan arah kerja secara vertical dan horizontal.

10.Sekolah memilik strategi dan kriteria evaluasi yang jelas.

11.Sekolah memandang atau menempatkan kualitas yang telah dicapai sebagai jalan untuk memperbaiki kualitas layanan lebih lanjut.

12.Sekolah memandang kualitas sebagai bagian integral dari budaya kerja.

13.Sekolah menempatkan peningkatan kualitas secara terus – menerus sebagai suatu keharusan.

5. Tinjauan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) a. Pengertian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

Dari berbagai jenis jalur pendidikan tersebut tentulah masing-masing jalur mempunyai tujuan atau arahan tertentu, sesuai dengan bidangnya masing-masing. Begitu juga dengan pendidikan kejuruan, sebagaimana disebutkan dalam UU “No. 2 Tahun 1989 Bab IV Pasal 11 Ayat 3 tentang Pendidikan Nasional yang menjelaskan bahwa “Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu”.

Menurut Soeharto yang mengutip dari (1988:2) Curtis H dan Friedenberg, Joan E berpendapat bahwa “ Pendidikan kejuruan adalah pendidikan, training atau retraining yang mengenai persiapan siswa dalam pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang diperlukan untuk benar - benar bekerja, memperbaharui keahlian dan pengembangan lanjut dalam pekerjaan’’.


(42)

Sedangkan Sukamto (1983:12) menyatakan bahwa:

Pendidikan Kejuruan adalah pendidikan yang menyediakan pengalaman, rangsangan, visual, kesadaran afektif, informasi kognitif dan ketrampilan psikomotrik sedemikian rupa sehingga menunjang proses perkembangan vokasional yang terdiri dari penjajahan, pementapan, dan pelestarian dalam meniti karirnya.

“Pendidikan kejuruan ialah pendidikan pada jenjang menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan” (PP No 29 tahun 1990 Bah I pasal 1 ayal 3).

Sedangkan Suharsimi Arikunto (2003:1) mempunyai pendapat sebagai berikut:

Pendidikan Kejuruan” dapat diklasifikasikan ke dalam jenis pendidikan khusus, karena kelompok pelajaran atau program yang disediakan hanya dipilih oleh orang-orang yang memiliki minat khusus untuk mempersiapkan dirinya bagi lapangan pekerjaan di masa yang akan mendatang. Agar lapangan kerja khusus ini sukses, maka pendidikan kejuruan dimaksudkan untuk menyiapkan tenaga terampil yang di butuhkan di masyarakat.

Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan kejuruan adalah lembaga pendidikan pada jenjang menengah yang menyediakan pengalaman, rangsangan, visual, kesadaran afektif, informasi kognitif dan ketrampilan psikomotrik yang tujuan utamanya adalah untuk mempersiapkan siswannya dalam memasuki lapangan kerja yang sesuai dengan bidang keahliannya di masa yang sistem dan menjadi tenaga terampil yang dibutuhkan masyarakat.

Sekolah menengah kejuruan memiliki perbedaan yang sangat menonjol dengan sekolah umum. Hal ini sesuai dengan pendapat Yenny Aryanti (2002 : 15) yang mengutip dari Sukamto menyatakan, terdapat tujuh aspek yang menjadi ciri khas bagi SMK yaitu:

1) Orientasi Pendidikan

2) Sejalan dengan tujuan SMK yakni menghasilkan lulusan siap kerja, maka orientasi pendidikan bagi sekolah kejuruan adalah pada lulusan yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat pada penampilan lulusan pada saat mereka terjun di dunia kerja.

3) Justifikasi Untuk Eksistensi

4) Ini berarti bahwa pada pada dasarnya ketrampilan yang dibekalkan sekolah kepada para siswanya harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat.


(43)

5) Fokus Kurikulum

6) Kurikulum sekolah diarahkan untuk dapat mengembangkan segala aspek kognisi (pengetahuan), aspek afeksi (tingkah laku), dan aspek

psikomotrik (ketrampilan). Sehingga hal ini dapat melancarkan

proses belajar dan membantu siswa untuk mengahadapi situasi keraja yang sebenarnya.

7) Kriteria Keberhasilan

8) Siswa SMK yang dapat dikatakan berhasil adalah bila mereka memenuhi persyaratan kurikuler di sekolah dan juga memperoleh keberhasilan di dunia kerja sesungguhnya.

9) Kepekaan

10)Pendidikan kejuruan mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap perkembangan yang terjadi di sekelilingnya.

11)Perbekalan dan Logistik

12)Karena lebih banyak bersifat praktik, maka pendidikan kejuruan memerlukan banyak peralatan sarana dan prasarana untuk melancarkan program pendidikannya.

13)Hubungan Masyarakat

14)Mengingat mahalnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam menyelenggarakan pendidikan kejuruan maka sekolah harus membina hubungan baik dengan masyarakat, terutama institusi pasangannya.

Disamping mempunyai ciri - ciri tersebut diatas, SMK juga memiliki arti penting bagi pembangunan bangsa Indonesia. Adapun arti penting pendidikan kejuruan bagi bangsa Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Garis Besar Haluan Negara yang dikutip oleh Yenny Aryanti (2002 : 17) adalah sebagai berikut:

a. Sistem pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan disegala bidang yang memerlukan jenis-jenis keahlian dan ketrampilan serta dapat sekaligus meningkatkan produktifitas, kreativitas, mutu, dan efisiensi kerja. Dalam hubungan ini berbagai tingkat dan jenis pendidikan serta latihan kejuruan dan politeknik, perlu lebih diperluas dan ditingkatkan mutunya dalam rangka mempercepat dipenuhinya kebutuhan tenaga kerja yang cakap dan terampil bagi pembaharuan di segala bidang.

b. Perlu dilanjutkan dan semakin ditingkatkan usaha-usaha pembinaan secara fungsional dan terintegrasi bidang pendidikan umum dan kejuruan dalam rangka tercapainya suatu Sistem pembinaan pendidikan secara nasional, mantap dan terpadu.

Dari kedua hal tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan kejuruan merupakan suatu Sistem pendidikan yang dapat menghasilkan output yang benar-benar telah mempunyai bekal ketrampilan kerja dan mempunyai


(44)

kesiapan dalam menghadapi segala pembaharuan yang terjadi dalam masyarakat di sekitarnya.

b. Tujuan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

Berdasarkan keputusan Mendikbud Rl No. 080/U/I993 tentang kurikulum SMK, tujuan SMK adalah:

1. Menyiapkan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta

mengembangkan sikap profesional.

2. Menyiapkan siswa agar mampu memiliki karier, mampu

berkompetisi dan mampu mengembangkan diri.

3. Meyiapkan tenaga kerja tingkat menengah untuk mengisi kebutuhan dunia usaha atau industri pada saat ini maupun masa yang akan datang.

4. Menyiapkan tamatan agar menjadi warga yang produktif, adaptif dan kreatif.

6. Deskripsi SMK Negeri 2 Surakarta a. Visi SMK Negeri 2 Surakarta

Mewujudkan SMK Negeri 2 Surakarta sebagai SMK yang unggul di Era Global. b. Misi SMK Negeri 2 Surakarta

1) Unggul dalam kepribadian dan pengembangan diri, 2) Unggul dalam ketrampilan dan Teknologi,

3) Unggul dalam kewirausahaan, 4) Unggul dalam kemandirian c. Fasilitas SMK Negeri 2 Surakarta

Sekolah terletak di dalam kota Surakarta di komplek persekolahan / di lingkungan persekolahan, lokasi sangat strategis dan dekat dengan lapangan olahraga Stadion Manahan, sehingga sangat menunjang suasana diklat dan olahraga, luas sekolah 23.150m2. Guna menunjang Pendidikan dan Pelatihan, sekolah mempunyai fasilitas antara lain :

1) Studio Teknik Gambar Bangunan

2) Bengkel Teknik Konstruksi Bangunan 3) Bengkel Teknik Perkayuan


(1)

commit to user

belajar dan mengajar. Serta untuk para pegawai agar mereka dapat melaksanakan tugas dengan tenang dan nyaman.

2. Proses Penyusunan Program dalam Konteks Manajemen Berbasis Sekolah di SMK N 2 Surakarta

a. Komunikasi terbuka

Setiap awal tahun SMK N 2 Surakarta sudah membuat program – program sekolah. Program sekolah disampaikan secara transparan kepada seluruh warga sekolah termasuk didalamnya yaitu orang tua siswa, masyarakat, dan komite sekolah melalui komunikasi terbuka. Komunikasi terbuka ditunjukkan oleh kepemimpinan kepala sekolah yang demokratis yaitu dengan memperhatikan aspirasi dari bawah dengan mengadakan pertemuan dengan warga sekolah, komite, dan wali murid untuk membicarakan program – program sekolah, siapa yang punya ide atau gagasan diberi kesempatan untuk menyampaikannya di forum.

b. Pengambilan Keputusan Bersama

Penyusunan program sekolah dilakukan melalui kelompok kerja dari setiap masing – masing lini melalui rapat bersama. Dalam proses penyusunan program sekolah, sekolah juga memberikan kesempatan kepada seluruh komponen untuk ikut terlibat dalam pengambilan keputusan sesuai dengan proporsinya masing – masing termasuk orang tua siswa, masyarakat, dam komite sekolah.

3. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Sebagai Upaya Peningkatkan Mutu Pendidikan di SMK Negeri 2 Surakarta.

Pelaksanaan manajemen berbasis sekolah di SMK N 2 Surakarta telah

memberikan pengaruh terhadap peningkatan mutu sekolah dalam

penyelenggaraan pendidikan. Berdasarkan pendapat yang disampaikan oleh informan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan manajemen berbasis sekolah di SMK N 2 Surakarta telah memberikan pengaruh terhadap peningkatan mutu sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan. Hal tersebut dapat dilihat dari


(2)

commit to user

segi input SMK N 2 Surakarta tergolong mempunyai bibit yang unggul, serta mempunyai kualitas tenaga pengajar yang berkompeten di bidangnya. Dilihat dari kesiapannya SMK N 2 Surakarta memiliki fasilitas yang mendukung dan sudah memenuhi standar. Penggunaan peralatan mengajar berupa laptop dan LCD di SMK N 2 Surakarta merupakan suatu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Selain itu pelaksanaan manajemen berbasis sekolah di SMK N 2 Surakarta juga berpengaruh terhadap kemandirian sekolah. Kemandirian yang dimaksud adalah sekolah dapat memberdayakan personil – personilnya dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah. Output sekolah juga menunjukkan peningkatan mutu hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan prestasi belajar siswa dari di tiap tahunnya. Selain itu banyak siswa yang sudah di tawari kerja dari pihak industri, dan menjuarai berbagai perlombaan akademik, selain itu SMK N 2 Surakarta juga suadah mendapat standarisasi ISO.

.

B. Implikasi

Berdasarkan kesimpulan yang penulis kemukakan, maka dapat dikaji implikasi teoritis dan implilaksi praktisnya sebagai berikut.

1. Implikasi Teoritis

Berdasarkan temuan studi, maka dapat dikaji secara teoritis bahwa penerapan konsep manajemen berbasis sekolah memberikan pengaruh terhadap peningkatan mutu pendidikan di SMK N 2 Surakarta. Dengan pemberian kewenangan kepada SMK N 2 Surakarta dalam pengelolaan dan pemberdayaan sumber daya sekolah yang tersedia. Kewenangan yang diberikan ke sekolah merupakan suatu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dan kemandirian sekolah. Dalam hal ini sekolah diberi kebebasan dalam mengelola sekolahnya sendiri, hal tersebut dikarenakan sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya, sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.


(3)

commit to user

2. Implikasi Praktis

SMK N 2 Surakarta sudah melaksanakan manajemen berbasis sekolah dengan baik. Namun demikian dalam suatu manajemen sekolah, terutama dalam penerapan manajemen berbasis sekolah di SMK N 2 Surakarta masih terdapat hal – hal yang perlu dibenahi dalam implementasinya . Hal tersebut mengenai Yaitu mengenai pola pikir anak SMK bahwa setelah lulus orientasinya langsung kerja, sehingga untuk segi kognitifnya kurang. Selain itu masih terdapat beberapa hal mengenai kesiapan personil sekolah dalam menjalankan tugas – tugasnya. Dengan mengetahui kendala – kendala tersebut, maka diharapkan pihak sekolah lebih memotivasi peserta didiknya mengenai pentingnya ilmu pengetahuan, serta memberi gambaran yang jelas mengenai kegunaan ilmu yang dipelajari dengan kenyataan hidup yang ada. Kemudian untuk guru diharap lebih kreatif dalam penggunaan media belajar, serta dalam pembuatan silabus adanya deadline dalam pengumpulannya agar dalam proses pembuatan kurikulum baru dapat berjalan lancar.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi yang telah dikemukakan, maka peneliti mempunyai beberapa saran mengenai implementasi manajemen berbsi sekolah sebagai berikut :

1. Bagi Pihak Sekolah

a. Sekolah hendaknya secara kontinyu mengevaluasi terhadap pelayanan yang diberikan terhadap kualitas pelayanan yang diberikan kepada siswanya. b. Kepala sekolah hendaknya lebih aktif untuk mengajak semua komponen

sekolah untuk terlibat dalam pembuatan kebijakan sekolah.

c. Sekolah hendaknya lebih sering mendelegasikan guru dan karyawan untuk mengikuti pelatihan/ diklat – diklat, lokakarya untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan personil sekolah.

d. Kepala sekolah hendaknya dapat membimbing dan mengarahkan

pengembangan kurikulum dan program pengajaran serta melakukan pengawasan dalam pelaksanaannya.


(4)

commit to user

e. Dalam proses pengembangan program sekolah, kepala sekolah hendaknya tidak membatasi diri pada pendidikan dalam arti sempit, ia harus menghubungkan program – program sekolah dengan seluruh kehidupan peserta didik dan kebutuhan lingkungan.

2. Bagi Pihak Guru

a. Guru hendaknya lebih memaksimalkan penggunaan media dan sarana belajar yang ada supaya proses belajar mengajar tidak terjadi kejenuhan. b. Untuk meningkatkan kompetensinya guru hendaknya sering mengikuti

seminar, penataran kompetensi, lokakarya, dan lain sebagainya.

3. Bagi Pemerintah

a. Pemerintah hendaknya melakukan sosialisasi sistem manajemen berbasis sekolah ke sekolah – sekolah di daerah.

b. Pemerintah hendaknya aktif dalam melakukan pemantauan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah secara berkala agar pelaksanaan MBS berjalan lancar.

c. Pemerintah hendaknya memberikan bantuan sarana dan prasarana

pendidikan sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar di sekolah – sekolah daerah.

4. Bagi Komite

a. Komite sekolah hendaknya lebih meningkatkan koordinasinya dengan pihak sekolah.

b. Komite sekolah hendaknya lebih berperan aktif dalam mendukung proses pelaksanaan MBS di sekolah.


(5)

commit to user

DAFTAR PUSTAKA

Bafadal Ibrahim. 2005. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar. Jakarta : Bumi Aksara.

Depdiknas.2001.manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (bukul). Jakarta: Proyek peningkatan Mutu SLTP Jakarta : Tahun 2001.

Departemen Pendidikan Nasional 2006. Undang – undang SISDIKNAS (UU RI

No.20 Th.2003). Jakarta: Sinar Grafika.

Eman, Suparman. 2001. Manajemen Pendidikan Masa Depan.

http://www.depdiknas.go.id/publikasi/Buletin/Pppg tertulis/08 2001/ manajemen pendidikan masa depan.htm.

Enco Mulyasa. 2005. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.

FKIP. 2007. Pedoman Penulisan Skripsi. Surakarta: UNS Press.

HB. Sutopo. 2002 . Metode Penelitian Kualitataf. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Http://www.acehforum.or.id/, 11 November 2007.

Kartini Kartono. 1990. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung : Mandar Maju.

Lexy, J. Moleong. 2007. Metode Pebelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Malik Fajar. 2005. Holistika Pemikiran Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Nurkolis. 2002. Penerapan Manajemen Berbasis sekolah (MBS) di SLTP Negeri 9 Jakarta. http:// www.kompas.com/nurkolis.html.

Redja Mudyahdjo. 2001. Filsafat Ilmu Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdyakarya.

Slamet Widodo.2004. Metodologi Penelitian. Surakarta: UNS Press.

Soeharto.1988. Desain Instruksional: Sebuah Pendekatan Praktis Untuk

Pendidikan Tehnologi dan kejuruan. Jakarta: Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan.

Soekidjo notoadmodjo. 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudarwan Danim. 2006. Visi Baru Manajemen Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara. Suharsimi Arikunto. 1993. Organisasi dan Administrasi Pendidikan Teknik dan


(6)

commit to user

Sulistyo, dkk. 2003. Pengantar Manajemen. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Sukamto. 1983. Pengembangan Pendidikan kejuruan Menyongsong

Pembangunan Jangka Panjang ke – 2. Yogyakarta: Pusat

Pengembangan pada masyarakat IKIP.Yogyakarta.

Supriono, S., & Acdmad, S. 2001. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: SIC. Sutrisno Hadi. 1983. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Fakultas

Psikologi UGM.

Terry, G.R & Leslei W. Rue.2005. Dasar – dasar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.

Umaedi, 1999 : http://www.ssep.net/director.html

Undang –Undang RI No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Umbara.

Undang – Undang RI No. 2 Tahun 1989. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: PT Armas Duta Jaya.

Willem, Mantja. 2000. “ Manajemen Pendidikan Dalam Era Reformasi “ Jurnal

Pendidikan. 7(2), 87 – 96.

Yenny Aryanti.2002. Persepsi Guru Terhadap Implementasi Pendidikan Sistem Ganda. Skripsi. FKIP.UNS.