Pembuatan larutan kontrol negatif Pembuatan larutan kontrol positif

29 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Maserasi dilakukan dengan tingkat kepolaran pelarut meningkat, yaitu maserasi pertama menggunakan pelarut n-heksan nonpolar dilakukan berulang kali sampai hasil bening. Ampas dari sisa maserasi pertama dimaserasi kembali menggunakan pelarut selanjutnya yaitu pelarut etil asetat semi polar dan setelah selesai dengan etil asetat dilanjutkan dengan pelarut metanol polar. Penyaringan hasil maserasi dilakukan selama 3 hari sekali menggunakan kertas saring. Selama proses maserasi, dilakukan pengocokan dengan tujuan untuk memaksimalkan proses penyarian metabolit sekunder dari dalam jaringan rimpang kencur. Jumlah pelarut yang digunakan dalam maserasi ini yaitu n-heksan sebanyak 35 L, etil asetat sebanyak 25 L, dan metanol sebanyak 20 L. Tahap terakhir yaitu pengentalan ekstrak atau penguapan pelarut dengan menggunakan Rotary evavorator. Jumlah ekstrak kental yang dihasilkan yaitu ekstrak fraksi n-heksan sebanyak 927,94 gram, ekstrak fraksi etil asetat sebanyak 232,51 gram, dan ekstrak fraksi metanol sebanyak 115,27 gram. Berdasarkan hasil perhitungan persentasi rendemen untuk fraksi n- heksan yaitu 12,07 , fraksi etil asetat yaitu 3,01 , dan fraksi metanol yaitu 1,4. Persentasi rendemen ini untuk menyatakan perbandingan banyaknya kandungan ekstrak yang dapat terekstrak dengan pelarut kepolaran tertentu terhadap jumlah simplisia awal. Hasil perhitungan rendemen ditunjukkan pada tabel 4.1. Tabel 4.1. rendemen setiap fraksi hasil ekstraksi rimpang kencur No. Berat Simplisia Fraksi Ekstrak Jumlah Ekstrak Kental g Rendemen 1 7,69 Kg n-heksan 927,94 12,07 2 Etil asetat 232,51 3,01 3 Metanol 115,27 1,4 30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.4. Isolasi dan Pemurnian Senyawa

4.4.1. Analisa Awal Ekstrak Menggunakan KLT dan GCMS

Identifikasi menggunakan kromatografi lapis tipis KLT dilakukan untuk mendeteksi keberagaman kandungan senyawa yang terdapat di dalam suatu ekstrak dan kemungkinan kemudahan dari kandungan senyawa tersebut untuk diisolasi. Kromatografi lapis tipis menggunakan dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam terdiri dari silika gel 60 dan fase geraknya merupakan pengembang yang terdiri dari beberapa tingkatan kepolaran. Analisa awal ini menggunakan pengembang dengan perbandingan n-heksan dan etil asetat 4:1 kemudian perbandingan ini bisa dinaikkan jika dibutuhkan. Berdasarkan pola bercak pada plat KLT ini dapat dideteksi keberagaman senyawa yang terdapat dalam setiap fraksi, baik fraksi n- heksan, fraksi etil asetat, maupun fraksi metanol. Standar senyawa yang digunakan yaitu standar etil p-metoksisinamat EPMS. Standar ini digunakan karena EPMS ini ditemukan dalam Kaempferia galanga L. dan merupakan senyawa yang memiliki aktivitas antiinflamasi. Perbandingan hasil KLT dapat dilihat dalam gambar 4.1. A B C D Gambar 4.1. Hasil KLT setiap fraksi dengan eluen n-heksan : etil asetat 4:1 A : Fraksi n-heksan B : Fraksi etil asetat