10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Sortasi basah
Sortasi basah adalah pemilihan hasil panen ketika tanaman masih segar. Sortasi dilakukan terhadap:
a. Tanah dan kerikil b. Rumput-rumputan
c. Bahan tanaman lain atau bagian lain dari tanaman yang tidak digunakan
d. Bagian tanaman yang rusak dimakan ulat dan sebagainya.
3. Pencucian
Pencucian simplisia dilakuakn untuk membersihkan kotoran yang melekat, terutama bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan juga
bahan-bahan yang tercemar pestisida. Pencucian bisa dilakukan dengan menggunakan air Gunawan, 2004.
4. Pengubahan bentuk
Menurut Gunawan 2004, pada dasarnya pengubahan bentuk simplisia adalah untuk memperluas permukaan bahan baku. Semakin luas
permukaan maka bahan baku akan semakin cepat kering. Proses pengubahan bentuk ini meliputi beberapa perlakuan berikut :
a. Perajangan untuk rimpang, daun, dan herbal. b. Pengupasan untuk buah, kayu, kulit kayu, dan biji dipisahkan dari
bonggolnya. c. Pemiprilan khusus untuk jagung, yaitu biji dipisahkan dari
bonggolnya. d. Pemotonga untuk akar, batang, kayu, kulit kayu, dan ranting.
e. Penyerutan untuk kayu.
5. Pengeringan
Menurut Gunawan 2004, proses pengeringan simplisia, terutama bertujuan sebagai berikut :
a. Menurunkan kadar air sehingga bahan tersebut tidak mudah ditumbuhi kapang dan bakteri.
b. Menghilangkan aktivitas enzim yang bisa menguraikan labih lanjut kandungan zat aktif.
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. Memudahkan dalam hal pengolahan proses selanjutnya ringkas, mudah disimpan, tahan lama, dan sebagainya.
Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan : a. Waktu pengeringan. Semakin lama dikeringkan akan semakin kering
bahan tersebut. b. Suhu pengeringan. Semakin tinggi suhunya semakin cepat kering,
tetapi harus diperhatikan daya tahan kandungan zat aktif di dalam sel yang kebanyakan tidak tahan panas.
c. Kelembapan udara di sekitarnya dan kelembapan bahan atau kandungan air dari bahan.
d. Ketebalan bahan yang dikeringkan. e. Sirkulasi udara.
f. Luas permukaan bahan. Semakin luas permukaan bahan semakin
mudah kering.
6. Sortasi Kering
Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami proses pengeringan. Pemilihan dilakukan terhadap bahan-bahan yeng terlalu
gosong, bahan yang rusak akibat terlindas roda kendaraan misalnya dikeringkan di tepi jalan raya, atau dibersihkan dari kotoran hewan
Gunawan, 2004.
2.5. Pemilihan pelarut
Keberhasilan dalam menentukan aktivitas biologis dari material tumbuhan berdasarkan pada pemilihan pelarut yang digunakan dalam
proses ekstraksi. Sifat-sifat dari pelarut dalam ekstraksi tumbuhan terdiri dari toksisitas yang rendah, mudah untuk diuapkan pada suhu rendah,
absorpsi yang cepat pada tumbuhan, memiliki aksi untuk pengawetan, tidak menyebabkan ekstrak menjadi kompleks atau terpisah Tiwari et al.,
2011. Faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut yaitu dalam
banyaknya fitokimia yang diekstrak, kecepatan dalam pengekstraksian, perbedaan dari senyawa yang berbeda yang diekstrak, ekstrak mudah
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditangani selanjutnya, perbedaan dalam penghambatan senyawa yang diekstraksi, toksisitas pelarut dalam proses bioassay, potensi bahaya
kesehatan dari ekstraktan Tiwari et al., 2011.
2.6. Ekstraksi
Menurut Tiwari et al. 2011, keberagaman dari metode ekstrasi biasanya berdasarkan pada:
a. Lamanya periode ekstraksi b. Pelarut yang digunakan
c. pH dari pelarut d. Suhu
e. Ukuran partikel dari jaringan tumbuhan f.
Perbandingan pelarut terhadap sampel Ekstraksi dalam hal farmaseutik merupakan pemisahan bagian
yang aktif secara medisinal dari jaringan tumbuhan dan hewan menggunakan pelarut tertentu melalui prosedur standar. Selama ekstraksi,
pelarut berdifusi ke dalam material padat tumbuhan dan melarutkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang sama Tiwari et al., 2011.
Parameter dasar yang mempengaruhi kualitas dari sebuah ekstrak adalah :
a. Bagian tumbuhan yang digunaka sebagai material awal b. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi
c. Prosedur ekstraksi Keberagaman dalam metode ekstraksi yang berbeda yaitu akan
mempengaruhi kuantitas dan komposisi metabolit sekunder pada sebuah ekstrak yang tergantung pada:
a. Tipe ekstraksi b. Waktu ekstraksi
c. Suhu d. Sifat pelarut
e. Konsentrasi pelarut f.
Polaritas
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.6.1. Prosedur Ekstraksi Tiwari et al., 2011
1. Homogenisasi Jaringan Tumbuhan
Homogenisasi jaringan tumbuhan dalam pelarut telah secara luas digunakan oleh para peneliti. Kering atau basah, bagian tumbuhan digiling
menggunakan blender untuk mendapatkan ukuran partikel yang halus, diekstrak dalam pelarut tertentu, dan dikocok dengan kuat selama 5-10
menit atau dibiarkan selama 24 jam setelah selesai kemudian ekstrak tersebut disaring. Filtrat kemudian diuapkan pelarutnya dan dilarutkan
kembali dalam pelarut untuk menentukan konsentrasi. Beberapa peneliti melakukan sentrifugasi untuk menjernihkan ekstrak.
2. Jenis Ekstraksi
Metode ekstraksi yang telah berhasil yaitu dengan menggunakan kenaikan kepolaran pelarut, dari mulai pelarut non polar heksan sampai
pelarut yang lebih polar metanol untuk menjamin bahwa rentang kepolaran yang luas menyebabkan banyak senyawa yang dikandung dapat
terekastraksi.
a. Ekstraksi Soklet
Beberapa peneliti melakukan ekstraksi menggunakan soklet pada material tumbuhan kering dengan menggunakan pelarut organik. Metode
ini tidak bisa digunakan untuk ekstraksi senyawa yang termolabil, dimana pemanasan yang lama dapat mengakibatkan degradasi dari senyawa.
Ekstraksi menggunakan soklet hanya dibutuhkan jika senyawa yang diinginkan memiliki kelarutan yang terbatas dalam sebuah pelarut dan
senyawa yang diinginkan memiliki kelarutan yang tinggi dalam sebuah pelarut tertentu, dengan syarat filtrasi yang digunakan sederhana dan dapat
memisahkan senyawa tersebut dari kandungan yang tidak larut. Pelarut yang digunakan selalu baru. Metode ini tidak bisa digunakan untuk
senyawa yang termolabil karena pemanasan yang lama mungkin mengakibatkan degradasi dari senyawa.
b. Maserasi
Sampel utuh atau serbuk kasar dari tumbuhan obat dalam maserasi untuk ekstrak cair, dijaga agar kontak dengan pelarut dalam wadah
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tertutup selama periode yang telah ditentukan dengan frekuensi pengocokan sampai zat yang larut dapat terekstraksi. Metode ini paling
cocok untuk senyawa yang termolabil.
c. Dekoktasi
Metode ini digunakan untuk mengekstraksi senyawa dari sampel kasar yang dapat larut dalam air dan stabil setelah melewati proses
pemanasan selama 15 menit, pendinginan, dan penyaringan.
d. Infus
Cara ekstraksi infus ini menghasilkan larutan encer yang mengandung komponen yang mudah larut dalam suhu 90
o
C dari simplisia
.
e. Digesti
Digesti merupakan bentuk maserasi yang menggunakan pemanasan yang hati-hati selama proses maserasi dan merupakan
maserasi dengan pengadukan terus menerus pada temperatur yang lebih tinggi dari
temperatur ruang umumnya 25-30
o
C. Digesti ini adalah jenis ekstraksi maserasi di mana suhu sedang digunakan selama proses ekstraksi
f. Perkolasi
Perkolasi digunakan paling sering untuk kandungan aktif ekstrak dalam sediaan tingtur dan ekstrak cair. Alat yang digunakan yaitu
perkulator. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru
sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar
g. Sonikasi
Prosedur sonikasi meliputi penggunaan ultrasound dengan rentang frekuensi dari 20 kHz sampai 2000 kHZ, ultrasound ini meningkatkan
permeabilitas dari dinding sel dan prosedur kavitasi. Walaupun proses ini berguna dalam beberapa kasus, seperti ekstraksi rauwolfi sebuah akar,
namun penggunaan dalam skala besar terbatas karena biaya yang mahal. Salah satu kerugian dari prosedur ini yaitu efek dari energi ultrasound
pada kandungan aktif tumbuhan obat yang berupa radikal bebas dan berakibat perubahan yang tidak bagus pada molekul senyawa.