yang telah kita peroleh. Melalui interpretasi tersebut kita juga dapat mencari garis hubungan atau kesinambungan data-data yang kita peroleh.
Tahap terakhir adalah Historiografi. Tahap ini adalah langkah akhir dari metode penulisan sejarah. Data-data yang telah didapat dan telah dikritik kemudian
diinterpretasikan maka akan disusun menjadi sebuah penulisan sejarah.
1.6 Jadwal Penelitian
Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5 Bulan 6 Bulan 7
Bab I
Bab II Bab III
Bab IV BabV
Universitas Sumatera Utara
BAB II GAMBARAN UMUM PESANTREN
2.1 Sejarah Berdirinya Pesantren
Pada awal kedatangan bangsa Eropa ke Nusantara, mereka menjumpai bahwa sebagian besar penduduknya beragama Islam. Di wilayah ini juga sudah terdapat
model pendidikan tradisional yang secara umum menekankan pada pendidikan agama Islam. Pendidikan ini berlangsung di langgar, surau dan di mesjid, materi
pelajarannya pun hanya berkisar pada baca tulis Al-Quran. Pendidikan tradisional ini lambat laun berkembang karena langgar, surau ataupun mesjid tidak mampu lagi
menampung jumlah murid yang ingin belajar agama Islam terutama bagi orang- orang yang ingin memperdalam ilmu agama kadangkala mereka menginap di
langgar, surau ataupun mesjid sehingga mereka bisa lebih intensif dalam mempelajari agama Islam
11
. Hal ini kemudian memacu tokoh-tokoh agama atau orang-orang yang perduli pada pendidikan Islam untuk mendirikan sebuah pesantren.
Pada umumnya pesantren adalah milik kyai atau suatu kelompok keluarga. Mereka menyediakan harta kekayaannya dengan maksud menyebarkan ilmunya
kepada orang lain, selain itu ada juga seseorang yang mewakafkan sebagian kekayaannya misalnya berupa tanah kepada kyai untuk dipakai sebagai tempat
pendidikan agama. Wakaf ini bisa berasal dari penguasa, raja atau orang kaya lainnya.
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam formal lanjutan dari pendidikan tradisional di langgar, surau atau mesjid. Pesantren merupakan unsur
1
H. Abuddin Nata, ed, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Grasindo, 2001, hal.23
Universitas Sumatera Utara
penting dari pendidikan Islam namun hanya sedikit yang dapat kita ketahui tentang perkembangan pesantren di masa lalu terutama sebelum Nusantara dijajah Belanda
karena sumber sejarahnya tidak jelas dan sangat kurang. Namun dalam buku Karel A. Steenbrink dikatakan bahwa pesantren telah ada sejak masa Hindu-Budha bahkan
dikatakan bahwa istilah pesantren merupakan istilah dari India bukan dari Arab
22
. Ketika Nusantara dikuasai oleh VOC, kemudian beralih pada pemerintah
kolonial Belanda, mereka membiarkan pondok pesantren berjalan apa adanya. Untuk pendidikan anak-anak mereka, Belanda sangat mengandalkan sekolah-sekolah
Kristen, namun setelah kebutuhan atas tenaga pegawai pemerintahan pemerintah Kolonial Belanda juga menyelenggarakan pengajaran melalui sistem persekolahan,
namun sangat diskriminatif terutama menyangkut penduduk pribumi. Hal ini dapat dilihat ketika masa pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels, pemerintah hanya
memperhatikan perbaikan staats onderways sekolah-sekolah pemerintah sedangkan mohammedans gods dienst onderways pondok pesantren tidak. Karena bagi
Belanda pondok pesantren tidak menguntungkan dan ditakutkan menjadi basis kekuatan dalam menghimpun rakyat untuk melawan penjajah. Banyak hal yang
dilakukan pemerintah kolonial Belanda untuk mematikan pendidikan Islam. Beberapa kebijakan yang mereka buat adalah:
Tahun 1882, pemerintah kolonial Belanda mendirikan Prienterreden pengadilan
agama yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan pesantren.
Tahun 1902, dikeluarkan Ordonansi yang berisi peraturan bahwa guru-guru
agama yang akan mengajar harus mendapatkan izin dari pemerintah setempat.
2
Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, Jakarta: LP3ES, 1994, hal 32
Universitas Sumatera Utara
Tahun 1932, dikeluarkan peraturan yang disebut Ordonansi Sekolah Liar Wilde
school ordonantie, yang berisi tentang kewenangan untuk memberantas dan menutup madrasah atau pesantren yang tidak ada izinnya atau yang memberi
pelajaran yang tidak disukai oleh pemerintah Kolonial Belanda.
33
Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Kolonial Belanda ini sangat menyulitkan pendidikan Islam dalam melebarkan sayapnya. Walaupun
demikian kyai-kyai tidak putus asa dan mendirikan pesantren-pesantren baru secara diam-diam. Tantangan pendidikan Islam tidak hanya terjadi pada masa pemerintahan
Belanda. Pada masa awal Indonesia merdeka pun terjadi demikian, setelah penyerahan kedaulatan pada tahun 1949, pemerintah RI mendorong pembangunan
sekolah umum seluas-luasnya dan membuka luas kesempatan bagi tamatan sekolah umum untuk meduduki jabatan administrasi pemerintahan RI. Dampaknya, pesantren
sebagai pusat pendidikan Islam di Indonesia menurun peminatnya karena anak-anak muda yang dulu tertarik pada dunia pesantren beralih ke sekolah-sekolah umum
karena lebih jelas dan terjamin masa depannya. Perhatian terhadap pesantren mulai muncul lagi pada dekade tahun tahun 50-an tepatnya pada tahun 1955 yaitu ketika
partai NU menempati posisi 4 besar pada pemilu, selain itu pesantren juga melahirkan tokoh-tokoh besar seperti Kyai Haji Hasyim Asyari dll.
4
Pada awalnya pesantren bukanlah semacam sekolah atau madrasah walaupun sekarang ini telah banyak yang mendirikan unit-unit pendidikan klasikal. Berbeda
dengan sekolah atau madrasah, pesantren memiliki pola kepemimpinan, ciri khusus, unsur-unsur kepemimpinan bahkan aliran keagamaan tertentu.
3
Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, hal.47
4
H. Abuddin Nata, op Cit. hal. 50
Universitas Sumatera Utara
Secara historis, Pesantren merupakan lembaga pendidikan Non-formal swasta yang tidak mengajarkan pelajaran umum. Seluruh program pendidikan disusun
sendiri dan pada umumnya bebas dari ketentuan formal. Program pendidikan baik formal maupun informal berjalan di bawah pengawasan seorang kyai. Pada
umumnya pesantren tidak pernah mengeluarkan ijazah bagi para santrinya. Ijazah menurut pesantren sendiri adalah keterampilan dan kecakapan itu sendiri. Dengan
kata lain ijazah adalah pengakuan sekaligus penghargaan langsung dari masyarakat. Karena doktrin inilah biasanya orientasi santri pada awal masuk pesantren tidak
berharap menjadi pegawai negeri. Mereka lebih dipersiapkan untuk berwiraswasta seperti berdagang atau profesi lainnya. Namun, seiring waktu berjalan, banyak para
santri setelah menyelesaikan pendidikan di pesantren ingin melanjutkan ke pendidikan formal dan ingin menjadi pegawai negeri. Menjawab tantangan ini
lambat laun pesantren melakukan pembenahan internal dengan melakukan penyesuaian atau pembaharuan sistem pendidikan seiring dengan tuntutan
perkembangan zaman. Sejumlah pesantren dewasa ini telah mengembangkan sistem pendidikan baru dengan mendirikan “sekolah umum” di lingkungan mereka sendiri.
Dengan demikian pesantren, mengalami modifikasi sedemikian rupa sehingga pesantren tidak lagi menjadi pendidikan yang hanya tertuju pada pendidikan agama
dan identik dengan “kaum sarungan”.
2.2 Unsur-unsur Pesantren 2.2.1 Kyai