Saat ini santri yang ingin belajar pesantren rata-rata dikenakan biaya belajar yang Sejarah Berdirinya Pesantren Darul Arafah

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa dalam perkembangannya pesantren banyak melakukan berbagai pembaharuan dalam rangka menjawab tantangan hidup. Beberapa hal pembaharuan yang dilakukan pesantren adalah sebagai berikut: a. Kyai bukan lagi satu-satunya sumber belajar. Artinya dalam kegiatan belajar- mengajar santri dibekali dengan buku-buku pembaharuan yang ditulis oleh cendikiawan muslim Indonesia maupu dari luar yang telah diterjemahkan. b. Dewasa ini hampir seluruh pesantren menyelenggarakan jenis pendidikan formal, yaitu madrasah, sekolah umum, dan perguruan tinggi. Jenis pendidikan pesantren sendiri sebagai jenis pendidikan non-formal tradisional yang hanya mempelajari kitab-kitab klasik hanya sekitar 1-2 dari keseluruhan kegiatan pendidikan pesantren. c. Seiring dengan pergeseran-pergeseran tersebut santri mebutuhkan ijazah dan penguasaan bidang keahlian atau keterampilan yang jelas maka para santri cenderung mempelajari sains dan teknologi pada lembaga-lembaga pendidikan formal baik di madrasah maupun sekolah umum selain tetap belajar di pesantren untuk mendalami agama dalam rangka memperoleh moral agama.

d. Saat ini santri yang ingin belajar pesantren rata-rata dikenakan biaya belajar yang

relatif lebih murah dari sekolah umum atau swasta dan biaya tersebut sekedar untuk menutupi biaya pengajar, administrasi dsb. 10 2.3 Dari Pesantren Ke Madrasah 2.3.1 Sejarah Madrasah 10 Mastuhu, loc. Cit Universitas Sumatera Utara Pesantren dan madrasah memiliki sejarah yang berbeda. Madrasah sebagai lembaga pendidikan mempunyai sejarahnya sendiri. Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam dalam bentuk formal sudah dikenal sejak abad ke-11 atau ke-12 Masehi, yaitu sejak dikenal adanya madrasah Nidzamiyah yang didirikan di Baqhdad oleh Nizam Al- Mulk, seorang wajir dari dinasti Saljuk. Madrasah ini telah memperkaya khasanah lembaga pendidikan di lingkungan masyarakat Islam karena pada masa sebelumnya Islam hanya mengenal pendidikan yang biasa diselenggarakan di mesjid. Di Timur-Tengah, madrasah kemudian berkembang sebagai penyelenggara pendidikan keislaman tingkat lanjut yaitu melayani orang- orang yang masih haus ilmu sesudah mereka belajar di Mesjid. 11 Kata madrasah sebagai nama lembaga pendidikan agama Islam tidak asing lagi bagi pendengaran masyarakat Indonesia, baik kalangan pelajar, mahasiswa maupun masyarakat umum, akan tetapi tidak diketahui secara pasti sejak kapan madrasah sebagai istilah atau sebutan untuk satu jenis pendidikan Islam digunakan di Indonesia. Namun demikian madrasah sebagai satu lembaga pendidikan Islam berkelas dan mengajarkan sekaligus ilmu-ilmu keagamaan dan non keagamaan sudah tampak sejak awal abad ke-20. Mengingat bahwa saat ini lembaga pendidikan di Indonesia uyang berada di bawah pembinaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada umumnya disebut sekolah, maka kiranya dipandang perlu untuk memberi penjelasan tentang pengertian madrasah dan sekolah untuk membedakan kedua istilah tersebut ditinjau dari segi kelembagaan. Di dalam UU No.2 tahun 1989 tentang pendidikan dinyatakan bahwa sekolah merupakan bagian dari pendidikan yang berjenjang dan berkesinambungan 11 Zuhairini, dkk, op.Cit, hal 56 Universitas Sumatera Utara yang menurut jenisnya terdiri dari atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan keagamaan, pendidikan kedinasan, pendidikan akademik dan pendidikan professional. Istilah madrasah dalam berbagai penggunaannya terdapat bermacam-macam pengertian dan ruang lingkupnya, baik di dalam buku-buku ilmiah maupun di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, pengertian dari arti istilah madrasah tersebut pada hakikatnya adalah sama, yaitu sebagaimana terdapat dalam Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri Agama serta Menteri Dalam Negeri yang mengatur tentang madrasah, yaitu bahwa madrasah merupakan lembaga pendidikan agama Islam yang didalam kurikulumnya memuat materi pelajaran agama dan pelajaran umum, mata pelajaran agama pada madrasah lebih banyak dibandingkan dengan mata pelajaran agama pada sekolah umum. Namun demikian, tidak semua lembaga pendidikan yang berbentuk madrasah menamakan dirinya madrasah karena kadang-kadang ada juga lembaga pendidikan madrasah menamakan dirinya sekolah. Atas dasar hal tersebut, dalam pembahasan selanjutnya lembaga pendidikan yang dikatakan madrasah adalah apabila secara prinsipil keberadaannya sesuai dengan pengertian madrasah tersebut dengan sistem klasikal dan adanya pelajaran pengetahuan umum, walaupun lembaga itu menamakan dirinya sekolah atau dengan nama lain. Pesantren dan madrasah merupakan dua hal yang berbeda, namun dalam perkembangannya sistem pendidikan di pesantren mulai menyamai sistem pendidikan pesantren dengan memisahkan santri-santri ke dalam kelas-kelas tertentu. Perbedaan yang mencolok antara pesantren dan madrasah adalah sistem pondok yang dibebankan kepada santri di pesantren sedangkan murid di Madrasah tidak. Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Tingkatan dalam Madrasah

Madrasah di Indonesia dibagi ke dalam beberapa tingkatan:

1. Madrasah Ibtidaiyah

Kebanyakan madrasah ibditaiyah berstatus swasta dan tersebar di seluruh tanah air. Madrasah ibtidaiyah negeri MIN awalnya berjumlah 205 buah, berasal dari madrasah-madrasah yang semula diasuh oleh Pemerintah Daerah Istimewa Aceh, kemudian diserahkan kepada Departemen Agama oleh Pemerintah Daerah Istimewa Aceh pada tahun 1949 berdasarkan Penetapan Menteri Agama Nomor 1 tahun 1959, 19 buah berasal dari Keresidenan Lampung dan 11 buah berasal dari Sekolah Mambaul Ulum di Keresidenan Surakarta diserahkan kepada Departemen Agama masing-masing dengan Penetapan Menteri Agama No.2 Tahun 1959 dan Penetapan Menteri Agama No.12 Tahun 1959. Kemudian pada tahun 1967, terbuka kesempatan untuk menegerikan madrasah, hingga sampai tahun 1970 dengan diterbitkannya keputusan Menteri Agama Nomor 213 Tahun 1970 tentang larangan penegerian madrasah, maka Madrasah Ibtidaiyah Negeri menjadi 362 buah.

2. Madrasah Tsanawiyah

Seperti Madrasah Ibtidayah, Madrasah Tsanawiyah kebanyakan berstatus swasta, Madrasah Tsanawiyah Agama Islam Negeri MTsAIN semula dimaksudkan sebagai percontohan bagi madrasah swasta. Proses penegerian dimulai pada tahun 1967 berdasarkan Penetapan Menteri Agama Nomor 80 Tahun 1967, sekarang diubah menjadi MTsN. Sampai tahun 1970 MTsN berjumlah 182 buah, Madrasah Tsanawiyah Swasta seluruhnya berjumlah 1.750 buah. Madrasah Tsanawiyah Swasta Universitas Sumatera Utara juga dapat memiliki status terdaftar dan dipersamakan. Pada saat ini seluruh Madrasah Tsanawiyah berjumlah 10.792 buah.

3. Madrasah Aliyah

Madrasah Aliyah negeri pertama kali didirikan melalui proses penegerian berdasarkan SK Menteri Agama Nomor 80 Tahun 1967, yaitu dengan menegerikan Madrasah Aliyah Al-Islam di Surakarta dan kemudian Madrasah Aliyah di Magetan Jawa Timur, Madrasah Aliyah Palangki di Sumatera Barat dan sebagainya. Sampai dengan tahun 1970, seluruhnya berjumlah 43 buah. Jumlah ini tidak bertambah lagi dikarenakan kebijaksanaan yang diambil pemerintah mengingat keterbatasan anggaran dan kurangnya tenaga guru sehingga diterbitkan SK Menteri Agama Nomor 213 Tahun 1970 tentang Penghentian Penegerian SekolahMadrasah Swasta dan Pendirian Penegerian Sekolah-sekolahMadrasah Negeri dalam lingkungan Departemen Agama. Pada saat ini seluruh Madrasah Aliyah berjumlah 3.772 buah 12 . 12 Abdul Rahman Saleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi, Jakarta: P.T Grafindo Persada, 2004, hal. 31 Universitas Sumatera Utara BAB III BERDIRINYA PESANTREN DARUL ARAFAH

3.1 Sejarah Berdirinya Pesantren Darul Arafah

Pesantren Darul Arafah adalah Pesantren yang didirikan oleh Bapak H. Amrullah Naga Lubis yang akrab dipanggil oleh guru dan masyarakat sekitarnya dengan sebutan “Pak Lubis”, namun untuk para santri pak lubis dipanggil dengan sebutan ustad seperti sebutan guru di pesantren Darul Arafah. Pendirian Pesantren ini terinspirasai ketika Pak Lubis mengunjung anaknya yang belajar di pondok pesantren Gontor yaitu Indera Perkasa Lubis. Dalam kesempatan mengunjungi anaknya beliau berbincang-bincang dengan pimpinan pondok pesantren Gontor yaitu K.H Imam Zarkasyi. Dalam perbincangan mereka K.H Imam Zarkasyi mengatakan bahwa dahulu putra Jawa lah yang belajar agama ke Pulau Sumatera namun sekarang putra Sumatera lah yang belajar agama ke pulau Jawa. Selain itu menurut K.H Imam Zarkasyi santri yang berasal dari Sumatera Utara hanya 200 orang saja, jumlah ini terlalu sedikit dibanding jumlah siswa didik Sumatera Utara yang beragama Islam. 1 Dari hasil pengamatan Pak Lubis mengambil suatu kesimpulan bahwa hal ini disebabkan karena faktor ekonomi sebab jauhnya jarak antara Sumatera-Jawa tentunya berpengaruh pada besarnya biaya yang harus dikeluarkan orangtua untuk memenuhi kebutuhan anak mereka selama mereka belajar di Jawa. Keinginan Pak Lubis semakin besar ketika beliau mengetahui bahwa tidak semua anak dari Sumatera bisa belajar di Gontor yang merupakan pesantren favorit pada saat itu karena persyaratan yang cukup ketat. Keinginan yang kuat dari santri yang ingin belajar di Pesantren Gontor inilah yang akhirnya memantapkan tekad pak 1 Panitia Peringatan 1 Dasawarsa Pesantren Darularafah, Satu Dasawarsa Pesantren Darularafah, Refleksi Menyongsong Masa Depan,Medan, 1996, hal1 Universitas Sumatera Utara lubis untuk mendirikan lembaga pendidikan di Sumatera Utara dengan harapan dengan adanya lembaga pendidikan ini murid-murid dari Sumatera Utara tidak lagi jauh-jauh belajar agama ke pulau Jawa. Selain alasan diatas salah satu hal yang menginspirasi Pak Lubis dalam mendirikan pesantren Darul Arafah adalah pesantren Musthofawiyah yang ada di desa Purbabaru, Mandailing Natal. Pesantren ini didirikan sejak tahun 1915 dan merupakan pesantren pertama di Sumatera Utara. Sejarah panjang pendirian pesantren ini melecut semangat Pak Lubis. Dilihat dari sejarah pendiriannya, kedua pesantren ini memiliki persamaan walaupun dalam kurun waktu yang berbeda, namun kedua pesantren ini sama-sama didirikan dalam kondisi dimana penduduk di wilayah tersebut masih sangatlah sedikit dan jauh dari pusat keramaian bahkan pesantren Musthofawiyah pada awal pendiriannya tidak mempunyai tempat khusus dan sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan belajar mengajar agama namun hal tersebut tidak menjadi halangan yang berarti bahkan pesantren Musthofawiyah dapat terus eksis sampai sekarang. Bapak Amrullah Naga Lubis dibantu oleh keluarga dan beberapa guru tamatan pondok pesantren Gontor dan didampingi oleh Bapak Dr. H. M Hasballah Thaib M.A dan Kepala Desa Lau Bekeri Bapak Drs. Cokong Meliala 22 meletakkan batu pertama pembangunan gedung asrama pesantren Darul Arafah pada tanggal 8 Mei 1985 di Desa Lau Bekeri Kecamatan. Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara. Pada mula tujuan pendirian pesantren Darul Arafah adalah untuk melahirkan para ulama yang ahli dalam bidang agama namun setelah umur 4 empat tahun 2 Kepala desa pada tahun 186 Universitas Sumatera Utara yakni sejak tahun 1990, pesantren Darul Arafah melakukan suatu pembaharuan yaitu dengan tidak hanya memprioritaskan ilmu agama saja tapi juga menerapkan ilmu ekonomi dan eksakta sehingga diharapkan santri yang belajar di pesantren setelah tamat tidak hanya bisa melanjutkan pendidikan ke IAIN atau ke universitas yang berbasis jurusan agama tapi juga bisa melanjutkan ke fakultas ilmu-ilmu sosial dan eksakta.

3.2 Lokasi Pesantren Darul Arafah