c. Energi dan perubahannya, meliputi gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya, dan pesawat sederhana. d.
Bumi dan alam semesta, meliputi tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
Pembelajaran IPA di SD membuat siswa untuk menemukan sendiri pengetahuannya mengenai alam sekitar sehingga pembelajaran akan lebih
bermakna untuk siswa itu sendiri. Juga tujuan diajarkannya IPA di SD yaitu agar siswa mengetahui dan meyakini bahwa alam dan seisinya merupakan ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa sehingga siswa akan lebih menghargai alam dengan selalu menjaga dan melestarikannya.
Dapat disimpulkan pembelajaran IPA dalam penelitian ini mengambil materi sumber daya alam, dengan KD 11.2 Menjelaskan hubungan sumber daya
alam dengan teknologi yang digunakan, dan 11.3 menjelaskan dampak pengambilan bahan alam terhadap pelestarian lingkungan.
2.1.5 Teori Belajar yang Mendasari Pembelajaran IPA
2.1.5.1 Teori Belajar Kognitivisme
Haryono 2013: 49-51 mendefinisikan teori kognitivisme merupakan teori yang menguraikan perkembangan kognitif dari bayi hingga masa dewasa. Salah
satu tokoh yang dalam teori ini yang terkenal adalah Jean Piaget, yang telah menyumbangkan banyak pikirannya yang digunakan sebagai rujikan untuk
memahami perkembangan individu. Menurut Piaget dalam Rifa’i dan Anni, 2012: 207 ada empat tahap perkembangan kognitif individu, meliputi:
a. Tahap sensorimotor
: 0-2 tahun
Pada tahap ini bayi menyusun pemahamn indera dan gerakan motorik mereka. Pada tahap ini bayi hanya memperlihatkan pola reflektif untuk beradaptasi
dengan dunia dan menjelang akhir tahap ini bayi akan mennjukkan pola sensorimotorik yang lebih kompleks.
b. Tahap pra operasional
: 2-7 tahun Pada tahap ini anak lebih bersifat simbolis, egosentris dan intuitif, sehinnga
tidak melibatkan pemikiran yang bersifat operasional. Pemikiran pada tahap ini terbagi menjadi dua sub-tahap, yaitu simbolik dan intuitif. Pada tahap ini anak
belum mampu berfikir konseptual tetapi perkembangan kognitif telah dapat diamati.
c. Tahap operasional konkrit
: 7-11 tahun Dalam tahap ini anak telah mampu mengoperasikan berbagai logika, namun
masih dalam bentk benda konkrit. Juga dalam tahap ini anak mampu berpikir secara logis untuk memecahkan masalah yang bersifat konkrit.
d. Tahap operasional formal
: setelah 11 tahun Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir secara abstrak, idealis, dan logis.
Dalam tahap ini kecakapan kognitif mencapai puncak perkembangannya. Individu mampu memprediksi, berpikir mengenai situasi hipotesis, mengenai
hakikat berpikir serta mengapresiasi struktur bahasa dan berdialog. Bergaul, mendebat, dan berdalih adalah sisi bahasa yang dimiliki pada tahap ini yang
merupakan cerminan kecakapan berpikir abstrak dalam atau melalui bahasa. Ciri-ciri teori belajar kognitif menurut Piaget, meliputi:
a. Memfokuskan pada proses berpikir anak, tidak hanya sekedar pada produknya.
b. Pengenalan dan pengakuan atas peranan atau keterlibatan aktif anak dalam
kegiatan pembelajaran c.
Penerimaan perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan. Implikasi dari teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran
adalah: a.
Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru dalam mengajar harus menggunakan bahasa yang sesuia dengan cara
berpikir anak. b.
Bahan yang harus dipelajarai anak hendaknya dirasakan baru, tetapi tidak asing.
c. Berikan peluang agar anak belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
d. Didalam kelas, anak-anak hendaknya diberikan peluang untuk saling berbicara
dan diskusi dengan teman-temannya. Pada jenjang anak usia sekolah dasar, anak masih dalam tahap operasional
konkrit yaitu siswa membutuhkan situasi nyata untuk membangun pengetahuan dan membentuknya menjadi sebuah pemahaman. Berdasarkan pemaparan diatas
teori belajar kognitivisme sesuai dengan penelitian yang peneliti lakukan. Siswa yang pembelajarannya menggunakan model make a match lebih difokuskan pada
proses berfikir anak, baik dalam mencari pasangan dari kartu yang dipegangnya maupun saat diskusi dengan tim penguji. Dengan ini siswa dapat berperan aktif
dalam kegiatan pembelajran.
2.1.5.2 Teori Belajar Kontruktivisme
Teori belajar kontruktivisme memandang bahwa belajar yang baik adalah belajar yang melibatkan peserta didik untuk membangun sendiri pengetahuannya
secara aktif dengan menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Haryono 2013, 51-55 mendefinisikan teori kontruktivisme menekankan bahwa
individu tidak menerima begitu saja ide-ide dari orang lain. Menurut paardigma kontruktivistik, pembelajaran lebih diutamakan untuk membantu peserta didik
dlam menginternalisasi, membentuk kembali, atau mentransformasikan informasi yang baru.
Melalui pendekatan ini, diharapkan peserta didik secara aktif membangun pengetahuannya sendiri berdasarkan “apa yag diketahui peserta didik”. Sedangkan
disini guru berperan sebagai narasumber yang bijak dan berpengetahuan serta berfungsi sebagai sutradara yang mengendalikan proses pembelajaran dan siap
membantu peserta didik apabila ada kemacetan proses pembelajaran atau melantur tanpa arah.
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa teori kontruktivis memandang bahwa pembentukan pengetahuan sepenuhnya persoalan individu itu sendiri. Selain itu,
peranan individu juga sangat penting dalam proses pembentukan ilmu pengetahuan. Teori belajar kontruktivisme sesuai dengan penelitian yang peneliti
lakukan. Implementasi model make a match akan membantu siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri.
2.1.6 Aktivitas Siswa