dicantumkan, ini penting dilakukan untuk membantu kelancaran pemesanan barang dan peramalan biaya pengeluaran.
2.5 Rotasi Bahan Baku
Davis dan Lockwood 1998 mengungkapkan bahwa industri yang bergerak dalam bidang makanan harus memastikan bahwa produk yang
diproduksi selalu dalam kondisi yang terbaik untuk menghindari keracunan makanan dan menghindari bahan baku terbuang dengan percuma. Bahan baku
untuk perusahaan yang bergerak dibidang makanan sebagian besar merupakan bahan yang cepat busuk perishable items untuk iutu perusahaan harus
melakukan prosedur FIFO first in first out. Prosedur ini memastikan bahwa bahan baku yang pertama kali masuk atau diterima di gudang merupakan bahan
baku yang pertama kali digunakan untuk produksi. Personel gudang bertanggung jawab atas penyimpanan barang masuk, harus memastikan bahwa barang yang
masuk disimpan dibelakang barang yang sudah ada. Prosedur pengambilan barang dilakukan dengan mengambil barang yang berada diposisi terdepan dahulu.
2.6 Persediaan
Anoraga 1997 mengungkapkan bahwa persediaan inventory adalah suatu istilah umum yang menunjukan segala sesuatu atau sumber-sumber daya
organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Persediaan ini meliputi persediaan bahan mentah, barang dalam proses, barang
jadi atau produk akhir dan bahan-bahan lain yang menjadi bagian keluaran produk perusahaan.
Sedangkan menurut Assauri 1980 mengatakan bahwa persediaan merupakan aktiva perusahaan yang masih menunggu penggunaannya, baik untuk
keperluan produksi atau penjualan. Persediaan merupakan elemen utama dari modal kerja, atau aktiva yang selalu berputar dan mengalami perubahan.
2.6.1. Manfaat dan Fungsi Persediaan
Manfaat persediaan menurut Leenders 1989 adalah: 1 Fungsi pemutus the decoupling function dalam proses produksi, jika
perusahaan tidak menyimpan persediaan akan terjadi banyak penundaan dan inefisiensi. Sebagai contoh ketika satu aktivitas produksi harus diselesaikan
sebelum aktivitas produksi kedua dimulai, sedangkan perusahaan tidak menyimpan persediaan di antara proses work in process maka kegiatan
produksi bisa terhenti. 2. Menyimpan sumberdaya. Produk pertanian dan seafood sering tergantung oleh
musim dalam pemanenannya atau penangkapannya, tetapi permintaan akan keduanya selalu konstan sepanjang tahun. Pada kasus seperti ini dan kasus lain
yang sama, persediaan bisa digunakan untuk menyimpan sumberdaya. 3. Proteksi terhadap inflasi. Terkadang lebih baik menyimpan investasi dalam
bentuk persediaan tetapi tentu saja harus diperhitungkan biaya pemeliharaan atau penyimpanan persediaan.
4. Ketika suplai dan permintaan yang tidak biasa terjadi, maka persediaan sangat penting khususnya untuk produksi yang penjualannya tergantung pada musim
atau keadaan tertentu.
5. Memanfaatkan diskon kuantitas. Pembelian dalam jumlah besar dapat mengurangi biaya produk, tetapi hal ini tidak selalu menguntungkan.
6. Menghindari kehabisan stok. Bila hal ini sering terjadi maka pelanggan akan lebih senang membeli produk lain untuk memuaskan kebutuhannya.
Sedangkan menurut Assauri 1993 persediaan yang diadakan mulai dari bentuk bahan mentah sampai barang jadi, antara lain berguna untuk :
1. Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya barang atau bahan-bahan yang dibutuhkan perusahaan.
2. Menghilangkan resiko dari material yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan.
3. Untuk menumpuk bahan-bahan yang dihasilkan secara musiman sehingga dapat digunakan bila bahan itu tidak ada di pasaran.
4. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan atau menjamin kelancaran arus produksi.
5. Mencapai penggunaan mesin optimal. 6. Memberikan pelayanan service kepada pelanggan dengan sebaik-baiknya
dimana keinginan pelanggan pada suatu waktu dapat dipenuhi atau memberikan jaminan tetap tersedianya barang tersebut.
7. Membuat pengadaan atau produksi tidak perlu sesuai dengan penggunaan atau penjualannya.
2.6.2 Jenis Persediaan
Menurut Handoko 1991, persediaan dapat dibedakan menurut urutan pengerjaan produk antara lain:
1. Persediaan bahan mentah raw materials, yaitu persediaan barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat
diperoleh dari sumber-sumber alam, dibeli dari para supplier atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selajutnya.
2. Persediaan komponen-komponen rakitan purchased part component stock, yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang
diperoleh dari perusahaan lain dimana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.
3. Persediaan bahan pembantu atau penolong supplies stock, yaitu persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi tetapi tidak merupakan
bagian atau komponen barang jadi. 4. Persediaan barang dalam proses work in process stock, yaitu persediaan
barang-barang yang keluar dari tiap bagian dalam proses produksi atau telah diolah menjadi suatu bentuk tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi
barang jadi. 5. Persediaan barang jadi finished goods stock, yaitu persediaan barang-barang
yang telah diolah dalam pabrik dan siap dijual kepada konsumen. Assauri 1993 membedakan persediaan berdasarkan fungsinya sebagai
berikut: 1. Batch Stock atau Lot Size Inventory, yaitu persediaan yang diadakan karena
perusahaan memberi atau membuat bahan-bahan atau barang-barang dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan saat itu.
2. Fluctuation Cost, yaitu persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan.
3. Anticipation Cost, yaitu persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan, berdasarkan pola
musiman.
2.6.3 Sistem Persediaan
Sistem persediaan adalah serangkaian kebijaksanaan dan pengendalian yang memonitor tingkat persediaan dan menentukan tingkat persediaan yang
harus dijaga,kapan persediaan harus diisi dan berapa besar pesanan yang harus dilakukan. Sistem ini bertujuan menetapkan dan menjamin tersedianya sumber-
sumber daya yang tepat, dalam kuantitas yang tepat, pada waktu yang tepat Stevenson, 1990. Sistem dan model persediaan bertujuan untuk
meminimumkan biaya total melalui penentuan apa, berapa dan kapan pesanan dilakukan secara optimal Anoraga, 1997.
Pelaksanaan persediaan bahan baku yang dilakukan perusahaan akan ditentukan oleh faktor-faktor yang saling berkaitan dengan bahan baku. Faktor-
faktor tersebut menurut Ahyari 1981 antara lain: 1. Perkiraan pemakaian adalah perkiraan kebutuhan bahan baku ini merupakan
perkiraan tentang besarnya jumlah bahan baku yang akan dipergunakan dalam perusahaan untuk keperluan produksi yang akan datang.
2. Harga bahan baku, merupakan dasar penyusunan perhitungan berapa besar dana perusahaan yang harus disediakan untuk investasi dalam persediaan
bahan baku. 3. Biaya-biaya persediaan yang secara umum terdiri dari biaya pemesanan dan
biaya penyimpanan.
4. Kebijakan pembelian. Besarnya persediaan bahan baku mendapatkan dana dari perusahaan tergantung kepada kebijakan pembelanjaan dari dalam
perusahaan tersebut. 5. Pemakaian sesungguhnya. Untuk dapat menyusun perkiraan kebutuhan bahan
baku mendekati kepada kenyataan, harus dianalisa besarnya penyerapan bahan baku oleh proses produksi perusahaan serta hubungannya dengan pemakaian
yang sudah disusun. Selain itu harus diperhatikan faktor pemakaian bahan baku sesungguhnya dari periode-periode lalu actual demand.
6. Waktu tunggu lead time merupakan tenggang waktu yang diperlukan yang terjadi antara satu pemesanan bahan baku dengan datangnya bahan baku itu
sendiri. Waktu tunggu harus diperhatikan karena berhubungan dengan penentuan saat pemesanan kembali reorder bahan baku. Dengan
diketahuinya waktu tunggu yang tepat maka perusahaan akan dapat membeli pada waktu yang tepat pula, sehingga resiko penumpukan persediaan atau
kekurangan persediaan dapat ditekan seminimal mungkin.
Gambar 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi persediaan bahan baku Ahyari, 1995
Biaya variabel yang harus diperhitungkan dalam penentuan biaya persediaan seperti biaya penyiapan dan biaya kekurangan bahan baku
Handoko,1984, uraiannya adalah sebagai berikut : a.
Biaya penyimpanan holding cost atau carrying cost. Biaya-biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang
dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin tinggi b.
Biaya pemesananpembelian order cost atau procurement cost. Secara normal, biaya per pesanan di luar biaya bahan dan potongan kuantitas tidak
naik bila kuantitas bertambah besar. Tetapi bila semakin banyak komponen yang dipesan setiap kali pemesanan, jumlah pesanan per periode akan turun,
maka biaya pemesanan total juga akan turun. Ini berarti biaya pemesanan total per periode tahunan adalah sama dengan jumlah pesanan yang dilakukan
Biaya-biaya Persediaan
Perkiraan Pemakaian
Pemakaian Sesungguhnya
Waktu Tunggu Pembelian
Pemesanan Kembali Persediaan Pengaman
JUMLAH PEMBELIAN OPTIMAL
Harga Bahan Baku
PRODUKSI Persediaan
Bahan Baku Kebijakan
Pembelian
setiap periode dikalikan biaya yang harus dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesan.
c. Biaya persiapan set up cost, terjadi pada perusahaan yang memproduksi sendiri bahan bakunya. Biaya penyiapan total periode adalah sama dengan
biaya penyiapan dikalikan jumlah penyiapan per periode. d. Biaya kehabisan bahan shortage cost, yaitu biaya yang timbul bilamana
persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya ini merupakan biaya yang paling sulit diperkirakan dan diukur dalam praktek, karena pada
kenyataannya sering merupakan opportunity cost yang sulit diperkirakan secara obyektif.
2.6.4 Pengendalian Persediaan
Dalam pengendalian persediaan diusahakan untuk mencapai jumlah persediaan yang tepat, pada waktu yang tepat dengan kualitas yang tepat pula
sebab kelebihan ataupun kekurangan persediaan akan menimbulkan kerugian dalam perusahaan. Persediaan yang terlalu besar menimbulkan resiko kerusakan,
penurunan nilai besarnya dana yang harus ditanamkan sehingga dana untuk investasi lain berkurang dan juga kenaikan biaya-biaya untuk penyimpanan,
asuransi dan biaya-biaya lainnya yang berhubungan dengan persediaan meningkat.
Assauri 1993 menyatakan bahwa pengendalian persediaan dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi
pesediaan komponen rakitan spare parts, bahan baku dan barang hasilproduk,
sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan serta kebutuhan kebutuhan pembelanjaan perusahaan dengan efektif dan efisien.
Star dan Miller dalam Askar 1994 mendefinisikan pengendalian persediaan sebagai suatu teori untuk menemukan prosedur optimal dalam
penentuan jumlah optimal bahan yang harus disimpan untuk memenuhi permintaan di masa yang akan datang.
2.6.5 Tujuan Pengendalian Persediaan
Menutur Assauri 1993 tujuan dari pengendalian persediaan dinyatakan sebagai usaha untuk:
1. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat mengakibatkan terhentinya prose produksi.
2. Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebihan, sehingga biaya-biaya yang timbul akibat persediaan bahan
baku tidak terlalu besar. 3. Menjaga agar pembelian kecil-kecilan dapat dihindari, karena hal ini akan
mengakibatkan biaya pemesanan menjadi besar. Fungsi utama dari pengendalian persediaan dilihat dari sudut pandang
produksi adalah Bedworth dan Bailey, 1987: 1. Meyakinkan atau menjamin bahwa fungsi produksi tidak terhalang oleh
kekurangan dari barang-barang yang dibutuhkan atau kelebihan dari barang- barang.
2. Meyakinkan atau menjamin bahwa prosedur yang dibangun untuk memperoleh dan menyimpan persediaan yang dibutuhkan berada pada biaya
minimum yang dikeluarkan dalam fungsi persediaan dan juga proporsional dengan tujuan memuaskan sistem.
Persyaratan pengendalian persediaan yang efektif menurut Stevenson 1990 adalah:
1. Mempunyai sebuah sistem akuntansi persediaan, sistem akuntansi ini bisa berupa sistem akuntansi periodik atau sistem akuntansi perpetual. Untuk dapat
mendukung perusahaan dalam membuat keputusan tentang besarnya pesanan, penjadwalan serta pengangkutan diperlukan suatu sistem akuntansi yang
akurat. 2. Memiliki ramalan permintaan yang dapat dipercaya dimana didalamnya
terdapat ramalan kemungkinan kealahan. 3. Mengetahui jangka waktu antar pesanan dilakukan dan pesanan diterima, serta
varians dari jangka waktu tersebut. 4. Estimasi biaya-biaya persediaan holding cost, ordering cost, shortage cost.
5. Sistem klasifikasi untuk jenis-jenis persediaan.
2.7 Sistem Klasifikasi
2.7.1 Klasifikasi dalam Manajemen Persediaan Pengadaan persediaan membutuhkan sejumlah modal, oleh sebab itu
supaya modal yang dialokasikan menjadi efisien, maka kuantitas persediaan harus dikelola sedemikian rupa, sehingga menghasilkan biaya minimal. Pengelolaan
inilah yang dinamakan manajemen persediaan. Pada beberapa perusahaan manajemen persediaan menjadi bagian tanggung jawab manajer produksi, tetapi
pada perusahaan lainnya menjadi tanggung jawab akuntan atau bagian administrasi Warman,1997.
Pada perusahaan-perusahaan tertentu, terdapat banyak jenis persediaan items yang harus diawasi, bahkan kadang sampai ribuan items. Pengawasan dan
pengendalian persediaan pada perusahaan semacam ini, membutuhkan banyak tenaga dan biaya. Oleh karena itu untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas
manajemen persediaan, perlu adanya pengelompokan sistem klasifikasi jenis- jenis persediaan tersebut.
Ada beberapa macam sistem klasifikasi bagi jenis-jenis persediaan, antara lain mengadakan pengelompokan berdasarkan Leenders,1989:
1 Fungsi atau tipe persediaan, misalkan persediaan bahan baku utamaraw materials
, bahan baku tambahan part and subassemblies, persediaan dagang resale items, barang modal capital goods dan sebagainya.
2 Frekuensinya pemesanan dan pembelian. Beberapa jenis persediaan dipesan secara teratur repetetive basis, dan beberapa jenis lainnya
dipesan dengan frekuensi yang tidak teratur infrequently. 3 Perlu atau tidaknya stock, yaitu membedakan barang-barang yang dibeli
untuk langsung dipakai dibeli karena memang dibutuhkan dan barang yang dibeli untuk disimpan sebagai persediaan pengaman. Asumsi dari
pengelompokan ini adalah bahwa semua jenis persediaan dipesandibeli secara teratur repetitive basis. Asumsi lain yaitu perbedaan resiko yang
timbul bila membeli terlalau banyak anatar pembelian secara teratur, dengan yang tidak teratur dapat terlihat dengan jelas.
4 Pengelompokan berdasarkan bentuk fisik persediaan misalnya padat, cair atau gas, atau pengelompokan berdasarkan sifat fisik persediaan misalnya
stabil, mudah menguap, mudah rusak atau tahan lam, berbahaya atau tidak. Hal ini akan berimplikasi pada cara penanganannya, misalnya kondisi
gudang, kuantitas pembelian, pengepakan, ukuran rak dan penumpukannya , dan sebagainya.
5 Pengelompokan berdasarkan bentuk atau tipe transportasi, misalnya transportasi darat atau laut, atau udara. Implikasinya adalah biaya yang
dikeluarkan untuk memesan dan membeli. 6 Pengelompokan berdasarkan nilai mata uangnya monetary value.
Pertama kali ditemukan oleh Vilfredo Pareto, dan kini dikenal dengan ABC Analysis
. Pengaplikasian sistem ini pada tiap-tiap perusahaan berbeda-beda, terkadang ada perusahaan yang membagi persediaannya
lebih dari tiga kelas. ABC analysis adalah sistem klasifikasi yang paling banyak dibahas dalam manajemen persediaan.
2.7.2 ABC Analysis
ABC analysis adalah langkah pertama atau paling tidak salah satu dari
langkah-langkah dalam pengendalian persediaan Forgaty, 1991. Prosedur pengelompokkan jenis-jenis persediaan berdasarkan ABC analysis sistem adalah
sebagai berikut: 1. Identifikasi kuantitas penggunaan tahunan annual usage dari setiap jenis
persediaan item.
2. Kalikan kuantitas penggunaan tahunan tadi, dengan biaya yang dikeluarkan untuk tiap-tiap jenis persediaan. Hasilnya adalah Nilai
penggunaan tahunan untuk tiap jenis persediaan annual dollar usage. 3. Jumlahkan nilai penggunaan tahunan untuk semua jenis persediaan, untuk
mendapatkan total pengeluaran tahunan aggregate annual expenditure. 4. Hitung persentase nilai penggunaan tahunan untuk tiap-tiap jenis
persediaan terhadap penggunaan total tahunannya. 5. Angka-angka persentase tersebut akan menjadi dasar pengelompokan.
Contoh perbedaan pengendalian bagi setiap kelas menurut Fogarty, adalah sebagai berikut:
Kelas A: - Adanya kontinuitas dalam mengevaluasi metode peramalan yang
digunakan dan hasilnya. - Perhitungan keuangan bulanan dengan toleransi yang ketat akan kesalahan
atau penyimpangan. - Catatan harian yang dievaluasi setiap hari
- Evaluasi yang kontinu mengenai permintaan, kuantitas order yang umumnya menghasilkan kuantitas seminimum mungkin, persediaan
pengaman safety stock - Menindaklanjuti dan mengusahakan pengurangan waktu tunggu lead
time Kelas B:
- Serupa dengan kelas A, tapi dengan frekuensi yang lebih jarang.
Kelas C: - Tujuan dasar dari manajemen persediaan untuk kelas ini adalah untuk
memiliki persediaan to have them. - Catatan sederhana atau tanpa catatan, dapat juga digunakan penghitungan
langsung secara fisik di gudang setiap periode. - Pesanan dan pengadaan safety stock dalam jumlah yang besar.
- Penghitungan persediaan secara periodik, dengan tingkat toleransi kesalahan yang relatif lebih besar.
Menurut Leenders, perbedaan manajemen persediaan bagi kelas A, B dan C ini terletak pada waktu dan tenaga dari manajemen persediaan, yang lebih
difokuskan untuk mengendalikan kelas A dan B dari pada kelas C. Umumnya untuk kelas C, manajemen akan mengadakan persediaan dengan kuantitas yang
relatif lebih besar dari pada kelas A dan B, dan pengecekan persediaan secara periodik lebih jarang dari pada kelas A dan B.
Tabel 2. Perbedaan manajemen persediaan pada masing-masing kelas
A B
C Frekuensi
penghitungan persediaan
Setiap bulan Setiap 6 bulan
sekali Tahunan
Kuantitas Order Kecilsedikit
Sedang berdasarkan EOQ
Besarbanyak Persediaan
pengaman Banyak
Banyak Sedikit atau tidak
sama sekali Klasifikasi ulang
Setiap 6 bulan sekali
Setiap 6 bulan sekali
Tahunan
Sumber Vollman,1993
2.8 Perencanaan dalam Manajemen Persediaan
Salah satu fungsi manajemen adalah perencanaan, begitu pula dengan manajemen persediaan yang juga membutuhkan perencanaan. Dalam perencanaan
persediaan Material Planning di perusahaan-perusahaan moderen ada saling keterkaitan antara rencana penjualan, rencana produksi, persediaan bahan baku
dan produk jadi dan kapasitas produksi. Seluruh perencanaan tersebut saling berintegrasi sebagai satu kesatuan proses. Salah satu metode perencanaan
persediaan yang terkenal adalah Material Requirement Planning MRP.
2.8.1 Material Requirements Planning System MRP
Material Requirement Planning adalah suatu sistem perencanaan dan
penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang memerlukan beberapa tahapanfase atau dengan kata lain adalah suatu rencana produksi untuk sejumlah
produk jadi yang diterjemahkan ke bahan mentah komponen yang dibutuhkan dengan menggunakan waktu tenggang, sehingga dapat ditentukan kapan dan
berapa banyak dipesan untuk masing-masing komponen suatu produk yang akan dibuat Stevenson, 1992. Sistem ini tidak mencoba untuk membuat jenis
persediaan tersedia setiap saat. Sistem ini merencanakan ukuran lot sehingga barang-barang tersebut tersedia saat dibutuhkan. Tingkat persediaan dapat lebih
rendah dan biaya penyimpanan dapat dikurangi. Untuk menerima keuntungan ini, MRP harus membangun sistem penjadwalan yang dapat menunjukan kapan
permintaan tersebut dibutuhkan. MRP merupakan sistem penjadwalan mundur yang dimulai dengan produk
akhir. Kemudian dikerjakan mundur yaitu menuju bahan, melalui berbagai tingkat perakitan dan pabrikasi. Tujuannya adalah merencanakan persediaan sehingga
tersedia ketika dibutuhkan.
Untuk itu maka, manajer perusahaan harus mengetahui Heizer dan Render, 1993 :
1. Jadwal Produksi Master Master Production Schedule menjabarkan apa yang harus dibuat dan kapan. Jadwal ini harus sesuai dengan rencana
produksi. 2. Spesifikasi dari bill of material merupakan daftar kuantitas komponen,
kandungan dan kebutuhan bahan unutuk membuat produk yang mengambarkan struktur produk. Bill of material ini tidak hanya
menjabarkan kebutuhan, tetapi uga penting dalam pembiayaan dan dapat memberikan daftar barang-barang yang harus diproduksi atatu dirakit.
3. Catatan persediaan yang akurat akan menciptakan manajemen persediaan yang baik. Dan manajemen persediaan yang baik merupakan syarat untuk
jalannya sistem MRP. 4. Pengetahuan atas perjanjian pesanan pembelian harus dimiliki dalam
bagian pengendalian persediaan. Ketika pemesanan pembelian terjadi, catatan tentang pesanan tersebut dan jadwal pengantaran harus tersedia
sehingga manajer dapat menyiapkan rencana produksi yang baik dan melakukan sistem MRP dengan baik.
5. Pengetahuan atas waktu ancang-ancang untuk masing-masing komponen diperlukan dalam menentukan kapan waktu yang tepat untuk melakukan
pembelian, produksi atau perakitan yang sesaui dengan kapan produk tersebut dibutuhkan.
Hasil dari pengolahan informasi-informasi tersebut akan menghasilkan output
berupa:
1. Informasi primer, yaitu mengenai produksi dan rencana pengadaan dan pengendalian persediaan. Informasi primer terdiri dari:
a. Jadwal pemesanan, yang berisi waktu dan kuantitas pemesanan b. Jadwal penerimaan, yangberisi waktu penerimaan barang yang
dipesan c. Perubahan pemesanan bila ada
2. Informasi sekunder, yang terdiri dari: a. Performance control report , yang digunakan untuk mengevaluasi
sistem persediaan. Hasil evaluasi ini dapat memperlihtakan penyimpangan-penyimpangan kondisi nyata dari rencana,
misalnya kesalahan pengiriman, kehabisan persediaan dan biaya yang telah dikeluarkan.
b. Planning reports, untuk mengetahui permintaan persediaan pada periode yang akan datang.
c. Exception reports, yang menginformasikan tentang keterlambatan, kehilangan bahan lost saat produksi yang berlebihan.
Informasi yang dihasilkan oleh MRP dapat lebih fleksibel sesuai dengan kebutuhan manajemen pada perusahaan tidak mutlak sama seperti yang tercantum
diatas. Beberapa kelebihan MRP Heizer dan Render, 1993; dan Stevenson, 1992
antara lain; a Meningkatkan pelayanan dan kepuasan pelanggan, b Meningkatkan kegunaan dan fasiltas tenaga kerja, c Perencanaan dan
penjadwalan persediaa yang lebih baik, d respon lebih cepat terhadap perubahan pasar, e Mengurangi tingkat persediaan, terutama untuk permintaan terikat,
tanpa mengurangi pelayanan, f Pengendalian persediaan yang lebih terkontrol, g Mempermudah analisis terhadap kapasitas produksi, h memungkinkan
pengalokasian waktu produksi. Selain keuntungan, penggunaan konsep MRP juga memiliki kelemahan
yang terletak pada awal penerapan MRP, yaitu biaya ekstra yang dibutuhkan untuk meneliti dan menghitung kuantitas kebutuhan bahan baku dengan tepat,
pada suatu periode tertentu, sehingga memungkinkan perencanaan bahan baku yang lebih baik. Umumnya perusahaan membutuhkan waktu 1 tahun untuk
menerapkan konsep MRP secara sempurna. Selain biaya dan waktu, perusahaan juga harus mengadakan pendidikanpelatihan bagi karyawannya sebelum
penerapan Stevenson, 1992. Selain input, proses dan output, ada dua aspek lain yang perlu
diperhatikan, dan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengolahan informasi dengan MRP, yaitu: safety stock persediaan pengaman dan lot sizing kuantitas
pemesanan. Idealnya, dengan pendekatan MRP tidak lagi diperlukan persediaan pengaman untuk bahan baku, yang merupakan permintaan terikat dependent
demand , karena kebutuhan sudah dapat diperkiarakan sebelumnya. Persediaan
pengaman lebih ditujukan bagi produk jadi yang merupakan permintaan bebas. Konsep MRP yang berusaha menekan bahkan meniadakan persediaan pengaman,
lebih mengacu pada safety time. Safety time merupakan tenggang waktu tambahan, yang dimasukkan dalam pertimbangan dalam rencana dan pejadwalan.
Sehingga bila ada keterlambatan, kesalahan maupun penyimpangan- penyimpangan lain yang berbeda dari rencana, tetap tidak mengganggu
kelancarankontinuitas produksi dan pemasaran.
Sumber : Stevenson, 1992
Gambar 2. Ilustrasi proses perencanaan dengan MRP
Dalam perencanaan MRP, terdapat beberapa metode untuk menghitung ukuran lot pembelian Buffa dan Sarin, 1996, dibawah ini akan dibahas beberapa
teknik dalam penentuan ukuran lot. 1. Metode lot for lot, ukuran lot untuk memenuhi kebutuhan bersih tepat satu
periode tunggal, tanpa persediaan pengaman. Kebijakan ini hanya efektif bilamana biaya awal pemesanan sangat kecil dibandingkan dengan biaya
penyimpanan. 2. EOQ Economic Order Quantity, dihitung berdasarkan kebutuhan yang
diperkirakan dan dihitung dengan rumus EOQ. Umumnya biaya pemesanan akan lebih rendah dan biaya penyimpanan akan lebih tinggi
dibandingkan dengan metode lot for lot.
Order Forecast
Receipt Whit drawls
Master production
Schedule
Bill of material file
Inventory records file
MRP Computer
program
Design Changes
MRP Input MRP Output
Order release Planned order
schedules
Performance control reports
Proses
Changes
Exception reports Planning reports
Inventory transaction
3. POQ Periode Order Quantity, ukuran lot ditetapkan sama dengan kebutuhan aktual dalam jumlah periode tertentu yang telah ditetapkan
sebelumnya, dengan demikian kelebihan persediaan akibat kebijakan EOQ dihilangkan.
4. Part – periode total cost balancing penyeimbangan biaya total bagian periode, dalam kebijakan ini biaya penyimpanan dan biaya pemesanan
diseimbangkan sedapat mungkin untuk keputusan lot.
2.8.2. Manufacturing Resources Planning MRP II
Dalam perencanaan persediaan Material Planning di perusahaan- perusahaan moderen ada saling keterkaitan antara rencana penjualan, rencana
produksi, persediaan bahan baku atau produk jadi, dan kapasitas produksi. Seluruh perencanaan tersebut saling berintegrasi sebagai kesatuan proses. MRP II
bukan konsep pengganti MRP, namun sebagai perkembangan dari konsep MRP untuk mengatisipasi kebutuhan proses perencanaan yang saling terintegrasi tadi.
MRP II memperluan lingkup perencanaannya, dengan melibatkan departemen lain selain produksi dari perusahaan yang terkait dengan perencanaan manajemen
persediaan. Umumnya pemasaran dan keuangan adalah dua departemen yang memiliki keterkaitan kuat dengan manajemen persediaan.
Tujuan utama konsep MRP II adalah mengitegrasikan ketiganya dalam manajemen persediaan tanpa mengabaikan fungsi-fungsi lain seperti personalia,
teknik engineering maupun pembelian purchasing. Perusahaan memiliki perencanaan bisnis yang akan menjadi pedoman dan tujuan yang akan dicapai.
Perencanaan penjualan merupakan bagian dari perencanaan bisnis, yang
meramalkan tentang penjualan di periode yang akan datang, berdasarkan penjualan periode-periode sebelumnya Gambar 3. Hasil ramalan penjualan
tersebut, dterjemahkan oleh bagian produksi ke dalam bentuk perencanaan produksi, dan akan menentukan produksi sesuai dengan yang diminta oleh bagian
pemasaran. Bagian produksi akan melihat sumber daya yang ada, baik itu berupa
inputbahan baku, kapasitas mesin, tenaga kerja, hari kerja, dan sebagainya. Apabila sumber daya yang ada tidak dapat memenuhi kebutuhan produksi yang
direncanakan, maka bagian produksi akan menganalisis dan merencanakan ulang produksi yang dibutuhkan. Selain bagian produksi, bagian penjualan juga
merencanakan kembali rencana penjualannya yang disesuaikan dengan sumber daya yang ada. Namun, apabila sumber daya telah sesuai dengan rencana
produksi, maka bagian produksi akan membuat jadwal produksi, perencanaan kebutuhan bahan baku, dan perencanaan kapasitas.
Apabila perencanaan telah siap direalisasikan, maka bagian pembelian akan melakukan pemesanan dan pembelian bahan baku. Selama proses produksi,
bagian produksi atau quality control akan melakukan pemeriksaanpengawasan terhadap seluruh rangkaian proses, dan hasilnya. Hasil pengawasan ini akan
menjadi bahan analisa dan evaluasi bagi perencanaan periode berikutnya.
Gambar 3. Ilustrasi Manufacturing Resources Planning
Keterangan Gambar :
Yes No
SHOP FLOOR CONTROL PURCHASING
BUSINESS PLANNING
SALES PLANNING
PRODUCTION PLANNING
RESOURCES OK?
MASTER SCHEDULLING
MATERIALS PLANNING CAPACITY PLANNING
PLANNING OK?
PERFORMANCE MEASUREMENT Yes
No
Feed back atau umpan balik, yang akan menjadi bahan evaluasi dan masukan untuk perencanaan periode berikutnya
Loop siklus tertutup dalam MRP II MRP I Material Requirement Planning
2.9 Penetapan Kuantitas Persediaan dan Frekuensi Pemesanan
Penetapan kuantitas lot sizing adalah suatu hal yang sangat penting dalam manajemen persediaan. Baik penetapan kuantitas pemesaan persediaan
yang merupakan permintaanterikat, maupun penetapan kuantitas produksi produk jadi yang merupakan permintaan bebas.
Persediaan yang terlalu besar akan mengakibatkan kerugian sebagai berikut Ahyari, 1986 :
a. Biaya penyimpanan dan pemeliharaan yang tinggi b. Kebutuhan dana yang besar untuk pembelian
c. Kerugian yang timbul apabila harga pasar bahan baku menurun d. Penggunaan dana yang terlalu besar, sehingga tidak dapat dialokasikan untuk
keperluan lain Selain kerugian-kerugian tersebut di atas perusahaan juga menanggung
Riyanto,1991: e. Resiko kerusakan atau penurunan kualitas persediaan yang lebih tinggi
f. Biaya-biaya tambahan yang meningkat, misalnya biaya asuransi, beban bunga Tetapi kekurangan persediaan juga akan menimbulkan kerugian dan biaya
yang tidak kecil Ahyari,1986: a. Untuk persediaan bahan baku yaitu:
- Proses produksi terinterupsi atau tidak kontinu - Kualitas produk akhir yang tidak seragam, akibat
ketidaklancaran bahan baku - Biaya pemesanan yang relatif tinggi, akibat
frekuensi pembelian bahan baku yang semakin tinggi
- Pabrik tidak dapat bekerja pada kapasitas penuh, sehingga selaintidak dapat menggunakan sumber daya sepenuhnya, juga
akan meningkatkan biaya produksi rata-rata. b. Untuk persediaan produk jadi yaitu:
- Kontinuitas pemasaran terinterupsi, dan beresiko terhadap kepercayaan pelanggan
- Kehilangan kesempatan mendapatkan keuntungan dari pesanan yang tidak dapat dipenuhi.
2.9.1 Order Point System
Sistem pemesanan persediaan, yang dilakukan bila kuantitas persediaan mencapai titiktingkat tertentu. Kuantitas pemesanan selalu sama,
tetapi pada interval waktu yang berbeda, atau sama interval waktu ini tergantung pada fluktuasi penggunaan persediaan tersebut dan waktu tunggu lead time.
Tingkat persediaan dinilai terus menerus, dan ketika posisi persediaan mencapai suatu titik reorder point yang telah ditentukan sebelumnya, maka dilakukan
pemesanan dalam jumlah yang tetap. Sistem ini juga disebut sistem ukuran pemesanan tetap. Keuntungan dari sistem ini adalah pengawasan kuantitas dan
waktu pemesanan lebih mudah dan cermat, karena adanya pengawasan yang terus-menerus atas penggunaan persediaan. Selain itu, akibat kuantitas pesanan
yang tetap, maka manajer dapat menentukan kuantitas pesanan yang ekonomis. Tetapi kelemahannya adalah pelaksanaan sistem ini semakin rumit bila,
perusahaan menggunakan beberapa jenis persediaan, yang saat pemesanannya tidak sama dan biaya pengawasan persediaan yang relatif tinggi.
2.9.2 Order Cycle System
Sistem pemesanan yang dilakukan pada interval waktu yang tetap, dengan kuantitas pesanan yang berbeda-beda, tergantung kuantitas yang
dibutuhkan dalam suatu interval. Tingkatan persediaan dinilai secara berkala dengan sistem periodik. Sehingga pemesanan dilakukan tanpa memperhatikan
kuantitas persediaan yang masih ada. Sistem ini juga disebut sistem interval pemesanan tetap atau fixed order interval system.
Keuntungan sistem ini adalah pengawasan persediaan yang lebih mudah dilakukan karena interval waktu yang tetap. Sedangkan kelemahannya
antara lain; 1 Perlu dilakukan perlindungan terhadap resiko kekurangan persediaan dalam periode tersebut, karena kemungkinan kekurangan persediaan
dalam periode sebelumnya, 2 kebutuhan peninjauan ulang bagi kuantitas persediaan yang dibutuhkan setiap periode, 3 Bila tidak diteliti, maka persediaan
akan mengalami stock out.
2.9.3 EOQ Economic Order Quantity
Economic Order Quantity atau kuantitas pembelian ekonomisoptimal, adalah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya per
unit minimal Siswanto,1985. Metode ini dikembangkan berdasarkan biaya-biaya yang timbul, sebagai akibat persediaan. Biaya yang dapat diperkecil, dengan
mengatur kuantitas dan frekuensi pembelian terutama adalah, biaya pengadaanpemesanan dan biaya penyimpanan. Kedua biaya ini saling
bertentangan, semakin kecil biaya pemesanan, maka semakin besar biaya
penyimpanan, sebaliknya semakin kecil biaya penyimpanan maka semakin besar biaya pemesanan Gambar 4.
Menurut Assauri 1993, EOQ merupakan jumlah atau besarnya pesanan yang memiliki jumlah biaya pemesanan ordering cost dan biaya
penyimpanan carrying cost per tahun yang paling minimal. Untuk dapat menentukan jumlah pemesanan yang ekonomis EOQ perlu dilihat pertambahan
biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Perhitungan EOQ dapat dilakukan denga tiga cara, yaitu:
1 Tabular approach dengan cara menyusun daftar atau tabel jumlah pesanan dan jumlah biaya per tahun, kemudian dipilih jumlah pesanan yang
mengandung jumlah biaya terkecil. 2 Graphical approach dengan cara menggambar grafik-grafik biaya
pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya total dalam suatu gambar, kemudian dipilih perpotongan antara biaya pemesanan an biaya penyimpanan
atau pada titik terendah kurva biaya total. 3 Formula approach dengan menentukan di dalam rumus matematika dapat
dilakukan dengan memperhatikan bahwa jumlah biaya persediaan minimum terdapat apabila biaya pemesanan dama dengan biaya penyimpanan.
Teknik EOQ relatif lebih mudah digunakan, tetapi memiliki sejumlah asumsi, diantaranya adalah:
1. Permintaan diketahui dan konstan. 2. Waktu ancang-ancang lead time, yaitu waktu antara pesanan dilakukan dan
diterima, diketahui dan konstan.
3. Keseluruhan ukuran pesanan ditambahkan ke dalam persediaan pada waktu yang sama.
4. Kekurangan stock out dapat dihindari jika pemesanan dilakukan tepat waktu.
5. Struktur biaya adalah tetap, biaya pesanan tetap set up adalah sama tanpa memperhatikan ukuran pesanan, biaya penyimpanan adalah fungsi linier
berdasarkan atas persediaan rata-rata dan tidak diberikan potongan kuantitas dalam pembelian jumlah besar.
6. Terdapat ruangan, kapasitas dan modal yang mencukupi untuk memperoleh jumlah yang diinginkan.
7. Barang merupakan produk tunggal, tidak berinteraksi dengan barang-barang persediaan lain
Gambar 4. Hubungan Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan
BuffaSharin, 1996
Minimum
Biaya Total Persediaan Rata-rata
Biaya Penyimpanan per
Unit
Biaya Pemesanan per Unit Q Optimal
Biaya Tahunan
Pendekatan secara matematisnya sebagai berikut : Total biaya persediaan TC = RxC + { RxSQ} + {Q x K x C2}
Dimana: TC : Total Biaya persediaan Total Inventory Cost
R : kebutuhan penggunaan persediaan selama setahun C : harga atau biaya produksi untuk produk jadi
S : biaya pemesanan set up cost Q : kuantitas pemesanan
K : biaya penyimpanan N : frekuensi pemesanan
Untuk mencari Q yang optimal, maka persamaan TC di atas dibuatkan turunan turunan pertamanya dari fungsi Q, yang akan memberikan total biaya atas
pengadaan persediaan yang minimal. Sehingga diperoleh rumus sebagai berikut : Qo =• 2 RxS K xC
2.10 Just-in-time Inventory System
Just-in-time Inventory System atau JIT System pertama kali diperkenalkan di Jepang pada tahun 70-an dan baru ditetapkan di Amerika 20 tahun kemudian.
JIT memiliki filosofi bahwa perusahaan mengeluarkan biaya persediaan yang minimal, karena pengadaan persediaan diminimisasi, namun tetap
mempertahankan kelangsungan produksi dan pemasaran. Sistem ini mengusahakan bahan baku tiba ditempat produksi, tepat pada
saat diperlukan Leenders, 1989, dan produk jadi diproduksi sesuai dengan yang akan terjual. Setiap pembelian bahan hanya untuk keperluan produksi, dan
kuantitas yang diproduksi juga sama dengan permintaan. Produksi tidak akan terjadi sebelum ada tanda dari permintaan pasar, dan dengan demikian bahan baku
juga tidak akan ada sebelum ada tanda akan memproduksi. JIT umumnya digunakan untuk proses manufaktur yang berulang, dimana
terdapat serangkaian kegiatan yang akan membentuk titik-titik operasi work centers
yang saling berkaitan. Misalnya pengolahan pertama dengan mesin A kemudian dilanjtkan dengan mesin B, C dan seterusnya, sampai bahan baku
menjadi produk jadi. Hal ini akan menimbulkan penanganan pengendalian bahan material handling, waktu penyimpanan storage time, waktu tunggu bagi bahan
sebelum diolah dari titik operasi satu ke titik operasi lain, kerusakan bahan selama proses transfer, dan tenaga pengawas untuk mengawasi jalannya bahan dari awal
sampai proses berakhir. Tidak ada satu pun dari hal-hali yang timbul merupakan kegiatan penambah nilai value added activity.
Tujuan utama JIT adalah meminimisasi kegiatan-kegiatan yang tidak menambah nilai non-added value tersebut dengan mengubah bentuk proses
produksi melalui titik-titik operasi job-flow proses menjadi sebuah arus produksi yang berurutan flow process. Karena keuntungan utama dari sistem JIT adalah
memperbaiki arus proses produksi. JIT mendorong semua antrian pada titik-titik operasi menuju nol dan memeproleh kuantitas yang ideal.
Konsep JIT adalah mengurangi waktu, energi, materi, tugas-tugas administrasi, biaya overhead, dan kesalahan. Konsep ini dibangun berdasarkan
fokus JIT yang berusaha untuk mengurangi segala pemborosan, baik pemborosan waktu, tenaga, materi dan kesalahan. Supaya JIT dapat digunakan maka
dibutuhkan beberapa kondisi awal seperti rencana kapasitas yang seragam
umumnya untuk sebulan, teknologi, pengendalian kualitas atas standar zero defect
atau kesalahan = nol, mengurangi waktu set up kurang dari 10 menit, sistem pengendalian produksi sistem kartu, dan pemasok lokal yang dekat
Assauri,1980. Kondisi pasar dan pola produksi yang sesuai untuk penggunaan metode
Just-in-time adalah sebagai berikut Stevenson, 1986:
- Pasar menghargai dan memilih produksi yang memiliki kualitas standar seragam
- Permintaan pasar tidak terlalu berfluktuasi - Variasi produk relatif terlalu kecil
- Volume produksi tinggi - Manajemen persediaan dan produksi yang terintegrasi sehingga
memungkinkan pelaksanaan dalam waktu singkat. - Peralataan dan tata letak lay-out pabrik diatur membentuk titik-titik
operasi work centers Persediaan yang Just-in-time ini akan dapat dicapai dengan sistem
pembelian yang Just-in-time pula. Keuntungan pembeliaan dengan Just-in-time adalah sebagai berikut Heizer dan Render, 1991:
a. Mengurangi aktifitas yang dilakukan oleh manajemen, seperti penerimaan dan pengawasan terhadap bahan baku secara ketat. Aktifitas tersebut tidak
diperlukan lagi, karena pembelian telah melakukan seleksi terhadap pemasok bahan baku secara seksama.
b. Mengurangi persediaan di gudang. Persediaan bahan baku dan produk jadi tidak diperlukan jika persediaan tersebut telah memiliki kualitas standar dan
diserahkan pada tempat dan eaktu yang tepat. Persediaan bahan baku hanya diperlukan dengan alasan yakin bahwa pemasok kurang dipercaya dalam
memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan. Demikian juga jumlah bahan baku, seharusnya diserahkan dalam jumlah lot yang kecil karena akan lebih
sedikit mengandung masalah. Jika masalah itu dapat diidentifikasi, dipecahkan, dan diorganisasikan dengan lebih baik, maka hal itu merupakan
langkah yang efisien. c. Mengurangi persediaan di perjalanan intransit inventory. Penjualan secara
moderen, mengurangi persediaan dalam perjalanan dengan cara mendorong pemasok dan calon pemasok untuk ditempatkan dekat pabrik.
d. Kualitas yang dapat diandalkan. Kondisi ini dapat dicapai dengan baik melalui pengurangan jumlah pemasok dan memperpanjang perjanjian dengan
pemasok yang ada. Untuk memperoleh perbaikan mutu dan kepercayaan, penjual dan pembeli harus saling menjaga kepercayaan. Pemasok dan sistem
pengiriman yang tepat dapat menjamin bahwa pengiriman bahan baku dapat dilakukan pada saat dan jumlah yang tepat, dengan kualitas yang sesuai
dengan standar serta terhindar dari kerusakan. Dengan demikian untuk menggunakan metode JIT, pendekatan yang lebih baik adalah menentukan
keseragaman pemasok dalam kualitas, kuantitas dan waktu tunggu. Dalam lingkungan Just-in-time perlu adanya hierarki kebutuhan yang
menunjukkan tingkat kebutuhan yang harus diperhatikan oleh para pengambil keputusan dalam suatu perusahaan. Hierarki kebutuhan dalam suatu lingkungan
tersebut dapat dilihat pada Gambar 5, yang menunjukan bahwa penyerahan tepat waktu merupakan yang diutamakan dalam Just-in-time. Kemudiaan penyerahan
tepat waktu tersebut memiliki beberapa faktor yang merupakan kebutuhan sekunder dalam Just-in-time yang salah satunya adalah ukuran lot yang kecil.
Ukuran lot yang kecil memiliki beberapa faktor lagi yang merupakan kebutuhan sekunder dalam sistem ini.
Dampak-dampak yang ditimbulkan oleh JIT antara lain adalah pengaruhnya terhadap tata letak pabrik plant lay out dan penyedia jasa
pendukung Muladi, 1993. Selain itu juga berkurangnya tingkat persediaan ke titik yan sangat rendah dibandingkan dengan sistem inventarisasi dan produski
yang tradisional. Dimana dalam produksi yang tradisional bahan mentah disediakan dan diproduksi pada titik awal dan kemudiaan di transfer ke titik
produksi berikutnya tanpa memperhatikan permintaan dari titik tersebut.
Gambar 5. Hierarki Kebutuhan dalam Suatu Lingkungan Just-in-time Fernandes, 1996
2.11 Penelitian-penelitian Terdahulu