Sel SiHa Uji Sitotoksisitas

20 40 60 80 100 120 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 kadar fraksi protein umbi Teki μgml ke mat ian sel S iH a FP 20 FP 40 FP 60 FP 80 Gambar 14. Grafik prosentase kematian sel Vero diinkubasi selama 24 jam dengan 6 seri konsentrasi pada FP 20 , FP 40 , FP 60 , dan FP 80 umbi teki Prosentase kematian sel Vero berbanding lurus dengan kadar fraksi protein umbi teki yaitu semakin besar kadar fraksi protein, maka persen kematian sel Vero juga semakin besar tabel III. Namun pada grafik terlihat prosentase kematian sel tidak stabil naik turun. Data yang demikian mungkin dikarenakan pada penelitian ini menggunakan subjek uji biologis sehingga relatif sulit dikendalikan sepenuhnya misalnya faktor pertumbuhan, kondisi fisiologis sel, proses kematian alami sel, dan kontaminasi lingkungan. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak dilakukan replikasi sehingga tidak ada data lain yang digunakan sebagai pembanding. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gambar 15. Foto sel Vero pada kontrol a b Gambar 16. Foto sel Vero perlakuan fraksi protein umbi teki FP 40 a kadar 1000 μgml b kadar 4000 μgml Morfologi sel Vero yang masih hidup dan yang sudah mati dapat dibedakan. Sel Vero yang hidup terlihat berbentuk seperti serabut-serabut panjang Gambar 15 sedangkan pada sel Vero yang mati bentuknya membesar, inti selnya pecah sehingga terlihat banyak titik-titik dan dinding selnya tidak terlihat jelas. Sama halnya sel SiHa, pada kontrol Vero medium + sel terlihat kemampuan sel untuk berproliferasi baik ditandai banyak sel Vero yang hidup. Dengan pemberian variasi kadar fraksi protein, jumlah sel Vero yang hidup berkurang diduga adanya penghambatan proliferasi sel. Hal ini terlihat pada kadar 4000 µgml lebih banyak menunjukkan morfologi sel Vero yang mati dibanding pada kadar 1000 µgml Gambar 16, berarti adanya penurunan populasi sel Vero seiring dengan meningkatnya kadar fraksi protein yang diberikan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Prosentase kematian sel SiHa pada FP 40 tertinggi kemudian diikuti oleh FP 20 , FP 60 , dan FP 80 . Hasil ini berbeda dengan sel Vero dimana FP 40 mempunyai prosentase kematian yang paling besar disusul FP 60 , FP 80 , dan FP 20 . Hal ini diduga berhubungan dengan selektivitas reseptor masing-masing sel. Selektivitas reseptor menentukan interaksi antara protein yang bersifat sitotoksik dengan reseptor sel untuk menghasilkan efek sitotoksik yang diharapkan. Apabila jumlah protein sitotoksik yang terikat pada reseptor yang sesuai lebih banyak maka memberikan efek sitotoksik lebih besar yang dinyatakan dalam prosentase kematian lebih tinggi.

3. Prosedur uji sitotoksisitas

Uji sitotoksisitas dilakukan untuk mengetahui potensi ketoksikan fraksi protein umbi teki Cyperus rotundus L. terhadap kultur sel kanker yaitu sel SiHa yang merupakan turunan sel kanker dalam medium RPMI 1640. Uji sitotoksisitas dilakukan pula terhadap sel normal yaitu sel Vero dalam medium M199 untuk mengetahui tingkat selektivitasnya. Melalui uji ini dapat diketahui konsentrasi fraksi protein yang mampu mematikan sel sebesar 50 populasi, dengan menghitung jumlah sel hidup perlakuan yang dibandingkan dengan jumlah sel kontrol dalam microplate 96 sumuran. Dapat dikatakan bahwa uji sitotoksisitas yang dilakukan bersifat kualitatif dan kuantitatif. Uji kualitatif dilakukan dengan pengamatan morfologi sel kanker sebelum dan sesudah perlakuan dengan di bawah mikroskop. Parameter yang digunakan adalah LC 50 yang merupakan implementasi potensi ketoksikan suatu senyawa. Fraksi protein tersebut diuji efek sitotoksisitasnya secara in vitro pada sel SiHa dan sel Vero. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI