Prosentase kematian sel SiHa pada FP
40
tertinggi kemudian diikuti oleh FP
20
, FP
60
, dan FP
80
. Hasil ini berbeda dengan sel Vero dimana FP
40
mempunyai prosentase kematian yang paling besar disusul FP
60
, FP
80
, dan FP
20
. Hal ini diduga berhubungan dengan selektivitas reseptor masing-masing sel. Selektivitas reseptor
menentukan interaksi antara protein yang bersifat sitotoksik dengan reseptor sel untuk menghasilkan efek sitotoksik yang diharapkan. Apabila jumlah protein
sitotoksik yang terikat pada reseptor yang sesuai lebih banyak maka memberikan efek sitotoksik lebih besar yang dinyatakan dalam prosentase kematian lebih
tinggi.
3. Prosedur uji sitotoksisitas
Uji sitotoksisitas dilakukan untuk mengetahui potensi ketoksikan fraksi protein umbi teki Cyperus rotundus L. terhadap kultur sel kanker yaitu sel SiHa
yang merupakan turunan sel kanker dalam medium RPMI 1640. Uji sitotoksisitas dilakukan pula terhadap sel normal yaitu sel Vero dalam medium M199 untuk
mengetahui tingkat selektivitasnya. Melalui uji ini dapat diketahui konsentrasi fraksi protein yang mampu mematikan sel sebesar 50 populasi, dengan
menghitung jumlah sel hidup perlakuan yang dibandingkan dengan jumlah sel kontrol dalam microplate 96 sumuran. Dapat dikatakan bahwa uji sitotoksisitas
yang dilakukan bersifat kualitatif dan kuantitatif. Uji kualitatif dilakukan dengan pengamatan morfologi sel kanker sebelum dan sesudah perlakuan dengan di
bawah mikroskop. Parameter yang digunakan adalah LC
50
yang merupakan implementasi potensi ketoksikan suatu senyawa. Fraksi protein tersebut diuji efek
sitotoksisitasnya secara in vitro pada sel SiHa dan sel Vero. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Seri kadar yang digunakan sebanyak enam seri kadar dengan konsentrasi tertinggi 4000 µgml dan konsentrasi terendah 125 µgml. Dibuat tiap seri kadar
fraksi protein sebanyak 100µl dan ditambah 100 µl suspensi sel SiHa dengan kepadatan 3x10
4
sel100 µl media. Sebagai kontrol dimasukkan media kultur RPMI 1640 100 µl beserta suspensi sel SiHa. Plate diinkubasi dalam inkubator
selama 24 jam. Metode yang digunakan untuk menentukan prosentase kematian sel adalah metode MTT. Metode MTT merupakan metode pengukuran secara
kolorimetri. Pada sel hidup, MTT yang ditambahkan pada sumuran akan dipecah oleh sistem enzim reduktase suksinat tetrazolium yang termasuk dalam rantai
respirasi mitokondria, menjadi suatu garam formazan yang berwarna ungu yang tidak larut dalam air. Jumlah formazan yang terbentuk berkorelasi dengan sel
yang aktif secara metabolik sel hidup. Pemilihan menggunakan metode MTT karena prosesnya cepat dan sederhana serta memberikan hasil yang relatif akurat.
Penghentian reaksi enzimatik dilakukan dengan penambahan stop solution SDS 1 dalam HCl 0,01N yang berfungsi untuk melarutkan formazan,
kemudian inkubasi pada suhu kamar semalam. Intensitas warna ungu yang terbentuk sebanding dengan jumlah sel yang hidup. Dari hasil pengukuran dengan
ELISA reader pada panjang gelombang 550 nm, didapat absorbansi yang sebanding dengan jumlah sel yang hidup. Intensitas warna formazan pada
sumuran perlakuan lebih rendah daripada sumuran kontrol. Hal ini menunjukkan pada sumuran perlakuan, sel yang mati lebih banyak sehingga intensitas warna
formazan yang dihasilkan lebih rendah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran absorbansi dari perlakuan nilai B, perlakuan tanpa sel nilai C, dan kontrol nilai A untuk masing-masing fraksi
protein. Perlakuan yaitu sel SiHa dengan perlakuan fraksi protein umbi teki sedangkan kontrol adalah sel SiHa tanpa perlakuan fraksi protein umbi teki.
Absorbansi dari perlakuan tanpa adanya sel dimaksudkan sebagai faktor pengoreksi absorbansi perlakuan. Untuk mengetahui hasil uji sitotoksisitas maka
dilakukan perhitungan kematian sel dengan menggunakan rumus : kematian =
A C
B A
− −
x 100 Data persen kematian kemudian dikonversi dengan analisis probit
menggunakan program SPSS 13 untuk menghitung nilai LC
50
. Analisis probit merupakan salah satu analisis regresi untuk mengetahui hubungan konsentrasi –
respon prosentase kematian sel agar diperoleh persamaan garis lurus yang dapat digunakan untuk menentukan nilai LC
50
lebih akurat.
Tabel IV. Nilai LC
50
hasil interpolasi analisis probit pada sel SiHa dan sel Vero
Sel SiHa Sel Vero
Fraksi Protein
Umbi Teki
LC
50
µgml r
hitung r
tabel LC
50
µgml r
hitung r
tabel FP
20
105,80 0,906
0,811 35,09
0,914 0,811
FP
40
106,20 0,948
0,878 27,36
0,971 0,878
FP
60
108,08 0,915
0,811 14,73
0,909 0,878
FP
80
84,46 0,897
0,811 16,43
0,909 0,811
Nilai LC
50
merupakan gambaran toksisitas suatu senyawa, dimana semakin rendah nilai LC
50
maka semakin besar efek sitotoksisitasnya. Nilai LC
50
kurang dari 1000 µgml dinyatakan bersifat sitotoksik. Berdasarkan hasil PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
penelitian, pada semua fraksi protein umbi teki baik terhadap sel Vero maupun sel SiHa dinyatakan bersifat sitotoksik.
Nilai LC
50
paling kecil dapat dikatakan memiliki potensi yang paling tinggi dalam membunuh sel uji. FP
80
dengan nilai LC
50
terkecil bersifat paling sitotoksik terhadap kultur sel SiHa dimana dengan kadar 84,46 µgml sudah
mampu membunuh sel uji sebesar 50 populasi tabel IV. Untuk sel Vero, FP
60
yang bersifat paling sitotoksik karena nilai LC
50
-nya terkecil. Dari data diatas, juga diasumsikan bahwa fraksi protein umbi teki bersifat lebih toksik terhadap sel
Vero dibanding sel SiHa. Hal ini terlihat dari nilai LC
50
sel Vero lebih kecil daripada nilai LC
50
sel SiHa. Nilai LC
50
baik pada sel SiHa maupun sel Vero untuk tiap fraksi protein umbi teki signifikan untuk taraf kepercayaan 95 dimana r hitung lebih besar r
tabel Lampiran 10. Data LC
50
kemudian dianalisis dengan uji Kolmogorov- Smirnov untuk melihat distribusi datanya. Dari hasil pengolahan data diketahui
bahwa nilai probabilitas pada keempat fraksi protein FP
20
, FP
40
, FP
60
, dan FP
80
baik untuk sel SiHa maupun sel Vero, lebih besar 0,05 p 0,05 maka data tersebut memenuhi persyaratan uji normalitas atau mempunyai distribusi normal
Lampiran 11 dan 12. Berdasarkan asumsi tersebut, perlu diuji signifikansinya untuk melihat
adanya perbedaan yang bermakna antara LC
50
sel SiHa dan LC
50
sel Vero melalui uji t-independent. Pertama, diperoleh hasil untuk uji kesamaan varian dua
populasi homogenitas yaitu p 0,05 pada tiap fraksi protein maka dikatakan kedua varian populasi sama. Kedua, menguji signifikansi perbedaan rata-rata dan