Tujuan Penelitian Analisis Manfaat Program CSR (Corporate Social Responsibility) Chevron Geothermal Salak, Ltd Bidang Ekonomi Terhadap Pengembangan Usahatani Padi di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogo
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Corporate Social Responsibility CSR
Definisi CSR menurut World Business Council on Sustainable Development adalah komitmen dari bisnis atau perusahaan untuk berperilaku etis
dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, sekaligus meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan
masyarakat luas Wibisono, 2007. Tanggung jawab sosial atau Corporate Social Responsibility CSR perusahaan dapat didefinisikan sebagai mekanisme bagi
suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial kedalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders,
yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum Anggraini, 2006. CSR adalah suatu konsep yang memerlukan praktik dimana entitas perusahaan
secara sukarela mengintegrasikan kedua bidang, yaitu sosial dan lingkungan dalam filosofi operasi bisnis perusahaan Babatunde, 2013.
Tanggung jawab sosial secara lebih sederhana dapat dikatakan sebagai timbal balik perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan sekitarnya karena
perusahaan telah mengambil keuntungan atas masyarakat dan lingkungan sekitarnya, dalam proses pengambilan keuntungan tersebut seringkali perusahaan
menimbulkan kerusakan lingkungan ataupun dampak sosial lainnya. Tanggung jawab sosial mulai muncul pada tahun 1060-an saat negara-negara telah pulih dari
Perang Dunia II. Pada waktu itu, persoalan keterbelakangan dan kemiskinan mulai mendapat perhatian dari berbagai kalangan. Hal ini mendorong berkembangnya
tanggung jawab sosial sebagai cara untuk mengentaskan kemiskinan dan keterbelakangan tersebut.
Pada tahun 1070-an, muncul sebuah pemikiran bahwa bumi tempat kita tinggal memiliki daya dukung yang terbatas dimana manusia terus berkembang
dan bertambah padat. Oleh karena itu, ekploitasi perlu dilakukan secara hati-hati Wibisono, 2007. Pada dasawarsa tersebut disadari timbulnya tanggung jawab
sosial dengan pemikiran bahwa untuk meningkatkan sektor produksi perlu didukung oleh peningkatan permintaan masyarakat. Peningkatan tersebut salah
satunya dapat diperoleh dengan berubahnya masyarakat yang miskin menjadi
mampu. Perubahan ini mungkin dapat dilakukan dengan adanya bantuan dari luar misalnya atas perbaikan sarana pendidikan dan kesehatan.
Pelaksanaan CSR sudah merupakan kewajiban dari perusahaan untuk melakukannya, hal ini didukung dengan adanya aturan pemerintah yaitu Undang-
Undang No. 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas UU PT dan UU No. 25 tahun 2007 tentang penanaman modal UU PM. Pasal 74 UU PT yang
menyebutkan bahwa setiap perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan atau berkaitan dengan sumberdaya alam wajib melaksanakan
tanggung jawab sosial dan lingkungan. Jika tidak dilakukan, maka perseroan tersebut akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Aturan lebih tegas sebenarnya juga sudah ada di UU PM Dalam pasal 15 huruf b disebutkan, setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung
jawab sosial perusahaan. Jika tidak, maka dapat dikenai sanksi mulai dari peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha dan
atau fasilitas penanaman modal, atau pencabutan kegiatan usaha dan atau fasilitas penanaman modal pasal 34 ayat 1 UU PM.
Dengan adanya ketentuan ini menimbulkan ketakutan sendiri bagi kalangan perusahaan, hal ini menimbulkan pro dan kontra yang berkaitan dengan
kewajiban perusahaan dalam menjalankan program CSR. Pikiran-pikiran yang menyatakan kontra terhadap pengaturan CSR menjadi sebuah kewajiban,
disinyalir dapat menghambat iklim investasi baik bagi perseroan yang sudah ada maupun yang akan masuk ke Indonesia. Namun, bagi sebagian perusahaan yang
pro dengan adanya program CSR ini memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan.
Menurut Wibisono 2007 perusahaan memperoleh beberapa keuntungan karena menerapkan tanggung jawab sosialnya antara lain: untuk mempertahankan
dan mendongkrak reputasi dan brand image perusahaan, layak mendapatkan ijin untuk beroperasi social license to operate, mereduksi resiko bisnis perusahaan,
melebarkan akses ke sumberdaya, membentangkan akses menuju market, mereduksi biaya, memperbaiki hubungan dengan stakeholders, memperbaiki
hubungan dengan regulator, dan meningkatkan semangat dan produktifitas