Dampak Kegiatan Penangkapan Ikan terhadap Mutu Ikan Tuna dan

2.8.2 Kapal dan Nelayan

Dalam pengoperasian pancing tonda digunakan perahu motor tempel dengan dimensi utama adalah 6 x 0,6 x 0,7 m. Terbuatnya dari bahan kayu sengon paraserianthes falcataria, dengan kekuatan mesin 5,5 HP dan menggunakan bahan bakar bensin. Mesin ditempelkan pada bagian buritan perahu. Fungsi dari mesin adalah untuk menarik tali pancing melalui perahu dalam pengoperasian alat tangkap pancing tonda Nugroho, 2002. Pancing tonda umumnya dioperasikan dengan perahu kecil, jumlah nelayan yang mengoperasikan sebanyak 4-6 orang yang terdiri dari satu orang nahkoda merangkap fishing master, satu orang juru mesin dan 2-4 orang ABK yang masing-masing mengoperasikan satu atau lebih pancing pada saat operasi penangkapan berlangsung Sainsbury, 1971 yang diacu Handriana 2007.

2.9 Dampak Kegiatan Penangkapan Ikan terhadap Mutu Ikan Tuna dan

Pencemaran Perairan Dampak kegiatan penangkapan ikan terhadap mutu ikan tuna dapat menimbulkan dua aspek, yaitu postif dan negatif. Dampak postifinya yaitu menghasilkan ikan yang masih segar sehingga menjaga mutu ikan tersebut, karena dilakukan penangkapan yang cepat, dan hati-hati terhadap ikan tuna tersebut. Dampak negatifnya yaitu apabila didalam proses penangkapan tidak dilakukan dengan cepat dan hati-hati, maka mutu ikan tuna tersebut akan menurun, berarti ikan dalam keadaan terlalu banyak berontak ketika ditarik ke arah kapal maupun diangkat ke atas kapal. Akibatnya ikan tersebut mengalami stress, dan mengeluarkan banyak energi dan segera mengalami rigormortis Poernomo, 2002. Penanganan di atas kapal yang tidak sesuai dengan prosedur yang ditentukan, mengakibatkan mutu ikan itu bukan menjadi membaik, malah memberikan hasil yang buruk dari mutu ikan tersebut. Sebaliknya, jika penanganan sesuai dengan prosedur yang di tentukan, maka memberikan hasil yang baik dari mutu ikan tersebut. Sejak permintaan dunia akan sumber protein hewani khususnya ikan meningkat, upaya untuk meningkatkan kemampuan tangkap alat penangkapan ikan terus diupayakan, baik dari sisi teknologi bahan alat penangkapan ikan, metode penangkapan ikan, maupun teknologi alat bantu penangkapan ikannya. Kompetisi yang makin tinggi antar nelayan penangkap ikan mendorong nelayan untuk mengoperasikan alat tangkap yang efektif dan efisien. Untuk memperpanjang masa pengoperasian alat tangkap, bahan alat tangkap yang semula dibuat dari bahan alami dan mudah rusak diganti dengan bahan yang dibuat dari fiber sintetik modern yang bersifat non-biodegradable. Bahan-bahan inilah yang kemudian memicu adanya ghost fishing atau suatu istilah dalam penangkapan ikan yang mengambarkan ikan yang mengambarkan dampak negatif dari proses penangkapan ikan. Dalam kegiatan penangkapan ikan karena beberapa sebab, tidak jarang nelayan kehilangan alat tangkapnya. Alat tangkap juga hilang karena faktor cuaca. Tidak jarang pula alat tangkap hilang karena unsur kesengajaan, misalnya dipotong oleh kapal niaga yang melintas jalur laut tersebut atau dipotong nelayan lain karena menggangu daerah operasi penangkapannya. Potongan atau bagian jaring, atau alat tangkap yang tertinggal di laut, secara terus menerus akan menangkap ikan. Proses tertangkapnya ikan yang tak termanfaatkan sebagai akibat dari tertinggalnya alat tangkap ikan di laut inilah yang disebut sebagai ghost fishing. Alat tangkap yang tertinggal di laut akan menyebabkan tertangkapnya ikan, yang kemudian mati, ikan menjadi busuk. Ikan yang telah membusuk tersebut kemudian menarik ikan atau biota pemangsa bangkai dan krustasea lainnya berkumpul di sekitarnya. Selanjutnya, kehadiran ikan dan krustacea pemangsa bangkai di sekitar alat tangkap, menarik ikan yang tropik levelnya lebih tinggi untuk datang dan memangsa ikan dan biota yang ada. Kecelakaan terjadi, beberapa ikan terperangkap alat tangkap yang tertinggal dan memicu siklus ghost fishing selanjutnya, demikian seterusnya. Proses ini akan berulang terus sampai alat tangkap itu hancur sama sekali. Umur dari siklus ghost fishing ini bervariasi, dan sangat bergantung pada kondisi lingkungan di sekitar tertinggalnya alat tangkap tersebut. Nilai dan jenis dampak dari ghost fishing sangat beragam, tergantung pada wilayah dan jenis prikanannya. Meskipun relatif sulit untuk menghitung nilai dampak dan ghost fishing, beberapa penelitian terhadap alat tangkap statis menunjukkan bahwa kehilangan akibat ghost fishing diperkirakan sebesar 10 dari populasi yang ada. Pencemaran perairan atau limbah yang dihasilkan dan suatu aktivitas penangkapan ikan merupakan permasalahan penting yang perlu diwaspadai dan di antisipasi pengelolaanya sejak awal, bila terlambat akan berakibat fatal terhadap kelestarian sumberdaya laut dan hayati perairan sekitarnya. Informasi mengenai jenis dan jumlah limbah yang dihasilkan dan suatu kegiatan di laut dan sekitarnya sangat penting, hal ini untuk menghindari atau mengurangi terjdinya dampak negatif yang akan ditimbulkan pada ekosistem perairan laut. 2.10 Perangkat Analisis Pengendalian Mutu 2.10.1 Peta kendali untuk pengendalian mutu