52
VI DAYASAING AGRIBISNIS KEDELAI LOKAL DI INDONESIA
6.1. Analisis Komponen Porter’s Diamond System
6.1.1. Kondisi faktor Sumberdaya
Dayasaing agribisnis kedelai lokal di Indonesia dipengaruhi oleh kondisi faktor sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya ilmu pengetahuan
alam dan teknologi, sumberdaya modal dan sumberdaya infrastuktur. Kelima
sumberdaya tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1
Sumberdaya Alam a
Syarat, Kondisi dan Luas Lahan
Tanaman kedelai responsif terhadap faktor iklim karena berasal dari daerah subtropis. Namun tanaman kedelai dapat tumbuh subur di daerah tropis
apabila berbagai persyaratan teknis penanaman dapat terpenuhi. Sumberdaya lahan yang digunakan untuk menanam kedelai memenuhi beberapa kondisi,
antara lain kedelai tumbuh baik pada tempat terbuka dengan ketinggian 50-500 m pada tanah yang sedikit masam sampai mendekati netral, yaitu pada pH 5,5-
7,0 dan ph optimal 6,0-6,5. Tanah dengan tekstur agak berliat dan berdrainase baik atau tanah lempung berpasir sandy loam yang kaya bahan organik, sangat
sesuai untuk tanaman kedelai. Kedelai merupakan tanaman yang memerlukan penyinaran matahari secara penuh. Suhu yang sesuai dengan pertumbuhan
tanaman kedelai berkisar antara 22-27°C. Pada umumnya curah hujan yang merata 100-150 milimeter per bulan pada dua bulan pertama sejak tanam
merupakan kondisi yang cukup baik bagi pertumbuhan kedelai Sumarno, Manshuri 2007.
Kriteria kesesuaian agroklimat untuk lahan kedelai cukup luas, karena hampir pada seluruh lahan sawah di Indonesia dan sebagian besar lahan kering
dapat ditanami kedelai. Pengaturan tanam dan perhitungan umur tanaman yang tepat sangat perlu untuk memperoleh hasil yang baik. Pada lahan kering yang
umumnya terdapat di Sumatera dan NTB dapat ditanami kedelai dengan melakukan penyesuaian waktu tanam dengan curah hujan. Untuk lahan kering
bereaksi masam diperlukan tambahan perlakuan pengapuran kalsit atau dolomite. Sesuai dengan pola tanam yang ada disetiap daerah, kedelai ditanam
53 hampir pada semua tipologi tanah, baik pada sawah irigasi teknis, setengah
teknis, lahan kering, lahan tadah hujan dan lahan pasang pasang surut Ditjentan 2004.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2010, luas lahan kedelai di Indonesia pada tahun 2009 adalah sebesar 722.931 ha. Dari tahun ke
tahun luas lahan kedelai cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 1992 luas lahan kedelai mencapai 1,67 juta ha dan pada tahun 1999 lahan kedelai turun
menjadi 1,16 juta ha. Penurunan lahan kedelai secara drastis terjadi pada tahun 2000 dengan luas lahan sebesar 824.484 ha. Hal ini terjadi karena dampak dari
banyaknya impor kedelai pada tahun tersebut akibat insentif yang diberikan Amerika berupa kredit tak berbunga terhadap negara pengimpor kedelai Amerika
termasuk Indonesia. Hal ini membuat kedelai impor semakin deras masuk dan gairah petani untuk menanam kedelai lokal berkurang. Lahan kedelai tersebar di
seluruh Indonesia, dimana luas tanam terbesar selama empat tahun terakhir terdapat di provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, NTB, Aceh, Yogyakarta dan Jawa
Barat dengan luas masing-masing daerah sebesar 231.992 ha, 104.976 ha, 76.905 ha, 32.513 ha, 31.347 ha, 28.680. Sebaran lahan untuk komoditas kedelai di
Indonesia dapat dilihat pada Tabel 9. Menurut Agus dalam Pusat Penelitian Tanaman Pangan 2007, daerah
yang berpotensi untuk ditanami kedelai terdapat di NAD, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan NTB. Hal ini didukung oleh penelitian Agus et al 2005 di dalam Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan
2007 yang menyatakan bahwa lahan subur yang berpotensi tinggi dan sedang untuk pengembangan kedelai terdapat di Pulau Jawa.
54
Tabe l 8. Luas Tanam Kedelai Lokal 2007-2010 Hektar
Provinsi Luas Area ha
2007 2008 2009 2010 Aceh
14.748,06 32.750,00
45.094,39 37.460,24
Sumatera Utara 3.745,69
9.593,90 11.493,53
7.800,83 Sumatera Barat
882,90 7.385,28
1.882,04 1.112,86
Riau 2.264,98
4.317,68 4.905,56
5.282,88 Kepulauan Riau
- 2,00 2,00 6,00
Jambi 3.406,47
4.786,69 7.236,13
4.243,03 Sumatera Selatan
1.989,61 5.351,65
9.165,22 751,45 Kepulauan Bangka Belitung
- 8,00 1,00 53,01
Bengkulu 1.880,52
2.487,65 5.603,16
2.655,27 Lampung
3.007,97 5.659,32
13.517,15 6.197,12
DKI Jakarta -
- -
- Jawa Barat
12.429,08 23.804,05
41.787,10 36.701,51
Banten 2.040,50
4.974,56 12.193,40
8.359,86 Jawa Tengah
84.101,71 111.637,76
110.091,77 114.072,82
DI Yogyakarta 27.620,47
32.526,02 31.665,09
33.576,82 Jawa Timur
199.546,32 216.795,15
264.724,29 246.902,55
Bali 5.753,25
6.346,49 9.376,56
4.825,37 Nusa Tenggara Barat
56.920,97 76.145,72
87.932,11 86.625,12
Nusa Tenggara Timur 1.528,89
2.325,23 2.010,53
1.758,65 Kalimantan Barat
693,17 1.332,76
1.757,73 2.541,67
Kalimantan Tengah 719,27
1.653,33 1.888,59
2.161,18 Kalimantan Selatan
1.805,43 3.260,46
3.346,12 3.153,15
Kalimantan Timur 1.521,21
2.142,98 1.877,60
1.679,36 Sulawesi utara
2.661,63 5.225,92
5.649,96 6.834,09
Gorontalo 4.004,22
1.873,32 4.727,97
2.883,90 Sulawesi Tengah
2.299,29 2.362,39
3.618,39 2.782,13
Sulawesi Selatan 12.030,44
19.048,40 25.799,38
23.632,69 Sulawesi barat
792,95 1.498,18
2.075,71 2.082,79
Sulawesi Tenggara 3.716,96
4.098,92 6.716,51
2.660,30 Maluku
1.227,20 1.293,87
1.307,12 988,30 Maluku Utara
965,93 1.046,68
542,88 787,32 Papua
3.600,36 3.657,48
3.624,66 3.764,28
Papua Barat 1.281,54
1.624,65 1.150,48
570,88 Total Luas Tanam
459.186,99 597.016,49
722.764,13 654.907,43
Ket: - Tidak Tanam Sumber: Direktorat Jendral Tanaman Pangan 2010 [diolah]
55
b Aksestabilitas Terhadap Input
Aksestabilitas terhadap input merupakan kemudahan bagi para petani kedelai untuk memperoleh input-input pertanian seperti benih, pupuk, obat-
obatan dan mesin-mesin pertanian yang digunakan untuk mendukung usahatani kedelai. Untuk tercapainya produktivitas usahatani kedelai yang tinggi maka
ketersediaan input pertanian tersebut sangat diperlukan. i
Benih Benih kedelai diproduksi dan diedarkan oleh pemerintah Badan Usaha
Milik NegaraBBIBBU dan swasta. Sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah dalam menetapkan otonomi daerah, saat ini kewenangan pengelolaan balai benih
telah diserahkan kepada masing-masing pemerintah daerah Direktorat Jendral Tanaman Pangan 2005.
Benih awalnya diperoleh dari pemulia benih yang berada di bawah koordinasi Balitbang. Setelah itu benih diperbanyak oleh balai benih yang berada
ditingkat provinsi maupun kabupaten. Benih yang telah diperbanyak oleh balai benih disalurkan kepada para penangkar atau produsen benih. Setelah benih
berada pada penangkar atau produsen benih, benih disalurkan langsung kepada petani atau melalui distributor kepada petani. Selain melalui balai benih, benih
juga diperbanyak oleh pihak swasta maupun BUMN. Beberapa BUMN yang melakukan perbanyakan benih diantaranya PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani.
Beberapa perusahaan benih yang sudah cukup besar tidak hanya memperoleh benih dari balai benih namun beberapa perusahaan mengeluarkan benih-benih
sendiri. Benih yang berasal dari balai benih maupun yang berasal dari swasta atau BUMN, melalui tahap sertifikasi benih hingga benih sampai ke tangan produsen.
Sertifikasi ini dilakukan oleh BPSBTPH Balai Pengawasan Sertifikasi Benih Tanaman pangan dan Hortikultura
6
. Hingga saat ini petani kedelai umumnya memperoleh benih dari hasil
panen sendiri atau membeli hasil panen musim sebelumnya. Benih juga didapatkan dengan membeli benih ke pedagang hasil bumi yang mendapatkan
kedelai dari musim panen sebelumnya baik antar kecamatan, kabupaten, maupun
6
Hasil wawancara mendalam dengan Kepala Seksi Aneka Kacang dan Umbi Direktorat Perbenihan Ir. Dhani Permadi, MM [28 Maret 2011]
56 provinsi, bahkan ada yang lintas pulau misalnya dari Pulau Jawa ke luar Pulau
Jawa. Untuk lebih menjamin penyediaan benih bermutu, penyediaan benih dilakukan melalui sistem jalur benih antar lapang dan musim atau Jabalsim
Harnowo, Hidajat, Suyamto 2007 Penggunaan benih bermutu varietas unggul sangat terbatas, karena
persepsi petani terhadap manfaat penggunaan benih bermutu cukup bervariasi. Sebagian petani sudah memahami manfaat penggunaan benih bermutu sehingga
mereka selalu menggunakannya, tetapi sebagian besar petani belum memahami manfaatnya sehingga masih banyak yang menggunakan benih asalan. Benih
asalan yang digunakan petani berasal dari pertanaman sendiri, dibeli dari pasar atau barter tukar menukar dengan petani lain. Hal ini tidak menjamin mutu
kedelai tersebut tidak melalui proses setifikasi benih. Pada beberapa daerah, benih bermutu varietas unggul atau benih bersertifikasi sulit didapat petani,
sehingga petani menggunakan benih asalan Ditjentan 2004. ii
Pupuk Pupuk merupakan sarana produksi yang relatif penting dalam menentukan
hasil produksi. Penggunaan pupuk di daerah-daerah bervariasi sesuai dengan spesifikasi lokasi. Kemampuan permodalan petani sangat menentukan petani
dalam melaksanakan anjuran dosis pemupukan yang ideal. Sebagian besar petani belum melakukan Teknologi Hemat Biaya PMMG Pupuk Mikroba Multi Gure
yaitu pemberian pupuk Bio Hayati Rhizoplus, Bio P 2000, feather tea karena keterbatasan modal dan informasi. Namun pada beberapa daerah telah
melaksanakan Teknologi Hemat Biaya PMMG ini, karena medapatkan program bantuan pemerintah Ditjentan 2004.
Untuk memacu peningkatan produktivitas tanaman kedelai dalam mewujudkan ketahanan pangan maka pemerintah telah menetapkan kebijakan
pupuk bersubsidi bagi petani kedelai lokal. Pupuk bersubsidi merupakan pupuk yang diberikan pemerintah kepada petani dengan tujuan untuk membantu petani
dalam mengembangkan usahataninya. Seperti yang dilakukan oleh Dinas Pertanian Sumatera Utara yang meminta produsen pupuk yang dipercayai
57 pemerintah untuk menyalurkan pupuk bersubsidi yakni PT Petrokima Gresik dan
PT Pusri benar-benar menyalurkan pupuk sesuai ketentuan
7
. Umumnya petani yang terkumpul dalam kelompok tani membeli pupuk
secara kolektif bersama dengan kelompok tani tersebut. Namun petani yang tidak tergabung dalam kelompok tani membeli pupuk secara individu ke toko pengecer
pupuk. Namun meskipun begitu aksestabilitas petani untuk memperoleh pupuk pada beberapa daerah sering mengalami masalah. Beberapa masalah yang kerap
kali dialami petani kedelai adalah terbatasnya ketersediaan pupuk pabrik anorganik pada saat dibutuhkan. Meskipun sebelumnya terdapat petani yang
telah mengajukan Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok RDKK secara kolektif bersama kelompok tani namun pupuk yang diajukan sering tidak tersedia.
Sebagai contoh kelangkaan pupuk yang terjadi di daerah Garut, Jawa Barat dan Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur sedangkan di kabupaten Soppeng, Sulawesi
Selatan, petani merasa cukup tersedia pupuk pabrik yang mereka butuhkan. Selain itu hingga saat ini banyak petani kedelai yang beranggapan bahwa
penggunaan pupuk hanya akan menjadikan biaya produksi yang lebih besar pada usahatani kedelai karena tidak sebanding dengan harga jual kedelai lokal yang
keuntungannya dinilai masih rendah. Untuk itu beberapa petani menanam kedelai setelah padi agar mendapat sisa-sisa pupuk dari penanaman sebelumnya. Hal
inilah yang menyebabkan seringkali kedelai tidak diberi pupuk sebagaimana mestinya karena pada dasarnya kedelai dapat tumbuh tanpa diberi pupuk.
Meskipun begitu penggunaan pupuk sangat penting bagi peningkatan produktivitas kedelai
8
.
c Biaya-biaya Terkait
Biaya-biaya yang diperlukan dalam usahatani kedelai lokal antara lain biaya tenaga kerja yang terdiri dari biaya penyiapan lahan, biaya penanaman,
biaya pemupukan, biaya penyiangan, biaya penyemprotan, biaya panen, biaya, pengeringan, biaya perontokan, dan biaya penyimpanan. Selain itu terdapat
biaya-biaya terkait sarana produksi diantaranya biaya benih terutama untuk
7
Serapan Pupuk Subsidi Masih Minim. 2011. http:www. medanbisnisdaily.com newsread 2011 041429145 serapan_pupuk_subsidi_masih_minim [diakses 20 Maret 2011]
8
Hasil wawancara mendalam dengan Kepala Sub Bidang Kedelai sekaligus perwakilan Dewan
Kedelai Ir. Kasmin Nadaek, MM [28 Maret 2011]
58 tanaman awal, biaya pupuk seperti urea dan NPK, biaya pestisida. Biaya lain-lain
seperti sewa lahan menjadi tambahan biaya dalam usahatani kedelai. Berdasarkan analisis, usahatani budidaya kedelai memberikan keuntungan
secara finansial dari tingkat pendapatan yang mencapai Rp. 4,8 juta per hektar permusim tanam di wilayah Jawa dan 4,4 juta per hektar per musim tanam
diwilayah luar Jawa. Bila dilihat pada analisis usahatani kedelai diperoleh nilai RC ratio untuk wilayah Jawa sebesar 2,01 sedangkan untuk wilayah luar Jawa
sebesar 2,12 Lampiran 2. Hal ini menunjukan bahwa usahatani kedelai lokal cukup layak untuk diusahakan.
d Produktivitas Lahan
Produktivitas lahan untuk tanaman kedelai diukur berdasarkan kemampuan suatu lahan dalam menghasilkan kedelai tiap hektarnya. Berdasarkan
data Direktorat Jendral Tanaman Pangan 2010, diketahui bahwa produktivitas lahan kedelai mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007
produktivitas kedelai di Indonesia sebanyak 1,29 tonha. Selanjutnya pada tahun 2008 mengalami peningkatan produktivitas menjadi 1,3 tonha. Pada tahun 2009
menjadi 1,35 tonha dan pada tahun 2010 meningkat dengan angka sementara sebesar 1,37 tonha. Produktivitas lahan kedelai pada setiap provinsi berbeda-
beda. Produktivitas terbesar selama beberapa tahun terakhir terjadi pada tahun 2007 pada provinsi Sulawesi Utara sebesar 1,72 tonha, sedangkan pada tahun
2010 sendiri produktivitas terbesar dicapai Provinsi Sumatra Barat dan Jawa Tengah sebesar 1,65 tonha.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Pusat Data dan Informasi Pertanian 2008, produktivitas kedelai Indonesia masih di bawah negara-negara Asia
lainnya seperti Cina, Jepang, Thailand dan Vietnam. Kedelai yang banyak digunakan di Indonesia adalah kedelai putih yang bukan merupakan tanaman asli
daerah tropis. Hal ini mengakibatkan teknologi yang dikembangkan untuk pemuliaan serta domestikasi belum berhasil sepenuhnya mengubah sifat
fotosensitif kedelai putih. Di sisi lain kedelai hitam yang tidak bersifat fotosensitif kurang mendapat perhatian dalam pemuliaan meskipun dalam segi adaptasi lebih
cocok bagi Indonesia. Kedelai hitam merupakan bahan baku utama kecap yang dari sisi prospek pengembangannya juga cukup baik. Dengan teknik budidaya
59 yang baik dan teknologi yang mendukung maka kedelai lokal mampu berproduksi
dengan baik. Banyak wilayah Indonesia yang dapat dijadikan sebagai lahan untuk penanaman kedelai lokal. Luas panen, produktivitas dan jumlah produksi dapat
dilihat pada Lampiran 3.
2 Sumberdaya Manusia
Keberadaan sumberdaya manusia sebagai salah satu faktor produksi agribisnis kedelai lokal sangatlah penting. Sumberdaya manusia yang memadai
dan berkualitas akan membantu menghasilkan kedelai lokal yang baik dan mampu menghasilkan sistem agribisnis kedelai lokal yang berdayasaing. Pada sistem
agribisnis kedelai mulai dari hulu hingga ke hilir, sumberdaya manusia yang terkait didalamnya antara lain peneliti, petani, pedagang, Petugas Pemandu
Lapang PPL dan jabatan lainnya. Peneliti merupakan pihak yang melakukan kegiatan penelitian terkait
tanaman kedelai yang dapat menunjang pengembangan agribisnis kedelai lokal di Indonesia dan berada di bawah koordinasi lembaga penelitian. Sebagai contoh
Badan Penelitian dan Pengembangan Kacang-kacangan dan Umbi-umbian yang memberikan kontribusi berupa inovasi teknologi yang mampu meningkatkan
produksi kedelai serta berbagai penelitian lainnya yang dapat mendukung pengembangan agribisnis kedelai lokal di Indonesia.
Petani merupakan subjek utama yang mengendalikan dan mengelola berbagai proses usahatani dan terlibat langsung dalam proses produksi tanaman
kedelai. Jumlah petani kedelai saat ini lebih dari 75 persen berumur 45 tahun
dengan pendidikan terbanyak sekolah dasar. Untuk itu, diperlukan pembinaan kemampuan petani dan kelompoknya agar partisipasi petani dalam proses
produksi kedelai lebih meningkat dan bersifat mandiri. Selain itu juga diperlukan pengembangan kualitas kelompok tani agar terjadi kekompakan antar anggota
dalam kelompok dan peningkatan kerja sama antar kelompok yang lebih baik. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa adopsi teknologi produksi kedelai
oleh petani masih dihadapkan pada beberapa hambatan, antara lain persepsi petani terhadap teknologi, kemampuan modal petani yang terbatas, skala usaha yang
sempit dan terpencar, risiko kegagalan panen yang besar dan kecilnya insentif bagi petani.
Petani kedelai lokal di Indonesia sebagian besar merupakan petani
60 kecil, dengan luas areal tanam kurang dari 1 ha. Beberapa diantaranya tergabung
dalam sebuah kelompok tani Adisarwanto 2010. Menurut Ditjentan 2004 Terdapat kelompok tani yang terdiri dari tingkat pemula, lanjut dan madya.
Kelompok tani yang pernah disurvei pernah berprestasi sebagai juara kelompok tani dibidang agribisnis kedelai salah satunya adalah kelompok petani Karya
Bakti Dusun Jatirejo, Desa Glagahagung yang merupakan salah satu desa di Banyuwangi yang menjuarai lomba intesifikasi kedelai tingkat Provinsi tahun
2008. Selain itu kelompok tani Karya bakti berhasil menjadi perwakilan Provinsi Jawa Timur pada Lomba Intensifikasi Kedelai Tingkat Nasional tahun 2008.
Pedagang atau pengumpul merupakan pihak yang menyalurkan kedelai hingga sampai ke perantara lain maupun ke konsumen akhir. Berdasarkan data
yang diperoleh dari Ditjentan 2004, sebagian besar pedagang kedelai di Indonesia lebih banyak menjual kedelai impor dibandingkan dengan kedelai lokal.
Pedagang pada umumnya mendapatkan kedelai lokal langsung dari petani. Masih terbatasnya petani yang menjual secara berkelompok membuat posisi tawar petani
rendah sehingga harga jual kedelai lokal ditentukan oleh pedagang atau pengumpul.
Pemandu lapang adalah pihak yang memberikan informasi-informasi yang berkaitan dengan kegiatan usahatani di daerah provinsi dan kabupaten
pengembangan kedelai lokal. Berdasarkan data Ditjentan 2004, pada umumnya tingkat pendidikan penyuluh adalah SLTA dengan masa kerja bervariasi antara
15-23 tahun dimana frekuensi kunjungan kelompok tani bevariasi, berkisar antara 1-2 kali perbulan. Dalam kunjungannya sebagian penyuluh menggunakan
kendaraan operasional dalam melaksanakan tugasnya.
3 Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi pada agribisnis kedelai lokal, mulai dari input, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, panen, pasca panen
merupakan hal penting untuk menunjang dayasaing agribisnis kedelai. Sumberdaya ini mencakup ketersediaan pengetahuan pasar, pengetahuan ilmiah
dan inovasi teknologi dalam melakukan produksi yang dapat diperoleh melalui lembaga penelitian, asosiasi pengusaha, perguruan tinggi dan teknologi lainnya.
61
a Lembaga Penelitian
Lembaga penelitian yang berperan sebagai sumber teknologi di bidang agribisnis kedelai di Indonesia adalah Pusat Penelitian dan pengembangan
Tanaman pangan Puslitbangtan yang berlokasi di Bogor. Selain itu terdapat lembaga Penelitian yang khusus meneliti tentang kacang-kacangan termasuk
kedelai yaitu Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian yang berlokasi di Malang. Puslitbangtan berperan dalam
menghasilkan inovasi teknologi yang mampu meningkatkan produksi dan pendapatan petani dengan memperhatikan kelestarian sumberdaya alam.
Bersama-sama dengan Direktorat Jendal Tanaman Pangan dan Pemerintah Daerah, Puslitbangtan di bawah koordinasi Badan Litbang Pertanian
mengembangkan berbagai inovasi teknologi seperti varietas unggul, budidaya, pasca panen dan pengelolaan tanaman terpadu PPT terkait tanaman kedelai.
Penelitian dilaksanakan di laboratorium, rumah kaca, kebun percobaan dan lahan petani. Kegiatan di lahan petani diselenggarakan melalui kerja sama dengan Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP dan Dinas Pertanian setempat. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299KptsOT.14072005 pasal 175
ayat 1 menyatakan bahwa Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian PSE-KP sebagai unsur penunjang Departemen yang berada di bawah dan
betanggung jawab kepada Menteri Pertanian melalui Sekretaris Jendral. PSE-KP merupakan lembaga yang berperan dalam menghasilkan informasi sosial ekonomi
dari pertanian termasuk kedelai. b Koperasi Pengusaha Tahu Tempe Indonesia KOPTI
Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia KOPTI merupakan wadah untuk menghimpun para pengusaha dan pengrajin tempe, tahu. KOPTI sendiri
tersebar di berbagai daerah bahkan di kota maupun kabupaten, sebagai contoh KOPTI yang terdapat di kabupaten Bogor, KOPTI kota Bogor, KOPTI kota
Bandung dan KOPTI lainnya yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. KOPTI tersebut menghimpun pengusaha dan pengrajin tempe dan tahu pada
wilayahnya masing-masing dan memberikan kemudahan untuk distribusi kedelai dan berbagai kebutuhan lainnya bagi anggota KOPTI.
62
c Dewan Kedelai Indonesia
Dewan Kedelai bertugas sebagai lembaga yang memberikan saran dan pertimbangan kepada presiden dalam merumuskan kebijakan ke arah
pengembangan sistem dan usaha agribisnis kedelai yang efektif dan efisien. Dewan kedelai sendiri baru didirikan pada tahun 2009. Adanya Dewan Kedelai
ini diharapkan mampu mendukung pengembangan agribisnis kedelai lokal di Indonesia sehingga dayasaing agribisnis kedelai lokal di Indonesia semakin
meningkat.
d Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan mampu menghasilkan informasi-informasi yang berkaitan dengan agribisnis kedelai melalui ilmu pengetahuan dan teknologi.
Lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi memberikan kontribusinya melalui informasi-informasi berupa ilmu pengetahuan dan teknologi yang berguna bagi
pengembangan agribisnis kedelai lokal. Seperti yang dilakukan oleh perguruan tinggi Universitas Hasanuddin yang berkontribusi dalam pembangunan pertanian
kawasan Indonesia Timur. Kontribusi tersebut ditunjukkan diantaranya dengan menghasilkan inovasi teknologi melalui beberapa kegiatan diantaranya alih
teknologi melalui Sekolah Lapang SL yang berbasis teknologi, teknologi produksi benihbibit sumber, kemitraan dengan industri benih dan produksi pupuk
cair organik rumah kompos. Selain itu kontribusi lainnya dilakukan oleh Fakultas Pertanian UGM yang bekerjasama dengan PT Unilever untuk
mengembangkan kedelai hitam lokal. Tim peneliti Fakultas Pertanian UGM akhirnya menghasilkan varietas unggul dari seleksi tanaman asal Bantul,
Yogyakarta, yang dinamai Mallika
9
.
e Sumberdaya IPTEK lainnya
Sumberdaya IPTEK lainnya dapat berasal dari berbagai media, seperti jurnal-jurnal penelitian, surat kabar atau majalah agribisnis, media elektronik
berupa internet, dan media penyedia informasi lainnya. Keragaman dan kelengkapan sumberdaya IPTEK diharapkan dapat mendukung agribisnis kedelai
lokal dalam menerapkan teknologi-teknologi yang tepat guna. Penerapan
9
Faiz Faza. Produksi Kedele Masih Memble. 2007. http: www.agrina online.com show_article. php?rid =7aid=1113 [diakses 28 April 2011]
63 teknologi yang tepat guna dalam agribisnis kedelai diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas dan pengembangan kedelai lokal di Indonesia. Sumberdaya IPTEK yang ada saat ini menjadi satu faktor yang mendukung
dayasaing agribisnis kedelai lokal di Indonesia.
4 Sumberdaya Modal
Sumberdaya modal merupakan faktor penting dalam agribisnis kedelai lokal yang digunakan petani untuk memulai atau mengembangkan usaha.
Permodalan bagi usahatani kedelai lokal berasal dari dua sumber yaitu modal sendiri dan modal yang berasal dari pinjaman.
Peran pemerintah dalam permodalan sangat besar, untuk itu pemerintah memberikan berbagai bantuan dalam perolehan modal seperti subsidi pupuk atau
BLP Bantuan Langsung Pupuk, BLBU Bantuan Langsung Benih Unggul, KUR Kredit Usaha Rakyat, KKP-E Kredit Ketahanan Pangan dan Energi
10
. Hal ini tentunya dapat membantu para petani kedelai lokal yang memiliki
keterbatasan terhadap modal karena petani kedelai lokal umumnya merupakan petani kecil. Meskipun pemerintah telah menyediakan KKP-E di bank dan
menganggarkan dana untuk subsidi bunga, hal ini tidak sepenuhnya berhasil. Pada kenyataannya di lapangan para petani sulit mendapakan KKP-E. Melalui
Gapoktan Gabungan Kelompok Tani, para petani mengajukan pinjaman ke bank untuk mendapatkan KKP-E, namun pihak bank tetap meminta jaminan dari para
petani. Hal yang sama juga terjadi pada pencairan KUR yang bunganya sudah diturunkan. Dalam hal ini pihak bank meminta petani untuk menyediakan jaminan
dan mendapatkan pendampingan serta bimbingan teknis dari Kementerian Pertanian. Bagi petani yang tidak memiliki agunan tentu saja pinjaman melalui
KKP-E maupun KUR sulit untuk diperoleh. Hal inilah yang menyebabkan sulitnya permodalan bagi para petani kedelai.
5 Sumberdaya Infrastruktur
Sumberdaya infrastruktur yang mendukung agribisnis kedelai lokal antara lain transportasijalan, pasar, dan alat telekomunikasi. Pada usaha pertanian
kedelai, infrastruktur kedelai pada lahan sawah lebih baik bila dibandingkan pada
10
Hasil wawancara mendalam dengan Kepala Sub Bidang Kedelai sekaligus perwakilan Dewan
Kedelai Ir. Kasmin Nadaek, MM [ 21 Maret 2011]
64 infrastruktur pada lahan kering. Sumberdaya infrastruktur pada tiap daerah
pengembangan kedelai berbeda-beda. Sebagai contoh pada penanaman kedelai lokal di daerah Grobogan, Jawa Tengah yang sebagian lahannya berupa lahan
sawah dan dilengkapi dengan saluran irigasi yang mendukung. Ketersediaan infrastruktur ini tentunya akan mempermudah petani dalam melakukan kegiatan
agribisnis kedelai lokal. Sedangkan pada daerah Sumatra Utara, sebagian usaha pertanian termasuk kedelai masih mengandalkan tadah hujan dan infrastruktur
berupa irigasi masih kurang
11
. Selain itu semenjak bencana tsunami di Sumatra utara dan Aceh banyak infrastruktur di daerah Aceh dan Sumatera Utara yang
telah rusak seperti jalan, pasar, telekomunikasi. Hal tersebut tentunya akan mempengaruhi pengembangan kedelai di Sumut dan Aceh.
6.1.2. Kondisi Permintaan