Subsistem Hilir dan Pemasaran

44 dalam pola palawija - palawija dan pada MK I Maret-Juni dalam pola padi gogo - palawija atau sayuran - palawija1 Marwoto dan Hilman 2005. Pengembangan usahatani kedelai dapat dilakukan melalui usaha ekstensifikasi, intensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi. Pengembangan usahatani, baik di sawah maupun di lahan kering dapat ditempuh melalui perluasan areal tanam, peningkatan produktivitas dan pengurangan kehilangan hasil, sistem produksi yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

5.2.3. Subsistem Hilir dan Pemasaran

Subsistem agribisnis hilir kedelai lokal meliputi kegiatan pasca panen, kegiatan pengolahan hingga pemasaran. Berdasarkan data Ditjentan 2004, kegiatan pascapanen kedelai dimulai setelah kedelai dipanen. Beberapa kegiatan pasca panen yang dilakukan diantaranya pengeringan kedelai dan perontokan kedelai. Sebagian besar petani melakukan pengeringan kedelai dengan cara sederhana di pekarangan rumah. Petani yang melakukan pengeringan kedelai dengan menggunakan alat pengering kedelai drier masih sangat terbatas. Begitu juga dengan perontokan kedelai, sebagian besar petani melakukan perontokan kedelai secara tradisional dengan menggunakan batang pemukul yang terbuat dari kayu dan pelepah kelapa. Namun di beberapa daerah telah menggunakan Soybean Tresher mesin perontok kedelai. Selain kegiatan pasca panen subsistem agribisnis hilir kedelai juga mencakup kegiatan pengolahan kedelai. Kedelai dapat diolah menjadi berbagai macam produk pangan, pakan ternak dan produk-produk untuk keperluan industri. Pengolahan produk turunan kedelai dilakukan melalui pengolahan modern maupun sederhana. Kedelai yang diolah secara modern dilakukan dengan menggunakan mesin pengolah kedelai sedangkan pengolahan kedelai secara tradisional dilakukan secara manual tanpa menggunakan mesin. Pengolahan kedelai terbagi menjadi dua jenis yaitu pengolahan melalui fermentasi maupun non fermentasi. Beberapa hasil olahan kedelai melalui fermentasi diantaranya tempe, kecap, oncom, tauco sedangkan hasil olahan kedelai non fermentasi diantaranya tahu, kembang tahu, tepung kedelai, susu kedelai. Produk fermentasi hasil industri tradisional yang populer adalah tempe, 45 kecap dan tauco, sedangkan tahu dan kembang tahu adalah produk non fermentasi hasil industri tradisional. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai produk olahan kedelai berupa tempe dan tahu. Sebanyak 57 persen kedelai dikonsumsi dalam bentuk tempe, 38 persen dalam bentuk tahu dan sisanya dalam bentuk olahan lain. Pada pengolahan kedelai sebagian besar kedelai berasal dari kedelai impor. Untuk industri pengolahan kedelai sendiri sebagian besar berskala kecil dan rumah tangga. Berikut dapat dilihat klasifikasi produk olahan kedelai pada Gambar 8. Gambar 8. Klasifikasi Produk Olahan Kedelai Sumber: Widowati 2007 Pemasaran hasil menjadi tolak ukur terhadap tingkat penerimaan dari kegiatan usahatani yang dijalankan. Dalam hal ini, kedudukan atau posisi tawar petani cenderung masih lemah. Lemahnya posisi tawar petani antara lain disebabkan karena kurangnya atau terbatasnya akses petani terhadap informasi harga bagi produk yang akan dipasarkan. Selain itu dengan sifat pasar yang cenderung oligopsoni, semakin melemahkan petani untuk bernegosiasi. Adanya keterpaksaan dari petani untuk segera menjual produknya karena didorong atas kebutuhan rumah tangga atau desakan untuk membayar hutang dan membiayai kegiatan usahatani selanjutnya membuat posisi tawar petani semakin lemah. Oleh karena itu, terciptanya harga kedelai yang wajar dalam rangka meningkatkan • Tahu • Kembang tahu • Susu kedelai • Tepung kedelai • Daging tiruan • Minyak kedelai • Tempe • Kecap • Tauco • Soygurt • Keju kedelai Kedelai Non Fermentasi Fermentasi Tradisional Tradisional Modern Modern 46 pendapatan petani kedelai sekaligus peningkatan kesejahteraan rumah tangga petani perlu mendapat perhatian dari pemerintah Sejati et al 2009. Adapun secara umum rantai pemasaran kedelai adalah seperti disajikan pada Gambar 9. Gambar 9. Rantai Pemasaran Kedelai di Indonesia Sumber: Sudaryanto dan Swastika 2007 Kedelai di Indonesia mulai dari daerah sentra produksi hingga ke industri pengolahan dipasarkan melalui pedagang pengumpul di tingkat desa, kecamatan, kabupaten dan provinsi hingga bermuara ke konsumen akhir. Kedelai yang beredar dipasaran ada yang berasal dari petani, adapula yang berasal dari kedelai impor. Namun sebagian besar perdagangan kedelai di dalam negeri didominasi oleh kedelai yang berasal dari impor. Kedelai lokal yang diproduksi oleh petani dijual kepada pedagang pengumpul baik ditingkat desa, kecamatan maupun ditingkat kabupaten. Kedelai yang telah berada di tingkat pedagang pengumpul kemudian dijual ke pedagang grosir. Kedelai yang telah berada pada tingkat grosir kemudian dijual baik ke pedagang pengecer maupun ke KOPTI dan selanjutnya dijual kembali ke industri pengolah kedelai dan konsumen akhir. Kedelai yang berasal dari impor umumnya dibeli oleh koperasi pengrajin tahu dan tempe KOPTI, selanjutnya dipasarkan ke pengrajin tahu dan tempe hingga sampai ke konsumen. Pedagang Pengumpul Desa Pengolah KOPTI Importir Grosir Pengecer Konsumen akhir Petani 47

5.2.4. Subsistem Penunjang