Universitas Sumatera Utara 5.2 Persepsi tentang VCT
5.2.1 Faktor Internal 5.2.1.1 Informasi
Menurut  hasil  penelitian  dapat  memberikan  gambaran  informasi  tentang Klinik  IMS  dan  VCT  Puskesmas  Teladan  yang  diterima  oleh  informan  dari
aktivisanggota  LSM  yang  bergerak  dalam  peduli  IMS  dan  HIVAIDS  pada kalangan  LSL  dan  waria  yang  bernama  Gerakan  Sehat  Masyarakat  GSM  serta
mereka  juga  memperoleh  informasi  dari  teman  dekat  sekomunitas.  Hal  ini mengindikasikan  bahwa  LSM  dan  teman  dekat  informan  memainkan  peranan
penting  dalam  penyebaran  informasi  mengenai  pelayanan  terkait  HIVAIDS seperti VCT, dimana LSM dapat menjangkau  LSL yang biasanya sulit dijangkau
oleh pemerintah yang dalam hal ini pihak Puskesmas Teladan. Salah  satu  faktor  utama  yang  dapat  memengaruhi  perilaku  pencegahan
seseorang  terhadap  penyakit  agar  lebih  mudah  terwujud  adalah  faktor adanya
informasi.  Informasi  merupakan  salah  satu  variabel  yang  memengaruhi pengetahuan seseorang untuk memanfaatkan atau tidak memanfaatkan pelayanan
fasilitas  kesehatan.  Sumber  informasi  dan  kualitas  informasi  yang  baik  akan mengarahkan  tindakan  masyarakat  untuk  memilih  fasilitas  kesehatan  yang  tepat
untuk  mengatasi  masalah  kesehatan  yang  dialami  oleh  seseorang.  Hal  ini  sesuai pendapat  Haryanto  dalam  Fajariyah  2014  yaitu  sumber  informasi  mempunyai
pengaruh  kepada  pengetahuan  seseorang.  Jika  seseorang  mendapatkan  informasi yang baik, maka ia akan dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
Hasil wawancara dengan informan kesatu dan kedua mengutarakan bahwa informasi yang mereka tahu tentang pelayanan VCT hanya di Puskesmas Teladan
saja. Informan kurang mengetahui tempat pelayanan VCT yang lainnya. Informasi yang  diperoleh  tersebut  atas  saran  dari  teman  dekat  yang  bekerja  sebagai  LSM.
Informan memahami suatu informasi tersebut atas dasar keadaan sosial yang sama sebagai seorang LSL. Hal ini sesuai dengan pendapat Robbins 2001 yaitu dalam
melihat  suatu  objek  atau  peristiwa,  unsur-unsur  lingkungan  sekitar  juga memengaruhi  persepsi  seseorang  seperti  waktu,  keadaan  atau  tempat  kerja,  dan
keadaan sosial. Hasil  penelitian  yang  diperoleh  bahwa  satu  dari  enam  informan
mengetahui kepanjangan
VCT, sisanya
menyatakan tidak
tahu apa
kepanjangannya. Narasumber yang memberikan informasi pelayanan VCT kepada informan  mudah  dipahami  karena  rasa  teman  akrab  sesama  komunitas  LSL  dari
GSM  sehingga  penyampaian  mengenai  hal  itu  tidak  sulit,  informasi  yang diberikan  bagus,  jelas,  tidak  terlalu  formal  sifatnya  sharing.  Namun  satu
informan menyatakan informasi yang diberikan melalui seminar sehingga sifatnya terlalu formal dalam penyampaian klinik IMS dan VCT Puskesmas Teladan.
Pihak  Puskesmas  Teladan  yang  bertugas  menjalankan  fungsinya  dalam mempromosikan  dan  mengenalkannya  kepada  masyarakat  khususnya  kelompok
risiko  tinggi  tertular  HIVAIDS  tentang  pelayanan  VCT  seharusnya  lebih  andil mengambil  bagian  dalam  penyebaran  informasi  yang  sejelas-jelasnya  tentang
pelayanan  VCT  mengingat  informasi  yang  didapat  oleh  informan  hanya  berasal dari anggota LSM dan teman sekomunitasnya.
Universitas Sumatera Utara
Upaya  untuk  menjangkaunya  dengan  informasi  dan  layanan  yang  lebih dari pendekatan biasa dengan menggunakan cara kontak langsung, tatap muka di
lokasi transaksi seks dan tempat-tempat LSL  berkumpul. Jaringan  LSL  yang ada harus  dimanfaatkan  untuk  menjangkau  lebih  dalam  ke  komunitas  LSL,  mungkin
melalui  pemakaian  internet,  hotline,  SMS,  dan  lain  sebagainya.  Sehingga informasi  akan  lebih  efektif  diterima,  selanjutnya  diharapkan  persepsi  mereka
akan berubah dan timbullah motivasi untuk melakukan tindakan pencegahan.
5.2.1.2 Pengetahuan
Pengetahuan  didefenisikan  sebagai  segala  apa  yang  diketahui  berkenaan semua yang pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta atau teori yang
memungkinkan  seseorang  dapat  memahami  sesuatu  gejala  yang  dihadapinya. Pengetahuan  diperoleh  dari  pengalaman  langsung  atau  orang  lain  yang  sampai
kepada seseorang Notoatmodjo, 2003. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa keseluruhan informan
memiliki  persepsi  tersendiri  mengenai  pengetahuan  tentang  pelayanan  VCT Puskesmas  Teladan.  Informan  cenderung  menyatakan  manfaat  Klinik  IMS  dan
VCT  bukan  mengenai  manfaat  pelayanan  VCT  itu  sendiri  yaitu  mengobati penyakit  kelamin  dan  HIV,  melakukan  pencegahan  diri  sendiri,  serta  konseling
kesehatan  seputar  IMS  dan  HIVAIDS.  Para  informan  sudah  memiliki pemahaman  dan  mampu  menjelaskan  tentang    pelayanan  VCT  dengan  benar
walaupun dengan bahasa yang berbeda-beda. Tingkat  pengetahuan  informan  tentang  pelayanan  VCT    Puskesmas
Teladan  bukan  hanya  sebatas  konseling  kesehatan  IMS  dan  HIV  untuk
Universitas Sumatera Utara
pencegahan diri informan, melainkan juga pemeriksaan tes darah yang merupakan cara untuk mengetahui apakah tertular HIVAIDS atau tidak.
Informan  kelima  menyatakan  pengetahuan  tentang  pelayanan  VCT berdasarkan  informasi  yang  diterimanya  berkaitan  dengan  perilakunya.  Seperti
yang diungkapkan informan kelima : “kurang tahu saya apa manfaatnya. Penting
dong.  Apalagi  seperti  saya  ini  yang  namanya  hubungan  sejenis  perlu  yang namanya
konseling untuk
kesehatan. ”  Berdasarkan  jawaban  tersebut
menunjukkan  pengetahuan  mereka  tentang  pelayanan  VCT  berbeda-beda  sesuai dengan keadaan mereka saat ini.
Pengetahuan  yang  dimiliki  informan  merupakan  alasan  informan  mau melakukan demand pelayanan VCT Puskesmas Teladan karena mereka menyadari
bahwa  perilaku  atau  kebiasaan  yang  mereka  jalani  sekarang  ini  dapat menyebabkan mereka bisa tertular penyakit kelamin.
Pihak  Puskesmas  Teladan  selaku  yang  memiliki  sarana  pelayanan  VCT dapat menambah pengetahuan para LSL  dan kelompok risiko tertular HIVAIDS
lainnya  tentang  adanya  tes  darah  untuk  pemeriksaan  tertular  HIV  atau  tidak sewaktu  melakukan  mobile  clinic  terjun  ke  lapangan.  Dengan  demikian
pengetahuan  mereka  tentang  pelayanan  VCT  dapat  lebih  luas  sehingga  mereka lebih memahami apa manfaat, tujuan, dan kegunaan sesungguhnya dari pelayanan
VCT bagi mereka. Pengetahuan  yang  diharapkan  dapat  sesuai  dengan  penelitian  yang
dilakukan  oleh  Prihastuti  2015  yaitu  faktor  pendukung  dalam  pemanfaatan klinik  VCT  pada  WPS  di  Kota  Cirebon  adalah  pengetahuan  WPS  tentang
Universitas Sumatera Utara
HIVAIDS dan VCT, keterpaparan informasi WPS tentang HIVAIDS dan VCT, lama menjadi WPS dan umur WPS.
5.2.1.3 Penilaian
Hasil  penelitian  dapat  diketahui  bahwa  keseluruhan  informan  memiliki persepsi  yang  sama  mengenai  penilaian  tentang  pelayanan  VCT  Puskesmas
Teladan.  Informan  cenderung  menyatakan  setuju-setuju  saja  dengan  keberadaan klinik tersebut dikarenakan lokasi puskesmas dekat dari tempat tinggal informan,
pelayanan  yang  diberikan  bagus.  Manfaat  yang  informan  dapatkan  setelah melakukan VCT yaitu rasa kecemasan dalam diri berkurang, menambah wawasan
dan  lebih  menjaga  diri,  serta  merasa  nyaman.  Pihak  Puskesmas  Teladan memberikan  pelayanan  VCT  ini  dipandang  informan  sebagai  pelayanan  yang
bermanfaat secara psikologis bagi setiap penggunanya. Persepsi informan menilai VCT  sudah  dikategorikan  baik.  Penilaian  tentang  pelayanan  VCT  Puskesmas
Teladan  membuat  persepsi  LSL  menjadi  sama  terkait  dengan  pengalaman  yang
mereka rasakan.
Namun  penuturan  dari  informan  keenam,  temannya  tidak  mau  demand pelayanan VCT di puskesmas karena dia ingin menjaga privasi mengenai hal yang
berkaitan dengan dirinya. Ia lebih memilih melakukan pemeriksaan praktek dokter pribadi  dibandingkan  ke  puskesmas.  Penilaian  yang  diberikan  informan  tersebut
masih  ada  rasa  cemas  atau  khawatir  akan  kerahasiaan  data.  Hal  ini  merupakan sebagian  kecil  alasan  dari  informan  tidak  melakukan  demand  pelayanan  VCT.
Untuk  itu,  pihak  Puskesmas  Teladan  hendaknya  membangun  kepercayaan  dan lebih meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Universitas Sumatera Utara 5.2.1.4 Pengalaman
Hasil  penelitian  telah  memberikan  gambaran  tentang  pengalaman menggunakan  pelayanan  VCT  Puskesmas  Teladan  yang  dialami  informan.
Sejauhmana  pengalaman  dapat  membentuk  persepsi  informan  tentang  pelayanan VCT dapat dijelaskan dengan memperhatikan beberapa jawaban informan secara
spesifik. Tingkat pengalaman informan untuk mengakses pelayanan VCT sebanyak
dua  kali.  Informan  menyatakan  bahwa  prosedur  dalam  mendapatkan  pelayanan VCT tidak sulit karena lansung naik ke lantai dua ruangan Klinik IMS dan VCT.
Keseluruhan  informan  menyatakan  puas  dengan  pelayanan  yang  diberikan  oleh pihak  Puskesmas  Teladan  seperti  sikap  petugas  klinik  yang  baik,  ramah,  merasa
nyaman,  serta  sarana  prasarana  lengkap.  Pengalaman  tentang  pelayanan  VCT Puskesmas Teladan bagi setiap informan membentuk persepsi yang hampir sama.
Kondisi ini juga sejalan menurut penelitian Khairurrahmi 2009,  ODHA yang memiliki persepsi yang baik tentang pelayanan kesehatan akan lebih banyak
memanfaatkan  pelayanan  VCT  dari  pada  ODHA  dengan  persepsi  pelayanan kesehatan yang tidak baik. Kemampuan, pengetahuan yang memadai, sikap ramah
tamah,  mudah  ditemui,  kepedulian,  dan  kemauan  untuk  mendengar  sangat dihargai oleh ODHA.
Namun  hasil  penelitian  juga  menunjukkan  bahwa  empat  dari  enam informan  menyatakan  adanya  kritikan  terhadap  pelayanan  VCT  yang  diberikan
petugas  sewaktu  mereka  berkunjung.  Hal  ini  terjadi  dikarenakan  belum  adanya pemberian  semangat  perubahan  perilaku  bagi  informan,  masih  kurangnya  diberi
Universitas Sumatera Utara
kesempatan informan untuk  bertanya, petugas laboratorium  selalu tidak ditempat pada hari sabtu, dokter kadang-kadang tidak berada di klinik dikarenakan adanya
kegiatan  di  luar  gedung  puskesmas  sehingga  tidak  dapat  melayani  setiap  pasien yang  datang  berkunjung  dan  akhirnya  pasien  terlalu  lama  menunggu.  Persepsi
yang  informan  peroleh  berdasarkan  dari  informan  rasakan  terkait  dengan pelayanan petugas dan cara informan diperlakukan.
Berdasarkan  pengamatan  penulis,  kegiatan  kendali  mutu  tidak  dilakukan, tapi hanya sebatas evaluasi kegiatan setiap bulan berupa merekap data pasien yang
melaksanakan konseling dan tes HIV. Pengambilan sampel darah masih dilakukan di luar ruang klinik, konselor masih rangkap tugas dengan bidang lain, serta media
KIE masih belum mencukupi. Sesuai dengan pendapat Robbins 2001 menyatakan bahwa jika seseorang
individu  melihat  suatu  objek  dan  mencoba  menafsirkan  apa  yang  dilihatnya, penafsiran  itu  dipengaruhi  oleh  karakteristik-karakteristik  pribadi  dari  pelaku
persepsi  individu  tersebut  seperti  sikap,  motif,  kepentingan  atau  minat, pengalaman  masa  lalu,  dan  pengharapan.  Persepsi  yang  berbeda-beda  timbul
karena  beberapa  faktor  seperti  ketidaktahuan,  informasi  yang  salah,  penilaian prematur, dan pengalaman yang tidak menyenangkan Rakhmat, 2012.
Adanya  anggapan  dari  pasien  bahwa  dokter  memiliki  kedudukan  yang lebih  tinggi,  sehingga  membuat  mereka  enggan  untuk  bertanya.  Pasien  tidak
memahami  bagaimana  cara  berpartisipasi  dengan  dokter,  sehingga  tidak  terlibat secara seimbang dalam berkomunikasi Tobing, 2014.
Universitas Sumatera Utara
Menurut  Permenkes  RI  No.74  Tahun  2014  mengenai  pedoman pelaksanaan  konseling  dan  tes  HIV,  konselor  sepatutnya  memberikan  edukasi
juga  disertai  dengan  diskusi,  artinya  tersedia  kesempatan  pasienklien  bertanya dan  mendalami  pemahamannya  tentang  HIV  dan  status  HIV,  serta  mampu
menentukan  cara  pencegahan  penularan  HIV  di  masa  depan.  Salah  satu  peran pelayanan  konseling  dan  tes  HIV  VCT  itu  yaitu  penerimaan  status,  perawatan
diri,  komunikasi  perubahan  perilaku,  dan  pencegahan  positif  bagi  setiap penggunanya.  Konselor  perlu  mengetahui  latar  belakang  kedatangan  klien  untuk
mengikuti konseling HIV dan memfasilitasi kebutuhan agar proses tes HIV dapat memberikan  penguatan  untuk  menjalani  hidup  lebih  sehat  dan  produktif  serta
melakukan komunikasi perubahan perilaku. Wijono  dalam  Tobing  2014  berpendapat  bahwa  konsumen  atau  pasien
yang  merasa  terpenuhi  keinginannya  dengan  suatu  produk  atau  pelayanan  maka cenderung  terus  menggunakannya  serta  memberi  tahu  orang  lain  tentang
pengalaman mereka yang menyenangkan dengan produk atau pelayanan tersebut. Jika tidak sesuai dengan keinginannya maka konsumen cenderung beralih tempat
serta  mengajukan  keberatan  kepada  produsen  atau  provider,  menceritakan  pada orang lain bahkan mengecamnya.
Menurut  Donabedian  dalam  Tobing  2014,  ada  tiga  pendekatan  evaluasi penilaian  mutu,  yaitu  dari  aspek  struktur,  proses  dan  outcome.  Aspek-aspek
dalam  struktur  dan  proses  melekat  langsung  dalam  hubungan  pasien  dengan dengan  pemberi  jasa  pelayanan.  Aspek-aspek  tersebut  meliputi  pelayanan
Universitas Sumatera Utara
kesehatan,  kompetensi  petugas,  peralatan  dan  fasilitas  dan  jaminan  kesehatan yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Komponen  penting  dalam  pelaksanaan  dan  tatakelola  KTHIV  adalah monitoring  dan  evaluasi,  untuk  memastikan  bahwa  sumber  daya  yang  ada
termanfaatkan dengan efektif, layanan yang tersedia dimanfaatkan dan terjangkau secara  optimal  oleh  masyarakat,  kegiatan  sesuai  dengan  pedoman  nasional  dan
target  cakupannya  tercapai.  Monitoring  dan  evaluasi  dapat  memantau  kualitas layanan terus meningkat dan bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya.
Untuk tetap merangsang setiap kelompok risiko tinggi tertular HIVAIDS khususnya  LSL  agar  menggunakan  terus  pelayanan  VCT  di  Puskesmas  Teladan
maka  pihak  puskesmas  meningkatkan  pelayanannya  dengan  cara  melakukan kegiatan  monitoring  dan  evaluasi  dalam  pemberian  konseling  ke  setiap  pasien
apakah  sesuai  dengan  pedoman  dalam  melaksanakan  VCT  atau  tidak,  petugas pelayanan  VCT  selalu  siap  sedia  melayani  dan  intensif  melakukan  komunikasi
untuk  semangat  perubahan  perilaku,  pengarahan  dan  pemberian  motivasi  kepada pasien, waktu tunggu pasien tidak terlalu lama sehingga dapat memenuhi harapan
pengguna  dan  kualitas  pelayanan  yang  maksimal.  Hal  ini  dapat  meningkatkan motivasi pasien untuk berkunjung ulang pelayanan VCT Puskesmas Teladan.
5.2.1.5 Kepercayaan
Hasil  penelitian  telah  memberikan  gambaran  tentang  kepercayaan menggunakan  pelayanan  VCT  Puskesmas  Teladan  yang  dialami  informan.
Sejauhmana kepercayaan dapat membentuk persepsi informan tentang pelayanan
Universitas Sumatera Utara
VCT dapat dijelaskan dengan memperhatikan beberapa jawaban informan secara spesifik.
Berdasarkan  hasil  penelitian  dapat  diketahui  bahwa  informan  memiliki persepsi  yang  hampir  sama  mengenai  kepercayaan  tentang  pelayanan  VCT
Puskesmas  Teladan.  Sebagian  besar  informan  menyatakan  masih  memiliki keyakinan  yang  kuat  untuk  menggunakan  pelayanan  IMS  dari  pada  pelayanan
VCT  Puskesmas  Teladan.  Namun  informan  mengakui  adanya  rasa  malas mengikuti  tes  HIV,  dan  tidak  adanya  kerentanan  dalam  diri  informan  untuk
terinfeksi  HIVAIDS.  Saran  dari  teman  sekomunitas  LSM  juga  mempengaruhi informan  untuk  mau  dan  yakin  menggunakan  klinik  di  Puskesmas  Teladan
dikarenakan ketidaktahuan tempat Klinik IMS dan VCT lainnya, atas dasar saling ikut-ikutan antar sesama informan. Ini menjadi kesempatan bagi pihak Puskesmas
Teladan  untuk  mendampingi  informan  secara  berkelanjutan  untuk  meningkatkan
kesadaran dan kemauan melakukan pelayanan VCT.
Hal ini sesuai dengan pendapat Andersen  yang dikutip oleh Notoatmodjo 2003 bahwa  masing-masing  individu  memiliki  kecenderungan  yang  berbeda
dalam  memanfaatkan  pelayanan  kesehatan.  Hal  ini  dapat  diramalkan  dengan karakteristik pasien yang telah ada sebelum timbulnya episode sakit. Karakteristik
ini  meliputi:  ciri  demografi  umur,  jenis  kelamin,  struktur  sosial  pendidikan, pekerjaan, suku, ras, dan kepercayaan  tentang kesehatan sikap dan kemampuan
petugas,  fasilitas  kesehatan,  pengetahuan  dan  nilai  terhadap  penyakit.  Hasil penelitian  Alcorn  dalam  Khairurrahmi  2009  juga  menunjukkan  bahwa
keyakinan  terhadap  pelayanan  kesehatan  merupakan  salah  satu  faktor  terpenting
Universitas Sumatera Utara
untuk  menentukan  apakah  ODHA  tetap  melakukan  pengobatannya  atau  tidak. Oleh  karena  itu  perlu  peningkatan  kualitas  pelayanan  perawatan,  pengobatan
maupun  konseling  yang  diberikan  tenaga  kesehatan  yang  berhubungan  langsung dengan ODHA.
Namun  Informan  ketiga  kurang  yakin  dan  mau  menggunakan  pelayanan VCT  dengan  alasan  tidak  tersedianya  waktu  untuk  mengaksesnya  lantaran
aktivitas  pekerjaan  sehari-hari.  Ia  lebih  memilih  menggunakan  praktek  dokter swasta yang sesuai dengan waktu luangnya.
Masyarakat  mulai  menghubungi  sarana  kesehatan  sesuai  dengan pengalaman  atau  informasi  yang  diperoleh  dari  orang  lain  tentang  tersedianya
jenis-jenis  pelayanan  kesehatan.  Pilihan  terhadap  sarana  pelayanan  kesehatan  itu dengan  sendirinya  didasari  atas  kepercayaan  atau  keyakinan  akan  kemajuan
sarana  tersebut.  Fajariyah  2014  mengatakan  bahwa  keyakinan  sering  disebut sebagai faktor yang berkaitan dengan motivasi seseorang untuk melakukan suatu
tindakan bagi dirinya.
5.2.2 Faktor Eksternal 5.2.2.1 Teman Seprofesi