Persepsi tentang HIVAIDS .1 Persepsi Kerentanan HIVAIDS
Universitas Sumatera Utara
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Persepsi tentang HIVAIDS 5.1.1 Persepsi Kerentanan HIVAIDS
Menurut hasil penelitian diketahui bahwa informan memiliki pandangan HIVAIDS sebagai penyakit menular yang rentan terkena pada orang yang
terutama sering melakukan hubungan seks bebas, tidak memakai pengaman kondom, dan bergantian alat jarum suntik. Sebagian besar infoman menyatakan
HIVAIDS ini masih ada keraguan di dalam diri bahwasannya mereka merasakan kerentanan yang kecil untuk terinfeksi HIVAIDS. Menurut informan, penyakit
tersebut sekarang lebih parah pada WPS Wanita Pekerja Seks dibandingkan LSL. Persepsi informan tentang kerentanan penyakit ini masih belum baik.
Hal ini disebabkan karena mereka datang ke klinik IMS dan VCT dengan keluhan IMS, namun mereka tidak merasa bahwa dirinya juga mempunyai risiko
tinggi untuk terinfeksi HIVAIDS. Faktor pengetahuan informan yang masih kurang mengakibatkan persepsi kerentanan HIVAIDS dalam diri belum baik.
Penelitian yang dilakukan Fajariyah 2014 diperoleh hasil yang sama dimana persepsi kerentanan yang dirasakan oleh kelompok risiko HIVAIDS yang
memanfaatkan layanan Voluntary Counseling and Testing VCT di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan tentang seberapa rentannya mereka untuk terinfeksi
HIVAIDS termasuk dalam kategori lemah dan bukan merupakan faktor yang
mempengaruhi mereka dalam memanfaatkan layanan VCT.
Hakikat HIVAIDS itu sebenarnya bisa mudah menyerang dan menularkan ke siapa saja baik yang menjaga ataupun tidak menjaga sama sekali kondisi
84
Universitas Sumatera Utara
kesehatannya dari aktivitas yang menjadi faktor risiko penyebab HIVAIDS. Penyebab penyakit ini tidak mengenal karena melakukan aktivitas berisiko
HIVAIDS saja yang terinfeksi, tetapi bisa juga menularkan dari orang yang perilaku seksual berisiko ke orang yang paling terdekat dengannya.
Kerentanan merupakan kondisi yang subjektif sehingga penerimaan individu, khususnya orang risiko tinggi terhadap kerentanan untuk terinfeksi
HIVAIDS dapat bervariasi. Informan yang memiliki persepsi kerentanan yang lemah karena ia tidak memiliki keyakinan bahwa dirinya berisiko untuk menderita
HIVAIDS, tidak yakin bahwa riwayat perilakunya membuat berisiko tertular HIVAIDS, tidak yakin pekerjaannya membuatnya berisiko terkena HIVAIDS
dan tidak yakin memiliki temanpasangan atau orang disekitarnya yang
membuatnya berisiko untuk terinfeksi HIVAIDS Fajariyah, 2014. Yayasan Riset AIDS Amerika, AMFAR dalam Wahyuddin 2010
menyimpulkan MSM Man that have Sex with Man dan waria ternyata berisiko 19 kali lebih besar tertular penyakit HIV ketimbang masyarakat umum, AMFAR
mengeluarkan kesimpulan ini setelah melakukan penelitian di 129 negara. Hal ini patut menjadi perhatian bagi kalangan LSL karena mereka begitu rentan terinfeksi
HIVAIDS. Faktor yang memengaruhi seseorang untuk demand pelayanan kesehatan
ialah penilaian pribadi akan status kesehatan. Trisnantoro 2009 menyatakan masalah persepsi mengenai risiko sakit merupakan hal penting sehingga
mengakibatkan sebagian masyarakat sangat memperhatikan status kesehatannya atau tidak. Penilaian pribadi akan status kesehatan dipengaruhi oleh kepercayaan,
Universitas Sumatera Utara
budaya, dan norma-norma sosial di masyarakat. Becker dalam Notoatmodjo 2003 berpendapat bahwa model kepercayaan kesehatan Health Belief Model
dipengaruhi oleh salah satunya persepsi kerentanan terhadap penyakit perceived susceptibility.
Persepsi kerentanan adalah tingkat respon atau pendapat informan tentang dirinya rentan atau tidak rentan terhadap HIVAIDS, termasuk persepsi tentang
konsekuensi spesifik pada resiko dan kondisi yang akan terjadi mudahtidak mudah tertular akibat tindakan seksual yang dilakukan. Seseorang akan bertindak
untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, bila ia merasa bahwa ia atau keluarga terdekatnya rentan terhadap serangan penyakit tersebut. Oleh karena itu
persepsi responden yang baik tentang kerentanan dirinya terkena HIV akan mendasari untuk terjadinya perilaku VCT. Akan tetapi apabila persepsi tentang
kerentanan HIVAIDS kurang baik maka akan menimbulkan perubahan perilaku yang kurang baik pula dalam hal permintaan pelayanan kesehatan.