Pengelolaan Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Klien : Pencegahan Komplikasi Diabetik dengan Foot Exercise (Senam Kaki) di Ruangan Rindu A2 RSUP H. Adam Malik Medan

(1)

L A P O R A N P B L K

Pengelolaan Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Klien : Pencegahan Komplikasi Diabetik dengan Foot Exercise ( Senam Kaki )

di Ruang Rindu A2 RSUP Haji Adam Malik Medan

Disusun dalam Rangka Menyelesaikan

Mata Ajaran Pengalaman Belajar Lapangan Komprehensif

Oleh

Lina Togatorop, S.Kep 071101042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS TAHAP PROFESI FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN, 2012


(2)

(3)

Pengelolaan Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Klien : Pencegahan Komplikasi Diabetik dengan Foot Exercise (Senam Kaki) di Ruangan Rindu A2 RSUP H. Adam Malik Medan

Lina Togatorop, S.Kep

Program Studi Pendidikan Ners Tahap Profesi Fakultas Keperawatan USU

ABSTRAK

Praktik Belajar Lapangan Komprehensif (PBLK) merupakan mata kuliah yang bertujuan agar mahasiswa mampu mensintesis ilmu pengetahuan, menerapkan proses asuhan keperawatan secara komprehensif sebagai bentuk pelayanan keperawatan profesional, baik kepada individu, keluarga, maupun masyarakat. Kegiatan PBLK dilaksanakan di Ruang Rindu A2 RSUP Haji Adam Malik Medan selama empat minggu yang dimulai dari tanggal 11 Juni 2012 s.d 7 Juli 2012. Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan data bahwa kasus terbanyak di Ruang Rindu A2 adalah Diabetes Melitus (35%). Metodologi yang digunakan adalah penyebaran kuisioner, wawancara. Asuhan keperawatan dalam PBLK ini dilakukan terhadap empat orang pasien Diabetes Melitus, dengan memberikan senam kaki diabetes untuk mengidentifikasi ABPI (Ankle Brachial Pressure Index) dan CRT (Capillary Refill Time) pre dan post senam kaki. Berdasarkan intervensi yang telah dilakukan, diperoleh nilai ABPI ke empat pasien meningkat,. Berdasarkan hasil tersebut diharapkan perawat mampu memberikan latihan senam kaki untuk pasien dengan penyakit Diabetes Melitus guna mencegah terjadinya ulkus diabetik dan untuk melancarkan sirkulasi ke ekstremitas.

Kata Kunci :


(4)

Management Services and Nursing Care for Client : Diabetic Complications Prevention with Foot Exercise at Rindu A2 RSUP Haji Adam Malik Medan

Lina Togatorop, S.Kep

Program Studi Pendidikan Ners Tahap Profesi Fakultas Keperawatan USU

ABSTRACT

Intership program (PBLK) is a subject which is provide students with knowledge to applied nursing process into a comprehensive approach. It aims to be part of the integrated care plan to the clients, family, and community. PBLK held in Rindu A2 RSUP HAM Medan for 4 weeks from 11th June 2012 to 7 July 2012. The assessment revealed that most of the cases are diabetic (35%). The methodology by distributing questionnaires, interviews. Nursing care in this PBLK performed on four patients of Diabetes Mellitus, Diabetic Mellitus by providing foot exercises to identify the ABPI (Ankle brachial pressure index) and CRT (capillary refill Time) pre and post foot exercise. Based interventions that have been made, ABPI values obtained for four patients improved. Based on these results are expected nurses to provide leg exercises for patients with diabetes mellitus to prevent diabetic ulcers and for circulation to the extremities.

Keyword :


(5)

PRAKATA

Segala puji syukur, hormat, dan kemuliaan penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Praktik Belajar Lapangan Komprehensif (PBLK) yang berjudul “Pengelolaan Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Klien : Pencegahan Komplikasi Diabetik dengan Foot Exercise (Senam Kaki) di Ruangan Rindu A2 RSUP Haji Adam Malik Medan”. Laporan PBLK ini disusun dalam rangka menyelesaikan mata ajar Pengalaman Belajar Lapangan Komprehensif di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Penyusunan laporan PBLK ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak yang memberikan pemikiran berharga baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak dr. Dedi Ardinata,M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati,S.Kp,MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Jenny M. Purba,S.Kep, MNS selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberikan waktu dan masukan yang sangat berharga selama proses akademik.


(6)

4. Bapak Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp, MNS sebagai dosen pembimbing PBLK yang penuh kesabaran membimbing dan memberikan saran dalam penyusunan laporan PBLK ini hingga akhir.

5. Ibu Nurfarida, S.Kep, Ns sebagai kepala ruangan Rindu A2, Ibu Merliana, S.Kep, Ns sebagai CI Ruangan Rindu A2 dan seluruh perawat yang berada di Ruangan Rindu A2 yang telah mendukung terlaksananya kegiatan PBLK ini hingga akhir.

6. Teristimewa kepada keluargaku tercinta Ibunda D. Saragih yang tetap setia memberikan doa, cinta, dorongan, bimbingan, kekuatan, motivasi serta memberikan dana bagi penulis, serta kepada Abangku tersayang Sandi Pitara Togatorop, S.Pd dan Adik-adikku terkasih Baboritha Lusiana Togatorop, Polin Mouna Togatorop, dan pudanku tersayang Abednego Canro Togatorop yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada penulis dari awal hingga akhir.

7. Sahabat-sahabatku mahasiswa S1 stambuk 2007 di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan semangat dan masukan dalam penyusunan laporan PBLK ini, terkhusus kepada Jupe, Anya, Leloisa, dan Rianti Pramita.

8. Sahabat-sahabatku yang selalu memotivasi dan memberikan dukungan doa Debora Simanjorang dan Maslin Sitohang serta Gazeboku Eva Sonatalia (Pong), Juliana Pandiangan (Jupe), Irvan Riko Pasaribu (Ickong), Heberlin Tinambunan (Berta), Ita Silalahi (Dado), dan Goklas Pasaribu (Gokpeng), serta teman-teman Gitar 5 tercinta Devi, Eva, Nova, K’Agatha, Shelvia, Lidia


(7)

dan Vera yang selalu mendukung penulis, tidak lupa juga kepada Alexius Alfred M. Malau yang selalu memberikan doa, motivasi, semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah banyak membantu praktikan dalam menyelesaikan laporan PBLK ini

Semoga Tuhan Yesus Kristus mencurahkan berkat dan karuniaNya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Harapan penulis semoga PBLK ini dapat bermanfaat nantinya untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya profesi keperawatan.

Medan, Juli 2012


(8)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Skema ... x

Daftar Lampiran ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Tujuan ... 6

1.3Manfaat ... 6

BAB 2 PENGELOLAAN PELAYANAN KEPERAWATAN A. Konsep Dasar ... 8

B. Analisis Ruang Rawat ... 36

1. Pengkajian ... 36

2. Analisa Situasi ... 47

3. Rumusan Masalah ... 54

4. Rencana Penyelesaian Masalah ... 54

5. Implementasi ... 55

6. Evaluasi ... 55

7. Pembahasan ... 56

BAB 3 PENGELOLAAN ASUHAN KEPERAWATAN A. Landasan Teori ... 54

B. Tinjauan Kasus ... 79

1. Pengkajian ... 82

2. Diagnosa Keperawatan ... 88

3. Intervensi Keperawatan ... 88

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 89


(9)

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A.Hasil Penelitian... 89

B. Pembahasan... 96

Daftar Pustaka ... 137


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jenis Model Asuhan Keperawatan menurut Grant & Massey (1997)

dan Marquis & Huston ... 25

Tabel 2. Jumlah Tenaga Keperawatan di Ruangan RA1 ... 35

Tabel 3. Perhitungan Jumlah Tenaga Perawat menurut Douglas ... 36

Tabel 4. Perhitungan Jumlah Tenaga Perawat menurut Gillies …….. 37

Tabel 5. Kriteria Pengendalian DM ………. 75

Tabel 6: Karakteristik Data Demografi Responden ………. 99

Tabel 7:Tekanan Darah Sistole pada Kedua Tangan Pre dan Post Senam Kaki……….. 99

Tabel : Tekanan Darah Sistole pada Pergelangan Kaki Pre dan Post Senam Kaki ……….. 100

Tabel : Sirkulasi Darah Responden Pre dan Post Senam Kaki berdasarkan penilaian ABPI……….……….. 100


(11)

DAFTAR SKEMA

Skema.1. Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Fungsional ... ….…18 Skema 2. Sistem Pemberian Asuhan keperawatan Tim ...19 Skema 3. Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan “Primary Nursing” .…20 Skema 4. Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Manajemen Kasus ….21 Skema 5. Struktur Organisasi MPKP ……….28


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1.Perencanaan PBLK di Ruangan RA2 RSUP H. Adam Malik Medan 2.Planning of Action (POA) Ruangan RA2 RSUP H. Adam Malik Medan 3.Instrumen Manajemen Keperawatan

4.Instrumen Kepuasan Pasien 5.Instrumen Kinerja Perawat 6.Teori Senam Kaki

7.Leaflet Diabetes Melitus


(13)

Pengelolaan Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Klien : Pencegahan Komplikasi Diabetik dengan Foot Exercise (Senam Kaki) di Ruangan Rindu A2 RSUP H. Adam Malik Medan

Lina Togatorop, S.Kep

Program Studi Pendidikan Ners Tahap Profesi Fakultas Keperawatan USU

ABSTRAK

Praktik Belajar Lapangan Komprehensif (PBLK) merupakan mata kuliah yang bertujuan agar mahasiswa mampu mensintesis ilmu pengetahuan, menerapkan proses asuhan keperawatan secara komprehensif sebagai bentuk pelayanan keperawatan profesional, baik kepada individu, keluarga, maupun masyarakat. Kegiatan PBLK dilaksanakan di Ruang Rindu A2 RSUP Haji Adam Malik Medan selama empat minggu yang dimulai dari tanggal 11 Juni 2012 s.d 7 Juli 2012. Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan data bahwa kasus terbanyak di Ruang Rindu A2 adalah Diabetes Melitus (35%). Metodologi yang digunakan adalah penyebaran kuisioner, wawancara. Asuhan keperawatan dalam PBLK ini dilakukan terhadap empat orang pasien Diabetes Melitus, dengan memberikan senam kaki diabetes untuk mengidentifikasi ABPI (Ankle Brachial Pressure Index) dan CRT (Capillary Refill Time) pre dan post senam kaki. Berdasarkan intervensi yang telah dilakukan, diperoleh nilai ABPI ke empat pasien meningkat,. Berdasarkan hasil tersebut diharapkan perawat mampu memberikan latihan senam kaki untuk pasien dengan penyakit Diabetes Melitus guna mencegah terjadinya ulkus diabetik dan untuk melancarkan sirkulasi ke ekstremitas.

Kata Kunci :


(14)

Management Services and Nursing Care for Client : Diabetic Complications Prevention with Foot Exercise at Rindu A2 RSUP Haji Adam Malik Medan

Lina Togatorop, S.Kep

Program Studi Pendidikan Ners Tahap Profesi Fakultas Keperawatan USU

ABSTRACT

Intership program (PBLK) is a subject which is provide students with knowledge to applied nursing process into a comprehensive approach. It aims to be part of the integrated care plan to the clients, family, and community. PBLK held in Rindu A2 RSUP HAM Medan for 4 weeks from 11th June 2012 to 7 July 2012. The assessment revealed that most of the cases are diabetic (35%). The methodology by distributing questionnaires, interviews. Nursing care in this PBLK performed on four patients of Diabetes Mellitus, Diabetic Mellitus by providing foot exercises to identify the ABPI (Ankle brachial pressure index) and CRT (capillary refill Time) pre and post foot exercise. Based interventions that have been made, ABPI values obtained for four patients improved. Based on these results are expected nurses to provide leg exercises for patients with diabetes mellitus to prevent diabetic ulcers and for circulation to the extremities.

Keyword :


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan merupakan pelayanan asuhan profesional yang bersifat humanistik, menggunakan pendekatan holistik, dilakukan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berorientasi pada kebutuhan objektif klien, mengacu pada standar operasional keperawatan dan menggunakan etika keperawatan sebagai tuntutan utama (Nursalam, 2002). Proses pembelajaran dalam keperawatan menunjukkan adanya kontinuitas antara teori dan praktek yang didapatkan melalui pengalaman belajar di lahan praktik yang mendukung pertumbuhan dan pembinaan, kemampuan professional untuk mendapat gambaran nyata dalam menjalankan peran secara terintegrasi antara penatalaksanaan pelayanan dan asuhan keperawatan secara komprehensif.

Praktik Belajar Lapangan Komprehensif (PBLK) merupakan mata kuliah yang bertujuan untuk mempersiapkan mahasiswa dalam menghadapi realita kerja dengan memberikan kesempatan untuk meningkatkan kemampuan dalam mengaplikasikan semua teori dan konsep yang telah diperoleh selama proses pendidikan. Kegiatan PBLK ini juga diharapkan secara langsung dapat memberikan masukan untuk meningkatkan pelayanan keperawatan pada tempat yang menjadi lahan praktek. Pada akhir kegiatan PBLK ini diharapkan mahasiswa mampu mensintesis ilmu pengetahuan, menerapkan asuhan keperawatan secara komprehensif sebagai bentuk pelayanan keperawatan profesional, baik kepada


(16)

mahasiswa juga diharapkan mampu melakukan manajemen pelayanan keperawatan secara efektif dan efesien dengan mengorganisasikan kegiatan-kegiatan keperawatan untuk meningkatkan pengelolaan pelayanan keperawatan.

Praktik Belajar Lapangan ini dilakukan di ruangan rawat inap penyakit dalam pria di Ruangan Rindu A2 (RA2) RSUP HAM Medan selama 4 minggu dimulai sejak 11 Juni 2012 sampai dengan 7 Juli 2012. Kegiatan ini diawali dari pembagian bidang kepeminatan mata ajar keperawatan. Berdasarkan peminatan ini praktikan memilih mata ajar Keperawatan Medikal bedah. Kegiatan PBLK ini dilakukan di ruangan Rindu A2 RSUP Haji Adam Malik Medan. Kegiatan yang dilakukan selama PBLK ini mencakup pengelolaan pelayanan dan asuhan keperawatan pada klien. Praktikan mengawali PBLK ini dengan melakukan pengkajian fonomena kasus di ruangan Rindu A2 dan melakukan manajemen pelayanan keperawatan melalui proses pengorganisasian kegiatan keperawatan secara efektif dan efisien dalam pelayanan keperawatan dengan selalu meningkatkan pengelolaan pelayanan keperawatan sesuai dengan kasus kelolaan.

Berdasarkan data pengkajian yang diperoleh, ruangan RA2 merupakan ruangan rawat inap terpadu interna pria. Ruangan RA2 mempunyai kapasitas tempat tidur sebanyak 56 tempat tidur, dimana 16 tempat tidur di ruangan Imunitas Menurun (RIM), 40 tempat tidur untuk ruangan penyakit dalam kelas I,II dan III tetapi fasilitas Ruangan Kelas I belum terpenuhi. Berdasarkan pengkajian yang dilakukan jenis penyakit terbanyak yang dirawat di ruangan RA2 adalah kasus penyakit diabetes mellitus (DM)(35%), gagal ginjal kronis (30%), serosis hepatis(20%), penyakit lain (15%). Berdasarkan hasil angket yang telah dibagikan


(17)

kepada 30 pasien/keluarga pasien yang dirawat di Ruangan RA2 mengenai tingkat kepuasan pasien yang menunjukkan kebanyakan kinerja perawat cukup optimal yaitu sebanyak 90% merasa puas atas pelayanan perawat dan kurang puas sebanyak 10%.

Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] (2010).

Menurut WHO (2000), bahwa penderita DM pada tahun 2000 sekitar 190 juta dan diperkirakan akan mencapai 300 juta pada tahun 2025. Di Indonesia, jumlah penderita DM diperkirakan 8,4 juta pada tahun 2000 dan akan meningkat menjadi 21,3 juta pada tahun 2030 (WHO di dalam Roglic, et al, 2005).

Menurut Roglic et al (2005) dalam Kirnantoro (2012), DM merupakan

salah satu penyakit serius yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi dan kematian, baik komplikasi yang bersifat akut maupun kronis. Sekitar 60-70% penderita DM akan mengalami neuropati dan mengalami peningkatan risiko seiring dengan peningkatan usia, lama menderita DM, kadar gula darah tidak terkontrol, hiperkolesterol, hipertensi dan kelebihan berat badan. Kurang lebih 15% pada orang dengan DM tipe 1 menderita ulkus diabetik dan 14-24% berisiko ulkus diabetik. DM merupakan salah satu penyakit serius yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi dan kematian. Komplikasi DM yang sering timbul dapat bersifat akut maupun kronik. Berbagai komplikasi ini merupakan penyebab meningkatnya morbiditas dan mortalitas pada kasus DM (Smeltzer & Bare, 2008). Menurut Lamone dan Burke (2008) dalam Kimantoro (2012), sekitar


(18)

60-70% penderita DM dapat mengalami neuropati dan mengalami peningkatan risiko seiring dengan peningkatan usia, lama menderita DM, kadar gula darah yang tidak terkontrol, hiperkolesterol, hipertensi dan kelebihan berat badan.

Neuropati diabetik merupakan suatu kondisi kerusakan saraf akibat adanya gangguan metabolisme yaitu peningkatan kadar gula darah. Neuropati diabetik timbul sebagai dampak dari adanya hiperglikemi yang menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu yang kemudian dirubah menjadi sorbitol yang merupakan penyebab kerusakan dan perubahan fungsi sel atau jaringan dimana sorbitol tersebut terakumulasi.

Neuropati diabetik merupakan suatu kondisi kerusakan saraf akibat adanya gangguan metabolisme kadar gula darah. Pada penderita DM terdapat tiga jenis neuropati yang disebut dengan 'Trias Neuropati' diantaranya adalah neuropati perifer atau sensori, neuropati motorik dan neuropati otonom. Neuropati yang sering terjadi atau paling umum ditemukan adalah neuropati sensori (Frykberg, 2006 dalam Kimantoro 2012).

Penderi DM sering mengalami keluhan nyeri di kaki. Nyeri di kaki dapat disebabkan adanya gangguan pembuluh darah, gangguan persarafan dan infeksi. Keadaan hiperglikemia yang terus-menerus serta infeksi akan mempunyai dampak pada kemampuan pembuluh darah tidak berkontraksi dan relaksasi berkurang. Hal ini mengakibatkan sirkulasi darah tubuh menurun, terutama kaki maka akan timbul gejala nyeri pada tungkai bila berdiri, berjalan dan melakukan kegiatan fisik (Suyono, 2004).


(19)

Senam kaki merupakan salah satu terapi yang diberikan oleh seorang perawat yang bertujuan untuk memperbaiki dan memperlancar peredaran darah yang terganggu serta memperkuat otot-otot kaki dengan neuropati. Selain itu, senam kaki dapat memperkuat otot betis dan otot paha, mengatasi keterbatasan gerak sendi (kekakuan sendi) dan mencegah terjadinya deformitas pada kaki (Akhtyo, 2009 dalam Sihombing 2010).

Pada PBLK ini mahasiswa mengambil kasus Diabetes Melitus karena menurut hasil pengkajian pada tanggal 11-13 Juni 2012, fenomena kasus yang terjadi di ruangan Rindu A2 RSUP HAM Medan kasus terbanyak dalam 6 bulan terakhir adalah pasien dengan penyakit Diabetes Melitus (40%) dengan gangguan perfusi jaringan. Berdasarkan hasil wawancara langsung dengan kepala ruangan Ibu Nurfarida, S.Kep, Ns, penyakit yang sering terjadi di Ruangan RA1 pada urutan pertama adalah Diabetes Melitus, urutan kedua adalah Gagal Ginjal Kronis (GGK), urutan ketiga penyakit Serosis Hepatis dan urutan ke empat adalah penyakit dalam lainnya PSMBA, dan DHF.

Hasil kuesioner yang diberikan kepada pasien dan keluarga yang menderita penyakit Diabetes Melitus terdapat 30% mendapat penjelasan mengenai penyakitnya, 90% mengatakan belum pernah mendapat penjelasan dan pelatihan tentang senam kaki.

Berdasarkan hal ini maka penulis melakukan observasi tentang penyakit DM beserta keluhan-keluhan yang dirasakan pasien di ruangan Rindu A2 yang selanjutnya dilakukan manajemen kasus dalam rangka mengatasi masalah pasien.


(20)

B. Tujuan

Adapun tujuan mengikuti PBLK ini adalah di Ruangan RA2 RSUP Haji Adam Malik Medan mahasiswa akan mampu:

a. Mengelola manajemen pelayanan keperawatan melalui proses pengorganisasian kegiatan keperawatan secara efektif dan efesien dalam pelayanan keperawatan.

b. Memberikan pelayanan yang komprehensif terhadap pasien dengan penyakit Diabetes Melitus dengan komunikasi yang efektif, memperhatikan aspek legal, memberikan asuhan keperawatan secara profesional kepada pasien, memperhatikan kebijakan rumah sakit terhadap pasien, menjalin hubungan interpersonal baik dengan pasien maupun tim medis lainnya serta pendidikan kesehatan yang dapat dilakukan pasien sampai akhir hidupnya.

C. Manfaat

1. Mahasiswa Keperawatan

Manfaat PBLK terhadap mahasiswa adalah sebagai wadah latihan dan gambaran menjadi perawat professional ynag dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien. Selain itu juga melatih mahasiswa mengelola manajemen keperawatan secara efektif dan efesien.

2. Institusi Pendidikan

Manfaat PBLK bagi institusi pendidikan adalah untuk meningkatkan kompetensi lulusan institusi dan menghasilkan tugas akhir dalam bentuk karya ilmiah.


(21)

3. Lahan Praktek

Selama kegiatan PBLK maka lahan praktek dapat menggunakan tenaga mahasiswa untuk meningkatkan mutu pelayanan lahan praktek dengan penerapan intervensi kasus sesuai dengan kasus kelolaan mahasiswa sehingga dapat menambah intervensi perawat ruangan dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien secara komprehensif.


(22)

BAB II

PENGELOLAAN PELAYANAN KEPERAWATAN

Dalam bagian ini akan dibahas bebarapa aspek yaitu bagian pertama mengenai manajemen keperawatan di lahan praktik khususnya manajemen ruangan di Ruang Rawat Inap Terpadu (RA2) Interna Pria Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang meliputi pengkajian Man, Methode, Material

dan Money. Sedangkan bagian kedua tentang Manajemen Kasus Keperawatan di ruangan meliputi pengkajian, perumusan masalah, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

A.Konsep Dasar

1. Defenisi Manajemen

Manajemen berasal dari kata Manus yang artinya tangan, maka diartikan secara singkat sebagai proses menyelesaikan pekerjaan melalui tangan orang lain. Manajemen merupakan proses pelaksanaan kegiatan organisasi melalui upaya orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan manajemen keperawatan dapat diartikan sebagai pelaksanaan pelayanan keperawatan melalui staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan, pengobatan dan rasa aman, kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (Gillies, 1998). Menurut Huber (1996) manajemen adalah koordinasi dan integrasi sumber-sumber melalui perencanaan, pengorganisasian, koordinasi, pengarahan dan pengawasan dalam mencapai tujuan. Manajemen mengandung tiga prinsip pokok yang menjadi ciri utama penerapannya yaitu efisiensi dalam pemanfaatan sumber daya, efektif


(23)

dalam memilih alternatif kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi, dan rasional dalam pengambilan keputusan manajerial (Muninjaya,2004).

Manajemen keperawatan mempunyai lingkup manajemen operasional yang merencanakan, mengatur, dan menggerakkan para staf untuk memberikan pelayanan keperawatan yang sebaik-baiknya kepada pasien melalui manajemen asuhan keperawatan. Agar dapat memberikan pelayanan keperawatan yang optimal, maka diperlukan suatu Standar Asuhan Keperawatan (SAK) yang akan digunakan sebagai target maupun alat kontrol pelayanan keperawatan. Seluruh aktifitas manajemen baik kognitif, efektif dan psikomotor berada dalam satu atau lebih dari fungsi-fungsi utama yang bergerak mengarah pada satu tujuan. Sehingga selanjutnya, bagian akhir dalam proses manajemen keperawatan adalah perawatan yang efektif dan ekonomis bagi semua kelompok.

2. Fungsi Manajemen

Dalam manajemen, diperlukan peran tiap orang yang terlibat di dalamnya untuk menyikapi posisi masing-masing. Oleh sebab itu, diperlukan adanya fungsi-fungsi yang jelas mengenai manajemen. Ada empat fungsi-fungsi manajemen yang harus diperhatikan, yaitu perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan. Sedangkan dalam manajemen keperawatan ada beberapa elemen utama berdasarkan fungsinya yaitu planning (perencanaan), organizing

(pengorganisasian), staffing (kepegawaian), directing (pengarahan) dan


(24)

a. Planning (Perencanaan)

Swansburg (1999) mengatakan bahwa perencanaan adalah satu proses berkelanjutan yang diawali dengan merumuskan tujuan dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan, menentukan personal, merancang proses dan kriteria hasil, memberikan umpan balik pada perencanaan yang sebelumnya & memodifikasi rencana yang diperlukan. Perencanaan formal menekankan pada apa yang akan dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya yang didasarkan pada komitmen bersama ( Robbin, 1997). Perencanaan adalah fungsi terpenting dalam manajemen karena perencanaan merupakan tuntutan terhadap proses pencapaian tujuan secara efektif dan efisien. Di dalam perencanaan ditentukan seberapa luas yang akan dilakukan, bagaimana melakukannya dan siapa yang melakukannya (Swanburg, 2000).

Dalam proses keperawatan perencanaan membantu untuk menjamin bahwa klien atau pasien akan menerima pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan serta pelayanan ini diberikan oleh pekerja keperawatan agar mendapat hasil yang memuaskan sesuai tujuan. Keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang hal-hal yang akan dikerjakan di masa mendatang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan (Siagian, 1999). Adapun tujuan perencanaan adalah: (1) sebagai upaya koordinasi dalam memberikan arahan sehingga semua anggota paham akan kondisi organisasi dan mengerti kontribusinya dalam mencapai tujuan baik secara mandiri maupun tim, (2) mengurangi dampak perubahan, (3) memininimalkan hasil yang sia-sia, tidak efektif dan tidak efisien serta menghindari pengulangan kegagalan, (4)


(25)

menetapkan standar pengontrolan/ pengendalian: membandingkan kinerja dan tujuan, deviasi dan tindakan korektif yang diperlukan, (5) menimbulkan keberhasilan dalam mencapai sasaran dan tujuan, (6) efektif dalam hal biaya.

b. Organizing (Pengorganisasian)

Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan atau menggolongkan dan mengatur berbagai macam kegiatan, menetapkan tugas pokok dan wewenang, dan pendelegasian wewenang oleh pimpinan kepada staf dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Berdasarkan defenisi tersebut, fungsi pengorganisasian merupakan alat untuk memadukan (sinkronisasi) dan mengatur semua kegiatan yang ada kaitannya dengan personil, finansial, material, dan tata cara untuk mencapai tujuan organisasi yang telah disepakati bersama (Swansburg, 2000). Melalui fungsi pengorganisasian, seluruh sumber daya yang dimiliki oleh organisasi (man, money, material, method, machine) akan diatur penggunaannya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan (Muninjaya, 2004). Melalui pengorganisasian dapat diketahui: (1) pembagian tugas untuk perorangan atau kelompok, (2) hubungan organisatoris antar manusia yang menjadi anggota atau staf sebuah organisasi, (3) pendelegasian wewenang, dan (4) pemanfaatan staf dan fasilitas fisik yang dimiliki organisasi.

c. Actuating (Pengarahan)

Douglas dalam Swanburg (2000) mendefinisikan pengarahan sebagai pengeluaran penugasan, pesanan dan instruksi yang memungkinkan pekerja mamahami apa yang diharapkan darinya, dan pedoman serta pandangan pekerja sehingga ia dapat berperan secara efektif dan efisien untuk mencapai obyektif


(26)

organisasi. Pengarahan merupakan hubungan antara aspek-aspek individual yang ditimbulkan oleh adanya pengaturan terhadap bawahan-bawahan untuk dapat dipahami dan pembagian kerja yang efektif untuk tujuan yang nyata. Ada beberapa tujuan dari fungsi pengarahan antara lain menciptakan kerjasama yang efisien, mengembangkan kemampuan dan keterampilan staf, menimbulkan rasa memiliki dan menyukai pekerjaan, mengusahakan suasana lingkungan kerja yang dapat meningkatkan motivasi dan prestasi kerja serta membuat organisasi berkembang dan dinamis.

Ada 12 aktivitas teknis atau obyektif yang berhubungan dengan fungsi pengarahan pada manajemen tingkat pertama atau rendah (Douglas dalam Swanburg, 2000). Aktivitas-aktivitas ini adalah bagian dari fungsi pengarahan manajer perawat yang mencakup: (1) merumuskan tujuan perawatan yang realistis untuk klinik kesehatan pasien dan personal perawatan, (2) memberikan prioritas utama untuk kebutuhan pasien atau klien sehubungan dengan tugas-tugas staf perawatan, (3) melaksanakan koordinasi untuk efisiensi pelayanan yang diberikan oleh bagian penunjang, (4) mengidentifiaksi tanggung jawab untuk seluruh kegiatan yang dilakukan oleh staf perawatan, (5) memberikan perawatan yang aman dan berkesinambungan, (6) mempertimbangkan kebutuhan terhadap tugas-tugas yang bervariasi dan pengembangan staf perawatan, (7) memberikan kepemimpinan terhadap anggota staf untuk bantuan dalam hal pengajaran, konsultasi dan evaluasi, (8) mempercayai anggota untuk mengikuti perjanjian yang telah mereka sepakati, (9) menginterpretasikan protokol untuk berespon terhadap hal-hal insidental, (10) menjelaskan prosedur yang harus diikuti dalam


(27)

keadaan darurat, (11) memberikan laporan ringkas dan jelas, (12) menggunakan proses kontrol manajemen untuk mengkaji kualitas pelayanan yang diberikan dan mengevaluasi penampilan kerja individu dan kelompok kerja staf perawatan. d. Controlling (Pengawasan)

Fungsi pengawasan dan pengendalian (controlling) merupakan fungsi yang terakhir dari proses manajemen, yang memiliki kaitan yang erat dengan fungsi yang lainnya. Pengawasan merupakan pemeriksaan terhadap sesuatu apakah terjadi sesuai dengan rencana yang ditetapkan/ disepakati, instruksi yang telah dikeluarkan, serta prinsip-prinsip yang telah ditentukan, yang bertujuan untuk menunjukkan kekurangan dan kesalahan agar dapat disepakati (Fayol, 1998).

Pengawasan juga diartikan sebagai suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan perencanaan, merancang sistem informasi timbal balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan, serta mengambil tindakan yang digunakan dengan cara paling efektif dalam pencapaian tujuan perusahaan (Mockler, 2002). Manfaat fungsi pengawasan dan pengendalian dapat dilaksanakan dengan tepat, maka akan dapat diketahui : (1) apakah suatu kegiatan atau program telah dilaksanakan sesuai dengan standar atau rencana kerja, (2) adanya penyimpangan pada pengetahuan dan pengertian staf dalam melaksanakan tugas-tugasnya, (3) apakah waktu dan sumber daya lainnya telah mencukupi kebutuhan dan telah digunakan secara benar, (4) staf yang perlu diberikan penghargaan atau bentuk promosi dan latihan lanjutan.


(28)

3. Standar Asuhan Keperawatan

Standar asuhan keperawatan telah dijabarkan oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 1998 mengacu kepada tahapan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi.

a. Standar I : Pengkajian Keperawatan

Asuhan keperawatan paripurna memerlukan data yang lengkap dan dikumpulkan secara terus menerus, tentang keadaannya untuk menentukan kebutuhan asuhan keperawatan. Data kesehatan harus bermanfaat bagi semua anggota tim kesehatan. Komponen pengkajian keperawatan meliputi :

1) Pengumpulan data, kriteria: (a) menggunakan format yang baku, (b) sistematis, (c) diisi sesuai item yang tersedia, (d) aktual, (e) valid

2) Pengelompokan data, kriteria: (a) data biologis, (b) data psikologis, (c) data sosial, (d) data spiritual

3) Perumusan Masalah, kriteria: (a) kesenjangan antara status kesehatan dengan norma dan pola fungsi kehidupan, (b) perumusan masalah ditunjang oleh data yang telah dikumpulkan

b. Standar II: Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data kasus kesehatan pasien, dianalisis dan dibandingkan dengan norma fungsi kehidupan pasien. Kriteria : (1) diagnosa keperawatan dihubungkan dengan penyebab kesenjangan dan pemenuhan kebutuhan pasien, (2) dibuat sesuai dengan wewenang perawat,


(29)

(3) komponennya terdiri dari masalah, penyebab dan gejala/ (PES) atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE), (4) bersifat aktual apabila masalah kesehatan pasien sudah nyata terjadi, (5) bersifat potensial apabila masalah kesehatan pasien kemungkinan besar akan terjadi, (6) dapat ditanggulangi oleh perawat.

c. Standar III: Perencanaan Keperawatan

Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan. Komponen perencanaan keperawatan meliputi:

1) Prioritas masalah, kriteria: (a) masalah yang mengancam kehidupan merupakan prioritas utama, (b) masalah yang mengancam kesehatan seseorang adalah prioritas kedua, (c) masalah yang mempengaruhi perilaku merupakan prioritas ketiga.

2) Tujuan asuhan keperawatan, kriteria: (a) spesifik, (b) bisa diukur, (c) bisa dicapai, (d) realistik, (e) ada batas waktu.

3) Rencana tindakan, kriteria: (a) disusun berdasarkan tindakan tujuan asuhan keperawatan, (b) melibatkan pasien/keluarga, (c) mempertimbangkan latar belakang bidaya pasien/ keluarga, (d) menentukan alternatif tindakan yang tepat, (e) mempertimbangkan kebijaksanaan dan peraturan yang berlaku, lingkungan, sumber daya dan fasilitas yang ada, (f) menjamin rasa aman dan nyaman bagi pasien, (g) kalimat instruksi, ringkas, tegas dengan bahasanya yang mudah dimengerti.

d. Standar IV: Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan yang ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara maksimal yang


(30)

mencakup aspek peningkatan, pencegahan, pemeliharaan, serta pemulihan kesehatan dengan mengikutsertakan pasien dan keluarganya. Kriteria : (1) dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan, (2) menyangkut keadaan bio-psiko-sosio spiritual pasien, (3) menjelaskan setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan kepada pasien/ keluarga, (4) sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, (5) menggunakan sumber daya yang ada, (6) menerapkan prinsip aseptik dan antiseptik, (7) menerapkan prinsip aman, nyaman, ekonomis, privasi dan mengutamakan keselamatan pasien, (8) melaksanakan perbaikan tindakan berdasarkan respon pasien, (9) merujuk dengan segera bila ada masalah yang mengancam keselamatan pasien, (10) mencatat semua tindakan yang telah dilaksanakan, (11) merapikan pasien dan alat setiap selesai melakukan tindakan, (12) melaksanakan tindakan keperawatan berpedoman pada prosedur teknis yang telah ditentukan.

e. Standar V: Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan dilakukan secara periodik, sistematis dan berencana untuk menilai perkembangan pasien. Kriteria: (1) setiap tindakan keperawatan dilakukan evaluasi, (2) evaluasi hasil menggunakan indikator yang ada pada rumusan tujuan, (3) hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan, (4) evaluasi melibatkan pasien, keluarga dan tim kesehatan, (5) evaluasi dilakukan sesuai dengan standar.

f. Standar VI: catatan asuhan keperawatan

Catatan asuhan keperawatan dilakukan secara individual. Kriteria: (1) dilakukan selama pasien dirawat inap dan rawat jalan, (2) dapat digunakan


(31)

sebagai bahan informasi, komunikasi dan laporan, (3) dilakukan segera setelah tindakan dilaksanakan, (4) menulisannya harus jelas dan ringkas serta menggunakan istilah yang baku, (5) sesuai dengan pelaksanaan proses keperawatan, (6) setiap pencatatan harus mencantumkan inisial/ paraf/ nama perawat yang melaksanakan tindakan dan waktunya, (7) menggunakan formulir yang baku, (8) disimpan sesuai dengan pengaturan yang berlaku.

4. Model Asuhan Keperawatan

Dalam memberikan asuhan keperawatan, model asuhan keperawatan yang yang lazim dipakai meliputi metode kasus, metode fungsional, tim keperawatan, keperawatan primer dan sistem manajemen kasus (Kozier Erb, 1990 dikutip dari Priharjo R, 1995).

1. Metode kasus

Disebut juga sebagai perawatan total (total care) yang merupakan metode paling awal. Pada metode ini seorang perawat bertanggung jawab untuk memberikan perawatan pada sejumlah pasien dalam waktu 8-12 jam setiap shift. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda pada setiap pergantian shift, metode ini banyak dipakai pada keadaan kurang tenaga perawat. Jalan keluarnya adalah dengan merekrut tenaga perawat yang baru.

2. Metode fungsional

Sistem tugas mengacu pada ilmu manajemen dalam bidang administrasi bisnis yang berfokus pada tugas yang harus diselesaikan. Perawat dengan pendidikan kurang akan melakukan tindakan yang lebih ringan dibandingkan dengan perawatan profesional. Dalam model ini dibutuhkan pembagian tugas (job


(32)

description), prosedur, kebijakan dan alur komunikasi yang jelas. Metode ini cukup ekonomis dan efisien serta mengarahkan pemusatan pengendalian. Kelemahan dari metode ini adalah munculnya fragmentasi keperawatan dimana pasien menerima perawatan dari berbagai kategori tenaga keperawatan.

Skema 1: Sistem pemberian asuhan keperawatan Fungsional 3. Metode tim

Metode ini dirancang oleh Elanor Lambertson pada tahun 1950-an yang digunakan untuk mengatasi fragmentasi dari metode orientasi pada tugas dan memenuhi peningkatan tuntutan kebutuhan perawat profesional yang muncul karena kemajuan teknologi, kesehatan dan peralatan. Tim keperawatan terdiri dari perawat profesional (registered nursing), perawat praktis yang mendapat izin serta pembantu perawat. Tim bertanggung jawab dalam memberikan asuhan keperawatan kepada sejumlah pasien selama 8-12 jam. Metode ini lebih menekankan segi manusiawi pasien dan para perawat anggota dimotivasi untuk belajar (Nursalam, 2002).

Kepala Ruangan

Pasien/ klien

Perawat: Injeksi Perawat:

Merawat luka

Perawat: Merawat Perawat:


(33)

Hal pokok yang harus diketahui adalah konfrensi tim yang dipimpin ketua tim, rencana asuhan keperawatan dan keterampilan kepemimpinan. Tujuan metode keperawatan tim adalah untuk memberikan perawatan yang berpusat pada klien. Perawatan ini memberikan pengawasan efektif dari memperkenalkan semua personil adalah media untuk memenuhi upaya kooperatif antara pemimpin dan anggota tim. Melalui pengawasan ketua tim nantinya dapat mengidentifikasi tujuan asuhan keperawatan, mengidentifikasi kebutuhan anggota tim, memfokuskan pada pemenuhan tujuan dan kebutuhan, membimbing anggota tim untuk membantu menyusun dan memenuhi standar asuhan keperawatan (Gillies, 1998).

Skema 2 : Sistem pemberian asuhan keperawatan Tim 4. Keperawatan Primer

Metode ini merupakan sistem dimana perawat bertanggung jawab selama 24 jam sehari, 7 hari/ minggu. Ini merupakan metode yang memberikan perawatan secara komprehensif, individual dan konsisten. Metode keperawatan primer membutuhkan pengetahuan dan keterampilan manajemen. Perawat primer

Kepala Ruangan

Ketua Tim

Staf Perawat

Pasien/ Klien

Ketua Tim

Staf Perawat

Pasien/ Klien

Ketua Tim

Staf Perawat


(34)

mempunyai tugas mengkaji dan membuat prioritas setiap kebutuhan pasien, mengidentifikasi diagnosa keperawatan, mengembangkan rencana keperawatan, dan mengevaluasi keefektifan keperawatan. Sementara perawat lain memberikan tindakan keperawatan, perawat primer mengkoordinasikan keperawatan dan menginformasikan tentang kesehatan klien kepada perawat atau tenaga kesehatan lainnya. Keperawatan primer melibatkan semua aspek peran profesional termasuk pendidikan kesehatan, advokasi, pembuatan keputusan dan kesinambungan perawatan. Perawat primer merupakan manejer garis terdepan bagi perawatan pasien dengan akuntabilitas dan tanggung jawab yang menyertainya.

Skema 3 : Sistem pemberian keperawatan ”Primary Nursing

5. Sistem Manejemen Kasus

Metode ini merupakan sistem pelayanan keperawatan, dimana para manajer kasus (case manager) bertanggung jawab terhadap muatan kasus pasien selama dirawat. Para manejer dapat terkait dengan muatan kasus dalam beberapa cara seperti :

1) Dengan dokter dan pasien tertentu

2) Dengan pasien secara geografis berada dalam satu unit atau unit-unit

Dokter Kepala ruangan Sarana / RS

Perawat primer


(35)

3) Dengan mengadakan diagnosa

Metode ini mempertahankan filsafat keperawatan primer dan membutuhkan seorang sarjana keperawatan atau perawat dengan pendidikan tingkat master untuk mengimplementasikan praktek keperawatan dengan budget yang tinggi.

Skema 4 : Sistem pemberian keperawatan Manajemen Kasus

6. Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)

Sistem MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan empat unsur, yakni standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan system MAKP. Definisi tersebut berdasarkan prinsip-prinsip nilai yang diyakini, dan akan menentukan kualitas produksi/ jasa layanan keperawatan. Jika perawat tidak memiliki nilai-nilai tersebut sebagai sesuatu pengambilan keputusan yang independen, maka tujuan pelayanan kesehatan/ keperawatan dalam memenuhi kepuasan klien tidak akan dapat terwujud.

Unsur-unsur dalam praktik keperawatan dapat dibedakan menjadi empat, yaitu: 1) standar, 2) proses keperawatan, 3) pendidikan keperawatan, dan 4) system MAKP. Dalam menetapkan suatu model, maka keempat hal tersebut harus menjadi bahan pertimbangan, karena merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Kepala Ruangan

Staf Perawat

Pasien/Klien

Staf Perawat Staf Perawat


(36)

Keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada klien sangat ditentukan oleh pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan professional. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan keperawatan dan tuntutan perkembangan iptek, maka metode system pemberian asuhan keperawatan harus efektif dan efisien.

a. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)

Mc Laughin, Thomas, dan Barterm (1995) mengidentifikasi 8 model pemberian asuhan keperawatan, terapi model yang umum digunakan di rumah sakit adalah Asuhan Keperawatan Total, keperawatan Tim, dan Keperawatan Primer. Tetapi, setiap unit keperawatan mempunyai upaya untuk menyeleksi model untuk mengelola asuhan keperawatan berdasarkan kesesuaian antara ketenagaan, sarana dan prasarana, dan kebijakan rumah sakit. Karena setiap perubahan akan berakibat suatu stress, maka perlu mempertimbangkan 6 unsur utama dalam penentuan pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan (Marquis & Huston, 1998:143).

1. Sesuai dengan Visi dan Misi Institusi

Dasar utama penentuan model pemberian asuhan keperawatan harus didasarkan pada visi dan misi rumah sakit.

2. Dapat diterapkannya Proses Keperawatan dalam Asuhan Keperawatan Proses keperawatan merupakan unsure penting terhadap kesinambungan asuhan keperawatan kepada pasien. Keberhasilan dalam asuhan keperawatan sangat ditentukan oleh pendekatan proses keperawatan.


(37)

3. Efisien dan Efektif Penggunaan Biaya

Setiap suatu perubahan, harus selalu mempertimbangkan biaya dan efektivitas dalam kelancaran pelaksanaannya. Bagaimana pun baiknya suatu model, tanpa ditunjang oleh biaya memadai, maka tidak akan didapat hasil yang sempurna.

4. Terpenuhinya Kepuasan Klien, Keluarga, dan Masyarakat

Tujuan akhir asuhan keperawatan adalah kepuasan pelanggan atau pasien terhadap asuhan yang diberikan oleh perawat. Oleh karena itu, model yang baik adalah model asuhan keperawatan yang dapat menunjang kepuasan klien.

5. Kepuasan Kinerja Perawat

Kelancaran pelaksanaan suatu model sangat ditentukan oleh motivasi dan kinerja perawat. Model yang dipilih harus dapat meningkatkan kepuasan perawat, bukan justru menanbah beban kerja dan frustasi dalam pelaksanaannya.

6. Terlaksananya Komunikasi yang Adekuat antara Perawat dan Tim Kesehatan Lainnya

Komunikasi secara professional sesuai dengan lingkup tanggung jawab merupakan dasar pertimbangan penentuan model. Model Asuhan Keperawatan diharapkan akan dapat meningkatkan hubungan interpersonal yang baik antara perawat dan tenaga kesehatatan lainnya.

b. Jenis Model Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)

Jenis model asuhan keperawatan menurut Grant & Massey (1997) dan Marquis & Huston (1998)


(38)

Model Deskripsi Penanggung Jawab

Fungsional •Berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan

•Perawat melaksanakan tugas (tindakan) tertentu berdasarkan jadwal kegiatan yang ada

•Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat maka setiap perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi (misalnya, merawat luka) keperawatan kepada semua pasien di bangsal.

Perawat yang bertugas pada tindakan tertentu

Kasus •Berdasarkan pendekatan holistic dari filosofi keperawatan

•Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan dan observasi pada pasien tertentu

•Rasio: 1:1 pasien-perawat.

•Setiap pasien dilimpahkan kepada semua perawat yang melayani seluruh kebutuhannya pada saat mereka dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift, dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, umumnya dilaksanakan untuk perawatan khusus seperti: isolasi, intensive care.

Manager keperawatan

Tim •Berdasarkan pada kelompok filosofi keperawatan

•Enam-tujuh orang perawat professional dan perawat associate bekerja sebagai suatu tim, disupervisi oleh ketua tim.

Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/ group yang terdiri atas tenaga professional, teknikal, dan pembantu dalam satu group kecil yang saling membantu.

Ketua Tim

Primer • Berdasarkan pada tindakan yang komprehensif dari filosofi keperawatan.

• Perawat bertanggung jawab terhadap semua


(39)

aspek asuhan keperawatan, dari hasil pengkajian kondisi pasien untuk mengoordinasi asuhan keperawatan.

• Rasio 1:4/ 1:5 (perawat: pasien) dan penugasan metode kasus.

Metode penugasan di mana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien, mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktek kemandirian perawat, ada kejelasan antara si pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan dan koordinasi Asuhan Keperawatan selama pasien dirawat.

Tabel 1. Jenis model asuhan keperawatan menurut Grant & Massey (1997) dan Marquis & Huston (1998)

c. Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) 1.Pengertian MPKP

Suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai professional yang memungkinkan perawat professional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan, yang dapat menopang pemberian asuhan tersebut (Hoffart and Woods, 1996).

2. Lima Komponen dalam MPKP

1) Nilai-nilai professional yamg merupakan inti dari MPKP 2) Hubungan antar professional

3) Metode pemberian asuhan keperawatan

4) Pendekatan manajemen terutama dalam perubahan pengambilan keputusan


(40)

3.Nilai-nilai Profesional MPKP

1) Nilai-nilai tentang penghargaan atas otonomi pasien

2) Penghargaan atas harkat dan martabat klien sebagai manusia 3) Melakukan yang baik bagi klien

4) Tidak merugikan klien

5) Komitmen pada pendidikan belajar secara berkelanjutan

Nilai-nilai harus terus ditingkatkan, diperlukan pemahaman dan komitmen perawat yang tinggi terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Sikap perawat untuk terus belajar sehingga selalu dapat memberikan asuhan kepewatan sesuai perkembangan IPTEK.

4. Jenis MPKP

Menurut Ratna Sudarsono (2000), berdasarkan pengalaman mengembangkan MPKP dan masukan dari berbagai pihak perlu dipikirkan untuk mengembangkan suatu MPKP yang disebut MPKP Pemula (PKPP).

Ada beberapa jenis MPKP, yaitu:

1) MPKP Tingkat Pemula

Merupakan tahap awal untuk menuju MPKP:

a) Model ini mampu memberikan asuhan keperawatan professional tingkat pemula

b) Pada model ini terdapat tiga komponen utama yaitu ketenagan keperawatan, metode pemberia asuhan keperwatan dan dokumen asuhan keperawatan.


(41)

2) MPKP Tingkat I

a) Perawat mampu memberikan asuhan keperawatan professional tingkat 1

b) Diperlukan penataan 3 komponen utama yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan dan dokumentasi asuhan keperawatan

c) Metode pemberian asuhan keperawatan adalah kombinasi metode keperawatan primer dan metode tim disebut tim primer.

3) MPKP Tingkat II

a) Perawat mampu memberikan asuhan keperawatan professional tingkat II

b) Pada ketenagaan terdapat perawat kemampuan spesialis keperawatan yang spesifik untuk cabang ilmu tertentu

c) Perawat spesialis berfungsi memberikan konsultasi tentang asuhan keperawatan kepada perawat primer pada area spesialinya

d) Melakukan dan memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan auhan keperawatan

e) Jumlah perawat spesialis direncanakan 1:10 4) MPKP Tingkat III

a) Perawat mampu memberikan asuhan keperawatan professional tingkat III

b) Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan doctor dalam keperawatan klinik


(42)

c) Berfungsi untuk melakukan riset dan membimbing para perawat melakukan riset serta memanfaatkan hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan.

5. Struktur Organisasi MPKP

PA PA PA PA PA PA

Skema 5. Struktur organisasi MPKP

1. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB KEPALA RUANG RAWAT

b. Mengobservasi dan member masukan kepada PP terkait dengan bimbingan yang diberikan PP kepada PA

c. Memberikan masukan pada diskusi kasus yang dilakukan PP dan PA

d. Mempresentasikan isu-isu beru terkait dengan asuhan keperawatan e. Mengidentifikasi fakta dan temuan yang memerlukan pembuktian f. Mengidentifikasi masalah penelitian, merancang usulan dan

melakukan penelitian

KEPALA RUANG RAWAT C.C.M


(43)

g. Menerapakan hasil-hasil penelitian dan memberikan asuhan keperawatan

h. Bekerjasama dengan kepala ruangan dalam hal melakukan evaluasi tentang mutu asuhan keperawatan, mengarahkan dan mengevaluasi tentang implementasi MPKP

i. Mengevaluasi pendidikan kesehatan yang dilakukan PP dan memberikan masukan untuk perbaikan

j. Merancang pertemuan ilmiah untuk membahas hasil evaluasi/ penelitian tentang asuhan keperawatan

k. Mengevaluasi implementasi MPKP dengan menggunakan instrument evaluasi implementasi MPKP oleh CCM

2. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWAT PELAKSANA

a. Melakukan kontrak dengan klien/ keluarga pada awal masuk ruangan, sehingga tercipta hubungan terapeutik. Hubungan ini dibina secara terus menerus pada saat melakukan pengkajian/ tindakan kepada klien/ keluarga.

b. Melakukan pengkajian terhadap klien baru melengkapi pengkajian yang sudah dilakukan PP pada sore, malamm atau libur

c. Menetapkan rencana asuhan keperawatan berdasarkan analisa standart renpra sesuai dengan hasil pengkajian

d. Menjelaskan instrument yang ditetapkan kepada PA dibawah tangguang jawanya sesuai dengan klien yang dirawat


(44)

e. Menetapkan PA yang bertanggung jawab setiap shift

f. Pembagian klien didasarkan pada jumlah klien, tingkat ketergantungan klien, dan tempat tidur yang berdekatan

g. Melakukan bimbingan dan evaluasi PA dalam melakukan tindakan keperwatan, apakah sesuai dengan SOAP

h. Memonitor dokumentasi yang telah dilakukan oleh PA

i. Melakukan tindakan keperawatan yang bersifat terapi keperawatan dan tindakan keperawatan yang tidak dapat diakukan oleh PA j. Mengatur pelaksanaan konsul dan pemeriksaan laboratorium

k. Mendampingi dokter visit klien dibawah tanggung jawabnya, bila PP tidak ada, visite didampingi oleh PA sesuai dengan timnya l. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan dan membuat catatan

perkembangan setiap hari

m. Melakukan pertemuan dengan klien/ keluarga minimal 2hari untuk membahas kondisi keperawatan klien

n. Bila PP cuti atau libur, tugas-tugas PP didelegasikan kepada PA yang telah ditunjuk (wakil PP) dengan bimbingan kepala ruang gawat atau CCM

o. Memberikan pendidikan kesehatan kepada klien/ keluarga p. Membuat perencanaan pulang

q. Bekerjasama dengan clinic care manager (CCM) dalam mengidentifikasi isu yang memerlukan pembuktian sehinnga tercipta evidence based practice (LBP)


(45)

3. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PA

a. Membaca renpra yang telah ditetapkan PP

b. Membina hubungan terapeutik dengan klien/ keluarga, sebagai lanjutan kontrak yang sudah dilakukan PP

c. Menerima klien baru (kontrak) dan memberikan informasi berdasarkan format orientasi klien/ keluarga jika PP tidak ada ditempat

d. Melakukan tindakan keperawatan kepada kliennya berdasarkan renpra e. Melakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan dan

mendokumentasikannya pada format yang tersedia f. Melakukan visite dokter bila PP tidak ada ditempat g. Memeriksa kerapian dan kelengkapan status keperawatan

h. Membuat laporan pergantian dinas bila melakukan masalah yang perlu diselesaikan

i. Menyiapkan klien untuk pemeriksaan diagnostic, laboratorium, pengobatan, dan tindakan

j. Berperan serta dalam pemberian kesehatan pada klien sekeluarga yang diberlakukan oleh PP

k. Melakukan inventarisasi fasilitas yang terkait dengan timnya l. Membantu tim lain yang membutuhkan

m.Memberikan resep dan menerima obat dari keluarga klien yang menjadi tanggung jawabnya dan berkoordinasi dengan PP


(46)

5. Klasifikasi Pasien

Pada suatu pelayanan professional, jumlah tenaga yang diperlukan tergantung pada jumlah pasien dan derajat ketergantungan pasien. Menurut Douglas (1984) Leveridge & Cummings (1996) klasifikasi derajat ketergantungan pasien dibagi 3 kategori yaitu: perawatan minimal memerlukan wakti 1-2 jam/ 24 jam, perawatan intermedit memerlukan waktu 3-4 jam/ 24 jam dan perawatan maksimal atau total memerlukan waktu 5-6 jam/ 24 jam.

1. Minimal Care

a) Pasien bias mandiri/ hamper tidak memerlukan bantuan b) Mampu naik turun tempat tidur

c) Mampu ambulasi dan berjalan sendiri

d) Mampu mandi sendiri/ mandi sebagian dengan bantuan e) Mampu berpakaian dan berdandan dengan sedikit bantuan f) Status psikologis stabil

g) Pasien dirawat untuk prosedur diagnostic h) Operasi ringan

2. Intermediate Care/ Parsial

a)Pasien memerlukan bantuan perawat sebagian

b)Mambutuhkan bantuan satu orang untuk naik turaun tempat tidur c)Membutuhkan babtuan untuk ambulasi/ berjalan

d)Membutuhkan bantuan dalam menyiapkan makanan e)Membutuhkan bantuan untuk makan (disuap) f)Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut


(47)

g)Membutuhkan bantuan untuk berpakaian dan berdandan h)Membutuhkan bantuan untuk BAB dan BAK

i) Post operasi minor (24 jam)

j) Melewati fase akut dari post operasi mayor k)Fase awal dari penyembuhan

l) Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam m) Gangguan emosional ringan

3. Total Care

a) Pasien memerlukan bantuan perawat sepenuhnya dan memerlukan waktu perawat yang lebih lama

b) Membutuhkan dua orang atau lebih untuk mobilisasi dari tempat tidur kekereta dorong/ kursi roda

c) Membutuhkan latihan pasif

d) Kebutuhan nutrisi dan cairan dipenuhi melalui terapi intravena (infuse) atau NGT

e) Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut

f) Membutuhkan bantuan penuh untuk berpakaian dan berdandan g) Dimandikan perawat

h) Dalam keadaan inkontinensia, menggunakan kateter i) 24 jam jam post operasi mayor

j) Pasien tidak sadar

k) Kedaan pasien tidak stabil


(48)

m)Perawatan luka bakar n) Perawatan kolostomi

o) Menggunakan alat bantu pernafasan p) Menggunakan WSD

q) Irigasi kandung kemih secara terus-menerus r) Menggunakan alat traksi

s) Fraktur dan atau pasca operasi tulang belakang/ leher t) Gangguan emosional berat, bingung dan disorientasi

B. Analisis Ruang Rawat 1. Pengkajian

Pengkajian sistem manajemen di Ruangan RA2 dilakukan dengan analisa situasi ruangan pada tanggal 18 - 23 Juni 2012 melalui metode wawancara yang dilakukan dengan kepala ruangan, CI, dan beberapa perawat pelaksana, observasi yang dilakukan pada shift pagi, melalui observasi situasi dan kondisi ruangan, pelayanan asuhan keperawatan, penyediaan sarana dan prasarana, sistem kerja, dan komunikasi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan, penyebaran kuesioner dilakukan pada tanggal 15 Juni 2012 kepada perawat yaitu kuesioner

kepuasan kerja perawat, pasien juga diberi kuesioner yaitu tentang tingkat kepuasan pasien. Kuesioner kepuasan kerja perawat dibagi kepada 20 orang perawat dan kuesioner kepuasan pasien dibagi kepada 30 orang responden.

Berdasarkan kuesioner yang didadap bahwa pelaksanaan pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh perawat kepada pasien/keluarga di ruangan RA2


(49)

masih rendah (60%), pemberian pendidikan kesehatan tentang diabetes mellitus kepada pasien penyakit diabetes mellitus masih rendah (65%) dan latihan senam kaki kepada pasien diabetes mellitus tidak pernah dilakukan kepada pasien diabetes mellitus.

1.1. Man

Jumlah Tenaga Keperawatan di RA2

Berdasarkan pengkajian yang dilakukan di ruangan RA2 didapatkan kondisi Sumber Daya Manusia berdasarkan kualitas dan kuantitas antara lain:

No Jabatan Pendidikan Jumlah

1 Kepala Ruangan S1 Keperawatan 1 orang

2 Ketua Tim S1 Keperawatan 2 orang

3 Perawat pelaksana S1 Keperawatan D3 Keperawatan

2 orang 12 orang

4 CI S1 Keperawatan 1 orang

TOTAL 19 orang

Tabel 2. Jumlah tenaga keperawatan di ruangan RA2

Perekrutan Tenaga Kerja Perawat di RA2

Untuk proses perekrutan perawat pegawai negeri di ruang RA2 dilakukan melalui ujian penerimaaan pegawai dari Depkes pusat, sedangkan untuk pegawai honorer perekrutan dilakukan melalui ujian lansung dari RSUP Haji Adam Malik Medan. Pegawai yang diterima akan mengikuti orientasi ruangan 3 bulan. Pada awal dinas semua pegawai baru dijadwalkan untuk dinas pagi selama 2 minggu – 1 bulan sehingga kinerjanya dapat dinilai langsung oleh Karu dan kemudian dilaporkan ke Kapokja. Kriteria pegawai yang diterima di ruang RA2 adalah berdasarkan hasil ujian, penilaian selama proses orientasi dan peminatan yang diinginkan oleh calon pegawai baru.


(50)

Beban Kerja dan Kebutuhan Tenaga Kerja

Pada suatu pelayanan professional, jumlah tenaga yang diperlukan tergantung pada jumlah pasien dan derajat ketergantungan. Analisis beban kerja berdasarkan tingkat ketergantungan pasien di ruangan RA2 dinilai dengan menggunakan instrumen penilaian ketergantungan pasien menurut Orem : Total, Partial, dan Minimal care.

Menurut Douglas, Lovevidge, dan Cunnings

Menurut Douglas, Lovevidge, dan Cunnings klasifikasi ketergantungan pasien dibagi menjadi 3 kategori, yaitu perawatan minimal yang memerlukan waktu 1-2 jam/24 jam, perawatan intermediet memerlukan waktu 3-4 jam/24 jam, perawatan total memerlukan waktu 5-6 jam/24 jam. Data pengkajian tanggal 20 Juni 2012 didapatkan rata-rata kondisi tingkat ketergantungan pasien dan kebutuhan tenaga sebagai berikut:

Tingkat Ketergantungan Jumlah Kebutuhan Tenaga

Tk.Ketergantungan Jumlah Pasien

Pagi Sore Malam

Minimal 10 orang 10 x 0,17 = 1,7

10 x 0,14 = 1,4

10 x 0,07 = 0,7

Partial 26 orang 26 x 0,27

=7,02

26 x 0,15 = 3,9

26 x 0,10 =2,6

Total 9 orang 9 x 0,36 =

3,24

9 x 0,36 =3,24

9 x 0,20 =1,8

Jumlah 45 orang 11,96=

12orang

8,54= 9 orang

5,1= 5 orang

Tabel 3. Perhitungan jumlah tenaga perawat menurt Douglas

Shift pagi : 12 orang Shift siang : 9 orang


(51)

Maka jumlah perawat untuk ruangan RA2 dari perhitungan: dinas pagi + dinas siang + dinas malam + libur/cuti (jumlah perawat satu shift yang terbanyak) + 1 kepala ruangan : 12+9+5+12+1= 39 orang.

Gillies dan Depkes

Tingkat Ketergantungan Jumlah Kebutuhan Tenaga

Tk.Ketergantungan Jumlah Pasien

Pagi Sore Malam

Minimal 10 orang 10 x 0,17 = 1,7

10 x 0,14 = 1,4

10 x 0,07 = 0,7

Partial 26 orang 26 x 0,27

=7,02

26 x 0,15 = 3,9

26 x 0,10 =2,6

Total 9 orang 9 x 0,36 =

3,24

9 x 0,36 =3,24

9 x 0,20 =1,8

Jumlah 45 orang 11,96=

12orang

8,54= 9 orang

5,1= 5 orang

Tabel 4. Perhitungan jumlah tenaga perawat menurut Gillies

Shift pagi : 12 orang Shift siang : 9 orang Shift malam : 5 orang Total : 26 orang

Gillies : 25% libur, cuti, dll = 26 x 25% jumlah=6 org Depkes : 25% untuk tindakan keperawatan = 32 orang x 25%

jumlah = 8 org Total= 40org

Dengan metode TIM maka tenaga kerja yang dibutuhkan adalah: Perawat Pelaksana : 40 orang

Katim : 3x3 = 9 orang

Karu : 1 orang


(52)

Berdasarkan hasil perhitungan, maka kebutuhan tenaga perawat ruang RA2 39-50 orang. Menurut hasil perhitungan tersebut, jika dibandingkan dengan jumlah tenaga perawat yang ada di ruang RA2 saat ini yang berjumlah 19 orang didapat kekurangan tenaga perawat sebanyak 20-30 orang. Hasil wawancara dengan Karu dan beberapa perawat pelaksana mereka juga mengeluhkan kekurangan tenaga perawat, karena perawat selain melakukan tugas keperawatan, mereka juga harus melakukan tugas non keperawatan seperti mengambil obat ke depo farmasi, melipat kasa, mengurus surat keterangan kematian, mengurus surat jaminan, dan terkadang ikut melakukan kebersihan ruangan.

BOR ( Bed Occupation Rate)

BOR adalah presentase pemakaian tempat tidur pada satu satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit, dengan standar normal 60 – 85 %.

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan jumlah pasien rata-rata per bulan sekitar 45 orang dengan jumlah tempat tidur 62 buah. Maka didapatkan BOR sebesar 72,58 %.

1.2 Material

Dari hasil observasi dan wawancara dengan kepala ruangan, ruangan RA2 terletak dilantai 1 di gedung instalasi Rawat inap terpadu A. Ruangan RA2 terdiri dari Nurse Station dan 25 kamar. Kamar untuk merawat pasien adalah 12 kamar (ruangan khusus penyakit dalam, penyakit rendah imun). Ruangan-ruangan tersebut dikelompokkan atas beberapa kelas yaitu kelas I, II dan III, ruangan


(53)

diagnostik, ruangan CI, ruangan Kepala Ruangan, ruangan perawat, ruangan CaAss, ruangan PPDS, dan gudang.

RA2 sudah memiliki tempat sampah terpisah untuk sampah infeksi berwarna kuning dan non infeksi yang berwarna hitam, tempat sampah untuk setiap troli juga sudah tersedia. Selain itu terdapat juga jerigen untuk tempat sampah benda tajam. Di setiap depan ruangan tersedia handsrub sebagai pencuci tangan alternatif yang dapat digunakan perawat, dokter maupun keluarga pasien. Semua pasien sudah memiliki identitas berupa gelang pasien yang terdiri dari nama, umur, jenis kelamin dan nomor rekam medik.

1.3 Metode

Moto Pelayanan Keperawatan:

Dalam melaksanakan pelayanan dan asuhan keperawatan harus bersikap senyum yang manis, sapa yang ramah, sentuh dengan kasih sayang

Visi keperawatan:

Menjadi unggulan pelayanan dan asuhan keperawatan untuk tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang optimal tahun 2010

Misi Keperawatan:

1. Memberi pelayanan dan asuhan keperawatan yang paripurna, bermutu, dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.

2. Melaksanakan bimbingan pelaksanaan pelayanan dan asuhan keoperawatan untuk menghasilkan sumber daya manusia keperawtan yang profesional dengan penggunaan logistik keperawatan secara efisien dan efektif.


(54)

Memberi bantuan paripurna dan efektif untuk memenuhi kebutuhan bio-psiko-sosial-spiritual dan kultural yg komprehensif dengan mengutamakan kepentingan pasien melalui pendekatan proses keperawatan oleh tenaga keperawatan.

Metode Asuhan Keperawatan

Metode Asuhan Keperawatan yang dianjurkan pihak rumah sakit adalah metode tim, namun berdasarkan observasi dan wawancara dengan beberapa perawat pelaksana ruang RA2, beberapa perawat juga menjalankan tugas non keperawatan seperti pendokumentasian resep dan mengurus surat kematian, sehingga dalam pelaksanaannya ditemukan tenaga keperawatan fungsional.

Ketua tim akan melimpahkan beberapa tugas kepada perawat pelaksana dan perawat pelaksana akan melaporkan tugas yang telah dijalankan kepada ketua tim, sedangkan kepala ruangan akan mengawasi semua tugas yang dilaksanakan oleh ketua tim dan perawat pelaksana.

Jika terdapat konflik dalam ruangan, kepala ruangan beserta staf-stafnya mendiskusikan masalah tersebut melalui pertemuan saat pergantian shift dan segera diselesaikan

Timbang terima

Prosedur timbang terima (overan), selama ini telah dilakukan setiap shift jaga, meliputi: isi timbang terima (masalah keperawatan pasien lebih fokus pada diagnosa medis, terapi yang diberikan dan rencana terapi yang akan diberikan), diawali dengan berdoa yang dipimpin oleh salah seorang perawat, kemudian kepala ruangan membagi tugas, lalu pegawai malam melaporkan rawatan dan


(55)

melihat langsung kondisi pasien. Kegiatan timbang terima ini dilakukan pada shift pagi, sedangkan pada shift sore dan malam dilakukan dengan serah terima antara perawat.

Pendokumentasian

Berdasarkan hasil pengkajian dan wawancara dengan kepala ruangan, RA2 telah memiliki standar asuhan keperawatan (SAK) dan Standar Operasional Prosedur (SOP). Sejak diberlakukannya JCIA, telah disosialisasikan kepada perawat mengenai catatan terintegrasi (RM 14) dimana catatan dokter dan perawat berada dalam satu lembar catatan yang terintegrasi sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam pemberian terapi medis dan tindakan keperawatan. Pemberian pelayanan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat sudah dilaksanakan pada saat dokter melakukan visite dan bed side teaching namun hanya dalam bentuk lisan (belum menggunakan media dan tidak didokumentasikan).

Supervisi

Kepala ruangan juga berperan sebagai supervisor, dilakukan dengan cara pengontrolan terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh anggotanya setiap hari pada pergantian shift dari mulai pengontrolan pasien bed to bed beserta pembacaan rawatan, pemberian asuhan yang optimal, pengontrolan alat-alat keperawatan kebersihan ruangan sampai pada kegiatan mahasiswa yang praktik atau dinas di ruang RA2.


(56)

Supervisi juga dilakukan oleh ketua tim yang telah didelegasikan oleh kepala ruangan untuk shift yang tidak ada kepala ruangan. Pertemuan ruangan diadakan setiap pagi saat pergantian shift, yang diikuti oleh seluruh perawat di ruang RA2 yang bertujuan untuk membahas masalah yang terjadi pada semua pasien yang dirawat di ruangan termasuk penyelesaiannya.

1.4 Money

Ruangan RA2 memiliki sistem budgeting yang diatur langsung oleh rumah sakit baik untuk pelayanan maupun untuk pendanaan kesehatan bagi petugas kesehatan. Perbaikan dan kelengkapan alat diatur dengan cara membuat permohonan kepada instansi melalui kapokja sarana. Tenaga perawat memperoleh insentif atau jasa medik sesuai dengan golongan/ jabatan masing-masing. Pembayaran ruang rawat inap untuk setiap pasien diatur berdasarkan golongan pasien masuk, untuk pasien umum maka pembiayaan ditanggung pihak keluarga termasuk biaya obat-obatan dan dokter . Pasien Jamkesmas, Askes dan JKA ditanggung oleh instalasi atau pemerintah daerah.

Berikut adalah tarif untuk ruang rawat inap pasien umum berdasarkan kelas ( ruangan + dokter):

1. Kelas I Rp. 240.000 2. Kelas II Rp. 150.000 3. Kelas III Rp. 65.000

Perawat ruang RA2 mempunyai pengutipan dana STM yang diatur langsung dari Rumah Sakit sebesar Rp. 10.000,- perbulan yang dipotong langsung dari gaji setiap pegawai dan ditambah biaya PPNI Sebesar Rp. 5000,- per bulan.


(57)

Dana STM dan PPNI ini digunakan apabila ada anggota yang sakit, diopname, tertimpa musibah atau kemalangan dan apabila ada anggota yang mengadakan acara pesta. Perawat yang berprestasi mendapat reward dari hasil pemotongan perawat yang bermasalah (terlambat, tidak hadir tanpa pemberitahuan, sering meninggalkan tempat pada jam kerja. Perawat yang terlambat, dan tidak memakai atribut yang lengkap akan diberikan sanksi sebesar Rp. 3000,-.


(58)

(59)

3. ANALISA SITUASI (SWOT)

A. MAN

Strenght (Kekuatan) Weakness (Kelemahan) Opportunity (Kesempatan) Threatened (Ancaman)

1. Rumah sakit tipe A sekaligus sebagai rumah sakit pendidikan dan rmerupakan salah satu rumah sakit untuk akreditasi JCIA (Joint Committee International Association) sehingga dituntut untuk meberikan pelayanan yang maksimal

2. Ruang RA2 memiliki tenaga perawat yang terdiri dari S1 Keperawatan 5 orang.

3. Ruang RA2 merupakan salah satu ruang percontohan untuk JCIA sehingga dituntut untuk meberikan pelayanan yang maksimal

4. Rekruitmen perawat melalui ujian pegawai negeri sesuai dengan aturan Rumah Sakit dan perekrutan tenaga honorer

1. Kurangnya jumlah tenaga perawat di Ruangan RA2, dimana jumlah tenaga perawat termasuk Kepala Ruangan, Ketua Tim dan Perawat Pelaksana adalah 19 orang. Sedangkan dari hasil perhitungan jumlah tenaga perawat menurut Douglas adalah orang, sehingga RA2 kekurangan 20 orang perawat dan hal ini menyebabkan beban kerja di ruangan RA2 cukup tinggi.

1. Adanya mahasiswa Kedokteran, Akper, Akbid, dan S1 Keperawatan serta tenaga praktek di ruangan RA2.

1. Era globalisasi yang

menuntut tenaga keperawatan yang profesional dan memiliki

kompetensi pada bidang pelayanan keperawatan.

2. Anggapan masyarakat

bahwa Rumah Sakit HAM Medan merupakan Rumah Sakit pendidikan, yang menjadikan pasien sebagai lahan praktek.

3. Adanya asumsi masyarakat bahwa Rumah Sakit swasta jauh lebih baik dibandingkan dengan Rumah Sakit pemerintah.


(60)

disesuaikan dengan tingkat kebutuhan masing-masing ruangan kemudian pegawai baru diorientasikan selama 3 bulan.

5. Pihak Rumah Sakit

memberikan kesempatan pada perawat untuk melanjutkan jenjang pendidikan hingga selesai dan pelatihan di bidang keperawatan

6. Adanya sanksi kepada staf/ pegawai yang melakukan

pelanggaran dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien

dengan membuat surat pernyataan dan dikenakan denda bila terlambat hadir.

7. Berdasarkan angket yang disebarkan tingkat kepuasaan pasien diperoleh hasil 85% yang menyatakan Puas


(61)

B. METODE

Strength (kekuatan) Weakness (kelemahan) Opportunity (kesempatan) Threat (ancaman)

1. Ruangan RA2 memiliki struktur organisasi dengan metode tim.

2. Ruangan RA2 memiliki alur pendelegasian yang jelas dengan metode tim, dimana terdapat 2 tim yang telah dibagi berdasarkan ruangan.

3. Kepala ruangan melakukan supervisi kepada staf pegawainya serta mahasiswa yang sedang praktek, selain Kepala Ruangan, CI juga melakukan bimbingan kepada mahasiswa.

4. Jika ada masalah dalam ruangan langsung diselasaikan oleh kepala ruangan dan stafnya yang bermasalah dengan musyawarah.

5. Pengaturan jam berkunjung sudah ada

6. Ruangan sudah memiliki SAK dan SOP berdasarkan bentuk

1. Pengaturan jadwal jam besuk/pengunjung belum dilakukan dengan optimal 2. Peningkatan pengetahuan

pasien dan keluarga sudah dilaksanakan, namun tidak menggunakan media yang

memadai dan tidak

didokumentasikan.

1. Adanya SK MENKES No.

502/MENKES/SK/IX/1991 yang menyatakan bahwa RSUP. H. Adam Malik Medan sebagai Rumah Sakit Pendidikan

2. Berdasarkan SK MENKES No. YM.01.10/III/3696/10 tentang pemberian status akreditasi penuh tingkat lengkap kepada RSUP H. Adam Malik Medan pada tanggal 2010

3. Adanya SK MENKES No.

244/MENKES/PER/III/2008 tanggal 11 Maret 2008 tentang struktur organisasi tata kelola RS PPK-BLU RSUP H. Adam Malik Medan.

1. Adanya tuntutan akan pelayanan yang lebih baik dan profesional.

2. Munculnya rumah sakit dengan sistem yang sama (rumah sakit pendidikan) yang memungkinkan akan memberikan persaingan yang ketat.


(62)

gangguan yang terjadi.

7. Ruangan RA2 memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien Askes, Jamkesmas, dan Umum.

8. Adanya supervisi kepala ruangan kepada pasien, seperti pengontrolan pasien bed to bed

yang dilakukan setiap hari. 9. RSUP H Adam malik medan

terpilih dalam JCIAA dan ruang Bedah saraf terpilih sebagai ruang percontohan.


(63)

C. MATERIAL Strength (Kekuatan) Weakness (Kelemahan) Opportunity (Kesempatan) Threat (Ancaman)

1. Ruangan memiliki tempat pembuangan sampah yang terpisah antara sampah infeksi, noninfeksi dan benda tajam.

2. peralatan yang

dipergunakan untuk pasien dengan HIV/AIDS berbeda dengan peralatan yang dipergunakan pasien dengan penyakit dalam

3. Ruangan memiliki

persediaan cairan dan juga obat-obatan emergency

4. Adanya perawat

penanggung jawab khusus bagian logistik

5. Adanya pengecekan alat setiap pergantian shift dan perawatan alat-alat yang dilakukan setiap saat setelah alat dipakai yaitu dengan dibersihkan dan disterilkan.

1. alat tenun yang ada untuk pasien masih terbatas akan tetapi kepala ruangan RA2 telah mengajukan permintaan tambahan kepada pihak rumah sakit.

1. Rumah sakit HAM Medan merupakan rumah sakit pusat pemerintah yang telah menjadi Badan Layanan Umum.

2. Adanya bantuan/jaminan

pembayaran dari DEPKES yaitu Jamkesmas, Jamkesda, JKA, Medan Sehat.

3. Adanya PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) misalnya hasil keuntungan rumah sakit.

1. Adanya persaingan mutu pelayanan antar rumah sakit terkait alat-alat logistik

2. Sarana/fasilitas seperti kamar smandi, dapur/ruang makan yang kurang memadai dibandingkan RS lain.

3. Rumah sakit lain yang mempunyai budgeting

untuk meningkatkan kebutuhan rumah sakit dengan dana yang tinggi.


(64)

6. Adanya satu unit komputer untuk pelaksanaan SIMRS

(Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit)

7. Semua pasien memiliki identitas berupa gelang pasien yang terdiri dari nama, umur, jenis kelamin dan nomor rekam medik, 8. Anggota keluarga yang

menjaga pasien wajib mengenakan tanda pengenal yang telah diberikan rumah sakit

9. Berkas-berkas status pasien sudah tersusun dengan baik 10. Ruangan bedah saraf

merupakan ruangan yang mengikuti penilaian standar akreditasi JCIA sehingga mempermudah pengeluaran anggaran bagi ruangan.


(65)

D. MONEY

Strength (kekuatan) Weakness (kelemahan) Opportunity (Kesempatan) Threatened (ancaman)

1. Ruangan RA2 memiliki sistem budgeting yang diatur langsung oleh rumah sakit baik untuk pelayanan maupun untuk penggajian pegawai ruangan melalui Bank Bukopin.

2. Ruangan memiliki alur pasien yang memakai bukti pembayaran Jamkesmas, Askes dan Umum.

3. RSUP HAM memberikan tunjangan baik uang makan atau insentif (jasa pelayanan), kecuali pegawai honor tidak mendapatkan uang makan.

4. Insentif diberikan sesuai dengan peraturan yang sudah ditetapkan oleh pihak

instalasi (Sistem Remunerasi).

5. Sistem pembayaran biaya

1. Karena budgeting diatur langsung oleh rumah sakit sehingga kepala ruangan tidak mengetahui berapa reward yang diberikan kepada perawat berdasarkan golongan

1. Adanya bantuan/jaminan bagi masyarakat melalui jamkemas, jamkesda, jaminan kesehatan Aceh, JPKMS, dan asuransi kesehatan yang bekerjasama dengan RSUP H.Adam Malik Medan.

2. Sistem penggajian melalui bagian keuangan (cash ataupun via Bank BUKOPIN)

1. Rumah sakit lain yang mempunyai donatur atau

yayasan untuk meningkatkan kebutuhan

rumah sakit dengan dana yang tinggi.

2. Kurangnya kualitas

pelayanan perawat sehubungan dengan tidak

tersedianya anggaran bagi perawat untuk melanjutkan pendidikan.


(66)

perawatan 1 pintu (sentral), adanya kasir terpadu.


(67)

(68)

3. Rumusan Masalah

Dari hasil pengkajian yang dilakukan, maka dapat dirumuskan prioritas masalah sebagai berikut:

a. Pendidikan kesehatan dan sosialisasi tentang penyakit yang diderita pasien kepada pasien/keluarga belum terlaksana oleh perawat ruangan karena beban kerja yang cukup tinggi

b. Pengetahuan perawat pelaksana tentang penyakit yang dirawat di ruangan RA2 masih minim sehingga pelaksanaan pendidikan kesehatan kepada pasien masih rendah.

4. Rencana Penyelesaian Masalah

Berdasarkan perumusan masalah yang diperoleh, maka intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah:

a. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit Diabetes Melitus kepada pasien yang dirawat di ruangan RA2,

b. Mengajukan saran kepada kepala ruangan untuk membuat suatu kebijakan tentang pelaksanaan pendidikan kesehatan pada pasien yang wajib dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswa yang sedang praktek belajar lapangan di RA2.

c. Melakukan penyediaan leaflet mengenai Diabetes Melitus

d. Memberikan media seperti leaflet dan protokol pelaksanaan senam kaki pencegahan ulkus diabetik kepada Kepala Ruangan untuk dipergunakan perawat pelaksana.


(69)

5. Implementasi

Berdasarkan data pengkajian dan perumusan masalah yang telah didapatkan, maka dilakukan intervensi untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, yaitu :

a. Pada tanggal 20 Juni 2012 praktikan menyusun materi dan media pendidikan kesehatan mengenai Diabetes Melitus, langkah-langkah senam kaki, dan protocol pelaksanaan senam kaki. Media yang disediakan berupa leaflet. b. Pada tanggal 22 Juni 2012 praktikan mengajukan saran kepada kepala

ruangan untuk membuat suatu kebijakan tentang pelaksanaan pendidikan kesehatan pada pasien yang wajib dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswa yang sedang praktek belajar lapangan di RA2.

c. Pada tanggal 30 Juni 2012, praktikan menyediakan 15 leaflet tentang Diabetes Melitus yang akan digunakan sebagai media untuk penyuluhan kesehatan berikutnya.

d. Pada tanggal 31 Juni 2012, praktikan menyerahkan protokol senam kaki kepada Kepala Ruangan untuk disediakan di ruangan RA2.

6. Evaluasi

Penyuluhan kesehatan telah dilakukan kepada pasien dan keluarga pasien yang berada di ruangan RA2. Jumlah peserta penyuluhan tentang Diabetes Melitus sebanyak 12 orang. Sekitar 80% dari peserta sudah mengerti akan penjelasan yang diberikan oleh praktikan, hal ini diketahui dari evaluasi yang diberikan kepada peserta saat sesi tanya jawab. Keluarga pasien yang menderi


(70)

Diabetes Melitus sangat antusias saat mengikuti sosialisasi dan lingkungan juga kondusif.

Leaflet tentang Diabetes Melitus yang disediakan sebanyak 15 eksemplar telah diserahkan kepada kepala ruangan pada tanggal 30 Juni 2012.

Kepala ruangan menyetujui untuk membuat kebijakan tertulis tentang pelaksanaan pendidikan kesehatan pada pasien di RA2 dan pada tanggal 30 Juni 2012 praktikan mengajukan draft kebijakan tertulis kepada CI untuk ditanda tangai oleh kepala ruangan dan CI. Pada tanggal 30 Juni 2012 kebijakan tertulis

disahkan oleh kepala ruangan dan CI.

Protokol pelaksanaan senam kaki sudah disusun praktikan dan diserahkan kepada kepala ruangan pada tanggal 29 Juni 2012 dan disosialisasikan kepala ruangan kepada perawatan pelaksana pada saat operan tanggal 30 Juni 2012.

C. Pembahasan

Menghadapi era globalisasi saat ini dimana masyarakat membutuhkan dan menuntut pelayanan yang profesional dan memuaskan, maka dibutuhkan tenaga yang mempunyai pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang memadai serta memiliki semangat pengabdian yang tinggi sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing (Surjawati, 2002). Demikian juga halnya dengan pelayanan suatu rumah sakit. Rumah sakit sebagai salah satu lembaga yang memberikan pelayanan kepada masyarakat juga dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang profesional dan memuaskan. Untuk menjawab tantangan tersebut maka rumah sakit harus menyiapkan tenaga-tenaga profesional dan melakukan penataan


(71)

sedemikian rupa agar tenaga-tenaga profesional tersebut dapat dimaksimalkan dalam memberikan pelayanan.

Salah satu tenaga profesional yang terpenting di dalam suatu rumah sakit yaitu perawat. Perawat disebutkan sebagai tenaga terpenting karena sebagian besar pelayanan rumah sakit adalah pelayanan keperawatan. Gillies (1994) menyatakan bahwa 40 - 60% pelayanan rumah sakit adalah pelayanan keperawatan. Bahkan Huber (1996) menyatakan bahwa 90% pelayanan rumah sakit adalah pelayanan keperawatan. Sebagai ujung tombak di dalam memberikan pelayanan, maka kebutuhan akan Sumber Daya Manusia (SDM) Perawat menjadi prioritas utama di dalam pengorganisasian ruang rawat.

Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan diketahui bahwa ruangan RA2 memiliki 19 orang perawat dengan klasifikasi pendidikan, 6 orang S1 Keperawatan, 13 orang perawat D3 dan sudah mendapat pelatihan yaitu pelatihan EKG, sosialisasi Endokrin, sosialisasi DM, P3RS. Namun belum semua perawat pernah mengikuti pelatihan-pelatihan tersebut. Pegawai yang dapat mengikuti pelatihan ditentukan berdasarkan senioritas, kepangkatan dan loyalitas.

Hasil pembagian kuesioner pada tanggal 20 Juni 2012 kepada 30 orang pasien dengan kriteria pasien yang hari rawatan minimal 3 hari, disimpulkan bahwa 90% pasien puas dengan pelayanan keperawatan di ruang RA2 dan 10% pasien tidak puas dengan pelayanan keperawatan di ruang RA2.

Pendokumentasian asuhan keperawatan sangat diperlukan karena memiliki aspek legalitas dan menjadi aspek hukum untuk melindungi setiap tindakan keperawatan, bila sesuatu hal tidak diinginkan terjadi. Pendokumentasian


(1)

kultur pus, pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.

mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darah untuk mengetahui perkembangan penyakit.


(2)

7. Implementasi dan Evaluasi

CATATAN PERKEMBANGAN TN.P Hari /

Tanggal

Diagnosa Keperawatan

Implementasi Evaluasi

Sabtu/ 15 Juni 2012

Dx 1 Mandiri :

7. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami 8. Jelaskan pada pasien tentang

sebab-sebab timbulnya nyeri 9. Ciptakan lingkungan yang

tenang

10.Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi

11.Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien

12.Lakukan massage dan kompres luka dengan saat merawat luka.

Kolaborasi :

Pemberian analgesik

S : Klien mengatakan skala nyeri 6 pada kaki kiri, timbul sejak tadi malam, nyeri seperti ditusuk-tusuk.

O : Klien tampak keringat dingin, wajah meringis, skala nyeri 6.

TD : 120/70 mmHg HR: 84x/i

RR 22x/i T : 380 C

A : Masalah belum teratasi, lanjutkan pemberian Aspilet 1x8 mg

P : Intervensi 1-6 dilanjutkan Dx 2 Mandiri :

4. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan. 5. Rawat luka dengan baik dan

benar : membersihkan luka secara aseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.

6. Berikan dan ajarkan pasien/keluarga pasien tentang senam diabetik Kolaborasi :

2. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus, pemeriksaan gula darah

S : -

O : Belum dilakukan perawatan luka sejak masuk rumah sakit, kondisi luka basah, luas luka 2x2 cm2, tidak ada jaringan yang nekrosis.

A: Masalah belum teratasi, berikan Metronidazole 3x500 mg dan Ceftriaxone 1 gr/12 jam

P : Intervensi 1-3 dilanjutkan, periksa hasil Lab khususnya KGD.


(3)

pemberian anti biotik. Dx 3 Mandiri :

5. Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka

6. Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu

menjaga kebersihan diri selama perawatan 7. Lakukan perawatan luka

secara aseptik

8. Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang

ditetapkan Kolaborasi :

Pemberian antibiotik

S : -

O : Luas luka pada jari 2x2 cm2, luka tampak basah, tidak ada jaringan nekrotis, T=380 C, Leukosit meningkat

21.95x103/mm3

A : Masalah belum teratasi Berikan PCT 3X500

mg, Metronodazole 3x500 mg dan Ceftriaxone 1 gr/12 jam.

P : Intervensi 1-4 dilanjutkan.

6. Ringkasan Keperawatan Klien Pulang

Tn.P (63 tahun) menderita DM sejak 10 tahun yang lalu, masuk ke RSUP Haji Adam Malik Medan tanggal 15 Juni 2012 dengan keluhan batuk berdahak. Pasien saat ini dirawat diruang II3 RA2. Keluhan yang dirasakan Tn.S adalah nyeri dikedua kakinya seperti kebas-kebas. Pasien tidak ada sesak dan nyeri dada. Pasien ini mengatakan sudah pernah dirawat di RSUP HAM Medan ini kira-kira beberapa bulan yang lalu dengan keluhan yang sama. Pada pemeriksaan awal tanda-tanda vital diperoleh TD : 160/90 mmHg, HR : 80x/menit, RR : 24x/menit, dan T : afebris. Pasien mengatakan tidak dapat tidur dan selera makan berkurang sejak masuk RS. Hal ini diakibatkan kurang nyamannya dirawat diruangan. Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan di sekitar kakinya dengan skala nyeri 6. KGD saat masuk ke RSUP HAM Medan adalah 300mg/dl.


(4)

Berdasarkan pengkajian yang dilakukan kepada pasien dan keluarga didapat bahwa pasien belum tau tentang penyakit yang dideritanya secara detail. Informasi yang didapat beberapa bulan ynag lalu ketika dirawat di RSUP HAM Medan adalah hanya informasi pembatasan makanan dan control ulang ke poliklinik penyakit dalam. Namun senam kaki pasien mengatakan belum pernah mendapat informasi tentang senam kaki ini.

Diagnosa keperawatan yang diangkat dari pengkajian yang dilakukan adalah bersihan jalan nafas tidak efektif b/d penumpukan secret di saluran nafas, gangguan perfusi jaringan b/d melemahnya atau menurunnya aliran darah ke jaringan akibat adanya obstruksi pembuluh darahdan nyeri b/d sirkulasi darah terhambat dan gangguan neuropati pada kaki.

Setelah tanggal yang telah ditentukan dan melakukan pendekatan kepada keluarga dan pasien maka praktikan memulai implementasi pada ketiga diagnose tersebut . Diagnosa yang pertama yaitu mengajarkan pasien teknik batuk efektif, minum air hangat, memberikan posisi yang nyaman, yaitu posisi miring kanan dan miring kiri dan memberikan obat secara teratur. Diagnosa keperawatan yang kedua praktikan melakukan implementasi dengan memantau tanda-tanda vital pasien, mengajarkan ROM pasif/aktif, melatih senam kaki, dan memberikan pendidikan kesehatan tentang DM. pada diagnose ketiga yaitu mengkaji karakteristik nyeri, menganjurkan pasien mobilisasi, melatih senam kaki, dan mengatur posisi yang nyaman.


(5)

Dari hasil evaluasi didapat bahwa pasien masih tetap batuk berdahak, nyeri masih ada tetapi sudah berkurang (skala nyeri 5 dari 6), dan pasien merasa nyaman. Setelah dilakukan senam kaki diperoleh penurunan tekanan darah dan berdasarkan indeks ABPI diperoleh nilai mean 1.05 pre senam kaki sedangkan post senam kaki diperoleh mean 1.07. senam kaki tersebut dilakukan selama 5 hari kemudian pasien pulang pada tanggal 6 Juni 2012.


(6)