Pelaksanaan Posttest pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol Evaluasi Pelaksanaan Penelitian
102 “Seneng mbak, tapi kalau ngungkapin perasaan aku masih belum berani
mbak. Ternyata kalau kita lebih membuka diri tuh enak ya mba, jadi pertemanan jadi akrab. Jadi saling mengerti”.
KW dan YDK sudah berani mengemukakan pendapat di kelas ketika proses diskusi pada jam pelajaran sedang berlangsung. YDK juga
sudah mempu bercerita kepada guru sedikit demi sedikit. Di samping itu, pada hari ke-5 setelah pelaksanaan treatment salah satu subyek yaitu YDK
mengabarkan pada peneliti bahwa dirinya saat ini sering mengungkapkan perasaan dan pikirannya ke dalam buku diari.
Pada pelaksanaan treatment banyak terjadi perubahan positif. Perilaku positif yang terlihat diantaranya pada saat treatment sesi ke-1,
hanya 1 orang siswa yang berani membacakan hasil tulisannya di depan teman-teman kelompok yaitu NW, dan hanya 3 orang siswa yang
memberikan tanggapan untuk tulisan yang dibacakan oleh NW. Siswa yang lainnya hanya diam. Pada treatment sesi ke-2 siswa sudah mulai
menunjukkan perubahan yang sebelumnya tidak mau berbicara dan tidak mengeluarkan pendapat menjadi mau berbicara. Pada sesi ini siswa yang
mau membacakan hasil tulisannya sebanyak 4 siswa, dan yang menanggapi serta berani mengemukakan juga nambah menjadi 4 siswa. Kemudian pada
treatment sesi ke-3 semua siswa sudah berani membacakan hasil tulisannya di depan teman kelompok dan masih tetap sama 4 siswa yang mau dan
berani mengemukakan pendapat, serta menanggapi cerita temannya. Perilaku positif yang diperlihatkan lainnya yaitu mereka sudah
mulai mengubah persepsi subyek HA misalnya yang semula HA enggan
103 cerita tentang dirinya karena dia memiliki persepsi bahwa apabila dia
cerita, cerita dia akan dibocorkan kepada teman lain, dan teman yang dia ajak cerita tidak akan menanggapi ceritanya, sehingga membuat HA
menjadi siswa yang tertutup, minder, dan cenderung terisolir. Sekarang persepsi HA sudah mulai berubah. HA sudah mau mengungkapkan hal
tentang keadaan dirinya kepada teman, walaupun dia tidak sepenuhnya diungkapkan, sehingga sekarang HA sudah memiliki teman untuk cerita,
dan HA merasa bahwa dia sudah merasa diterima keberadaannya di kelas. Perubahan positif juga ditunjukkan oleh subyek DAP. Pada saat
pelaksanaan treatment, DAP menunjukkan perilaku membuka diri pada teman-temannya. DAP memberikan tanggapan pada cerita teman, dan
memberikan pendapat pada saat proses diskusi kelompok berlangsung. Hal ini juga DAP terapkan di sekolah ketika jam pelajaran berlangsung, DAP
memberikan tanggapan pada saat proses diskusi di dalam kelas berlangsung.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa self disclosure siswa sebelum mendapatkan treatment teknik expressive writing dengan sesudah
mendapatkan treatment teknik expressive writing adalah berbeda dan mengalami perubahan kea arah yang lebih baik. Perbedaan dapat dilihat
dari hasil wawancara pada subyek AG yang mengatakan bahwa: “Yang aku rasain ya mbak aku jadi seneng berbagi cerita, pikiran,
perasaan ke teman. Aku jadi ngerasa lega, kaya beban hidupku tuh berkurang. Kemarin juga kan pas aku cerita, teman-temanku pada
nanggepin, kasih saran yang baik-baik, jadi aku punya motivasi yang kuat untuk move on”.
104 Selain itu, hasil observasi juga menunjukkan hasil yang sama pada
subyek AG,
subyek sudah
mampu mengemukakan
pendapat, mengungkapkan permasalahan, perasaan, pikiran tentang dirinya. AG juga
mampu mengemukakan pendapatnya di depan kelas, memberi tanggapan pada teman yang sedang presentasi di depan kelas pada jam pelajaran.
Subyek DK yang tadinya pendiam dan tertutup juga menunjukkan perubahan, hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara yang menyatakan:
“Aku sekarang udah sedikit banyak cerita ke temen tentang pribadi aku mbak, dulu aku gak mau cerita mbak, males..”
Hasil observasi juga menunjukkan perubahan pada DK, pada saat treatment yang pertama subyek masih terlihat malu dan lebih banyak diam,
akan tetapi pada treatment berikutnya sudah terlihat ada peningkatan sedikit demi sedikit subyek sudah mulai berani untk berpendapat, dan
mengungkapkan ceritanya di depan teman-teman kelompok. Perilaku DK di sekolah, khususnya di dalam kelas, DK sudah dapat mengemukakan
pendapatnya walaupun masuih terlihat malu-malu ketika berbicara. Berdasarkan hasil analisis item pada skala self disclosure, pada item
nomor 02, 14, 15, 16, 18 hampir seluruh siswa mengalami peningkatan dari skor 2 menjadi 3, item-item tersebut yaitu: 1 item no. 02 “Saya
menceritakan perasaan yang sedang saya alami saat ini pada orang lain”, 2 item no. 14 “Saya tidak pernah mengawali percakapan dengan orang
lain”, 3 item no. 15 “Saya mengemukakan pendapat di depan kelas”, 4 item no. 16 “Saya tidak pernah mengkritik atau memberi saran kepada
105 teman”, 5 item no. 18 “Jika saya merasa senang atau sedih, saya tidak
pernah menceritakan perasaan saya kepada orang lain”. Pada nomor item tersebut, hampir semua subyek mengalami
peningkatan. Sebelum diberi treatment subyek menjawab pernyataan item tersebut pada skor 2, setelah diberi treatment skor jawaban subyek
meningkat menjadi 3. Hal ini membuktikan bahwa setelah diberi treatment subyek mengalami perubahan positif, misalnya pada item nomor 15 yaitu
“Saya mengemukakan pendapat di depan kelas”, sebelum diberi treatment subyek menjawab “Tidak Setuju” yang artinya subyek tidak berani
mengemukakan pendapat di dalam kelas. Setelah diberi treatment subyek menjawab “Setuju” pada item pernyataan tersebut. Dapat disimpulkan
bahwa subyek mengalami peningkatan setelah diberi treatment.
Berdasarkan hasil analisis baik dari skor posttest, observasi, maupun wawancara dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian “ada pengaruh
positif penggunaan teknik expressive writing terhadap self disclosure pada siswa kelas XI di SMK YPKK 1 Sleman” diterima.