Pengantar Pembahasan Tugas Memandang HAM sebagai Tanggung Jawab Bersama: Warga Negara dan Warga Gereja

Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekeri 95

A. Pengantar

Pelajaran ini merupakan bagian akhir dan puncak dari 3 bab sebelumnya mengenai Hak asasi manusia. Pada pembahasan ini, peserta didik dibimbing untuk mempelajari mengenai sikap gereja terhadap HAM. Bukan hanya sikap gereja sebagai institusilembaga tetapi sebagai persekutuan dimana remaja kristen menjadi bagian dari gereja itu sendiri. Tujuan mempelajari bahan ini agar peserta didik memiliki pemahaman yang baik dan benar mengenai HAM dan cakupannya, mengenai kenyataan pelaksanaan HAM di Indonesia. Agar peserta didik memiliki kesadaran penuh bahwa tiap orang Kristen terpanggil untuk secara proaktif mewujudkan HAM dalam kehidupannya.

B. Pembahasan Tugas

Guru meminta peserta didik mengumpulkan tugas observasi tentang kesadaran hak asasi manusia yang sudah dikerjakan dan membahasnya bersama guru. Apa kesimpulan yang mereka peroleh? Apakah ada kesulitan dalam melakukan wawancara? Hasil wawancara peserta didik terhadap responden dapat menjadi masukan mengenai kesadaran HAM di kalangan remaja. Jika ternyata remaja sudah memiliki kesadaran HAM maka guru dapat melanjutkan pembahasan mengenai HAM sebagai tanggung jawab bersama. Guru juga dapat bertanya pada peserta didik apakah mengalami kesulitan dalam mengadakan wawancara. Jika ada kesulitan guru dapat memperbaiki pada tugas yang akan datang. Misalnya jika ada pertanyaan yang kurang jelas dan kurang rinci, menyangkut hal-hal teknis, serta lainnya.

C. Hak Asasi Manusia Menurut Alkitab

Pembahasan mengenai HAM dalam Alkitab akan mengarahkan peserta didik untuk memahami prinsip-prinsip teologis mengenai HAM. Pilihan pada Injil Matius dan Kitab Amos berdasarkan pertimbangan:

1. Injil Matius 22:37-40 menulis mengenai kasih dimana hukum ini

merupakan hukum yang terpenting bagi orang Kristen. Bahwa hubungan manusia dengan Allah tidak terlepas dari hubungan manusia dengan sesama. Demikian pula sebaliknya hubungan manusia dengan manusia tidak terlepas dari hubungannya dengan Allah. Demikian pula kaitannya dengan kasih, manusia tidak dapat mengasihi Allah jika tidak mengasihi sesamanya. Demikian pula sebaliknya, jika manusia tidak mengasihi sesamanya, ia juga tidak dapat mengasihi Allah. Hukum kasih menjadi dasar bagi orang Kristen dalam mewujudkan HAM dan keadilan bagi sesama tanpa memandang berbagai perbedaan yang ada. 96 Buku Guru Kelas XII SMASMK

2. Kitab Amos 5:21-24 menulis mengenai perwujudan HAM dan keadilan

merupakan ibadah yang sejati bagi Allah. Jadi, mewujudkan HAM dan keadilan bukanhanya sekadar tindakan mulia namun merupakan ibadah yang sejati. Manusia tidak dapat memisahkan antara ibadah formal dengan sikap hidup. Melalui penjelasan ini diharapkan peserta didik memilkiki pemahaman yang mendalam mengenai esensi iman Kristen bahwa ibadah bukan hanya melakukan ibadah formal seperti berdoa, membaca Alkitab, menghadiri kebaktian dan ibadah melainkan juga menyangkut sikap hidup sehari-hari yang konsisten dalam menjalankan perintah Allah. Penjelasan selanjutnya guru dapat membaca di buku siswa ataupun dalam bagian penjelasan bahan Alkitab pada poin I. Dalam bagian tersebut dijelaskan isi teks Alkitab.

D. Memandang HAM sebagai Tanggung Jawab Bersama: Warga Negara dan Warga Gereja

Puisi yang tercantum di buku siswa adalah tulisan W.S. Rendra 1935- 2009, penyair terkemuka Indonesia. Ia turut berjuang di era reformasi untuk menumbangkan pemerintahan otoriter yang dipimpin oleh Presiden Soeharto. Rendra menulis puisi itu untuk mengenang lembaran-lembaran hitam dalam sejarah bangsa Indonesia ketika seribu lebih orang Indonesia diperkosa, disiksa, dibunuh, dan dibakar. Pada waktu itu orang-orang Indonesia keturunan Tiongkok dan orang Kristen telah menjadi sasaran kekerasan yang amat keji. Peristiwa itu telah menorehkan lembaran hitam dalam perjalanan HAM di Indonesia. Sangat mengherankan karena sampai dengan saat ini belum terungkap siapa yang menjadi otak pelanggaran berat hak-hak asasi manusia pada bulan Mei-Juni 1998 itu. Yang diadili dan dijatuhi hukuman barulah prajurit-prajurit kecil pelaksana di lapangan. Karena itu vonis yang diberikan pun hanya sebatas pemecatan dan hukuman penjara untuk para pelaku penembakan di Universitas Trisakti dan Semanggi. Sementara itu, siapa para pelaku pemerkosaan, penyiksaan, dan pembunuhan atas sekian ribu korban lainnya mungkin akan tetap gelap dan tidak terungkapkan. Berbagai peristiwa pelanggaran HAM yang diungkapkan dalam bahan pelajaran ini tidak bertujuan mendiskreditkan pihak mana pun. Dengan membuka peristiwa ini, generasi muda dapat belajar dari kesalahan yang pernah dilakukan oleh generasi terdahulu dan termotivasi untuk mewujudkan demokrasi dan HAM dalam kehidupannya. Hal ini perlu ditegaskan karena Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekeri 97 meskipun Indonesia telah bertumbuh menjadi negara demokrasi namun masih ada pihak tertentu yang tidak ingin berbagai peristiwa pelanggaran HAM dibuka dan dipercakapkan secara terbuka. Seolah-olah percakapan terbuka akan memprovokasi rakyat untuk memandang pemerintah secara negatif. Padahal dengan membuka kasus-kasus pelanggaran HAM akan memberikan pembelajaran kepada generasi muda untuk tidak mengulang hal yang sama sekaligus sebagai bentuk peringatan dan solidaritas kita bagi para korban pelanggaran HAM. Bagaimana dengan praktik gereja di Indonesia sehubungan dengan hak asasi manusia? Ignas Kleden, seorang sosiolog Indonesia, mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut. • Bagaimana masalah hak asasi manusia dipandang dari segi kegerejaan? Ke dalam kelompok soal ini termasuk pertanyaan-pertanyaan berikut. • Apakah persoalan hak asasi manusia cukup dikenal dalam kalangan umat gereja? • Kalau ada pengetahuan mengenai hak asasi manusia, sejauh mana pimpinan dan umat gereja melibatkan diri dalam perjuangan untuk hak asasi manusia? • Kalau ada keterlibatan dalam perjuangan itu, apakah partisipasi gereja itu semata-mata karena desakan politis atau karena keyakinan keagamaan? • Pada tahap yang lebih tinggi dapat dipersoalkan apakah ada dasar-dasar teologis untuk hak-hak asasi manusia? • Dapatkah perjuangan untuk hak asasi manusia diintegrasikan dengan usaha penyelamatan oleh gereja, dan diberi watak soteriologis [penyelamatan]? • Apakah perjuangan hak asasi manusia lebih merupakan masalah keadilan atau masalah perwujudan cinta kristiani yang diajarkan dalam gereja? Pertanyaan-pertanyaan di atas sungguh menantang. Jürgen Moltmann lahir 8 April 1926, seorang teolog terkemuka pada abad XX dan XXI dari Jerman. Ia mengatakan bahwa Allah yang menyatakan diri kepada Israel dan orang Kristen adalah Allah yang membebaskan dan menebus mereka. Dialah Allah yang menciptakan seluruh umat manusia dan segala sesuatu yang ada. Jadi, tindakan Allah yang membebaskan dan menebus dalam sejarah, mengung kapkan masa depan sejati manusia, yakni menjadi ‘gambar Allah’. Dalam seluruh hubungan mereka dalam kehidupan–manusia dengan sesamanya dan segala makhluk di dalam seluruh ciptaan – mereka mempunyai 98 Buku Guru Kelas XII SMASMK ‘hak’ akan masa depan.” Sebagai “gambar Allah” manusia mestinya memiliki martabat yang tinggi dan mulia. Hak-hak asasi manusia tidak boleh dirampas dan diinjak-injak. Merampas dan menginjak-injak hak-hak asasi manusia berarti menghina dan melecehkan Sang Penciptanya sendiri. Atau seperti yang dikatakan oleh Ignas Kleden, Penghormatan kepada hak asasi, dipandang dari sudut iman kristiani dan teologi Kristen, adalah sama saja dengan penghormatan kepada setiap orang sebagai perwujudan citra Tuhan [=gambar Allah] sendiri. Pelecehan terhadap hak asasi adalah pelecehan terhadap citra Tuhan, yaitu citra yang, menurut kepercayaan Kristen, terdapat dalam diri setiap orang, apakah dia dibaptis atau tidak dibaptis. Berdasarkan apa yang dikatakan oleh Moltmann, mestinya jelas jawaban kepada pertanyaan Kleden tersebut, bahwa ada dasar-dasar teologis yang kuat untuk hak-hak asasi manusia. Persoalannya ialah, seperti yang ditanyakan oleh Kleden, apakah warga gereja cukup menyadari masalah ini? Kalau ya, seberapa jauh pimpinan dan warga gereja sendiri ikut terlibat dalam perjuangannya? Dan kalaupun terlibat, apakah itu karena desakan politis, ikut-ikutan kelompok-kelompok lain, ataukah memang benar-benar karena alasan teologis yang kuat? Pertanyaan terakhir Kleden membawa kita kepada rangkaian pertanyaannya yang tajam dan kritis ini: bagaimana kita memandang dan meninjau gereja dari perspektif hak asasi manusia? Ke dalam kelompok soal ini termasuk pertanyaan-pertanyaan seperti berikut ini. • Sejauhmana hak-hak asasi diterapkan secara konsekuen dalam gereja sendiri? Ataukah ada pelanggaran hak asasi manusia yang bersifat khas yang hanya terjadi dalam kalangan gereja saja? • Bagaimana membandingkan ajaran gereja tentang manusia dengan kedudukan manusia dalam hak asasi manusia? • Adakah gerakan-gerakan pembaharuan dalam gereja yang dapat dinamakan gerakan yang diilhami oleh tema hak asasi manusia? Mungkin masih ada beberapa soal lain yang belum disebutkan di sini. Akan tetapi, pokok permasalahannya ialah bahwa Gereja pada saat ini tidak dapat lagi berdiam diri atau bersikap acuh tak acuh terhadap masalah hak asasi manusia. Dapat saja gereja tidak mempedulikannya, tetapi hal itu akan menyebabkan kehadiran gereja sendiri tidak diperhatikan dan bahkan diremehkan. Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekeri 99 Pertanyaan-pertanyaan tersebut membuat gereja dan orang Kristen harus memeriksa diri sendiri. Dalam bab yang lalu kita sudah mencatat berbagai pelanggaran hak asasi manusia. Namun, seperti yang ditanyakan oleh Kleden di atas, seberapa jauh orang Kristen telah mempraktikkan hak asasi manusia di dalam lingkungannya sendiri? Dengan kata lain, gereja dan orang Kristen semestinya tidak hanya menuntut supaya diperlakukan dengan adil, diakui hak-hak asasinya sebagai manusia, tetapi juga memberlakukan hal yang sama kepada orang lain, kepada sesama nya. Seperti yang dikatakan oleh Yesus sendiri dalam Matius 7:12 , “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi”. Untuk menghadapi masalah-masalah yang menyangkut pelanggaran terhadap HAM, gereja dan orang Kristen harus mendidik warga gereja dan anak-anaknya agar mereka menjadi sadar akan hak, tanggung jawab, dan kewajiban mereka sebagai warga negara. Bersama-sama dengan orang-orang beragama lain, orang Kristen harus bekerja sama untuk membela orang-orang yang kehilangan hak-haknya atau yang ditindas karena dianggap berbeda dari orang lain. Tanggung jawab dalam membangun kesadaran HAM bukan hanya merupakan tugas pemerintah namun menjadi tugas gereja. Siapakah yang dimaksudkan dengan “gereja” itu? Gereja tidak lain adalah orang-orangnya, jemaat. Setiap anggota gereja, termasuk peserta didik sebagai seorang remaja Kristen, harus ikut serta di dalam tugas ini. Kita semua perlu berjuang dalam pembebasan banyak orang Indonesia dari keterkungkungan dan belenggu oleh berbagai hal seperti kemiskinan, konsep tentang kedudukan laki-laki dan perempuan yang keliru, pemahaman yang keliru tentang seks dan seksualitas, konsep tentang kebebasan beragama dan berkeyakinan, dan lain-lain. Untuk melakukan semua tugas itu, gereja – kita semua – perlu bekerja sama dengan orang-orang lain yang berbeda keyakinan namun memiliki kepedulian yang sama. Kita sadar akan keterbatasan kita untuk melakukan semua tugas tersebut sendirian. E. Bagaimana dengan Gereja Kita Sendiri?