Membangun Kebersamaan dalam Perbedaan

Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekeri 153 Pertanyaan ini membalikkan pertanyaan sang ahli Taurat. Ia tidak menjawab pertanyaan “Siapakah sesamaku?” Sebaliknya Yesus bertanya, “Siapa yang telah menjadi sesama manusia dari si korban perampokan itu?” Sang ahli Taurat itu pun tidak punya pilihan lain selain menjawab, “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Yesus lalu menyuruhnya pergi, “Pergilah, dan perbuatlah demikian” Artinya, pergilah, dan perbuatlah apa yang dilakukan orang Samaria itu. Dalam konteks sekarang, siapakah orang Samaria itu? Di masa Yesus, ia adalah orang yang berkeyakinan lain, bahkan disisihkan dari masyarakat Yahudi. Siapakah mereka sekarang? Menurut Kosuke Koyama dalam bukunya Pilgrim or Tourist, kalau Yesus mengucapkan kata-kata itu sekarang, kata “Samaria” mungkin akan digantinya dengan kata-kata lain. Ia akan menyebutkan orang- orang yang beragama lain: orang Hindu, Buddhis, Muslim, Kong Hucu, dll. Yesus akan menyebutkan mereka yang melakukan perbuatan baik, meskipun mereka bukan orang Kristen. Mengakui perbuatan baik yang dilakukan orang yang beragama lain akan membuat kita bersikap terbuka. Kita mengakui bahwa bukan hanya orang Kristen yang dapat berbuat baik, tetapi juga orang-orang lain yang berkeyakinan lain. Kita tidak dapat memonopoli kebaikan. Kita juga menyadari ada terlalu banyak tantangan dan persoalan dalam hidup kita sehingga kita membutuhkan bantuan orang lain untuk ikut menyelesaikannya. Inilah dasar- dasar kerukunan antar umat beragama.

D. Membangun Kebersamaan dalam Perbedaan

Pada bagian pelajaran ini kita ingin belajar bagaimana sebaiknya orang- orang yang berbeda keyakinan itu dapat hidup bersama. Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku bangsa, budaya, dan agama. Semua itu merupakan kekayaan yang patut disyukuri. Pada sisi lain, keberagaman tersebut dapat melahirkan berbagai gesekan yang pada akhirnya berubah menjadi konlik dan perpecahan. Sebaliknya, kekayaan itu akan menjadi benih kerukunan apabila bangsa kita dapat belajar untuk saling menerima dan menghargai. “Rukun” berarti hidup berdampingan secara damai, saling menolong ketika seseorang atau sebuah kelompok membutuhkannya dalam kesusahan atau malapetaka. Kerukunan bukanlah sebuah konsep baru dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Sejak zaman dahulu gotong royong kerja sama dan tolong- menolong sudah dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat. Mereka sadar 154 Buku Guru Kelas XII SMASMK bahwa kerja sama sangat dibutuhkan untuk menjawab dan memecahkan persoalan-persoalan bersama kita. Untuk mengakomodasi berbagai perbedaan suku bangsa, budaya, dan agama, para pendiri negara Indonesia telah merumuskan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu. Rupanya mereka telah membaca adanya bahaya yang akan timbul di kemudian hari karena adanya kepelbagaian dalam suku bangsa, budaya, dan agama. Namun demikian kepelbagaian ini pun dapat dijadikan kekayaan yang harus diterima dan memperkaya budaya dan kehidupan masyarakat Indonesia. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika dipakai untuk merekat berbagai perbedaan dalam satu pelangi yang indah, suatu kesatuan nasional sebagai “bangsa Indonesia”. Di samping itu, dasar negara Republik Indonesia yaitu Pancasila, juga mengakui kepelbagaian agama di Indonesia melalui sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Pancasila juga memberi ruang yang luas bagi tercipta serta terpeliharanya hidup rukun antarmasyarakat bangsa yang berbeda agama melalui sila kemanusiaan yang adil dan beradab, kerakyatan demokrasi, dan keadilan sosial. Bagaimana caranya membangun sikap menghargai agama lain dan para pemeluknya? Kata kuncinya di sini adalah keberanian untuk mendengarkan orang lain. Hal itu berarti bersikap terbuka terhadap apa yang dikatakan oleh orang lain tanpa menjadi defensif. Untuk itu, kita harus benar-benar mendalami keyakinan agama kita sendiri. Rasa takut dan sikap yang defensif hanya timbul dari diri orang yang tidak siap untuk menghadapi pertanyaan- pertanyaan yang dapat mengganggu keyakinan imannya. Dalam Bab 5 dibahas mengenai multikulturalisme dimana ada beberapa prinsip dasar yang menjadi acuan dalam mewujudkan multikulturalisme, antara lain sebagai berikut. a. Pengakuan terhadap berbagai perbedaan dan kompleksitas kehidupan dalam masyarakat. b. Perlakuan yang sama terhadap berbagai komunitas dan budaya, baik yang mayoritas maupun minoritas. c. Kesederajatan kedudukan dalam berbagai keanekaragaman dan perbedaan, baik secara individu ataupun kelompok serta budaya. d. Penghargaan yang tinggi terhadap hak-hak asasi manusia dan saling menghormati dalam perbedaan. Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekeri 155 e. Unsur kebersamaan, solidaritas, kerja sama, dan hidup berdampingan secara damai dalam perbedaan. Prinsip-prinsip tersebut juga berlaku dalam hubungan antarumat beragama. Kita tidak akan mampu mempersatukan dogma atau ajaran semua agama namun kita dapat mempersatukan semua umat beragama melalui berbagai kerja sama dan upaya untuk menanggulangi masalah-masalah kemanusiaan. Pendekatan dogmatis hanya akan berakhir pada konlik dan perpecahan namun melalui upaya kemanusiaan semua orang dari latar belakang agama yang berbeda akan dipersatukan sebagai komunitas yang peduli pada kemanusiaan, keadilan, dan perdamaian.

E. Penutup