Kota sebagai Pusat Pertumbuhan dan Konversi Lahan

17 Sebaliknya mekanisme pasar alokasi ruang lahan biaya formalnya relatif kecil, tetapi jika ditinjau dari titik pandang masyarakat, mekanisme pasar cenderung mengakibatkan missalokasi sumber daya lahan. Misalokasi ini terjadi karena struktur pasar sumber daya lahan tidak sempurna. Mekanisme ini juga tidak mampu mencakup penilaian eksternalitas. Oleh sebab itu mekanisme ketiga seringkali lebih feasible untuk diterapkan. Kegagalan mekanisme pasar khususnya pasar lahan sangat merugikan pem- bangunan yang dilaksanakan di Indonesia. Terutama jika ditinjau dari perspektif jangka panjang. Hal ini dikarenakan opportunitas penggunaan lahan relatif sangat besar. Lahan, khususnya lahan sawah tipologi penggunaanya sangat strategis bagi Indonesia.

2.8 Kota sebagai Pusat Pertumbuhan dan Konversi Lahan

Kota timbul dan berkembang, melalui proses yang oleh Hoteling disebut proses aglomerasi. Mengumpulnya usaha-usaha sejenis menimbulkan penghematan- penghematan interen dan eksteren yang menyebabkan terjadinya keuntungan akibat pertukaran, tersedianya berbagai pasar termasuk pasar kapital, tenaga kerja dan sebagainya. Pusat-pusat kawasan tersebut merupakan sumber pertumbuhan bahkan merupakan prasyarat bagi suatu transisi perekonomian di kawasan pedesaan rural yang umumnya didominasi sektor pertanian kepada suatu perekonomian yang maju, dimana terdapat produktivitas yang tinggi dan berbagai aktivitas yang luas. Aspek kosmopolitan kota merupakan tempat strategis berbagai inovasi, berbagai input vital bahkan merupakan tempat perubahan. Kota merupakan media 18 penghubung transmitter masuknya pemikiran-pemikiran maupun tindakan yang berasal dari luar. Kemudian sistem transportasi yang dibangun untuk menghubungkan kawasan kota dengan hinterland merupakan faktor pendorong berkembangnya kedua kawasan. Melalui proses waktu, semakin berkembangnya kota induk akan mengembangkan kawasan penyangga menjadi kota-kota kecil. Lewat suatu proses aglomerasi ganda, maka antara kota induk dan kota kecil tersebut akan saling bisa menyatu. Hal ini menurut Anwar 1994 terjadi karena faktor transportasi dan “ketidakmampuan” kota induk memenuhi tuntutan kebutuhan warganya, terutama dalam menyediakan lahan untuk pemukimam tempat tinggal dan tempat bekerja. Sehingga kawasan penyangga menjadi sangat penting, baik oleh kemungkinan tersedianya lahan, lingkungan yang bersih dan lahan-lahan di kota induk menjadi langka, sulit didapat serta mahal harganya. Terjadinya aglomerasi ganda serta bergabungnya dua kota yang didorong oleh perbaikan sistem transportasi mendorong terjadinya perubahan tata guna lahan terutama perubahan tersebut menyangkut pengalihan lahan- lahan pertanian ke penggunaan non-pertanian di pinggiran wialayah urban atau di dekat akses transportasi. Proses terbentuknya kota inti secara berganda tersebut bisa terjadi untuk kota besar seperti JABOTABEK, hingga kota-kota kecil dengan kawasan penyangga di sekitarnya. Proses tersebut sangat penting pengaruhnya terhadap pola perubahan tata guna lahan, termasuk perubahan lahan sawah menjadi non-pertanian. Proses terbentuknya kota inti digambarkan dalam gambar berikut : 19 Rent Jarak Keterangan : 1 = kawasan komersialfinansial 4 = kawasan pertanian 2 = kawasan industri = jalan kereta 3 = kawasan perumahan = jalan raya Gambar 2. Pembentukan Kota Inti Secara Berganda Proses aglomerasi kota mendorong terjadinya suatu proses yang oleh Gunar Myrdal Jinghan, 1988 disebut spread effect dan backwash effect. Spread effect menunjuk pada dampak momentum pembangunan yang merugikan secara sen- trifugal dari pusat pengembangan ekonomi ke wilayah-wilayah lainnya. Dorongan tersebut berbentuk pertambahan permintaan dari daerah yang kaya terhadap produksi barang dan jasa seperti hasil pertanian, industri rumah tangga dan sebagainya dari kawasan hinterland tersebut. Sebaliknya melalui proses backwash effect, justru 20 terjadi proses penyedotan berbagai faktor input seperti tenaga kerja potensial, faktor kapital bahkan sumber daya potensial lain. Kaum klasik percaya bahwa proses aglomerasi melalui mekanisme pasar akan meratakan pembangunan antar wilayah. Myrdal berkeyakinan bahwa kawasan maju akan mengalami proses eksternal diseconomics, karena terjadi misorganisasi, lalu lintas macet, lingkungan yang semakin rusak bahkan kejahatan semakin subur akibat tekanan penduduk yang semakin tinggi. Akibatnya pemukim-pemukim golongan mapan keatas maupun perusahaan membutuhkan kawasan baru yang akan menjadi kawasan pertumbuhan baru nantinya. Seluruh rangkaian proses ini memungkinkan terjadinya realokasi lahan ter- masuk lahan sawah khususnya di sekitar kawasan pertumbuhan. Karena lahan se- perti lahan sawah mempunyai land rent per satuan luasnya lebih rendah, kemudian dialokasikan kesektor lain yang land rent-nya tinggi. Tekanan yang lebih luas khususnya akan terjadi didaerah pertanian yang dekat kawasan pertumbuhan. Selain akan terjadi ketidakseimbangan antara wilayah kota dengan desa, yang lebih mendasar justru di dalam kawasan pertumbuhanpun akan terjadi kemampetan aliran manfaat dalam sektor-sektor strategis dari pemilik faktor produksi. Pemilik faktor kapital, tekhnologi dan management akan memperoleh rent yang lebih tinggi dibandingkan pemilik faktor produksi tenaga kerja, khususnya tenaga kerja kasar yang jumlahnya merupakan mayoritas. Semakin rendah mutu tenaga kerja, jika persediannya besar, maka mekanisme pasar bebas akan membenarkan mereka untuk memperoleh upah yang rendah bahkan dibawah tingkat minimal karena upah merupakan cerminan produktivitas. 21 Kondisi tersebut akan ber implikasi pada kesenjangan yang semakin melebar. Tetapi pada jangka pendek, kesenjangan ini akan merangsang pertumbuhan eko- nomi yang semakin besar dan realokasi lahan yang besar juga. Hal ini dimungkinkan karena proses diatas akan melahirkan tiga kelompok masyarakat yaitu : 1. Masyarakat kelompok elit, kaya dan makmur. Mereka mengkonsumsi barang dan jasa yang berlebih dan berkualitas, tinggal di pemukiman nyaman dan jauh dari kebisingan. Mereka juga membutuhkan perluasan usaha sebagai akibat dari akumulasi kapital. 2. Masyarakat kelompok menengah umumnya yang membutuhkan kawasan pemukiman yang memadai dan cukup berkualitas di kawasan baru perumahan hingga real estate. Konsumsi barang dan jasa mereka, akibat Demand Effect, semakin besar seiring dengan pertumbuhan ekonomi kawasannya. 3. Masyarakat kelompok yang hanya mampu mengkonsumsi pada tingkat marginal dan berada di kawasan kumuh atau tersingkir jauh dari pusat pertumbuhan sesuai dengan kemampuan ongkos sewa, ongkos transport dan daya beli mereka. Secara sederhana hubungan antara kota sebagai pusat pertumbuhan dengan konversi lahan digambarkan sebagai berikut : 22 Gambar 3. Hubungan Perkembangan Kota dan Konversi Lahan 2.9 Aspek Ekonomi Sumber Daya Lahan Sumberdaya lahan mempunyai peran yang semakin penting dalam kehidupan manusia karena pertumbuhan penduduk yang tinggi akan terus memberi tekanan- tekanan kepada permintaannya. Sementara dari sisi persediaan supply sumber daya lahan bersifat tetap. Dengan berkembangnya ekonomi dan pertambahan populasi penduduk serta meluasnya kegiatan ekonomi di luar pertanian, maka penggunaan Eksternal ekonomi Internal ekonomi Decreasing Cost of Return Aliran manfaat tersumbat Kelas bawah mayoritas Kelas menengah Kelas elit Dis-ekonomi ekstrem kota kumuh 1. Tenaga kerja produktif 2. Barang jasa primer semakin turun nilai-nya 3. Barang jasa kota yang semakin naik nilai tukarnya Spread effect Backwash effect Kesenjangan desa terhadap kota semakin besar 1. perluasan usaha baru 2. sarana sosial ekonomi 3. perumahan real estate 1. Membutuhkan lahan baru 2. Timbul kota baru Konversi lahan sawah Kawasan perdesaan dan wilayah pinggiran elit dan menengah berintegrasi ke kota. Kelas bawah semakin menyingkir ke pinggiran atau migrasi ke kawasan kumuh A L I H U S A H A Over Migrasi 23 lahan- lahan semakin bersaing, misalnya untuk penggunaan industri, pemukiman, perdagangan, infrastruktur dan lain-lain Anwar, 1994. Secara ekonomi manajemen pemanfaatan ruang memperhatikan kapasitas penggunaan ruang, khususnya bila ditinjau dari penggunaan lahan dan lingkungan bagi suatu tujuan tertentu yang terdefinisikan. Dan tujuan manajemen sumber daya lahan dan lingkungan adalah untuk mencapai “highest and best use” yaitu prinsip penggunaan alokasi sumber daya lahan yang terbaik dan yang memberikan nilai yang tertinggi Winoto, 1998. Tujuan yang dimaksud ini harus senantiasa diletakkan dalam perspektif tujuan rumah tangga, tujuan masyarakat dan tujuan wilayah atau nasional. Kapasitas penggunaan lahan mencerminkan kemampuan re-latif sumber daya lahan untuk menghasilkan kepuasan. Secara ekonomi konsep ini diartikan sebagai land rent atau surplus ekonomi yang dapat dihasilkan oleh penggunaan lahan berdasarkan struktur biaya yang dikembangkan. Konsep ini memperhitungkan semua faktor yang mempengaruhi kemampuan lahan, seperti aksebilitas dan kualitas sumber daya lahan dan lingkungan. Penggunaan lahan ter-tinggi dan terbaik highest and best use diukur dari kemampuan lahan dalam memberikan kepuasan tertinggi bagi pengelolanya baik dari perspektif rumah tangga, masyarakat maupun wilayah nasional. Ada tiga pengertian “highest and best use” sumber daya lahan yait u secara fisik, ekonomi dan sosial. Secara fisik konsep ini hanya memperhatikan jenis penggunaan yang memberikan kuantitas produksi tertinggi. Secara sosial, konsep ini mengarahkan penggunaan alokasi sumber daya lahan dan lingkungan yang memberikan nilai sosial yang tinggi. 24 Perubahan penggunaan lahan merupakan bagian dari proses urbanisasi. Hal ini dikarenakan dalam memenuhi kebutuhan manusia akan pangan, sandang, papan, aminity dan kebutuhan dasar lainnya memerlukan lahan baik sebagai faktor produksi maupun sebagai ruang yang mewadahi aktivitasnya Nasution dan Saefulhakim, 1995. Davis dalam Rustiadi 1996 beberapa issue pokok tentang penggunaan lahan. Salah satu masalahnya adalah persaingan penggunaan lahan untuk aktivitas perkotaan dan pertanian di pinggiran kota dan pedesaan. Persaingan ini terjadi akibat urbanisasi dan industri yang begitu pesat, sehingga lahan yang baik dengan produktivitas yang tinggi terkonversi ke penggunaan aktivitas urban. Konversi lahan sebagai bagian dari proses suburbanisasai berkaitan dengan terjadinya alih fungsi dan alih penguasaan lahan. Hal ini berarti mengandung konsekuensi menyempitnya lahan yang dimiliki masyarakat setempat, sehingga akan memberi dampak yang besar terhadap tingkat kehidupan masyarakat sekitarnya. Selanjutnya bahwa penggunaan lahan di pinggiran perkotaan seringkali dicirikan dengan yang melibatkan berbagai komunitasmasyarakat dari para pemilik lahan, para pengembang, bahkan juga pemerintah lokal. Berbagai konflik tersebut sering diakhiri dengan pengusiran terhadap penghuni lama pemilik lahan.

2.10 Kaitan Antara Penggunaan Lahan dengan Ekonomi