11 4. Dengan menurunnya skala ekonomi di kawasan perkotaan yang umumnya
berlokasi di daratan menyebabkan paradigma pembangunan sebagian dapat bergeser dari orientasi pada daratan kepada orientasi kearah maritim sehingga
tidak terjadi pengurasan yang berlebihan pada sumberdaya daratan.
2.4 Teori Lokasi Von Thunen, Burges dan Homer Hoyt
Von Thunen mengemukakan teori dapat dijadikan model tata guna lahan sederhana, didasarkan pada satu titik permintaan dalam suatu lingkungan ekonomi
pedesaan yang mempunyai struktur pasar sempurna baik pasar output maupun input. Selain itu diasumsikan bahwa seluruh wilayah dapat dijangkau tetapi terisolasi
tertutup, sehingga tidak ada eksport dan import. Berdasarkan asumsi tersebut, maka lokasi lahan akan mengikuti pola kawasan komoditi berbentuk lingkaran
konsentrik dengan kota sebagai pusatnya sekaligus tempat pemukiman, kemudian diikuti oleh areal sawah, tegalan, kebun dan terakhir adalah hutan. Bentuk lingkaran
tidak harus simetris, tetapi tergantung kepada akses jalan atau sungai. Menurut Pakpahan dan Anwar 1989, teori ini merupakan model statis yang
menghasilkan keseimbangan berdasarkan tiga parameter, antara lain harga jual, biaya produksi dan biaya angkutan. Sehingga kalau digunakan sebagai pedoman
membuat keputusan lokasi lahan, memiliki beberapa kelemahan, salah satunya kelemahan adanya asumsi pasar sempurna, baik untuk input ataupun output karena
adanya spatial monopoli. Model Von Thunen ini merupakan model awal yang penting sebagai peletak dasar untuk membuat model tata guna lahan yang lebih baik.
12 Untuk analisis serupa Von Thunen yang menggunakan di kawasan perkotaan,
dilakukan oleh Burges. Burges menganalogikan pusat pasar dengan pusat kota Central Business District atau CBD. CBD merupakan tempat yang lebih banyak
digunakan untuk gedung pertokoan, bank dan perhotelan. Berbeda dengan Von Thunen yang menggambarkan pola kawasan untuk berbagai komoditi, bagi Burges
pola tersebut untuk berbagai kegiatan ekonomi. Asumsi yang dipakai tetap sama. Semakin jauh dari kawasan CBD, nilai rent kawasan tersebut akan semakin kecil.
Tetapi Burges menekankan pada faktor jarak komutasi ke tempat kerja dan tempat belanja merupakan faktor utama dalam tata guna lahan di perkotaan. Jadi Burges
memusatkan pada tempat orang bermukim terhadap tempat bekerja dan belanja. Dalam area Burges, pusat area merupakan kawasan CBD, dikelilingi kawasan
industri, kemudian kawasan perumahan kelas rendah. Lingkaran selanjutnya perumahan menengah kelas atas, terakhir kawasan pinggiran.
Homer Hoyt mengemukakan gagasan pengganti konsentrasi kawasan berdasarkan kedudukan relatif tempat kerja dan belanja terhadap tempat pemukiman.
Pendekatan sektor menggambarkan jaringan transportasi yang dianggap homogen oleh Burges, diaplikasikan sesuai dengan keadaan jalan seperti kondisi jalan di
Amerika Serikat pada waktu itu. Hasil analisis Hoyt adalah sistem jaringan transportasi seperti keadaan sebenarnya. Hoyt menyimpulkaan bahwa jaringan
transportasi tersebut mampu memberikan jangkauan yang lebih tinggi dan ongkos yang lebih murah terhadap kawasan lahan tertentu. Jika digambarkan dalam bentuk
lingkaran kawasan, hampir sama dengan bentuk Burges, hanya bedanya model Hoyt lebih menekankan pada peran jaringan transportasi terhadap suatu lahan. Faktor
13 jaringan transportasi yang baik akan membuat kawasan perumahan kelas atas
bersambung dengan kawasan CBD. Sedang lahan yang aksesnya kurang baik, akan dihuni oleh kelompok bawah yang letaknya diluar lingkaran kawasan grosir dan
industri. Kedua teori terakhir ini belum mampu menjelaskan hubungan fungsional
antara ekonomi perkotaan disatu pihak dengan ekonomi pedesaan di pihak lain. Disamping itu teori-teori diatas belum mampu menjelaskan faktor-faktor yang biasa
disebut faktor non ekonomi seperti zoning.
2.5 Teori Alfred Weber