Surplus Konsumen Regresi Poisson Tinjauan Studi Terdahulu

memperoleh manfaatnya Callan dan Thomas dalam Supriyatna, 2003. Orang tidak dapat disekat dari penggunaan manfaat yang diberikan oleh barang publik. Tidak ada persaingan dalam mengkonsumsi berarti penggunaan oleh seorang konsumen tidak akan mengurangi konsumsi orang lain dalam menggunakannya. Barang yang bersifat tidak ada persaingan juga mempunyai arti bahwa konsumsi dapat ditingkatkan dengan biaya marjinal masyarakat sama dengan nol zero marginal social cost . Dapat pula disimpulkan bahwa barang barang perorangan digunakan atau dikonsumsi secara ekslusif, sedangkan secara bersamaan oleh banyak pelaku ekonomi. Obyek wisata termasuk barang publik karena apabila seseorang memandang keindahan suatu taman, maka konsumsi seseorang tidak akan mengurangi konsumsi orang lain mengenai pemandangan yang sama dan setiap orang yang menikmati pemandangan dapat memperoleh manfaat yang sama tanpa mengurangi manfaat yang diperoleh oleh orang lain.

2.10. Surplus Konsumen

Nilai tambahan yang diterima seseorang karena mengkonsumsi suatu barang melebihi dari harga yang disebut surplus konsumen Nicholson, 1990. Gambar 3 terlihat sumbu P adalah proksi harga dan Q adalah proksi kuantitas. Surplus konsumen didefinisikan sebagai jumlah kesediaan membayar wilingness to pay seseorang konsumen terhadap suatu komoditas di atas harga aktual yang dibayarkan. Daerah abc menunjukkan besarnya surplus konsumen dengan harga sebesar a dan jumlah yang diminta q . P a surplus konsumen b c 0 q o Q Gambar 3. Kurva Permintaan

2.11. Penilaian Manfaat Obyek Wisata

Menurut Hufschmidt, et.al 1987 teknik untuk menilai manfaat perubahan lingkungan dibagi menjadi tiga kategori besar, yaitu: 1 yang langsung berdasarkan pada nilai pasar atau produktivitas; 2 yang menggunakan nilai pasar barang subtitut surogatganti atau pelengkapkomplementer; 3 pendekatan yang menggunakan teknik survey. Ada beberapa pendekatan yang dapat diaplikasikan untuk menilai barang lingkungan dari segi ekonomi dan hubungan antara teknik yang satu dengan teknik yang lainnya dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Berbagai Pendekatan Nilai dalam Mengukur Barang Publik Sumber: Garod dan Willis, 1999 Para peneliti membagi pendekatan nilai dalam mengukur barang publik menjadi dua pendekatan dasar, yaitu metode tidak langsung indirect methodsbehavioral methods dan metode langsung direct methodsstated Dose Response Funcntion Stated Preferences Direct approach Revealed Prefrences Surrogate market, indirect approach Market values Hedonic markets Travel cost method Contingent valuation Choice experiment Wage risk property Openclosed ended Bidding game Payment card Avertive behaviour USE VALUES NON-USE VALUES+USE VALUES Preference preferences methods untuk menilai manfaat suatu tempat atau barang lingkungan Haab dan Mc Connell, 2002. Metode langsung dibagi menjadi 2, yaitu metode kontingensi contigent valuation dan metode pilihan choice experiment , sedangkan metode tidak langsung dibagi menjadi empat, yaitu: pendekatan nilai pasar market values, metode hedonik hedonic market, metode biaya perjalanan travel cost dan avertive behavior. Penilaian valuasi adalah kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan konsep dan metodologi untuk menduga nilai barang dan jasa Davis dan Johnson, 1987. Nilai value merupakan persepsi seseorang, adalah harga yang diberikan oleh seseorang terhadap sesuatu pada suatu tempat dan waktu tertentu. Kegunaan, kepuasaan dan kesenangan merupakan istilah-istilah lain yang diterima dan berkonotasi nilai atau harga. Ukuran harga ditentukan oleh waktu, barang, atau uang yang akan dikorbankan seseorang untuk memiliki atau menggunakan barang atau jasa yang diinginkannya.

2.11.1. Metode Kontingensi Contingent Valuation Method

Metode kontingensi CVM adalah suatu cara untuk menilai sejumlah uang suatu nilai non-use dari suatu barang lingkungan dengan metode survai. Metode CVM digunakan untuk megestimasi nilai ekonomi dari berbagai macam ekosistem dan jasa pelayanan lingkungan dan sangat fleksibel untuk digunakan. Dapat juga mengestimasi berbagai variasi dari non-market goods and sevices yang tidak dapat diukur oleh teknik yang lainnya University of Maryland, 2003. Menurut Grarod dan Willis 1999 CVM adalah suatu metode untuk mengumpulkan preferensi seseorang mengekspresikan kesediaan membayar willingness to pay seseorang. Pada dasarnya CVM menanyakan berapa kesediaan membayar mereka untuk memperoleh suatu manfaat. CVM memiliki dua keuntungan, yaitu: 1 pada kasus tertentu metode ini merupakan satu- satunya teknik yang mengkur manfaat; 2 metode ini dapat diaplikasikan pada berbagai kebijakan lingkungan. Prinsip yang mendasari metode ini adalah bahwa bagi orang yang mempunyai preferensi yang benar tetapi tersembunyi terhadap seluruh jenis barang lingkungan, kemudian diasumsikan bahwa orang tersebut mempunyai kemampuan untuk mentransformasikan preferensi tersebut ke dalam bentuk nilai moneter atau nilai uang. Dengan asumsi ini maka pada dasarnya metode CVM ini menilai barang lingkungan dengan menanyakan dua pertanyaan berikut: 1 berapakah jumlah maskimum uang yang ingin dibayarkan oleh seseorang atau rumah tangga willingness to pay setiap bulan atau setiap tahunnya untuk memperoleh peningkatan kualitas lingkungan atau untuk dapat menikmati tempat rekreasi; 2 berapakah jumlah maksimum yang bersedia diterima oleh seseorang atau rumah tangga willingness to accept setiap bulan atau setiap tahunnya sebagai kompensasi jika dilarang untuk datang ke tempat rekreasi. Pendekatan ini lebih fleksibel dan digunakan apabila pendekatan biaya perjalanan tidak dikumpulkan, dan juga ketika analisa diperlukan untuk mengevaluasi perbedaan kualitas pada aktivitas rekreasi. Kesukaran utama dengan metode ini adalah sifatnya yang subjektif dan meruapakan jawaban atas pertanyaan hipotesis hingga menimbulkan bias yang dapat memepengaruhi hasil. Teknik berdasarkan survai berusaha mengukur nilai yang tersirat yang ada pada pelestarian atau pengrusakan kualitas lingkungan. Kualitas ini sering tidak berwujud misalnya sifat alami pemandangan, kebersihan udara atau situasi sunyi. Metode ini memiliki beberapa kelemahan Garrod dan Willis, 1999, yaitu: 1. Kesalahan hipotesis framing effects. Kesalahan ini bisa dihindari dengan persiapan daftar pertanyaan yang hati-hati dan dipaparkan secara hati-hati pada suatu kelompok subjek yang berkaitan. Disamping itu untuk mengurangi potesial kesalahan hipotesis ini, maka baik situasi hipotesis dan metode pembayaran yang diapakai haruslah bisa dipercaya dan realistik. 2. Kesalahan stategi strategic bias. Kesalahan stategi ini bisa terjadi ketika responden merasa bahwa dia bisa mempengaruhi hasil akhir dari nilai ekonomi perubahan lingkungan, sehingga dia tidak menawarkan nilai yang sebenarnya. Dalam hal ini responden dapat memberikan nilai yang terlalu rendah undervalued dan nilai yang terlalu tinggi overvalued tergantung dari kepentingan dan keinginan responden. Untuk mengurangi kesalahan ini, maka responden harus betul-betul dibuat sedemikian rupa agar mau menyatakan nilai lingkungan dengan jujur. 3. Kesalahan titik awal starting point bias. Kesalahan ini tejadi pada penggunaan pendekatan tawar menawar biiding processs. 4. Kesalahan alat pembayaran payment vechicle bias. Kesalahan ini muncul dimana responden tidak memberikan nilai karena mereka tidak setuju dengan cara atau metode yang diapakai untuk memperoleh nilai yang ditawarkan. 5. Scale or scope effects. Kesalahan ini timbul jika responden tidak dapat membedakan perbedaan skala atau kualitas barang.

2.11.2. Metode Biaya Perjalanan Travel Cost Method

Metode biaya perjalanan TCM adalah suatu alat yang penting untuk pendekatan fungsi produksi rumah tangga yang konvensional conventional household-production function dan menggunakan biaya perjalanan ke suatu tempat rekreasi untuk menduga manfaat yang diperoleh dari tempat tersebut Garrod dan Willis, 1999. Menurut Hab dan McConnell 2002 TCM adalah suat model permintaan dari pelayanan dari suatu tempat rekreasi. Logika dibalik pendekatan ini pertama kali dikemukakan oleh Harold Hotelling tahun 1947 dan metodologinya kemudian dikembangkan akhir tahun 1950 dan 1960 antara lain oleh: Trice dan Wood 1958; Clawson 1959; Clawson dan Knetsch 1996. Dalam taraf awal TCM menggunakan pendekatan zonasi Zona Travel Cost Methods- ZTCM, dimana daerah di sekitar lokasi wisata dibagi menjadi zona-zona konsentrik. Belakangan perhatian dialihkan dari zona ke individual Individual Travel Cost Methods-ITCM dalam menurunkan nilai surplus konsumen Willis dan Garrod, 1996. Sebenarnya konsep dasar antara ITCM dan ZTCM hampir sama, yaitu hubungan antara biaya perjalanan dengan kunjungan semata-mata diperoleh dari observasi tiap individu. Model yang mendasari metode biaya perjalanan ini yaitu dengan asumsi bahwa orang akan melakukan perjalanan berulang-ulang ke tempat rekreasi tersebut sampai pada titik dimana marjinal utilitas dari perjalanan terakhir bernilai sama dengan nilai marjinal biaya baik dalam biaya uang dan biaya waktu yang dikeluarkan untuk mencapai lokasi tersebut. Secara umum, jumlah biaya perjalanan ini adalah biaya pulang pergi ditambah dengan nilai uang yang dihabiskan untuk perjalanan dari rekreasi tersebut. Kemudian fungsi permintaan terhadap daerah rekreasi rersebut dapat diestimasi dengan menggunakan biaya perjalanan itu sebagai representasi dari nilai atau harga dari lokasi kunjungan Turner et. al, 1994. Kuesioner digunakan untuk menanyai pengunjung, dari mana mereka berasal, kemudian dapat diketahui biaya perjalanan yang dikeluarkan dan dihubungan dengan jumlah kunjungan pertahun. TCM ini memiliki keunggulan yaitu hanya menggunakan data cross section untuk menginferensi permintaan rekreasi. Metode ini memilki keunggulan, diantaranya: 1 berdasarkan interpretasi data hipotesis empiris yang lebih sederhana; 2 metode ini berdasarkan perilaku konsumen aktual yang lebih akurat dibandingkan dengan metode kesediaan membayar yang ditentukan oleh responden willingness to pay; 3 survey di tempat wisata on-site-survei yang dilakukan memberikan kesempatan untuk memperbesar populasi sampel dan hasil interpretasi yang lebih mudah untuk dijelaskan. Kekurangan dari metode TCM adalah hanya dapat mengukur nilai pengguna user value dan tidak dapat mengukur existence values. Hal ini dapat menimbulkan bias. Randall 1994 keterbatasan yang dimiliki metode ini adalah: 1 metode ini masih merupakan metode penilaian kuantifikasi yang tidak langsung menilai kualitas lingkungan disertai keterbatasan asumsi yang digunakan dan membutuhkan penentuan yang dilakukan oleh peneliti dalam perhitungan surplus konsumen; 2 metode ini mempunyai asumsi responden pengunjung melakukan perjalanan untuk satu tujuan saja, sehingga apabila responden mempunyai berbagai tujuan dalam suatu perjalanan, maka hal ini tidak dapat dikuantifikasi manfaatnya; 3 perlu memasukkan biaya imbangan waktu responden sebagai akibat melakukan kegiatan rekreasi, namun pada kenyataanya ada juga responden yang merasa tidak ada penghasilan yang hilang apabila melakukan suatu kegiatan rekreasi income forgone; 4 dalam memasukkan tempat rekreasi alternatifsubtitusi tunggal, padahal ada juga responden yang mempunyai lebih dari satu keinginan untuk rekreasi lebih dari satu tempat.

2.11.3. Metode Harga Hedonik The Hedonic Pricing Method

Metode Harga Hedonik HPM berusaha untuk mengevaluasi pelayanan lingkungan, yang keberadaannya secara langsung mempengaruhi harga pasar barang tertentu. Barang-barang dan faktor-faktor lingkungan yang berorientasi pada pasar dapat dijelaskan sebagai nilai kepemilikan lingkungan. Intisari dari model ini adalah menggunakan variasi dari berbagai harga barang secara sistematis yang dapat dihubungkan dengan karakteristik uang, kemudian dihubungkan dengan karakteristik membayarnya Haab dan Mc Connell, 2002. Model ini banyak digunakan untuk menilai keuntungan suatu barang lingkungan, khususnya peningkatan kualitas udara. Metode biaya hedonik mempunyai asumsi dasar sebagai berikut Turner et.al, 1994: 1 harga yang diamati meruapakan cermin dari kondisi keseimbangan pasar yang sesungguhnya; 2 baik pihak penjual maupun pembeli mempunyai pengetahuan yang sempurna tentang komponen-komponen yang ada, baik yang ada pasarnya maupun barang yang tidak ada pasarnya, serta menganggap bahwa konsumen dalam hal ini pengunjung akan bereaksi terhadap perubahan-perubahan yang berpengaruh pada tempat wisata tersebut; 3 kesediaan membayar dari individu untuk suatu atribut tidak dipengaruhi oleh atribut lainnya. Kesulitan HPM adalah : 1 pengukuran manfaat rekreasi dilihat dari perubahan lingkungan selalu menimbulkan bias dari nilai sebenarnya diperoleh; 2 metode HPM hanya dapat diaplikasikan bila rumah tangga atau responden yang tinggal di daerah itu mengetahui biaya atau manfaat tanda-tanda lingkungan perbedaan sifat lingkungan dan mereka mampu membatasi lokasi tempat mereka memilih ataupun kombinasi sifat lingkungan yang mereka inginkan.

2.12. Regresi Poisson

Regresi Poisson merupakan regresi dengan respon dependent variable bilangan diskret, namun bukan bilangan biner Myers, 1990. Jumlah count ini diasumsikan merupakan fungsi dari suatu atau lebih variabel. Selanjutnya diasumsikan, jumlah rata-rata kejadian merupakan parameter dari suatu distribusi Poisson. Rata-rata fungsi Poisson dilakukan dengan Maximum Likelihood Estimator , untuk mendapatkan koefisien regresi. Estimator model permintaan rekreasi sering dibuat dalam bentuk fungsi kontinyu, yang diduga dengan OLS Ordinary Least Square. Namun sifat permintaan rekreasi mengandung masalah-masalah yang rumit, yaitu: 1 trip jumlah kunjungan wisata adalah kuantitas non negative; 2 metode pengumpulan data adalah survey di lokasi sehingga pengunjung yang melakukan kunjungan nol tidak diperoleh; 3 trip tidak tersedia dalam kuantitas kontinyu. Kondisi integer dari data ini secara eksplisit dapat turut diperhitungkan dengan memodelkan kunjungan yang diambil dalam semusim sebagai hasil dari banyak pilihan diskret. Dengan demikian maka kejadian wisata trip dapat dipandang sebagai keluaran Poisson dan Regresi Poisson merupakan alternatif pendugaan yang sesuai Kasiman, 1996.

2.13. Tinjauan Studi Terdahulu

Suharti 2007 mendunga permintaan dan manfaat kunjungan rekreasi dengan menggunakan metode biaya perjalanan di Kebun Wisata Pasirmukti. Nilai surplus konsumen sebesar Rp.7.478 dengan menggunakan jumlah kunjungan selama satu tahun Juli 2006-Juni 2007 dan surplus konsumen total sebesar Rp. 674.582.902. Nilai lokasi dihitung dengan menggunakan willingness to pay WTP sebesar Rp.1.667.946.410 dan nilai rata-rata WTP sebesar Rp.18.900. Variabel yang berpengaruh nyata adalah biaya perjalanan, pendapatan, jumlah rombongan, jarak tempuh, lama mengetahui Kebun Wisata Pasir Mukti, jumlah rekreasi selama satu tahun, daya tarik, tempat rekreasi alternatif, jenis kelamin dan status hari. Nurdini 2004 mendunga permintaan dan manfaat kunjungan rekreasi dengan menggunakan metode biaya perjalanan dengan aplikasi Regresi Poisson di Hutan Mangrove Muara Angke HMMA. Nilai surplus konsumen dari HMMA per tahun dapat diketahui dengan menggunakan metode biaya perjalanan individu. Surplus konsumen sebesar Rp.52.623 per kunjungan, sedangkan rata- rata nilai surplus konsumen tiap individu sebesar Rp.900 per kunjungan. Variabel tingkat pendapatan kategori pendapatan, jumlah tanggungan, waktu luang, pengetahuan pengunjungan dan frekuensi kunjungan berpengaruh nyata. Supriyatna 2004 dalam penelitiannya yang dilakukan di Taman Wisata Danau Lido, menduga nilai surplus konsumen dengan menggunakan metode kontingensi dan metode biaya perjalanan. Surplus konsumen yang diperoleh melalui metode biaya perjalanan sebedar Rp.38.462, sedangkan dengan metode kontigensi diperoleh Rp.2.288. Nilai manfaat rekreasi yang diperoleh menggunakan biaya perjalanan sebesar Rp. 1.473.094.600 dan dengan metode kontigensi sebesar Rp.202.530.400. Metode biaya perjalanan lebih tepat dibandingkan dengan metode kontingensi dari nilai manfaat yang diperoleh pengunjung maupun pengelola karena nilai manfaat yang diperoleh pihak pengelola lebih besar daripada metode kontingensi. Variabel biaya perjalanan, waktu tempuh, kesediaan membayar dan rasio kunjungan wisata berpengaruh nyata terhadap frekuensi kunjungan. Wijayanti 2003 menduga permintaan dari nilai manfaat kunjungan rekreasi dengan menggunakan metode biaya perjalanan dengan aplikasi Regresi Poisson di Kebun Raya Cibodas. Perhitungan surplus konsumen dibagi dua kategori berdasarkan jenis pekerjaan, yaitu yang mampu mensubtitusikan waktu dengan pendapatan dan yang tidak mampu mensubtitusikan waktu dengan pendapatan. Nilai rata-rata surplus konsumen dari responden yang mampu mensubsitusikan waktu dengan pendapatan lebih besar dibandingkan dengan nilai surplus konsumen responden yang tidak mampu mensubtitusikan waktu dengan pendapatan. Nilai rata-rata surplus konsumen per kunjungan per responden sebesar Rp. 12.995 dan diperoleh nilai surplus konsumen total Rp. 6.575.898.835 per tahun. Nilai lokasi Kebun Raya Cibodas sebesar Rp. 8.467.366.355. Faktor yang berpengaruh nyata terhadap permintaan rekreasi adalah lama mengetahui Kebun Raya Cibodas, pendapatan responden, daya tarik lokasi, tingkat pendidikan, waktu diskret dan total biaya perjalanan. Andrianto 2003 melakukan penelitian di Taman Bunga Nusantara untuk menduga permintaan dan nilai manfaat kunjungan rekreasi dengan menggunakan metode biaya perjalanan dengan apliksai Regresi Possion. Perhitungan surplus konsumen dibagi dua kategori berdasarkan jenis pekerjaan, yaitu yang mampu mensubtitusikan waktu dengan pendapatan dan yang tidak mampu mensubtitusikan waktu dengan pendapatan. Dari hasil analisis diperoleh nilai surplus konsumen tahunan sebesar Rp. 11.040.439.050 per tahun dengan frekuensi kunjugan April 2002- Maret 2003. Nilai manfaat lokasi sebesar Rp. 12,486.469.050. Berdasarkan tinjauan studi terdahulu, penelitian terhadap manfaat rekreasi baru dihitung dari sisi permintaanya. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini selain mengkaji manfaat rekreasi dari suatu kawasan dari sisi permintaanya, dalam hal ini dilihat dari sisi pengunjung, juga mengkaji manfaat dan nilai rekreasi dari sisi penawarannya. Penelitian ini juga menganalisis dan menguantifikasi manfaat sumberdaya suatu kawasan berdasarkan manfaat tangible dan intangible. Adanya analisis mengenai hal tersebut sehingga dapat divaluasi nilai dari suatu kawasan, dalam hal ini kawasan konservasi ex situ Kebun Raya Cibodas. Hasil dari penelitian nantinya dapat direkomendasikan kebijakan untuk pengelolaan kawasan, dalam hal ini Kebun Raya Cibodas.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Nilai Total Ekonomi

Untuk melakukan valuasi ekonomi KRC terlebih dalulu harus mengelompokkan sumberdaya yang dimiliki di KRC berdasarkan nilai ekonomi total yang dibedakan atas nilai guna dan bukan guna. Diagram teknik valuasi ekonomi berdasarkan pengelompokan nilainya dapat dilihat dalam Gambar 4. Gambar 5. Diagram Teknik Valuasi Ekonomi Berdasarkan Pengelompokan Nilainya di Kebun Raya Cibodas

3.2. Obyek Wisata Sebagai Barang Publik

Obyek wisata merupakan salah satu bentuk rekreasi yang memanfaatkan sumberdaya alam sebagai obyek rekreasi. Keindahan alam dan potensi alam seperti pantai, gua, danau, sungai, gunung, tumbuhan, hewan ditambah dengan berbagai fasilitas pelayanan sarana dan prasarana mempunyai nilai ekonomi yang penting bagi kegiatan rekreasi di obyek wisata. Kebun Raya Cibodas merupakan salah satu tempat rekreasi yang merupakan barang publik yang memberikan manfaat bagi pengunjung, yang NILAI EKONOMI TOTAL NILAI GUNA NILAI BUKAN GUNA NILAI GUNA LANGSUNG Nilai ekonomi tanaman NILAI GUNA TIDAK LANGSUNG • Nilai ekonomi wisata • Nilai-nilai ekologi: Penyerap O 2, penjerap gas-gas pencemar udara, penyimpan karbon NILAI HARAPAN Tidak divaluasi NILAI KEBERADAAN Tidak divaluasi NILAI PILIHAN Tidak divaluasi