Seniman Sastera Seni Dan Politik: Peranan Seniman Dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Di Sumatera Timur (1945-1949)

86 Gambar 15 : Salah satu contoh pertunjukan Sandiwara pada saat perjuangan kemerdekaan. Sumber: koleksi Perpustakaan Tuanku Luckman Sinar

4.4. Seniman Sastera

Lahirnya bahasa Indonesia dan sastera Indonesia, adalah hasil pertemuan bahasa dan sastera Melayu dengan faham-faham yang berasal dari kebudayaan Eropah modern. Pengaruh tersebut didapat dari pendudukan Kolonial Belanda. Peranan seniman sastera yang bekerja dan berkarya pada masa revolusi tidak dapat dipisahkan dari masa kolonial. Pada masa kolonial perkembangan sastera cukup pesat, hal ini ditandai dengan munculnya balai pustaka dan pujangga baru. Dalam mempertahankan proklamasi kemerdekaan, banyak seniman-seniman yang berkecimpung dalam dunia sastera menyumbangkan buah karyanya lewat syair- Universitas Sumatera Utara 87 syair yang berisikan misi perjuangan. Untuk menunjukkan keterlibatan seniman sastera pada masa perang kemerdekaan, maka karya-karya seni baik berupa puisi maupun karya sastera lain benar-benar karya-karya pada zamannya. Pada masa perang kemerdekaan banyak bermunculan puisi perjuangan yang biasanya diciptakan dengan spontan sebagai reaksi atas kejadian-kejadian disekitarnya yang bergolak memperjuangkan kemerdekaan.Salah satu contoh seniman sastera yang menyumbangkan karya-karyanya untuk mengobarkan semangat perjuangan adalah Chairil Anwar. Salah satu syair Chairil Anwar yaitu berjudul Karawang-Bekasi. KARAWANG-BEKASI Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi Tida k bisa teriak “merdeka” dan angkat senjata lagi Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami Terbayang kami maju dan berdegap hati? Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu Kenang, kenanglah kami Kami sudah coba apa yang kami bisa Tapi kerja belum selesai, belim apa-apa Kami sudah beri kami punya jiwa Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa Kami Cuma tulang-tulang berserakan Tapi adalah kepunyaanmu Universitas Sumatera Utara 88 Kaulah lagi yang tentukan nilai-nilai tulang berserakan Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan Atau tidak untuk apa-apa Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak Kenang-kenanglah kami Menjaga Bung Karno Menjaga Bung Hatta Menjaga Bung Syahrir Kami sekarang mayat Berilah kami arti Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian Kenang, kenanglah kami Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi Ditengah-tengah situasi yang mencekam, banyak karya-karya yang lahir sebagai ungkapan perasaan dari apa yang mereka alamai ketika masa revolusi. Salah satu contoh adalah ketika masa- masa terjadinya “pengungsian” di Sumatera Timur, banyak timbul keinginan untuk bertemu sesama teman seperjuangan, akan tetapi hal itu tidak mungkin terjadi. Untuk mencurahkan penderitaan dan perasaan, maka sastera adalah jalan terbaik untuk melepas rindu. Dikirimkanlah sajak-sajak, salah satu diantaranya adalah sajak dari Kolonel Sitompul 65 kepada Letnan Kolonel Djamin Ginting. INGAT AKU O TEMAN Ingat aku o teman 65 Pada saat itu, Kolonel Sitompul adalah Kepala Staf Divisi yang berkedudukan di Kutaraja. Jarak antara Kutaraja dengan Kota cane adalah selama 10 hari perjalanan dengan jalan kaki ketika itu. Universitas Sumatera Utara 89 Yang jauh sangat dimatamu Disisni kukirimkan tulisanku Menunjukkan sekarang keadaanku Lihat itu muka Yang sangat asam dan luka Tetapi semangat masih bergelora Yang tetap kita simpan sedari dahulu kala 66 Revolusi fisik tidak seluruhnya dianggap sebagai suatu peristiwa suci yang telah membebaskan rakyat Indonesia dari segala tekanan yang disebabkan oleh penjajahan Belanda. Bahkan revolusi digambarkan sebagai peristiwa kekerasan yang mendadak yang telah membangkitakan seluruh macam kekuatan diantara orang banyak. Pada tahun 1949 di untuk mengenang prajurit Kadir, diciptakan juga sebuah sajak sebagai berikut; BUKIT KADIR Dipuncak bukit terletak pusara Pahlawan Kadir yang gagah perkasa Sebagai tugu kepahlawanan bangsa Itulah.... Bukit Kadir Dilembah bukit Panamo berkubur Demi perjuangan ia tersungkur Gugur sebagai pahlawan bertempur Untuk kemerdekaan yang subur Itulah.... Lembah Panamo Kopral Djamaran, Ingan, Tambar dan Ukum Tarigan Serta tewas sebagai pahlawan Mayatnya oleh rakyat dikuburkan Mereka tetap dalam ingatan Itulah mereka pahlawan digaris depan 66 Djamin Gintings, op. cit., hlm. 76. Universitas Sumatera Utara 90 Sersan Rulu akhirnya dibawa ke Macankumbang Turut berbakti dengan bukti dalam berjuang Semoga arwahmu o pahlawan-pahlawan Diterima baik disisi Tuhan Hormat kami kepadamu sekalian Kami nyatakan dengan meneruskan perjuangan Walau datang mengganas menerpa badai dan topan Kami terus bersorak-sorai maju kedepan Bila kami singgah di pusarmu Dengan peluru dipinggang senapang disandang Kami mengheningkan cipta dengan segenap jiwa Terbayang engkau sudah berkorban untuk nusa dan bangsa Tidak ada kemenangan tanpa perjuangan Tidak ada perjuangan tanpa pengorbanan Hormat kami kepada mereka yang tewas berkorban Jasamu dikenang sepanjang zaman Bila sang saka berkibar dipuncak kemegahan Serasa hati berbisik kepada kami mereka telah berjasa menyabung nyawa untuk bendera pusaka pujaan bangsa Rakyat Indonesia bergeser dari kondisi yang terjajah hingga menjadi bangsa yang merdeka. Keadaan ini menghasilkan penulis yang merekam dengan baik apa yang terjadi di Indonesia kala itu. Dan juga apa yang terjadi kepada mereka yang terlibat dalam revolusi itu. Dalam hubungan yang demikanlah takdir melihat peranan kaum seniman yang tak kalah pentingnya dengan kaum intelek dalam usaha mereka menciptakan masa depan yang lebih baik. Seniman berdasarkan imajinasi, perasaan dan intuisinya leih dalam dapat menyelami kesadaran dan bawah sadar manusia sehingga mereka dapat memberi motivasi dan kegembiraan berusaha dan berjuang untuk masa depan. Universitas Sumatera Utara 91 BAB V PENGARUH SENIMAN PEJUANG DAN KARYA-KARYANYA DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN DI SUMATERA TIMUR Kebudayaan yang berjiwa dan hidup menguasai waktu, adalah kebudayaan yang mempunyai rasa dan cita. Kesenian merupakan bagian kecil dari kebudayaan. Sebagai bagian dari suatu kebudayaan seni atau kesenian pada dasarnya dapat digolongkan menjadi tiga golongan utama yaitu seni pertunjukan, seni rupa dan seni cinematografi. Seni pertunjukan terdiri dari seni tari, seni sastera, seni pedalangan, seni kerawitan, seni teater, seni musik dan seni pencak silat. Seni rupa terdiri dari seni seni lukis, seni patung, seni kriya dan desain. Seni cinematografi terdiri dari seni film dan seni video. 67 Pada perkembangan tahun 1945-1949, sebagian besar kesenian yang tersebut diatas mulai muncul dan berkembang. Namun kesenian yang turut mendukung perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Timur diantaranya adalah seni rupa dan seni pertunjukan. Berdasarkan penelitian, seni pertunjukan yang banyak mengambil peran dalam mendukung perjuangan adalah seni teater yang dikemas dalam bentuk pertunjukan sandiwara, sastera dan seni musik. Sedangkan seni rupa, diwujudkan dalam bentuk lukisan. 67 H. Karkono K.P., Kongres Kebudayaan 1991: Kebudayaan Nasional: Kini dan di Masa Depan, Jakarta: Depdikbud, 19921993, hlm. 269. Universitas Sumatera Utara 92 Kesenian tersebut dapat berkembang dan dapat dinikmati oleh masyarakat luas merupakan hasil dari jerih payah para seniman. Seniman adalah orang yang mempunyai bakat seni dan berhasil menciptakan dan mempergelarkan sebuah karya seni. Pada masa revolusi, seniman juga ikut berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan. Pada saat peperangan, seniman perlu membuktikan kepada rakyat apa gunanya Indonesia mempunyai putra-putri yang memilih dunia kesenian sebagai lapangan perjuangannya. Pengaruh yang ditimbulkan oleh para seniman dan karya- karyanya diantaranya adalah kesenian dapat dinikmati oleh hampir semua kalangan. Pada masa Kolonial dan pendudukan Jepang, seni hanya dapat dinikmati oleh kalangan-kalangan bangsawan dan kaum-kaum terpelajar saja. Pada tahun 1945 muncul para seniman yang bervisi berjuang dengan seni, sehingga karya-karya hasil ciptaan seniman, dapat dinikmati oleh semua kalangan. Perjuangan seniman pada masa revolusi ini juga sangat memberikan pengaruh terhadap pengembangan dan pelestarian seni budaya bangsa. Dalam karya-karya yang dihasilkan oleh para seniman kala itu dapat menumbuhkan rasa solidaritas antar kaum seniman dan rasa nasionalisme antar bangsa Indonesia. Kesenian yang beragam dapat ditampilkan dalam panggung hiburan maupun tempat pameran, menumbuhkan rasa memiliki kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa seniman memiliki kemampuan untuk mentransformasikan seni budaya bangsa dan kemudian mengembangkannya ke dalam masyarakat. Seniman-seniman ini juga Universitas Sumatera Utara 93 mampu untuk menciptakan kesenian asli Indonesia setelah sebelumnya terjadi kolaborasi dengan pemerintahan Jepang. Kondisi peperangan dan melemahnya pemerintahan bangsa pada tahun 1945- 1949 menimbulkan efek ketegangan dalam jiwa bangsa. Saat itulah peranan seniman dimainkan dengan memberikan pengaruh melalui hiburan-hiburan. Hal ini dikarenakan kesenian memiliki unsur-unsur menyenangkan, indah, bervariasi, berisi lelucon, memberikan keluasan pengetahuan, dapat mengharukan perasaan, tidak menjemukan, menimbulkan rasa bangga, bermutu dan memberikan pendidikan moral. Ditengah-tengah tegangnya peperangan para tentara dan gerilyawan tentu saja juga memerlukan hiburan untuk memulihkan semangat. Hal ini juga yang menjadi tugas para seniman, biasanya mereka menampilkan pertunjukan teater sandiwara. Selain bersifat menghibur dengan lelucon, di dalam alur cerita juga dikandung maksud untuk mempengaruhi pikiran penonton dengan menyelipkan kalimat-kalimat revolusioner. Pertunjukan sandiwara tersebut biasanya akan diiklankan di surat-surat kabar. Iklan tersebut juga memuat tulisan bahwa penghasilan dari pertunjukan tersebut pada akhirnya akan disumbangkan ke biro-biro perjuangan. Seniman juga memberikan pengaruh terhadap perubahan sosial yang terjadi di Indonesia khususnya pada masa revolusi tahun 1945-1949. Bisa kita lihat dari pertumbuhan kesenian sastera pada masa kolonial yang tadinya bertemakan tentang Universitas Sumatera Utara 94 kebangsawanan, kepahlawanan dan keagamaan, kemudian beralih kepada tema-tema kemasyarakatan dan kehidupan sehari-hari serta tema-tema perjuangan. Tema kemasyarakatan yang dimaksud adalah karya yang diciptakan oleh para seniman sastera merupakan karya yang mencerminkan kehidupan sehari-hari pada saat itu. Menggambarkan seorang buruh, petani, pejuang, gerilyawan, pemimpin, dan penjajah. Karya tersebut biasanya dikemas dalam sebuah sajak, cerita pendek maupun pantun. Bukan hanya seniman sastera saja, seniman lain juga ikut bergejolak jiwanya untuk menciptakan karyanya lewat apa yang dihadapinya sehari-hari. Baik itu seniman musik, lukis, sandiwara dan lain-lain. 68

5.1 Lukisan Sebagai Media Pendokumetasian Perjuangan Rakyat