1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tujuh puluh tahun yang lalu revolusi Indonesia meletus. Revolusi itu terjadi dalam satu kekosongan kekuasaan. Jepang yang menduduki Indonesia sejak tahun
1942 menyerah kepada Sekutu, sedangkan Sekutu sendiri belum mempunyai persiapan apa pun untuk menduduki Indonesia. Setelah proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 yang dikumandangkan oleh proklamator Sukarno - Hatta, bukan berarti perjuangan rakyat Indonesia sudah
selesai. Akan tetapi hal itu baru merupakan awal dari perjuangan rakyat untuk mencapai kemerdekaan yang sesungguhnya.
Begitu proklamasi dikumandangkan, berita tersebut disambut oleh masyarakat dengan semangat yang menggebu-gebu. Hampir diseluruh tanah air berdiri laskar-
laskar rakyat yang bertekad untuk mempertahankan kemerdekaan agar tidak direbut penjajah kembali. Negara yang sudah merdeka harus dipertahankan sampai titik darah
penghabisan. Rakyat Indonesia sudah bertekad bulat untuk membebaskan diri dari kekuasaan asing. Rakyat sadar akan penderitaan yang dialaminya selama penjajahan
sehingga dengan kesadaran penuh mereka berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan. Semangat itu dapat dilihat dari semboyan-semboyan yang membakar
semangat rakyat untuk berjuang seperti “sekali merdeka tetap mereka”, “lebih baik
Universitas Sumatera Utara
2
mati be rkalang tanah daripada hidup dijajah”, “Merdeka atau mati”, “hancurkan
penjajahan Belanda”, dan lain-lain
1
. Berita proklamasi 17 Agustus 1945 dari Pegangsaan Timur 56 tersebut,
menggema ke seluruh daerah Indonesia, termasuk Sumatera Timur. Medan sebagai ibu kota Sumatera Timur ketika itu, ikut bergejolak. Berita proklamasi tersebut baru
sampai di Medan pada tanggal 29 Agustus 1945, yang dibawa oleh Mr. Teuku Muhammad Hasan, Dr. Amir, dan Mr. Abbas dari Jakarta
2
. Berita mengenai proklamasi kemerdekaan tersebut belum ada yang resmi diumumkan kepada
masyarakat di Sumatera Timur, yang ada hanya berita dari mulut ke mulut saja. Terlambatnya berita proklamasi kemerdekaan tersebut dikarenakan keadaan dan
situasi pada waktu itu masih berada dalam kekuasaan Jepang walaupun mereka ketika itu sudah menyerah pada sekutu, ditambah lagi ketika itu masyarakat Indonesia masih
ragu-ragu dan masih takut untuk bergerak, dan alasan yang paling penting adalah dikarenakan teknologi dan informasi kita masih belum sehebat sekarang
3
. Keadaan ini ditanggapi oleh tokoh-tokoh masyarakat dan pemuda terkemuka
dengan mengadakan pertemuan secara tersembunyi. Pada hari Minggu tanggal 30
1
Muhammad TWH, Sebelum dan Sesudah Proklamasi, Medan: Yayasan Pelestarian Fakta Perjuangan Kemerdekaan RI, 2005, hlm. 169.
2
Edi Saputera, Simalungun Jogja-nya Sumatera, Medan: U.P. Bina Satria 45, 1978, hlm. 86.
3
H.R. Sjahnan, Dari Medan Area ke Pedalaman dan Kembali ke Kota Medan, Medan: Dinas Sejarah KODAM-IIBB, 1982, hlm. 10.
Universitas Sumatera Utara
3
September 1945 pukul 08.30 diadakan rapat di Jln. Amplas Gedung Taman Siswa untuk meresmikan Barisan Pemuda Indonesia BPI yang bertugas untuk membela
proklamasi serta mewujudkan proklamasi diwilayah masing-masing. Rapat ini dihadiri oleh 250 orang undangan dengan ditandatangani oleh Ketua Umum BPI
Sugondo Kartoprojo, Ketua I Ahmad Tahir, dan Sekretaris M.K. Djusni. Dalam rapat Mr. Teuku Mohammad Hasan menyatakan proklamasi kemerdekaan republik
Indonesia kepada seluruh peserta rapat tersebut
4
. Setelah BPI resmi didirikan, maka pada tanggal 4 Oktober 1945, BPI beserta seluruh tokoh pemuda dan pemerintahan
Republik Indonesia yang telah terbentuk mengadakan sebuah gerakan besar yaitu perebutan kantor-kantor pemerintahan, percetakan, gudang-gudang perbekalan dari
tangan Jepang dan dinyatakan sebagai milik Pemerintahan Republik Indonesia. Kemudian pada tanggal 6 Oktober 1945, BPI yang diketuai oleh Ahmad Tahir
melakukan mobilisasi massa dan mengadakan rapat akbar untuk mengumumkan secara resmi bahwa Indonesia memang sudah merdeka.
Para pemuda beserta hampir seluruh masyrakat Medan dengan penuh sorak- sorai berkumpul dilapangan Fukuraido sekarang Lapangan Merdeka
5
untuk mendengar dibacakannya teks proklamasi oleh Gubernur Sematera Mr. M. Teuku
Muhammad Hasan secara resmi di Medan
6
. Pembacaan teks proklamasi serta
4
Muhammad TWH, op. cit., hlm.84.
5
H.R. Sjahnan, op. cit., hlm. 11.
6
Isi dari pidato Mr. Teuku Mohammad Hasan pada saat itu adalah sebagai berikut: “perlu saya tekankan di sini, sebenarnya pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia telah
Universitas Sumatera Utara
4
berdirinya pemerintahan republik Indonesia di Medan telah membawa perubahan besar bagi rakyat Indonesia khususnya semangat juang pada masyarakat Sumatera
Timur. Masyarakat Sumatera Timur menerima kemerdekaan tersebut dengan semangat yang menggebu-gebu, ada yang meloncat-loncat dan memukul-mukul
dinding. Seluruh yang hadir pada waktu itu tampaknya sudah dimasuki jiwa baru, yaitu jiwa merdeka yang meluap-luap. Masing-masing telah menjelma menjadi massa
yang sadar dan militan yang akan dapat mengatasi segala kesulitan, rintangan dan penderitaan. Mereka telah merasakan bahwa dirinya tidak berarti apa-apa
dibandingkan dengan tingginya harga kemerdekaan yang telah diperjuangkan. Dimana-mana terdengar lagu yang mengutuk kekejaman dan kebengisan para
penjajah, misalnya; “Inggeris kita linggis dan Amerika kita setrika”. Begitulah gambaran bagaimana euphoria masyarakat Sumatera Timur pada saat itu menyambut
proklamasi kemerdekaan
7
.
memproklamirkan kemerdekaanya. Tapi barulah sekarang kami dapat sampaikan kepada segenap lapisan masyarakat. Semangat rakyat setelah Perang Pasifik, berlainan sekali dengan semangat rakyat
sebelum perang. Pada masa ini rakyat telah membentuk barisan-barisan pemuda di seluruh Indonesia dengan cita-cita untuk mempertahankan kemerekaan.
Orang Belanda jangan salah raba, jika mereka masih memikir bahwa keadaan sekarang masih sama dengan semangat dahulu sebelum perang adalah keliru. Belanda lebih baik jangan mencari akal
atau mencari kaki tangannya untuk menduduki Indonesia, karena hal itu mengganggu ketenteraman umum. Penduduk Indonesia umumnya dan para pemuda khususnya memandang kaki tangan Belanda
itu pengkhianat. Percobaan-percobaan mereka yang sedemikian rupa itu sangat berbahaya baik bagi Belanda apalagi para kaki tangannya.
Kalau ada seorang pemimpin Indonesia menjadi cidera akibat dari perbuatan kaki tangan Belanda, maka semua orang-orang Belanda dan kaki tangannya akan disingkirkan dari
masyarakat.karena itu kita harap dengan sangat supaya pihak Belanda jangan sekali-sekali melakukan percobaan kea rah itu, untuk
menjaga keselamatan bersama”. Muhammad TWH, op. cit., hlm. 90.
7
Biro Sejarah Prima, Medan Area Mengisi Proklamasi, Medan: Badan Musyawarah Pejuang Republik Indonesia Medan Area, 1947, hlm. 119.
Universitas Sumatera Utara
5
Tiga hari setelah rapat umum di Lapangan Fukuraido, tepat pada tanggal 10 Oktober 1945, tentara Inggeris yang mewakili sekutu dengan dipimpin oleh TED
Kelly, mendarat di Belawan
8
. Tujuan kedatangan pasukan ini adalah untuk mematahkan gerakan-gerakan pemuda Sumatera Timur serta melanjutkan usaha-
usahanya untuk menguasai Sumatera Timur kembali. Sebelum kedatangan tentara Inggeris ini, Belanda juga sudah menempatkan pasukan-pasukannya yang tergabung
dalam NICA Netherlands Indies Civil Administration. Pasukan ini dikonsinyir di Pension Wilhelmina, Internatio, Belawan Deli dan Siantar Hotel.
Setelah kedatangan tentara sekutu ini, maka NICA merencanakan suatu gerakan intrik militer untuk memancing tindakan dari pihak Inggeris dalam menindas
gerakan kemerdekaan bangsa Indonesia. Untuk mencapai maksudnya itu, maka timbullah gerakan-gerakan propokatip yang menimbulkan kerusuhan-kerusuhan dan
pertempuran-pertempuran. Sebagai akibatnya, diharapkan akan melahirkan tindakan tegas dari pihak Inggeris dan Jepang untuk menindas gerakan kemerdekaan
Indonesia. Tindakan-tindakan inilah yang pada akhirnya menjadi prolog pecahnya peristiwa Jalan Bali dan peristiwa Siantar Hotel serta peristiwa-peristiwa heroik
lainnya di Sumatera Timur yang terjadi mulai tahun 1945-1949. Dalam perjuangan kemerdekaan 1945-1949 pada dasarnya yang terlibat di
dalamnya, bukan hanya kaum politisi ataumiliter saja, melainkan seluruh masyarakatIndonesia termasuk di dalamnya para seniman. Dengan kata lain tidak
8
Ibid., hlm. 130.
Universitas Sumatera Utara
6
hanya pejuang tentara yang aktif di front-front pertempuran saja yang melakukan perjuangan, melainkan segenap bangsa Indonesia telah memberikan kontribusi yang
besar dalam mempertahankan kemerdekaan tersebut. Termasuk usaha-usaha di belakang front yang dipimpin oleh tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat,
kaum wanita, pemuda, dan termasuk didalamnya kaum seniman. Walaupun partisipasi mereka tidak segegap gempita para politisi atau kaum militer, tetapi
peranan para seniman dalam perjuangan kemerdekaan tidaklah kecil artinya dibandingkan dengan para pejuang lainnya. Hal ini dikarenakan penderitaan dan
penghinaan selama penjajahan sudah cukup berat, yang menyebabkan seluruh rakyat merasa terpanggil untuk ikut berjuang membela dan mempertahankan kemerdekaan.
Dalam hal ini penulis akan mengangkat sisi lain dari perjuangan bangsa kita, dimana perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak hanya dilakukan melalui senjata dan
diplomasi saja, namun juga melalui seni. Di Sumatera Timur perjuangan para seniman ini juga tak kalah besar andilnya dalam masa mempertahankan
kemerdekaan. Melalui keahlian masing-masing mereka mampu berkontribusi, menghasilkan karya-karya pengobar semangat para pejuang. Melalui karya-karya
yang diciptakannya, mereka mengisyaratkan bahwa berjuang tak selamanya harus angkat senjata. Apa yang mereka hasilkan adalah bentuk luapan jiwa yang tulus dan
murni, sehingga hasil karya yang dihasilkan mampu menghipnotis dan membakar semangat para pejuang lain untuk habis-habisan membela tanah air.
Universitas Sumatera Utara
7
Penulis melihat begitu besarnya peranan seniman melalui karya-karya seninya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia khususnya di Sumatera Timur, akan
tetapi perjuangan para seniman ini kurang mendapat perhatian. Terbukti dengan masih minimnya tulisan ataupun penelitian yang menyangkut perjuangan mereka.
Padahal dengan sikap yang sangat berani para seniman melakukan aksinya lewat buah pikiran serta ide-ide kreatif mereka yang terbukti berhasil membakar semangat
para pejuang kita. Misalnya, Amir Hamzah yang menggunakan sastra sebagai media perjuangan melalui puisi-puisinya. Sementara Affandi melalui coretan-coretan
kuasnya, lalu Hasyim Ngalimun, Djaga Depari, dan Lily Suhairy, melalui lagu-lagu perjuangannya
9
. Sementara di dalam dunia Teater dan perfilman Sumatera Utara Ani Idrus, Usman Siregar, Zubaedah, M.Tahir Harahap, Yusuf Said dan beberapa
seniman pejuang lainnya berjuang lewat penampilan teater mereka di tengah-tengah desingan peluru ketika itu
10
. Karya-karya mereka telah terbukti mampu menyulut api semangat perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Timur.
Disamping nama-nama tersebut di atas yang memang sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia, sebenarnya masih banyak seniman yang ikut berjuang, namun
namanya kurang begitu dikenal, walaupun nilai perjuangan mereka tidak kalah dibandingkan dengan seniman-seniman atau pejuang-pejuang lainnya. Banyak hal
9
DPD Seni Budaya Gakari-Golongan Karya TK.I Sumatera Utara, Dinamika Seni Budaya Sumatera Utara, Medan : DPD Seni Budaya Gakari-Golongan Karya TK.I Sumatera Utara, 1998,
hlm. 35.
10
Muhammad TWH, Sejarah Teater dan Film di Sumatera Utara, Medan: Yayasan Pelestarian Fakta Perjuangan Kemerdekaan RI, 1992, hlm. 53.
Universitas Sumatera Utara
8
yang menyebabkan beberapa seniman pejuang tidak begitu dikenal masyarakat luas. Mungkin karena tidak suka popularitas, atau karena karya-karya perjuangannya lebih
bersifat lokal, dan lain sebagainya
11
. Sebagai contoh, pada awal revolusi muncul lagu “Butet”, sebuah lagu yang berasal dari daerah Tapanuli yang mampu menggelora
semangat juang akan tetapi hingga pada saat ini masih belum diketahui siapa sebenarnya pencipta dari lagu ini, namun lagu ini sangat berpengaruh dalam
membakar api semangat juang para pahlawan kita. Untuk generasi muda sekarang, maka hal tersebut bisa menjadi contoh yang
dapat memotivasi genersi muda untuk lebih bersemangat mengisi kemerdekaan,serta lebih menghargai hasil perjuangan para pahlawan bangsa. Hal tersebut diatas telah
mendorong penulis untuk mengadakan penelitian menyangkut peranan seniman dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan khususnya di Sumatera Timur.
Untuk itu penulis memilih judul
“ Seni dan Politik: Peranan Seniman Dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan di Sumatera Timur 1945-
1949”. Adapun alasan penulis memilih judul ini disebabkan oleh keingintahuan
penulis akan pengaruh karya-karya seniman dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Sumatera Timur. Sedangkan batasan tahun 1945-1949, diambil oleh
karena tahun 1945 merupakan tahun dimana proklamasi dikumandangkan dan menjadi awal perjuangan Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah
dicapai itu supaya tidak direbut kembali oleh Belanda. Batas akhir penelitian ini yaitu
11
Adeng, dkk, Partisipasi Seniman Dalam mempertahankan Kemerdekaan Jawa Barat, Bandung: dalam Jurnal penelitian BKNST Bandung 2004, hlm. 3.
Universitas Sumatera Utara
9
tahun 1949 merupakan tahun berakhirnya peperangan melawan Belanda dengan diakuinya kemerdekaan Indonesia secara penuh oleh Belanda.
1.2 Rumuasan Masalah