94
kebangsawanan, kepahlawanan dan keagamaan, kemudian beralih kepada tema-tema kemasyarakatan dan kehidupan sehari-hari serta tema-tema perjuangan.
Tema kemasyarakatan yang dimaksud adalah karya yang diciptakan oleh para seniman sastera merupakan karya yang mencerminkan kehidupan sehari-hari pada
saat itu. Menggambarkan seorang buruh, petani, pejuang, gerilyawan, pemimpin, dan penjajah. Karya tersebut biasanya dikemas dalam sebuah sajak, cerita pendek maupun
pantun. Bukan hanya seniman sastera saja, seniman lain juga ikut bergejolak jiwanya untuk menciptakan karyanya lewat apa yang dihadapinya sehari-hari. Baik itu
seniman musik, lukis, sandiwara dan lain-lain.
68
5.1 Lukisan Sebagai Media Pendokumetasian Perjuangan Rakyat
Satu bentuk dukungan seniman terhadap proklamasi adalah munculnya berbagai produk seni sebagai ungkapan mereka dalam mengekspresikan dirinya. Para
pelukis dukungannya lewat lukisan atau gambar-gambarnya yang sesuai dengan kondisi yang terjadi saat itu. Lukisan adalah sebuah kesaksian dari para pelukis dalam
kancah revolusi. Berbeda dengan poster maupun coretan-coretan perjuangan yang memang merupakan karya penggerak semangat nasionalisme. Lukisan perjuangan
merupakan rekaman atau catatan yang berwujud gambar maupun sketsa peristiwa yang telah terjadi pada saat revolusi.
68
Wawancara dengan Victor Hutabarat, 6 Januari 2016 di Tiara Convention Hall Medan.
Universitas Sumatera Utara
95
Karya-karya seniman lukis di era tahun 1945-1949, menjadi saksi kekejaman Belanda. Hal ini dapat dibuktikan melalui karya lukis berikut ini;
Gambar 16 : Dullah, Praktek tentara pendudukan asing. Seperti halnya keterlibatan seniman lukis di Sumatera Timur pada masa
perang kemerdekaan 1945-1949, para pelukis banyak yang ikut dalam kancah perjuangan gerilya. Keadaan ini dengan sendirinya sangat memotivasi para seniman
lukis untuk merekam dalam kanvas mereka. Dalam kurun waktu 1945-1949, yang nampak mengadakan kegiatan melukis adalah Arfi Rahmat.
69
Arfi Rahmat merupakan seorang seniman pejuang yang pada saat perang kemerdekaan tahun 1945,
beliau bergabung dengan pasukan Nelang Sembiring yang berjuang di Kaban Jahe dan bertugas dibagian penerangan. Tugas Arfi Rahmat dalam bagian penerangan itu
adalah membuat lukisan-lukisan yang menggugah semangat perjuangan. Disamping itu juga ia turut membantu kantor penerangan umum yang tugas nya juga membuat
69
Arfi Rahmat adalah maestronya Sumatera, akan tetapi semasa hayatnya, ia tidak mau dipanggil maestro, karena menurutnya ia belum pantas dipanggil maestro. Arfi Rahmat
menspesialisasikan dirinya dalam “lukisan potret”.
Universitas Sumatera Utara
96
lukisan-lukisan yang menggugah semangat kemerdekaan. Dalam menjalankan tugas ini, Arfi Rahmat pada suatau ketika pernah hampir dibunuh oleh pasukan Barisan
Harimau Liar, karena dianggap sebagai kaki tangan BelandaNICA. Akan tetapi berkat abangnya, beliau berhasil lepas dari cengkraman pasukan tersebut.
Karya yang ditinggalkan oleh seorang Arfi Rahmat adalah begitu banyak tokoh-tokoh nasional dan daerah yang telah dilukis beliau, diantaranya Adam Malik,
Ibnu Sutowo, Ali Alatas, Gubernur Jambi, Jamaluddin Tambunan, Gubernur Sumatera Utara, Wali kota Medan. Lukisan terakhirnya adalah lukisan pengusaha
nasional konsul Jenderal Turki Dr. H. Rahmat Shah bersama isteri dan lukisan potret Gubernur Sumatera Tengku Rizal Nurdin.
Khusus lukisan potret T. Rizal Nurdin, kini dapat dilihat di Museum Negeri Sumatera Utara, dalam urutan-urutan lukisan potret para Gubernur Sumatera Utara,
mulai dari Gubernur pertama Mr. Teuku Moh. Hasan sampai dengan T. Rizal Nurdin. Kalau di museum Negeri para pengunjung dapat melihat wajah-wajah orang pertama
di Sumatera Utara, maka orang yang datang ke Balai Kota Medan, dapat melihat wajah Wali kota Medan mulai Wali kota pertama Mr. Luat Siregar sampai Bachtiar
Djafar.
70
Selain Arfi Rahmat, terdapat serentetan nama yang kemudian menjadi terkenal, yaitu, A. Wahid, Daoed Yusuf, M. Idris, M. Yunan Dali Munte, Syarif
70
Surat kabar Harian Analisa, Minggu 9 Maret 2003.
Universitas Sumatera Utara
97
Ismail, Tahir Harahap. Mengenai lukisan-lukisan mereka tidak ada pertinggal, akan tetapi sewaktu Wakil Presiden Drs. Mohammad Hatta, didalam rapat umum yang
dilangsungkan di Lapangan Merdeka Pematang Siantar pada tanggal 27 Juli 1947, setelah menyaksikan dengan mata kepala sendiri tentang kehebatan karya-karya
pelukis kita, telah membuat Mohammad Hatta tercengang dan merasa bangga serta berharap penuh bahwa rakyat harus bersatu teguh dalam menentang penjajahan.
71
Contoh-contoh lukisan perjuangan tahun 1945-1949 adalah lukisan karya Affandi yang diberi judul Laskar Rakjat Mengatoer Siasat. Lukisan ini
menggambarkan 4 orang laskar yang sedang mengamati sebuah peta. Lukisan ini dibuat pada tahun 1946 yang merupakan dokumentasi rakyat dalam mengatur siasat
dan strategi perang gerilya untuk menyerang musuh.
Gambar 17 : Affandi, Laskar Rakjat Mengatoer Siasat,1946, Cat Minyak pada canvas.
Sumber : Koleksi Presiden Soekarno dan terdapat juga di Perpustakaan Tengku Luckman Sinar.
71
Edisaputera, op. cit., hlm. 206.
Universitas Sumatera Utara
98
Lukisan Affandi dengan
gayanya yang ekspresionis,
72
berusaha menggambarkan para gerilyawan yang sedang dalam menyusun strategi. Strategi
yang dimaksud adalah gerakan siasat yang akan dilakukan untuk menyerang lawan. Makna dari para laskar rakyat yang sedang mengamati peta adalah dalam menyusun
strategi para gerilyawan perlu mengenali medan yang akan dihadapi. Tahun 1947, S. Sudjojono juga menciptkan karyanya yang diberi judul
“kawan-kawan revolusi”. Lukisan yang dihasilkan oleh S.Sudjojono ini menceritakan perjalanan perjuangannya bersama teman-temannya. Lukisan ini bermakna bahwa
kawan-kawan S.Sudjojono pada waktu itu saling bahu-membahu dalam mempertahankan kemerdekaan melawan Belanda.
Gambar 18 : S. Sudjojono, Kawan-Kawan Revolusi Sumber : Koleksi Presiden Soekarno yang terdapat juga di Perpustakaan
Tengku Luckman Sinar
72
Aliran Ekpresionis adalah aliran yang berusaha untuk meluiskan aktualitas. Worringe mengatakan bahwa pada karya ekspresionisme umumnya terdapat tendensi ke arah individualisasi dan
fragmentasi pada pribadi-pribadi.nilai sosialnya tidak ditumbuhkan melainkan justru dikembangkan kesadarannya akan isolasi dan keterpisahan. Soedarso, Tinjauan Seni, Yogyakarta: Saku Dayar
Sarana, 2000, hlm. 71.
Universitas Sumatera Utara
99
Dalam menggugah jiwa dan semangat segenap lapisan masyarakat untuk mempertahankan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 itu, peranan yang
dilakukan oleh para pelukis Sumatera Timur juga tidak kalah hebatnya. Dengan alat- alat yang serba sederhana pelukis-pelukis itu mengolah tepas, triplek, kain-kain
belacu bahkan tembok dan dinding-dinding gedung menjadi wadah-wadah yang menggugah jiwa kemerdekaan.
Lukisan-lukisan yang mereka pamerkan dan sebarkan ke tengah-tengah masyarakat adalah adalah lukisan jenis realis
73
tepat dengan tuntutan situasi yang sedang bergolak. Salah satu contoh nya adalah lukisan yang menggambarkan
peristiwa penyerangan terhadap Pension Wilhelmina di Jalan Bali Jalan Veteran pada tanggal 13 Oktober 1945, yang dipicu oleh seorang tentara NICA yang
menginjak-injak lencana Merah Putih. Namun sayang tidak diketahui siapa pelukis dari lukisan ini.
Gambar 19 : Peristiwa Penyerangan terhadap Pension Wilhelmina tanggal 13 Oktober 1945. Sumber:
koleksi Muhammad TWH.
73
Aliran Realisme dalam seni rupa berarti usaha menampilkan subjek dalam suatu karya sebagaimana tampil dalam kehidupan sehari-hari tanpa tambahan embel-embel atau interpretasi
tertentu. Realisme juga mengacu kepada usaha dalam seni rupa untuk memperlihatkan kebenaran bahkan tanpa menyembunyikan hal yang buruk sekalipun.
Universitas Sumatera Utara
100
Kemudian terdapat juga lukisan yang menggambarkan peristiwa Siantar Hotel yang terjadi pada tanggal 15 Oktober 1945. Lukisan ini tidak diketahui siapa
pelukisnya akan tetapi dapat kita maknai bagaimana sengitnya pertempuran di Siantar Hotel ketika itu, melalui lukisan ini, dimana rakyat berjuang untuk membumi
hanguskan hotel tersebut dan mengusir pasukan-pasukan Belanda yang menjadikan hotel tersebut sebagai kubu pertahanan.
Gambar 20 : NN, Peristiwa Siantar Hotel Sumber: Koleksi Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara
Peristiwa berdarah di Tebing Tinggi pada tanggal 13 Desember 1945, telah berhasil diabadikan oleh seorang pelukis yang bernama S. Tino, atau dengan nama
lengkapnya adalah Tino Sidin.
74
Tino Sidin pernah ikut bertempur dalam revolusi kemerdekaan dengan menjadi anggota Polisi Tentara Divisi Gajah Dua Tebing Tinggi
1945. Pada tahun 1944 dia juga pernah memegang jabatan sebagai Kepala Bagian Poster Kantor Penerangan Jepang di Tebing Tinggi.
74
Tino Sidin merupakan pelukis asal Sumatera Utara yang lahir di Tebing Tinggi pada tanggal 25 November 1925.
Universitas Sumatera Utara
101
Dalam peristiwa 13 Desember 1945 di ebing Tinggi ini telah merenggut ribuan jiwa rakyat Indonesia dalam suatu pembunuhan massal yang dilakukan oleh
tentara Jepang. Peristiwa ini terjadi akibat dari provokasi dari kaki-tangan NICA yang membunuh secara diam-diam dan tersembunyi para petinggi-petinggi Jepang,
sehingga Jepang melakukan penyerangan terhadap masyarakat Indonesia tanpa memandang bulu. Berikut adalah hasil sketsa yang digambarkan oleh S.Tino
mengenai peristiwa tersebut;
75
Gambar 21 : S. Tino, Peristiwa berdarah 13 Desember 1945 di Tebing Tinggi Sumber : Edisaputera, dalam buku Simalungun Djogjanya Sumatera
Pukulan yang cukup berat dirasakan oleh tentara inggris yang ada di Medan adalah ketika pejuang memotong pipa air bersih di Sibolangit. Mengenai pemotongan
pipa air tersebut Moh. Said dalam satu uraiannya tahun 1982 mengatakan, betapa
75
Edisaputera, op. cit., hlm. 178-186.
Universitas Sumatera Utara
102
repot dan kalang kabutnya Inggris dan Belanda pada saat itu sekitar pertengahan tahun 1946. Tindakan tersebut sangat merugikan BelandaInggris, mereka terpaksa
menggali sumur, dan air yang diperoleh adalah air yang keruh.
76
Peristiwa tersebut diabadikan dalam sebuah lukisan yang diciptakan oleh MY. Soekarno. Dalam lukisan tersebut nampak dalam satu bagian para pejuang ynag
sedang berusaha memutuskan saluran pipa air, dan sebahagian lagi nampak orang- orang Belanda dalam keadaan kalang kabut karena kekurangan air bersih. Tujuan dari
pemotongan saluran pipa air ini adalah supaya BelandaInggris mengakui secara De Facto pemerintahan RI di Sumatera Utara.
Gambar 22 : MY. Soekarno, Para pejuang memutuskan saluran pipa air di Sibolangit yang mengalirkan air bersih ke Medan. Maksud dari pemotongan itu
adalah untuk memaksa BelandaInggris mengakui secara De Facto pemerintahan RI di Sumatera Utara.
Sumber: Koleksi Muhammad TWH.
76
Wawancara dengan Muhammad TWH, tentang peranan seniman dalam rangka memperjuangkan kemerdekaan di Sumatera Timur, tanggal 14-Juli-2015 di Jl. Sei Alas No. 6
Darussalam Medan.
Universitas Sumatera Utara
103
Mengungsi merupakan tindakan untuk pergi menghindarkan diri dari bahaya, atau menyelamatkan diri ke tempat yang dirasa aman. Begitulah yang dirasakan oleh
masyarakat Sumatera Timur ketika masa revolusi terjadi di Indonesia. Rakyat lebih memilih untuk tinggal di hutan daripada menderita menderita dalam pemerintahan
kaum penjajah. Berdasarkan hasil wawancara dengan Op. Koncang salah seorang pejuang wanita yang berjuang di daerah Simalungun mengatakan bahwa mereka
harus tinggal di dalam sebuah gua supaya terhindar dari serangan Belanda. Beliau juga mengatakan bahwa pada saat perang kemerdekaan adalah masa-masa yang
paling sulit untuk dilalui baik dari segala aspek kehidupan.
77
Berikut ini merupakan salah satu lukisan yang menggambarkan rakyat mengungsi meninggalkan
perkampungannya. Lukisan ini tidak diketahui siapa pelukisnya.
Gambar 23 : NN, sebuah lukisan yang menggambarkan bahwa rakyat kita tidak mau bergaul dengan kaum penjajah. Lebih baik menyingkir ke hutan daripada
menderita dalam pemerintahan kaum penjajahan pada saat terjadinya Agresi Militer Belanda yang pertama tahun 1947.
Sumber: Museum TNI Sumatera Utara
77
Wawancara dengan Op. Koncang Pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan di daerah Simalungun, pada tanggal 08 Maret 2016, di Simalungun mengenai perjuangan rakyat
mempertahankan kemerdekaan di Simalungun.
Universitas Sumatera Utara
104
Selain mengungsi, taktik bumi hangus juga dilakukan oleh rakyat Indonesia demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari lukisan
berikut ini;
Gambar 24 : sebuah lukisan yang menggambarkan sebuah kampung di Tanah Karo yang dibakar, semua harta benda, ternak dan rumah sirna namun semangat
kemerdekaan tidak pernah sirna. Sumber: Museum TNI Sumatera Utara.
Taktik bumi hangus ini, sungguh merupakan pengobanan yang luar biasa dari rakyat Tanah Karo demi mempertahankan cita-cita luhur kemerdekaan Republik
Indonesia. Rakyat dengan sukarela membakar apa saja yang dimiliki termasuk des dengan segala isinya.kejadian ini terjadi pada tahun 1947 dimana pada saat itu Wakil
Presiden, Mohammad Hatta sedang berada di Pematang Siantar dalam rencana perjalanannya ke Banda Aceh. Dalam kesempatan itu beliau sempat mengadakan
resepsi kecil di Berastagi bersama Gubernur Sumatera Mr. Mohammad Hasan, Bupati
Universitas Sumatera Utara
105
Karo Rakutta sembiring, dan dihadiri Komandan Resimen I Letkol Djamin Ginting, dan pejuang lainnya.
Setelah kedatangan Muhammad Hatta ke Berastagi tersebut pada tanggal 1 Agustus 1947 Belanda berhasil menduduki Kabanjahe, dan Berastagi sehingga pusat
pemerintahan dipindahkan ke Tiga Binanga. Namun sehari sebelum tentara Belanda menduduki Kaban Jahe dan Berastagi, oleh pasukan bersenjata kita bersama dengan
rakyat telah melaksanakan taktik bumi hangus sehingga kota Kabanjahe dan Berastagi beserta 51 desa di Tanah Karo menjadi lautan api. Melihat begitu besarnya
pengorbanan rakyat Karo ini, Wakil Presiden Drs. Mohammad Hatta menulis surat pujian kepada rakyat Karo dari Bukit Tinggi pada tanggal 1 Januari 1948, sebagai
berikut;
Gambar 25 : Surat Pujan dari Wakil Presiden Drs. Mohammad Hatta kepada rakyat Karo tanggal 1 Januari 1948
Universitas Sumatera Utara
106
Selain dari
lukisan-lukisan tersebut
terdapat juga
lukisan yang
menggambarkan suasana pertempuran mempertahnkan kota Bangun Labuhan Deli. Dan seorang pejuang yang merenung ditengah-tengah perjuangan mempertahankan
kemerdekaan.
Gambar 26 : Lukisan sebelah atas merupakan perjuangan memperebutkan kembali kota Bangun Labuhan Deli. Lukisan sebelah bawah menggambarkan suasana
sehabis perang mempertahankan kemerdekaan. Sumber : Koleksi Muhammad TWH.
5.2 Poster Perjuangan Sebagai Strategi Para Seniman Untuk Berkomunikasi Dengan Masyarakat