commit to user 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Memasuki era globalisasi di abad XXI ini, diperlukan persiapan sumber daya manusia yang merupakan kunci utama untuk memetik
kemenangan dalam persaingan era globalisasi tersebut. Perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan setiap manusia
memperoleh informasi dengan cepat, mudah dan melimpah dari berbagai sumber. Dengan demikian siswa perlu memiliki kemampuan memperoleh,
memilih, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk menghadapi keadaan yang selalu berubah, kompetitif dan tidak pasti. Kemampuan ini menuntut
siswa agar berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Beratnya tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia dalam multidimensi telah
menempatkan bidang pendidikan sebagai upaya yang bernilai sangat strategis bagi pengentasan kesulitan bangsa.
Pendidikan merupakan proses, wahana dan sarana yang sangat baik dalam pembinaan manusia untuk mengembangkan potensi diri. Salah satu
upaya mempersiapkan sumber daya manusia dalam menghadapi perubahan yaitu melalui peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan
dapat dilihat dari hasil prestasi belajar siswa.
1
commit to user 2
Sementara ini hasil pendidikan belum seperti apa yang diharapkan. Menurut Nurhadi 2003: 3 selama ini hasil pendidikan hanya tampak dari
kemampuan siswa menghafal fakta-fakta. Banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi yang disampaikan oleh guru, tetapi
kenyataannya mereka seringkali tidak memahami secara mendalam substansi materinya. Terkadang masyarakatpun beranggapan bahwa keberhasilan
pendidikan hanya dilihat dari prestasi rata-rata hasil ujian dan ulangan umum. Sedangkan unsur prestasi lainnya yaitu kemampuan keterampilan, sikap siswa
serta proses pembelajaran kurang mendapatkan perhatian dalam penilaian di sekolah.
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang menduduki peran penting dalam pendidikan. Matematika merupakan cabang ilmu yang
bertujuan untuk mendidik siswa menjadi manusia yang dapat berpikir logis, kritis dan rasional serta menduduki peranan penting dalam dunia pendidikan.
Pada kenyataannya, matematika perlu mendapatkan perhatian khusus karena masih ada anggapan bahwa matematika adalah mata pelajaran yang
menakutkan, sulit dan tidak menarik bagi siswa. Selain itu, menurut Crockcroft Fadjar Shodiq, 2007: 3 ” it would be
very difficult – perhaps imposible – to live a normal life in very many parts of the word in the twentieth century without making use of mathematics of some
kind”. Akan sangat sulit atau tidaklah mungkin bagi seseorang untuk hidup di bagian bumi ini pada abad ke-20 tanpa sedikitpun memanfaatkan matematika.
commit to user 3
Pada abad ini, dapat diamati bahwa hampir di segala bidang kehidupan, matematika mempunyai peran.
Students’ low success level in mathematics has been a worry for a long time in many countries. There are a lot of factors affecting success in
mathematics. One of these factors is students’ mathematical anxiety, in other words, their mathematical fear Murat Peker, 2008. Sudah sejak dulu
rendahnya prestasi belajar matematika siswa menjadi salah satu kekhawatiran di banyak negara. Banyak faktor yang mempengaruhi
kesuksesan belajar matematika. Salah satu dari faktor tersebut adalah ketakutan pada matematika.
Mathematics anxiety is a multifaceted construct with affective and cognitive dimensions. Personality, self concept, self esteem, learning
style, parental attitudes, high expectation of parents, negative attitude toward mathematics, avoidance of mathematics, teachers’
attitudes, innefective teaching styles, negative school experiences and low degree of achievement in mathematics are among the
concepts and construct related to mathematics anxiety Fulya Yuksel-Sahin, 2008.
Ketakutan pada matematika adalah gabungan yang kompleks dari dimensi afektif dan kognitif. Kepribadian, konsep diri, harga diri, gaya belajar,
pola asuh orang tua, tuntutan yang tinggi dari orang tua, sikap negatif pada matematika, menghindari matematika, sikap guru, gaya belajar yang tidak
efektif, pengalaman belajar yang negatif dan penghargaan yang kurang adalah konsep dan konstruksi yang berhubungan dengan ketakutan terhadap
matematika. Banyak orang berpendapat bahwa mutu pendidikan Indonesia
terutama mata pelajaran matematika, masih rendah. Data dari Trends in
commit to user 4
International Mathematics and Science Study TIMSS pada tahun 2007 kemampuan matematika Indonesia berada pada peringkat 36 dari 48 negara
yang di survei, dengan rata-rata nilai 397. Nilai rata-rata Indonesia masih jauh di bawah nilai rata-rata internasional yaitu 500. Nilai rata-rata Indonesia
juga masih berada di bawah Thailand 441, Malaysia 474 dan Singapura 593. Data UNESCO juga menunjukkan peringkat matematika Indonesia
berada di deretan 34 dari 38 negara yang diteliti. Selain itu, matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang di-UAN-kan, di banyak sekolah juga
menjadi penyebab utama ketidaklulusan siswanya. Berbagai data tersebut dapat memberikan gambaran bahwa kualitas pendidikan matematika di
Indonesia memang masih perlu ditingkatkan Lebih lanjut, di tingkat Jawa Tengah angka ketidaklulusan UN untuk
SMK meningkat, pada tahun 2009 ketidaklulusan hanya 5,64 namun, pada
tahun 2010
angka ketidaklulusan
meningkat menjadi
7,68.http:izaskia.wordpress.com20100425kumpulan-berita-terkini- seputar-pengumuman-hasil-un-smasmkma-tahun-2010
Sejalan dengan hasil tersebut dalam ruang lingkup yang lebih sempit tepatnya di kabupaten Grobogan. Menurut Pusat Penilaian Pendidikan
Badan Penelitian dan Pengembangan rata-rata mata pelajaran matematika menurun. Hasil Ujian Nasional tingkat SMK di kabupaten Grobogan tahun
pelajaran 20082009 rata-rata UN matematika adalah 7,98, sedangkan pada tahun pelajaran 20092010 rata-rata UN matematika adalah 7,33. Matematika
sebagai salah satu mata pelajaran yang di-UAN-kan, di banyak sekolah juga
commit to user 5
menjadi salah satu penyebab utama ketidaklulusan siswanya. Berbagai data tersebut dapat memberikan gambaran kepada kita bahwa kualitas pendidikan
matematika di Indonesia memang masih perlu ditingkatkan. Banyak faktor yang mempengaruhi kompetensi belajar matematika,
yang secara garis besar dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor dari luar dan dari dalam diri siswa tersebut. Faktor dari dalam diri siswa tersebut yang
berpengaruh pada keberhasilan belajar siswa. Faktor-faktor tersebut misalnya intelengensi, minat belajar, motivasi belajar, aktivitas belajar, gaya belajar
dan lain sebagainya sedangkan faktor dari luar misalnya dari segi model atau metode pembelajaran tidak ada perubahan-perubahan yang berarti dari tahun
ke tahun. Meskipun upaya pembaharuan model atau metode mengajar telah banyak disosialisasikan, namun kenyataannya pembelajaran matematika di
sekolah masih menggunakan pola lama, yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru.
Hal ini menjadi diskusi dan musyawarah rekan teman sejawat guru matematika SMK pada forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran MGMP
Matematika SMK kabupaten Grobogan, beberapa permasalahan yang menjadi kendala dalam pembelajaran matematika yaitu siswa masih belum aktif dalam
mengikuti proses pembelajaran matematika dikelas, daya serap siswa pada pelajaran matematika dan hasil belajar yang masih kurang di beberapa materi
antara lain : logaritma, persamaan dan pertidaksamaan,persamaan kuadarat, integral, dan hitung keuangan. Salah satu dari materi tersebut yang sering di
keluhkan siswa adalah materi pokok bahasan relasi dan fungsi.
commit to user 6
Menurut pemaparan sebagian besar guru, biasanya kesulitan yang dialami siswa adalah mereka sukar dalam menyelesaikan soal cerita aplikasi
dari fungsi linier dan fungsi kuadrat, karena biasanya guru mengajarkan materi ini dengan memberikan rumus-rumus sebagai patokan dalam
mengerjakan operasi-operasi bilangan sementara siswa tidak memahami maknanya. Kesulitan lain yang dialami siswa adalah mereka cenderung
menghafal rumus dan contoh soal, sehingga apabila diberi soal yang berbeda dengan contoh soal, mereka akan merasa kesulitan.
Pembelajaran matematika di sekolah pada umumnya masih dilakukan dengan model pembelajaran dengan paradigma mengajar yang konvensional.
Guru memposisikan diri sebagai yang mempunyai pengetahuan dan siswa sebagai obyek yang dianggap tidak tahu atau belum tahu apa-apa. Ciri-ciri
pembelajaran konvensional, yaitu pembelajaran berpusat pada guru, gabungan antara metode ceramah dan pemberian tugas dimana siswa cenderung pasif,
pertanyaan dari siswa jarang muncul, berorientasi pada satu jawaban yang benar, aktivitas kelas yang sering dilakukan hanyalah mencatat dan menyalin,
dan guru umumnya terlalu berkonsentrasi pada latihan menyelesaikan soal yang lebih bersifat prosedural. Kegiatan pembelajaran seperti ini tidak
mengakomodasi pengembangan kemampuan siswa. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan
kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri, sehingga dengan melakukan aktivitas
belajarnya siswa
mampu memperoleh
pengetahuan dari
pemahamannya sendiri. Dalam pembelajaran matematika, aktivitas belajar
commit to user 7
matematika akan lebih efektif apabila siswa berperan aktif sebagai subjek pembelajaran dan guru sebagai pengelola proses pembelajaran. Dengan
demikian siswa dituntut untuk lebih kritis, kreatif, mandiri serta mampu berpikir ilmiah dalam pembelajaran, sehingga keberhasilan kompetensi
matematika siswa dapat tercapai. Untuk mencapai tujuan pembelajaran diperlukan model pembelajaran
yang tepat. Guru harus mempunyai strategi agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien. Oleh karena itu pemilihan model pembelajaran yang tepat
sangat penting, karena tidak semua pendekatan dapat digunakan pada tiap pokok bahasan. Model pembelajaran adalah pola hubungan interaksi guru-
siswa-lingkungan belajar untuk dijadikan contoh dan diterapkan dalam pelaksanaan pembelajaran. Diantaranya yaitu dengan menggunakan model
pembelajaran Snow Balling, yang mana penerapan model ini siswa dilatih untuk saling bertukar pikiran dengan temannya dan bekerja sama dalam
kelompok untuk memecahkan suatu permasalahan serta dengan model Penemuan Terbimbing memungkinkan siswa aktif, guru aktif. Guru hanya
sebagai fasilitator dan membimbing dimana siswa mengalami kesulitan. Selain model pembelajaran, keberagaman gaya belajar dan
kemampuan siswa dalam menerima pembelajaran juga turut andil dalam penentuan pendekatan pembelajaran yang akan digunakan oleh guru. Siswa
yang belajar dengan gaya belajar mereka yang dominan saat mengerjakan tes, akan mencapai nilai yang jauh lebih tinggi dibandingkan bila mereka belajar
dengan cara yang tidak sejalan dengan gaya belajar mereka. Dengan demikian
commit to user 8
model pembelajaran Snow Balling dan model penemuan terbimbing dengan memperhatikan gaya belajar siswa diharapkan dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran matematika yaitu dengan meningkatnya prestasi balajar matematika.
B. Identifikasi Masalah