EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN SNOW BALLING DANPENEMUAN TERBIMBING PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA POKOK BAHASAN RELASI DAN FUNGSI DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA SMK DI KABUPATEN GROBOGAN TAHUN

(1)

commit to user

ii

LEMBAR PERSETUJUAN

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN SNOW BALLING DAN

PENEMUAN TERBIMBING PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA POKOK BAHASAN RELASI DAN FUNGSI

DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA SMK DI KABUPATEN GROBOGAN

TAHUN 2010 / 2011

Disusun oleh:

SUGIHARTO NIM. S850809317

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Dr. Mardiyana, M.Si

NIP. 19660225 199302 1 002

... ...

Pembimbing II Triyanto, S.Si, M.Si

NIP. 19720508 199802 1 001

... ...

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

Dr. Mardiyana, M.Si NIP. 19660225 199302 1 002


(2)

commit to user

iii

HALAMAN PENGESAHAN

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN SNOW BALLING

DAN PENEMUAN TERBIMBING PADA PEMBELAJARAN

MATEMATIKA POKOK BAHASAN RELASI DAN FUNGSI DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA

SMK DI KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2010 / 2011

Disusun oleh:

SUGIHARTO NIM. S850809317

Telah disetujui oleh Tim Penguji Pada Tanggal:

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Dr. Riyadi, M.Si. …...………

Sekretaris Dr. Imam Sujadi, M.Si. …...………

Anggota Penguji 1. Dr. Mardiyana, M.Si. …...………

2. Triyanto, S.Si, M.Si. …...………

Surakarta, Februari 2011 Mengetahui

Direktur Program Pascasarjana UNS, Ketua Program Studi

Pendidikan Matematika,

Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D. NIP. 19570820 198503 1 004

Dr. Mardiyana, M.Si. NIP. 19660225 199302 1 002


(3)

commit to user

iv

ABSTRAK

Sugiharto. S850809317. Eksperimentasi Model Pembelajaran Snow Balling

dan Penemuan Terbimbing Pada Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Relasi dan Fungsi Ditinjau Dari Gaya Belajar Siswa SMK Di Kabupaten Grobogan Tahun 2010 / 2011. Pembimbing I: Dr. Mardiyana, M.Si. Pembimbing II: Triyanto, S.Si, M.Si. Tesis. Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2011.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Apakah model pembelajaran penemuan terbimbing dapat menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan pembelajaran dengan menggunakan model snow balling; (2) Apakah model pembelajaran snow balling dapat menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan pengajaran dengan menggunakan model konvensional; (3) Apakah model penemuan terbimbing dapat menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan pengajaran dengan menggunakan model konvensional; (4) Manakah yang memberikan prestasi belajar yang lebih baik, siswa dengan gaya belajar visual, auditorial, atau kinestetik; (5) Pada gaya belajar visual, manakah yang memberikan prestasi belajar yang lebih baik, model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing, atau konvensional; (6) Pada gaya belajar auditorial, manakah yang memberikan prestasi belajar yang lebih baik, model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing, atau konvensional; (7) Pada gaya belajar kinestetik, manakah yang memberikan prestasi belajar yang lebih baik, model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing, atau konvensional. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan desain faktorial 3´3. Populasi dari penelitian ini adalah keseluruhan siswa kelas XI SMK tahun pelajaran 2010/2011 di Kabupaten Grobogan. Pengambilan sampel dilakukan dengan stratified cluster random sampling. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 336 orang dengan rincian 107 orang untuk kelas dengan model pembelajaran snow balling, 115 orang untuk kelas penemuan terbimbing dan 114 orang untuk kelas konvensional. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah tes prestasi belajar matematika dan angket gaya belajar siswa. Sebelum digunakan untuk pengambilan data, instrumen tes prestasi dan angket gaya belajar terlebih dahulu diujicobakan. Penilaian validitas isi instrumen tes dan angket dilakukan oleh validator. Uji reliabilitas instrumen tes menggunakan rumus KR-20, sedangkan uji reliabilitas instrumen angket menggunakan rumus Cronbach Alpha. Daya pembeda tes dan konsistensi internal angket menggunakan rumus korelasi produk momen dari Karl Pearson. Uji keseimbangan menggunakan uji anava satu jalan dengan sel tak sama, dengan a =0,05

diperoleh kesimpulan bahwa ketiga kelompok dalam keadaan seimbang. Uji prasyarat meliputi uji normalitas dengan menggunakan metode uji Lilliefors dan


(4)

commit to user

v

uji homogenitas menggunakan metode Bartlett dengan statistik uji Chi Kuadrat. Dengan a =0,05 diperoleh kesimpulan bahwa sampel berasal dari populasi yan

berdistribusi normal dan homogen.

Berdasarkan uji hipotesis diperoleh kesimpulan bahwa: (1) Terdapat perbedaan rataan model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing dan konvensional terhadap prestasi belajar matematika (Fa = 23.4914 dengan

Ftabel = 3.0234 ). Pembelajaran dengan model snow balling memberikan prestasi

belajar matematika yang sama dengan pembelajaran dengan model penemuan terbimbing, pembelajaran dengan model snow balling memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, pembelajaran dengan model pembelajaran penemuan terbimbing memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. (2) Tidak terdapat pengaruh yang signifikan faktor gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika (Fb = 2.7423 dengan Ftabel = 3.0234). Pada siswa dengan gaya

belajar visual, gaya belajar auditorial dan gaya belajar kinestetik mempunyai prestasi belajar yang sama. (3) Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar matematika (Fab

= 0.6321 dengan Ftabel = 2.3990). Pembelajaran dengan model snow balling dan

model penemuan terbimbing selalu memberikan prestasi yang lebih baik dibandingkan pembelajaran dengan model konvensional pada setiap gaya belajar.

Serta pembelajaran dengan model snow balling dan model penemuan terbimbing

selalu memberikan prestasi belajar yang sama pada setiap gaya belajar.

Kata kunci: Snow Balling, Penemuan Terbimbing, Konvensional, Gaya Belajar Siswa


(5)

commit to user

vi

ABSTRACT

Sugiharto. S850809317. Experimentation of Mathemathics Learning Snow Balling and Guided Discovery On Mathematics Education Subject Relations and Functions from the Student’s Learning Styles SMK In District Grobogan Year 2010/2011. Supervisor I: Dr. Mardiyana, M.Si. Supervisor II: Triyanto, S.Si, M.Si. Thesis. Mathematics Education Study Program, Postgraduate Program Sebelas Maret University Surakarta. 2011.

The purposes of this study were to determine: (1) Whether guided discovery learning model can produce math achievement is better than learning by using Snow Balling model; (2) Whether the Snow Balling learning model can produce studying mathematics achievement better than teaching by using the conventional model; (3) Whether the guided discovery learning model can produce studying mathematics achievement better than teaching by using the conventional model; (4) Which one that give better learning achievement , is visual, auditory, or kinesthetic learning styles; (5) In the visual learning styles, Which provides a better learning results, learning model Snow Balling, guided discovery, or conventional; (6) In the auditory learning styles, Which provides a better learning results, learning model Snow Balling, guided discovery, or conventional; (7) In the kinesthetic learning styles, Which provides a better learning results, learning model Snow Balling, guided discovery, or conventional.

This study was an quasi experimental research with 3´3 factorial design. The population of this study were all grade XI SMK year 2010/2011 in the District Grobogan. Sampling was done by stratified random sampling. The sample in this study are 366 people with details of 107 people for class Snow balling, 115 people for class Guided Discovery and 114 people for class conventional. The instruments used to collect data are mathematics achievement test and student learning styles questionnaire. Before being used for data collection, the instruments firstly tested. Validity of the content of test instruments and questionnaires were assessed by the validator. Reliability of test instruments tested using KR-20 formula, while the questionnaire instrument using Cronbach alpha formula. Discriminant of test and internal consistency of questionnaires using the product moment correlation formula of Karl Pearson. Average balance test using one way anova with not the same cell , witha =0.05concluded that

both the experimental group in a balance condition. Prerequisites test include normality test using Lilliefors test method and homogeneity test using Bartlett method by Chi Square test statistic. With a =0.05concluded that the samples

come from populations with normal distribution and homogeneous.

Based on the hypothesis test, it can be concluded that: (1) There are differences in the average Snow Balling model of learning, guided discovery and conventional on mathematics achievement (Fa = 23.4914 with Ftabel = 3.0234 ). In


(6)

commit to user

vii

learning with guided discovery model, in the learning with Snow Balling model give better achievement than conventional learning, in the learning with guided discovery model give better achievement than conventional learning; (2) There is no significant effect students' learning style factors to mathematics achievement (Fb = 2.7423 with Ftabel = 3.0234). In the students with visual learning styles,

auditory learning styles and kinesthetic learning styles have the same learning achievement. (3) There was no significant effect between learning models with learning styles of mathematics achievement (Fab = 0.6321 with Ftabel = 2.3990).

In the learning with Snow Balling model and guided discovery model always gives better achievement than learning with the conventional model at each learning styles. And learning with Snow Balling model and guided discovery model always gives the same learning achievement in each learning styles.

Keywords: Snow Balling, Guided Discovery, Conventional, Students’ Learning Styles


(7)

commit to user

viii

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Sugiharto

NIM : S850809317

Program Studi : Pendidikan Matematika

Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul:

”Eksperimentasi Model Pembelajaran Snow Balling dan Penemuan

Terbimbing Pada Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Relasi dan

Fungsi Ditinjau Dari Gaya Belajar Siswa SMK Di Kabupaten Grobogan

Tahun 2010 / 2011” adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan

karya saya dalam tesis ini diberi tanda citasi dan dtunjukkan dalam daftar pustaka Demikian pernyataan saya, apabila pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Yang menyatakan


(8)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga penyusunan tesis yang berjudul ”Eksperimentasi Model Pembelajaran Snow Balling dan Penemuan Terbimbing Pada Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Relasi dan Fungsi Ditinjau Dari Gaya Belajar Siswa SMK Di Kabupaten Grobogan Tahun 2010 / 2011dapat terselesaikan dengan baik.

Tesis ini disusun sebagai tugas akhir perkuliahan di Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tesis ini dapat terselesaikan atas bantuan, dorongan dan motovasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D, Direktur Program Pascasarjana Universitas

Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian ini.

2. Dr. Mardiyana, M.Si, Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana yang telah mengesahkan proposal penelitian ini dan selalu memberikan dorongan untuk menyelesaikan penulisan tesis.

3. Dr. Mardiyana, M.Si dosen Pembimbing I dan Triyanto, S.Si, M.Si pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan dan motivasi dalam penyusunan tesis ini.

4. H. Sugiyanto, S.H, M.M, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Grobogan yang

telah memberikan rekomendasi untuk melaksanakan penelitian.

5. Drs. Murmanto, M.M, Kepala SMK Negeri 1 Purwodadi yang telah

mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di SMK Negeri 1 Purwodadi.

6. Drs. Kustadji, M.M, Kepala SMK Pancasila Purwodadi yang telah

mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di SMK Pancasila Purwodadi.

7. Johanes Prasodjo, BA, Kepala SMK Kristen Purwodadi yang telah


(9)

commit to user

x

8. Priyono, S.Pd, guru matematika SMK Negeri 1 Purwodadi, Rusmin, S.Pd, guru matematika SMK Pancasila Purwodadi dan Heny Puspowati, S.Pd, guru matematika SMK Kristen Purwodadi yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian ini.

9. Segenap siswa SMK Negeri 1 Purwodadi, SMK Pancasila Purwodadi dan SMK Kristen Purwodadi yang telah membantu terlaksananya penelitian ini. 10. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika angkatan

2009 yang telah membantu terselesaikanya penelitian ini. 11. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini.

Semoga segala amal kebaikan yang telah diberikan, mendapat balasan pahala dari Allah SWT. Penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca semuanya. Amin.

Surakarta, Januari 2011


(10)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT... vi

PERNYATAAN... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pemilihan Masalah ... 9

D. Pembatasan Masalah ... 9

E. Perumusan Masalah ... 10

F. Tujuan Penelitian ... 11

G. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori ... 14

1. Pembelajaran Matematika... 14

2. Model Pembelajaran ... 20

3. Model Pembelajaran Snow Balling... 22

4. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing... 26

5. Model Pembelajaran Konvensional ... 31


(11)

commit to user

xii

7. Prestasi Belajar... 38

B. Penelitian yang Relevan ... 42

C. Kerangka Berfikir ... 44

1. Kaitan Model Pembelajaran dengan Prestasi Belajar Matematika... 44

2. Kaitan Antara Gaya Belajar dengan Prestasi Belajar ... 46

3. Kaitan Model Pembelajaran dan Gaya Belajar dengan Prestasi Belajar ... 47

D. Hipotesis ... 48

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 51

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 52

C. Subjek Penelitian ... 52

D. Variabel dan Rancangan Penelitian ... 55

E. Metode Pengumpulan Data dan Penyusunan Instrumen ... 57

F. Teknik Analisis Data ... 66

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A...Deskri psi Data ... 80

1. Data Hasil Uji Coba Instrumen... 80

2. Data Skor Prestasi Belajar Matematika Siswa... 82

3. Data Skor Gaya Belajar Matematika Siswa... 83

B...Penguji an Persyaratan Analisis ... 84

1. Uji Prasyarat Perlakuan ... 84

2. Uji Prasyarat Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama ... 85

C...Hasil Pengujian Hipotesis... 87

1. Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama ... 87


(12)

commit to user

xiii

D...Pemba

hasan Hasil Analisis Data ... 88

1. Hipotesis Pertama, Kedua, dan Ketiga ... 88

2. Hipotesis Keempat... 89

3. Hipotesis Kelima, Keenam dan Ketujuh ... 90

E...Keterb atasan Penelitian... 91

BAB V PENUTUP A...Kesim pulan... 92

B...Implik asi ... 93

C...Saran ... 95 DAFTAR PUSTAKA


(13)

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Peran Guru dan Siswa dalam model Penemuan Terbimbing ... 28

Tabel 2.2. Langkah-Langkah dalam Model Pembelajaran Konvensional ... 33

Tabel 3.1. Rancangan penelitian ... 57

Tabel 4.1. Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Siswa ... 83

Tabel 4.2. Deskripsi Data Gaya Belajar Siswa ... 84

Tabel 4.3. Hasil Uji Normalitas Nilai Awal ... 85

Tabel 4.4. Hasil Uji Homogenitas Nilai Awal ... 85

Tabel 4.5. Hasil Uji Normalitas ... 86

Tabel 4.6. Hasil Uji Homogenitas... 87

Tabel 4.7. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Dengan Sel Tak Sama... 87


(14)

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Tabel 2.1. Interaksi dalam Kegiatan Pembelajaran Penemuan

Terbimbing ... 29 Tabel 2.2. Hubungan Antar Variabel ... 48


(15)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 : RPP Model Snow Balling ... 101

Lampiran 2 : RPP Model Penemuan Terbimbing... 127

Lampiran 3 : RPP Model Konvensional ... 151

Lampiran 4 : Kisi-kisi angket gaya belajar siswa ... 176

Lampiran 5 : Soal uji coba angket gaya belajar matematika ... 179

Lampiran 6 : Angket gaya belajar matematika Lembar validasi soal tes ... 186

Lampiran 7 : Lembar jawab angket gaya belajar matematika ... 192

Lampiran 8 : Lembar validasi instrumen angket gaya belajar tipe visual ... 193

Lampiran 9 : Analisis angket gaya belajar visual ... 199

Lampiran 10 : Analisis angket gaya belajar auditorial ... 204

Lampiran 11 : Analisis angket gaya belajar kinestetik ... 209

Lampiran 12 : Reliabilitas angket gaya belajar visual ... 214

Lampiran 13 : Reliabilitas angket gaya belajar auditorial ... 219

Lampiran 14 : Reliabilitas angket gaya belajar kinestetik ... 224

Lampiran 15 : Kisi-kisi tes prestasi belajar... 229

Lampiran 16 : Uji coba tes prestasi belajar matematika ... 231

Lampiran 17 : Kunci jawaban tes prestasi belajar ... 237

Lampiran 18 : lembar jawab tes prestasi belajar... 238

Lampiran 19 : Lembar validasi instrumen tes prestasi belajar... 239


(16)

commit to user

xvii

Lampiran 21 : Reliabilitas tes prestasi belajar ... 251

Lampiran 22 : Uji normalitas kelas Snow balling ... 261

Lampiran 23 : Uji normalitas kelas penemuan ... 266

Lampiran 24 : Uji normalitas kelas kontrol ... 271

Lampiran 25 : Uji homogenitas ... 276

Lampiran 26 : Uji keseimbangan ... 278

Lampiran 27 : Uji normalitas kelas Snow balling... 280

Lampiran 28 : Uji normalitas kelas penemuan ... 285

Lampiran 29 : Uji normalitas kelas kontrol ... 290

Lampiran 30 : Uji normalitas gaya belajar visual ... 295

Lampiran 31 : Uji normalitas gaya belajar auditorial ... 301

Lampiran 32 : Uji normalitas gaya belajar kinestetik ... 307

Lampiran 33 : Uji homogenitas model pembelajaran... 310

Lampiran 34 : Uji homogenitas gaya belajar ... 312

Lampiran 35 : Uji hipotesis... 314

Lampiran 36 : Surat permohonan ijin penelitian ... 320


(17)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Memasuki era globalisasi di abad XXI ini, diperlukan persiapan sumber daya manusia yang merupakan kunci utama untuk memetik kemenangan dalam persaingan era globalisasi tersebut. Perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan setiap manusia memperoleh informasi dengan cepat, mudah dan melimpah dari berbagai sumber. Dengan demikian siswa perlu memiliki kemampuan memperoleh, memilih, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk menghadapi keadaan yang selalu berubah, kompetitif dan tidak pasti. Kemampuan ini menuntut siswa agar berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Beratnya tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia dalam multidimensi telah menempatkan bidang pendidikan sebagai upaya yang bernilai sangat strategis bagi pengentasan kesulitan bangsa.

Pendidikan merupakan proses, wahana dan sarana yang sangat baik dalam pembinaan manusia untuk mengembangkan potensi diri. Salah satu upaya mempersiapkan sumber daya manusia dalam menghadapi perubahan yaitu melalui peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan dapat dilihat dari hasil prestasi belajar siswa.


(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sementara ini hasil pendidikan belum seperti apa yang diharapkan. Menurut Nurhadi (2003: 3) selama ini hasil pendidikan hanya tampak dari kemampuan siswa menghafal fakta-fakta. Banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi yang disampaikan oleh guru, tetapi kenyataannya mereka seringkali tidak memahami secara mendalam substansi materinya. Terkadang masyarakatpun beranggapan bahwa keberhasilan pendidikan hanya dilihat dari prestasi rata-rata hasil ujian dan ulangan umum. Sedangkan unsur prestasi lainnya yaitu kemampuan keterampilan, sikap siswa serta proses pembelajaran kurang mendapatkan perhatian dalam penilaian di sekolah.

Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang menduduki peran penting dalam pendidikan. Matematika merupakan cabang ilmu yang bertujuan untuk mendidik siswa menjadi manusia yang dapat berpikir logis, kritis dan rasional serta menduduki peranan penting dalam dunia pendidikan. Pada kenyataannya, matematika perlu mendapatkan perhatian khusus karena masih ada anggapan bahwa matematika adalah mata pelajaran yang menakutkan, sulit dan tidak menarik bagi siswa.

Selain itu, menurut Crockcroft (Fadjar Shodiq, 2007: 3) ” it would be very difficult – perhaps imposible – to live a normal life in very many parts of the word in the twentieth century without making use of mathematics of some kind”. Akan sangat sulit atau tidaklah mungkin bagi seseorang untuk hidup di bagian bumi ini pada abad ke-20 tanpa sedikitpun memanfaatkan matematika.


(19)

commit to user

Pada abad ini, dapat diamati bahwa hampir di segala bidang kehidupan, matematika mempunyai peran.

Students’ low success level in mathematics has been a worry for a long time in many countries. There are a lot of factors affecting success in mathematics. One of these factors is students’ mathematical anxiety, in other words, their mathematical fear (Murat Peker, 2008). Sudah sejak dulu rendahnya prestasi belajar matematika siswa menjadi salah satu kekhawatiran di banyak negara. Banyak faktor yang mempengaruhi kesuksesan belajar matematika. Salah satu dari faktor tersebut adalah ketakutan pada matematika.

Mathematics anxiety is a multifaceted construct with affective and cognitive dimensions. Personality, self concept, self esteem, learning style, parental attitudes, high expectation of parents, negative attitude toward mathematics, avoidance of mathematics, teachers’ attitudes, innefective teaching styles, negative school experiences and low degree of achievement in mathematics are among the concepts and construct related to mathematics anxiety (Fulya Yuksel-Sahin, 2008).

Ketakutan pada matematika adalah gabungan yang kompleks dari dimensi afektif dan kognitif. Kepribadian, konsep diri, harga diri, gaya belajar, pola asuh orang tua, tuntutan yang tinggi dari orang tua, sikap negatif pada matematika, menghindari matematika, sikap guru, gaya belajar yang tidak efektif, pengalaman belajar yang negatif dan penghargaan yang kurang adalah konsep dan konstruksi yang berhubungan dengan ketakutan terhadap matematika.

Banyak orang berpendapat bahwa mutu pendidikan Indonesia terutama mata pelajaran matematika, masih rendah. Data dari Trends in


(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2007 kemampuan matematika Indonesia berada pada peringkat 36 dari 48 negara yang di survei, dengan rata-rata nilai 397. Nilai rata-rata Indonesia masih jauh di bawah nilai rata-rata internasional yaitu 500. Nilai rata-rata Indonesia juga masih berada di bawah Thailand (441), Malaysia (474) dan Singapura (593). Data UNESCO juga menunjukkan peringkat matematika Indonesia berada di deretan 34 dari 38 negara yang diteliti. Selain itu, matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang di-UAN-kan, di banyak sekolah juga menjadi penyebab utama ketidaklulusan siswanya. Berbagai data tersebut dapat memberikan gambaran bahwa kualitas pendidikan matematika di Indonesia memang masih perlu ditingkatkan

Lebih lanjut, di tingkat Jawa Tengah angka ketidaklulusan UN untuk SMK meningkat, pada tahun 2009 ketidaklulusan hanya 5,64% namun,

pada tahun 2010 angka ketidaklulusan meningkat menjadi

7,68%.(http://izaskia.wordpress.com/2010/04/25/kumpulan-berita-terkini-seputar-pengumuman-hasil-un-smasmkma-tahun-2010)

Sejalan dengan hasil tersebut dalam ruang lingkup yang lebih sempit tepatnya di kabupaten Grobogan. Menurut Pusat Penilaian Pendidikan (Badan Penelitian dan Pengembangan) rata-rata mata pelajaran matematika menurun. Hasil Ujian Nasional tingkat SMK di kabupaten Grobogan tahun pelajaran 2008/2009 rata-rata UN matematika adalah 7,98, sedangkan pada tahun pelajaran 2009/2010 rata-rata UN matematika adalah 7,33. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang di-UAN-kan, di banyak sekolah juga


(21)

commit to user

menjadi salah satu penyebab utama ketidaklulusan siswanya. Berbagai data tersebut dapat memberikan gambaran kepada kita bahwa kualitas pendidikan matematika di Indonesia memang masih perlu ditingkatkan.

Banyak faktor yang mempengaruhi kompetensi belajar matematika, yang secara garis besar dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor dari luar dan dari dalam diri siswa tersebut. Faktor dari dalam diri siswa tersebut yang berpengaruh pada keberhasilan belajar siswa. Faktor-faktor tersebut misalnya intelengensi, minat belajar, motivasi belajar, aktivitas belajar, gaya belajar dan lain sebagainya sedangkan faktor dari luar misalnya dari segi model atau metode pembelajaran tidak ada perubahan-perubahan yang berarti dari tahun ke tahun. Meskipun upaya pembaharuan model atau metode mengajar telah banyak disosialisasikan, namun kenyataannya pembelajaran matematika di sekolah masih menggunakan pola lama, yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru.

Hal ini menjadi diskusi dan musyawarah rekan teman sejawat guru matematika SMK pada forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Matematika SMK kabupaten Grobogan, beberapa permasalahan yang menjadi kendala dalam pembelajaran matematika yaitu siswa masih belum aktif dalam mengikuti proses pembelajaran matematika dikelas, daya serap siswa pada pelajaran matematika dan hasil belajar yang masih kurang di beberapa materi antara lain : logaritma, persamaan dan pertidaksamaan,persamaan kuadarat, integral, dan hitung keuangan. Salah satu dari materi tersebut yang sering di keluhkan siswa adalah materi pokok bahasan relasi dan fungsi.


(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Menurut pemaparan sebagian besar guru, biasanya kesulitan yang dialami siswa adalah mereka sukar dalam menyelesaikan soal cerita aplikasi dari fungsi linier dan fungsi kuadrat, karena biasanya guru mengajarkan materi ini dengan memberikan rumus-rumus sebagai patokan dalam mengerjakan operasi-operasi bilangan sementara siswa tidak memahami maknanya. Kesulitan lain yang dialami siswa adalah mereka cenderung menghafal rumus dan contoh soal, sehingga apabila diberi soal yang berbeda dengan contoh soal, mereka akan merasa kesulitan.

Pembelajaran matematika di sekolah pada umumnya masih dilakukan dengan model pembelajaran dengan paradigma mengajar yang konvensional. Guru memposisikan diri sebagai yang mempunyai pengetahuan dan siswa sebagai obyek yang dianggap tidak tahu atau belum tahu apa-apa. Ciri-ciri pembelajaran konvensional, yaitu pembelajaran berpusat pada guru, gabungan antara metode ceramah dan pemberian tugas dimana siswa cenderung pasif, pertanyaan dari siswa jarang muncul, berorientasi pada satu jawaban yang benar, aktivitas kelas yang sering dilakukan hanyalah mencatat dan menyalin, dan guru umumnya terlalu berkonsentrasi pada latihan menyelesaikan soal yang lebih bersifat prosedural. Kegiatan pembelajaran seperti ini tidak mengakomodasi pengembangan kemampuan siswa.

Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri, sehingga dengan melakukan

aktivitas belajarnya siswa mampu memperoleh pengetahuan dari


(23)

commit to user

matematika akan lebih efektif apabila siswa berperan aktif sebagai subjek pembelajaran dan guru sebagai pengelola proses pembelajaran. Dengan demikian siswa dituntut untuk lebih kritis, kreatif, mandiri serta mampu berpikir ilmiah dalam pembelajaran, sehingga keberhasilan kompetensi matematika siswa dapat tercapai.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran diperlukan model pembelajaran yang tepat. Guru harus mempunyai strategi agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien. Oleh karena itu pemilihan model pembelajaran yang tepat sangat penting, karena tidak semua pendekatan dapat digunakan pada tiap pokok bahasan. Model pembelajaran adalah pola hubungan interaksi guru-siswa-lingkungan belajar untuk dijadikan contoh dan diterapkan dalam pelaksanaan pembelajaran. Diantaranya yaitu dengan menggunakan model pembelajaran Snow Balling, yang mana penerapan model ini siswa dilatih untuk saling bertukar pikiran dengan temannya dan bekerja sama dalam kelompok untuk memecahkan suatu permasalahan serta dengan model Penemuan Terbimbing memungkinkan siswa aktif, guru aktif. Guru hanya sebagai fasilitator dan membimbing dimana siswa mengalami kesulitan.

Selain model pembelajaran, keberagaman gaya belajar dan kemampuan siswa dalam menerima pembelajaran juga turut andil dalam penentuan pendekatan pembelajaran yang akan digunakan oleh guru. Siswa yang belajar dengan gaya belajar mereka yang dominan saat mengerjakan tes, akan mencapai nilai yang jauh lebih tinggi dibandingkan bila mereka belajar dengan cara yang tidak sejalan dengan gaya belajar mereka. Dengan demikian


(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

model pembelajaran Snow Balling dan model penemuan terbimbing dengan memperhatikan gaya belajar siswa diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika yaitu dengan meningkatnya prestasi balajar matematika.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, peneliti dapat mengidentifikasi masalah - masalah yang timbul dalam penelitian, meliputi :

1. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika siswa

disebabkan karena dalam mengajar seorang guru belum memanfaatkan media pembelajaran sehingga siswa kurang memahami materi yang dipelajari. Terkait dengan hal ini muncul pertanyaan, apakah penggunaan media pembelajaran dapat memberikan perbedaan pengaruh terhadap prestasi belajar siswa.

2. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika siswa, ada kemungkinan disebabkan oleh metode ataupun model pembelajaran yang kurang tepat. Terkait dengan hal ini muncul pertanyaan apakah dengan pemilihan metode ataupun model pembelajaran yang sesuai dan tepat dapat memberikan perbedaan pengaruh terhadap prestasi belajar siswa.

3. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika siswa di

pengaruhi beberapa faktor yang terdapat dalam diri siswa seperti kesiapan, minat, intelegensi, gaya belajar, motivasi, dan lain-lain. Terkait dengan hal ini muncul permasalahan yang menarik untuk diteliti, yaitu apakah faktor


(25)

commit to user

dalam diri siswa dapat memberikan perbedaan pengaruh terhadap prestasi belajar siswa.

4. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika siswa

disebabkan oleh gaya belajar siswa yang berbeda, Terkait dengan hal ini muncul permasalahan yang menarik untuk diteliti, yaitu apakah dengan mengetahui gaya belajar siswa sehingga guru dapat mengokomodasikan gaya belajar yang berbeda dapat memberikan perbedaan pengaruh terhadap prestasi belajar siswa.

C. Pemilihan Masalah

Berdasarkan keempat permasalahan di atas, peneliti hanya akan melakukan penelitian yang terkait dengan permasalahan kedua dan keempat. Alasan dipilihnya masalah tersebut adalah model pembelajaran yang dilakukan oleh guru agar lebih menarik, kreatif dan inovatif sehingga siswa dapat berpikir analitis dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa yang disesuaikan dengan gaya belajar siswa.

D. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, agar penelitian ini dapat lebih terfokus, perlu dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Model pembelajaran yang dibandingkan adalah model pembelajaran Snow

Balling dan model pembelajaran penemuan terbimbing pada kelas eksperimen dengan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.


(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Karakteristik siswa yang dilihat adalah gaya belajar siswa yang meliputi gaya belajar tipe visual, tipe auditorial dan tipe kinestetik.

3. Penelitian dilakukan di SMK di kabupaten Grobogan kelas XI semester ganjil tahun pelajaran 2010/2011.

4. Prestasi belajar siswa yang dimaksud adalah prestasi belajar matematika pada pokok relasi dan fungsi

E. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, pemilihan masalah dan

pembatasan masalah di atas, maka permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Pada pembelajaran matematika pada pokok bahasan relasi dan fungsi, apakah model pembelajaran penemuan terbimbing dapat menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan pengajaran dengan menggunakan model snow balling?

2. Pada pembelajaran matematika pada pokok bahasan relasi dan fungsi, apakah model pembelajaran snow balling dapat menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan pengajaran dengan menggunakan model konvensional?

3. Pada pembelajaran matematika pada pokok bahasan relasi dan fungsi, apakah model penemuan terbimbing dapat menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan pengajaran dengan menggunakan model konvensional?


(27)

commit to user

4. Pada pembelajaran matematika pada pokok bahasan relasi dan fungsi, manakah yang memberikan hasil belajar yang lebih baik, siswa dengan gaya belajar visual, auditorial, atau kinestetik?

5. Pada pembelajaran matematika pada pokok bahasan relasi dan fungsi dengan gaya belajar visual, manakah yang memberikan hasil belajar yang lebih baik, model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing, atau konvensional?

6. Pada pembelajaran matematika pada pokok bahasan relasi dan fungsi dengan gaya belajar auditorial, manakah yang memberikan hasil belajar yang lebih baik, model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing, atau konvensional?

7. Pada pembelajaran matematika pada pokok bahasan relasi dan fungsi dengan gaya belajar kinestetik, manakah yang memberikan hasil belajar yang lebih baik, model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing, atau konvensional?

F. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data empiris tentang perbedaan prestasi belajar matematika peserta didik karena pengaruh model pembelajaran yang digunakan, dan gaya belajar siswa. Secara operasional penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang:

1. Pengaruh model pembelajaran penemuan terbimbing dan model snow


(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Pengaruh model pembelajaran snow balling dan pembelajaran

konvensional terhadap prestasi belajar matematika siswa.

3. Pengaruh model pembelajaran penemuan terbimbing dan pembelajaran konvensional terhadap prestasi belajar matematika siswa.

4. Pengaruh gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa. 5. Pada gaya belajar visual, manakah yang memberikan hasil belajar yang

lebih baik, model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing, atau konvensional.

6. Pada gaya belajar auditorial, manakah yang memberikan hasil belajar yang lebih baik, model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing, atau konvensional.

7. Pada gaya belajar kinestetik, manakah yang memberikan hasil belajar yang lebih baik, model pembelajaran snow balling, penemuan terbimbing, atau konvensional.

G. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peningkatan kualitas pendidikan matematika siswa kelas XI SMK Negeri se-Kabupaten Grobogan, manfaat lain dari penelitian ini antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui penggunaan model pembelajaran Snow Balling dan model Penemuan Terbimbing dalam upaya peningkatan prestasi belajar matematika siswa ditinjau dari gaya belajar siswa.


(29)

commit to user 2. Manfaat Praktis

a. Sebagai masukan bagi calon guru matematika dalam menentukan model pembelajaran yang dapat menjadi alternatif lain selain model pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru matematika dalam pengajaran matematika.

b. Memberi informasi kepada guru atau calon guru matematika untuk lebih meningkatkan minat belajar siswa dalam mencapai prestasi belajar.

c. Memberikan masukan kepada siswa untuk meningkatkan kegiatan

belajar, mengoptimalkan kemampuan berpikir positif dalam

mengembangkan dirinya dalam meraih keberhasilan belajar atau prestasi belajar yang optimal.

d. Sebagai bahan pertimbangan dan bahan masukan atau referensi ilmiah untuk penelitian selanjutnya.


(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Matematika

a. Pembelajaran

Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan peserta didik atau siswa. Dalam proses kegiatan belajar mengajar, di satu pihak guru melakukan kegiatan atau perbuatan – perbuatan untuk membawa siswa ke arah tujuan dimana siswa melakukan serangkaian kegiatan atau perbuatan yang disediakan oleh guru yaitu kegiatan yang terarah pada tujuan yang hendak dicapai. Menurut Syaiful Sagala (2003 : 61) pembelajaran adalah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Sedangkan Uzer Usman (2006 : 4) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.

Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjuk pada apa yang

harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima


(31)

commit to user

pembelajaran (sasaran didik) sedangkan mengajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan guru sebagai pengajar (Nana Sudjana, 2000: 28).

Dalam kegiatan belajar mengajar guru harus memiliki strategi, agar dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki srategi itu ialah harus menguasai teknik – teknik penyajian atau biasanya disebut strategi mengajar.

Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran terdiri dari dua komponen yaitu belajar dan mengajar yang mana keduanya tidak dapat dipisahkan.

1) Pengertian Belajar

Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku pada diri individu. Perubahan ini dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubahnya pengetahuan, penalaran, sikap, keterampilan, kecakapan, kebiasaan maupun aspek-aspek yang lain.

Menurut Bruner dalam Suherman (2003:43) belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal yang baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya. Sedangkan Gagne dalam Slameto (2003:13) memberikan dua definisi yaitu:

a) Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan dan tingkah laku.


(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b) Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi.

Prinsip-prinsip belajar menurut Slameto (2003:27-28) antara lain:

a) Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar

· Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional.

· Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan

motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional.

· Belajar perlu lingkungan yang menantang dimana anak dapat mengembangkan kemampuan dan belajar dengan efektif.

· Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya. b) Sesuai hakikat belajar

· Belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya.

· Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan discovery.

· Belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara

pengertian yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan pengertian yang diharapkan.


(33)

commit to user

c) Sesuai materi/bahan yang harus dipelajari

· Belajar bersifat keseluruhan dan materi harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya.

· Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya. d) Syarat keberhasilan belajar

· Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar dengan tenang.

· Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertian/keterampilan/sikap itu mendalam pada siswa.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan sebagai:

a) Faktor intern, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri anak itu sendiri, antara lain:

(1) Faktor jasmaniah, seperti kesehatan dan cacat tubuh. (2) Faktor psikologi, seperti intelegensi, penalaran, perhatian,

minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan.

(3) Faktor kelelahan, baik kelelahan jasmani, maupun kelelahan rohani.

b) Faktor ekstern, yaitu faktor yang berasal dari luar diri anak atau individu, antara lain :


(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(1) Faktor keluarga, seperti cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga dan lain-lain.

(2) Faktor sekolah, seperti metode mengajar guru, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, metode belajar.

(3) Faktor masyarakat, seperti teman bergaul, mass media, bentuk kehidupan masyarakat dan kegiatan siswa dalam masyarakat.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang dilakukan secara aktif oleh setiap individu yang meliputi aspek pengetahuan, keterampilan dan aspek sikap sebagai hasil dari pengalaman dan latihan.

2) Pengertian Mengajar

Istilah belajar dan mengajar adalah dua peristiwa yang berbeda, akan tetapi keduanya terdapat hubungan yang erat. Antara keduanya terdapat interaksi satu sama lain, saling mempengaruhi dan saling menunjang satu sama lain. Dengan adanya mengajar maka proses belajar dapat berlangsung dengan maksimal.

Lilis Setiawati dan Moh. Uzer Usman (1993: 6) berpendapat bahwa mengajar pada prinsipnya adalah membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Atau dapat pula dikatakan


(35)

commit to user

bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengkoordinasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran sehingga menimbulkan terjadinya proses belajar pada diri siswa.

Nana Sudjana (2000: 29) mengajar adalah proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan proses belajar.

b. Matematika

Pengertian matematika beraneka ragam. Di bawah ini ada beberapa definisi matematika sebagai berikut:

1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan

terorganisir secara sistematis.

2) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi. 3) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan

berhubungan dengan bilangan.

4) Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta yang

kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.

5) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logika.

6) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang kotak. Menurut Kline dalam Mulyono (2003: 203) ” Matematika adalah bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara


(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

bernalar deduktif, tetapi yang juga tidak melupakan cara bernalar induktif ”.

Menurut Ruseffendi (1991 : 263), ”Matematika adalah ilmu tentang struktur yang teroganisasikan, yaitu terdiri dari unsur – unsur yang tidak terdefinisikan, unsur – unsur yang didefinisikan, aksioma – aksioma dan dalil – dalil, dimana setelah dalil – dalil itu dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum. Oleh karena itu, matematika sering disebut ilmu deduktif”. Matematika sebagai ilmu mengenai struktur dan hubungan-hubungan mengenai simbol-simbol. Simbol-simbol itu penting untuk membantu memanipulasi aturan-aturan dengan operasi ditetapkan.

Menurut pengertian pembelajaran dan matematika di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses belajar mengajar dalam kelas yang mempelajari tentang cabang ilmu pengetahuan eksak yang terorganisir secara sistematis tentang bilangan dan operasinya, fakta – fakta yang kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk, dan stuktur-struktur logika sebagai solusi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Model Pembelajaran

Istilah model pembelajaran dibedakan dari istilah strategi pembelajaran, metode pembelajaran, atau prinsip pembelajaran. Istilah model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau metode tertentu, yaitu rasional teoritik yang logis, tujuan


(37)

commit to user

pembelajaran yang akan dicapai, tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan secara berhasil, dan lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Mohammad Asikin, 2001:3).

Menurut Markaban (2008:12) model pembelajaran adalah pola komprehensif yang patut dicontoh, menyangkut bentuk utuh pembelajaran, meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Sedangkan pendekatan pembelajaran adalah cara pandang terhadap pembelajaran dari sudut tertentu untuk memudahkan pemahaman terhadap pembelajaran yang selanjutnya diikuti perlakuan pada pembelajaran tersebut.

Metode dapat menjadi model jika memenuhi empat unsur yang dikemukakan Joyce dan Weil (1986: 14-15), bahwa setiap model belajar mengajar atau model pembelajaran harus memiliki empat unsur berikut: a. Sintaks (syntax) yang merupakan fase-fase (phasing) dari model yang

menjelaskan model tersebut dalam pelaksanaannya secara nyata (Joyce dan Weil, 1986:14). Contohnya, bagaimana kegiatan pendahuluan pada proses pembelajaran dilakukan? Apa yang akan terjadi berikutnya? b. Sistem sosial (the social system) yang menunjukkan peran dan

hubungan guru dan siswa selama proses pembelajaran. Kepemimpinan guru sangatlah bervariasi pada satu model dengan model lainnya. Pada satu model, guru berperan sebagai fasilitator namun pada model yang lain guru berperan sebagai sumber ilmu pengetahuan.


(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

c. Prinsip reaksi (principles of reaction) yang menunjukkan bagaimana guru memperlakukan siswa dan bagaimana pula ia merespon terhadap apa yang dilakukan siswanya. Pada satu model, guru memberi ganjaran atas sesuatu yang sudah dilakukan siswa dengan baik, namun pada model yang lain guru bersikap tidak memberikan penilaian terhadap siswanya, terutama untuk hal-hal yang berkait dengan kreativitas. d. Sistem pendukung (support system) yang menunjukkan segala sarana,

bahan, dan alat yang dapat digunakan untuk mendukung model tersebut.

3. Model Pembelajaran Snow Balling

Dalam proses pembelajaran kehadiran model pembelajaran mempunyai arti yang cukup penting karena dalam kegiatan tersebut, ketidakjelasan yang disampaikan dibantu dengan menghadirkan model sebagai perantara. Salah satunya dengan menggunakan model snow balling.

J Valenti dan S. Latourelle ( 2001 ) berpendapat “ Snow balling is A pair of students answer worksheet questions, a lab report conclusion or other written work. Two pairs come together and compare. An option is to have two groups of four come together and compare. One person from a group of eight writes answers or conclusions on the board ”. Snow balling adalah sepasang siswa menjawab pertanyaan worksheet, kesimpulan laporan kerja lab atau tertulis lainnya. Dua kelompok bergabung dan membandingkan jawabannya. Sebuah pilihan adalah memiliki dua


(39)

commit to user

kelompok dari empat datang bersama-sama dan membandingkan. Satu orang dari dari salah satu kelompok menulis jawaban atau kesimpulan di papan.

David Kimber (1996) menyatakan “ …, 'snow-balling' (starting with pairs which then join together as four, eight, sixteen etc. until the entire class reforms) can be used ”. 'snow-balling' (mulai dengan pasangan yang kemudian bergabung bersama sebagai empat, delapan, enam belas dan lain-lain sampai seluruh kelas) dapat digunakan.

Model snow balling (Hisyam Zaini, dkk.2007) menyatakan

bahwa model ini digunakan untuk mendapatkan jawaban yang dihasilkan dari diskusi siswa secara bertingkat.

Menurut Marno dan M. Idris ( 2008:175 ), snow balling adalah model pembelajaran yang memberdayakan seluruh siswa dengan membagi pertanyaan atau permasalahan yang berbeda – beda pada kelompok kecil. Setiap anggota kelompok berkewajiban merumuskan jawaban atau pemecahan masalah sebagai bekal tatkala bergabung pada kelompok baru. Karena itu, setiap anggota kelompok yang baru berkewajiban berbagi jawaban atau pemecahan masalah dari hasil kelompok sebelumnya.

Model pembelajaran snow balling merupakan teknik

pembelajaran dengan cara ” penggabungan kelompok kecil bertingkat menjadi kelompok besar ” yaitu setelah kelompok kecil yang beranggotakan dua siswa mendapatkan jawaban soal materi yang sudah diberikan oleh guru kemudian bergabung dengan kelompok lainnya untuk


(40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mendiskusikan hasil dari soal tersebut. Dimana kelompok besar tadi yang beranggotakan empat orang menyampaikan dan menjelaskan jawaban yang diperoleh dan seterusnya disesuaikan dengan jumlah siswa dan alokasi waktu. Sehingga pada akhirnya akan memunculkan dua atau tiga jawaban yang telah disepakati oleh siswa secara kelompok.

Ada beberapa alasan mengapa model pembelajaran snow balling

perlu ditekankan sebagai aspek penting dan sangat berarti dalam menciptakan pembelajaran matematika. Pertama, harapan untuk dapat diterapkan dalam lingkungan siswa atau dalam situasi baru yang belum familiar. Kedua, snow balling memberi kesempatan dan dapat mendorong siswa untuk berdiskusi dengan siswa yang lainnya yaitu pada proses menyelesaikan persoalan. Model ini akan berjalan dengan baik jika materi yang dipelajari menurut pemikiran yang mendalam atau menurut siswa untuk berpikir analisis bahkan mungkin sintesis. Materi yang bersifat faktual, yang jawabannya sudah ada di dalam buku teks mungkin tidak tepat diajarkan dengan model ini.

Langkah – langkah dari model pembelajaran snow balling yaitu : a. Sampaikan topik materi yang akan diajarkan.

b. Minta siswa untuk menjawab secara berpasangan (dua orang).

c. Setelah siswa yang bekerja berpasangan tadi mendapatkan jawaban, pasangan tadi digabungkan dengan pasangan di sampingnya. Dengan ini terbentuk kelompok dengan empat orang.


(41)

commit to user

d. Kelompok berempat ini mengerjakan tugas yang sama seperti dalam

kelompok dua orang. Tugas ini dapat dilakukan dengan

membandingkan jawaban kelompok dua orang dengan kelompok yang lain. Dalam langkah ini perlu ditegaskan bahwa jawaban kedua kelompok harus disepakati oleh semua anggota kelompok baru.

e. Setelah kelompok berempat ini selesai mengerjakan tugas, setiap kelompok digabungkan dengan satu kelompok yang lain. Dengan ini muncul kelompok baru yang anggotanya delapan orang.

f. Yang dikerjakan oleh kelompok baru ini sama dengan tugas pada langkah keempat di atas. Langkah ini dapat dilanjutkan sesuai dengan jumlah siswa atau waktu yang tersedia.

g. Masing – masing kelompok diminta menyampaikan hasilnya di depan kelas.

h. Pengajar akan membandingkan jawaban dari masing–masing kelompok

kemudian memberikan ulasan–ulasan dan penjelasan–penjelasan secukupnya sebagai klarifikasi dari jawaban siswa.

Model pembelajaran Snow balling menuntut guru terampil

merangsang siswa mengungkapkan dan mengaktifkan siswa terhadap materi belajar yang dikuasai dan dimiliki. Dengan kegigihan guru menyajikan pertanyaan - pertanyaan yang mendorong siswa menjadi lebh kreatif dan berinisiatif, dampaknya kegiatan pembelajaran menjadi lancar dan bermanfaat.


(42)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Unsur-unsur dasar model pembelajaran Snow Balling adalah: siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri. Siswa harusnya melihat bahwa semua anggota di dalam kelompok mempunyai tujuan yang sama. Siswa harusnya membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya. Siswa dikenakan evaluasi atau akan diberikan hadiah / penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua kelompok. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok Snow balling.

Dengan model pembelajaran Snow balling, diharapkan siswa tertarik dan senang belajar matematika yang akhirnya dapat meningkatkan minat siswa dalam belajar matematika yang diwujudkan dengan kemampuannya dalam mengkomunikasikan materi yang dipelajari baik secara lisan maupun tertulis sehingga hasil belajar dan prestasi siswa juga akan meningkat.

4. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing

Menurut Rachmadi Widdiharto (2004:4) mendefinisikan model penemuan terbimbing dengan model pembelajaran dari sebagian banyak model pembelajaran dimana menempatkan guru sebagai fasilitator, membimbing siswa dimana dia diperlukan dan siswa didorong untuk


(43)

commit to user

berpikir sendiri, menganalisis sendiri dengan memanfaatkan

pengalamannya sehingga dapat “menemukan” prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang disediakan oleh guru. Seberapa jauh siswa dibimbing, tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari.

Menurut Bruner dalam Prince dan Felder (2006):

“Discovery learning is an inquiry-based approach in which students are given a question to answer, a problem to solve, or a set of observations to explain, and then work in a largely self-directed manner to complete their assigned tasks and draw appropriate inferences from the outcomes, “discovering” the desired factual and conceptual knowledge in the process”.

Belajar dengan penemuan adalah satu pendekatan yang berbasis pemeriksaan dimana para siswa diberi suatu pertanyaan untuk menjawab, suatu masalah untuk dipecahkan, atau pengamatan-pengamatan untuk menjelaskan, dan mengarahkan dirinya sendiri untuk melengkapi tugas-tugas mereka yang ditugas-tugaskan dan menarik kesimpulan-kesimpulan yang sesuai dari hasil-hasil, "menemukan" pengetahuan konseptual dan berdasar fakta yang diinginkan di dalam proses.

Prince dan Felder (2006:123) mengemukakan bahwa model penemuan terbimbing merupakan salah satu model mengajar secara inductive, sedangkan inductive teaching bertolak belakang pada teori kontruktivisme, sehingga model penemuan terbimbing merupakan aplikasi dari kontruktivisme. Lebih lanjut Prince dan Felder (2006:123) berpendapat bahwa Lebih lanjut Prince dan Felder (2006:123) berpendapat bahwa “Inductive teaching and learning methods is an umbrella term that


(44)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

encompasses a range of instructional methods, including inquiry leaning, problem base learning, project base learning, case based teaching, discovery learning, and just-in-time teaching”.

Berdasarkan definisi beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran penemuan terbimbing adalah model pembelajaran yang terpusat pada siswa yang dimana siswa dihadapkan kepada situasi dimana siswa bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan, terkaan, intuisi dan mencoba-coba (trial and error), yang menghendaki guru sebagai penunjuk jalan dalam membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep dan keterampilan yang sudah mereka pelajari untuk menemukan pengetahuan yang baru.

Secara sederhana, peran guru dan siswa dalam model penemuan terbimbing ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 2.1 Peran Guru dan Siswa dalam Model Penemuan Terbimbing

Penemuan Terbimbing Peran Guru Peran Siswa

Sedikit bimbingan · Menyatakan

persoalan

·Menemukan pemecahan

Banyak Bimbingan · Menyatakan

persoalan

· Memberikan bimbingan

·Mengikuti petunjuk

·Menemukan

penyelesaian

(Rachmadi Widdiharto, 2004:5) Biknell-Holmes & Hoffman dalam Castronova (2002:2) menjelaskan tiga ciri utama belajar menemukan antara lain:

a. Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan,

menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan. b. Berpusat pada siswa.


(45)

commit to user

c. Kegiatannya untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengatahuan

yang sudah ada.

Model penemuan terbimbing lebih menekankan pada adanya interaksi dalam kegiatan belajar mengajar. Interaksi tersebut dapat juga terjadi antara siswa dengan siswa (S – S), siswa dengan bahan ajar (S – B), siswa dengan guru (S – G), siswa dengan bahan ajar dan siswa (S – B – S) dan siswa dengan bahan ajar dan guru (S – B – G). Interaksi yang mungkin terjadi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Interaksi dalam Kegiatan Pembelajaran Penemuan Terbimbing. (Markaban, 2008:12) Langkah–langkah dalam Penemuan Terbimbing dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah.

b. Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses,

mengorganisasi, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja.


(46)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS.

c. Siswa menyusun perkiraan dari hasil analisis yang dilakukannya.

d. Bila dipandang perlu, perkiraan (konjektur) yang telah dibuat siswa tersebut di atas diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai (guru memberikan penegasan).

e. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunnya.

f. Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru

menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah

hasil penemuan itu benar. (Markaban, 2008:17-18)

Menurut Marzano dalam Markaban (2008:18) kelebihan model penemuan terbimbing antara lain:

a. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan.

b. Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiry(menemukan).

c. Mendukung kemampuan problem solving siswa.

d. Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru. e. Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi

dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukanya.


(47)

commit to user

Sementara itu kekurangannya adalah sebagai berikut: a. Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama.

b. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Beberapa siswa masih terbiasa dengan metode ceramah.

c. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan model penemuan terbimbing. (Markaban, 2008:18-19)

5. Model Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional adalah salah satu pembelajaran yang sudah lama dikenal dan merupakan suatu pengajaran dimana dalam proses belajar mengajar, penyampaian pelajaran masih mengandalkan metode ceramah yaitu suatu metode mengajar dengan menyampaikan informasi atau pengetahuan secara lisan kepada siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif.

Dalam pembelajaran ini guru berperan sangat aktif, dan siswa berkesan pasif, hanya mendengarkan guru secara teliti serat mencatat hal-hal penting yang dikemukakan oleh guru. Guru memegang peranan yang penting dalam menentukan urutan-urutan langkah-langkah dalam menyampaikan isi atau materi pelajaran kepada siswa. Hal ini mengakibatkan siswa menjadi jenuh, kurang kreatif, kurang inisiatif, sangat tergantung oleh guru dan tidak terlatih untuk berdiri sendiri dalam belajar. Siswa tidak diberi kesempatan untuk menetukan konsep yang diajarkan, sehingga siswa tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan.


(48)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user Ciri-ciri pembelajaran antara lain:

1. Bahan pelajaran disajikan kepada kelompok, kepada kelas sebagai keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individual.

2. Kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk ceramah, tugas tertulis, dan media lain menurut pertimbangan guru.

3. Siswa umumnya bersifat pasif, karena yang utama mendengarkan uraian guru.

4. Kecepatan belajar siswa tergantung dari kecepatan guru mengajar.

5. Keberhasilan belajar siswa dinilai guru secara subjektif.

6. Guru berfungsi sebagai penyebar atau penyalur pengetahuan (sebagai sumber informasi/pengetahuan).

Belajar dengan pembelajaran konvensional menyebabkan siswa menjadi belajar menghafal (rote learning) yang tidak mengakibatkan timbulnya pengertian. Siswa menjadi pasif dan daya kritis siswa akan terhambat. Untuk itu diperlukan suatu pembaharuan metode pembelajaran yang dapat mengarah pada peningkatan prestasi belajar siswa. Suatu metode yang dapat membuat siswa aktif dalm belajar, membentuk siswa yang kreatif, berpikir logis, kritis, dan inovatif.

Kelebihan dan kekurangan dari model ini dapat dikembangkan sebagai berikut, kelebihannya antara lain:

a. Relatif banyak materi yang dapat disampaikan b. Dapat menampung kelas besar.


(49)

commit to user

c. Bahan pelajaran diberikan secara urut oleh guru.

d. Guru dapat menentukan hal-hal yang dianggap penting.

e. Guru dapat memberikan penjelasan-penjelasan secara individual maupun klasikal.

Sedangkan kekurangan dari metode ceramah antara lain:

a. Tidak menekankan penonjolan aktivitas fisik seperti aktivitas mental siswa.

b. Kegiatan terpusat pada guru sebagai pemberi informasi(bahan

pelajaran).

c. Jika terlalu dominan pada ceramah terus menerus, siswa akan cepat bosan.

Kesimpulan dari pembahasan dan definisi model pembelajaran konvensional di atas maka langkah-langkah dalam model pembelajaran konvensional dapat dituangkan dalam tabel, sebagai berikut:

Tabel 2.2 Langkah-Langkah dalam Model Pembelajaran Konvensional

FASE PERAN GURU

a. Menyampaikan tujuan dan

mempersiapkan siswa.

Guru memperkenalkan menjelaskan tujuan materi yang diajarkan, latar belakang pelajaran.

b. Mendemostrasikan pengetahuan

dan keterampilan.

Guru mendemonstrasikan

keterampilan dan menyampaikan informasi tahap demi tahap.

c. Memberikan contoh soal dan

pelatihan.

Guru memberikan contoh soal dan membahasnya.

d. Mengecek pemahaman dan

memberikan umpan balik.

Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas, memberi umpan balik

e. Memberikan kesempatan untuk

pelatihan lanjutan dan penerapan.

Guru mempersiapkan pelatihan

lanjutan, dengan penerapan khusus pada penerapan kepada situasi lebih komplek dalam kehidupan sehari-hari


(50)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6. Gaya belajar

Gaya belajar adalah cara yang lebih kita sukai dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi. Menurut Adi W. Gunawan (2006: 139) gaya belajar adalah cara yang lebih disukai dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi. Menurut Susan Sze (2009: 361): “Every student’s brain functions differently and processes information differently. Due to this, students have different types of learning style. Once the teacher can understand the disability and the preffered learning styles of the sudent, they can better adapt to the student. Setiap siswa mempunyai fungsi otak yang berbeda dan pemprosesan informasi mereka juga berbeda. Sehingga mereka juga memiliki gaya belajar yang berbeda pula. Jika guru dapat memahami kekurangan dan kelebihan gaya belajar siswa, mereka dapat beradaptasi dengan lebih baik.

Learning styles is characteristic cognitive, affective and psychological behaviours that serve as relatively stable indicators of how learners perceive, interact with, and respond to the learning environment (Keefe(1979, p.4) dalam David Taiwei Ku dan Chun-Yi Shen). Gaya belajar adalah karakteristik kognitif, afektif dan perilaku psikologik yang mengindikasikan bagaimana perasaan peserta didik, interaksi mereka dengan lingkungan belajar.


(51)

commit to user

Hasil riset menunjukkan bahwa murid yang belajar dengan gaya belajar mereka yang dominan saat mengerjakan tes, akan mencapai nilai yang jauh lebih tinggi dibandingkan bila mereka belajar dengan cara yang tidak sejalan dengan gaya belajar mereka. Gaya belajar setiap orang merupakan kombinasi dari lima kategori, yaitu:

a. Lingkungan : suara, cahaya, temperatur, desain.

b. Emosi : motivasi, keuletan, tanggung jawab, struktur.

c. Sosiologi : sendiri, berpasangan, kelompok, tim, dewasa, bervariasi.

d. Fisik : cara pandang, pemasukan, waktu, mobilitas.

e. Psikologi : global/analitis, otak kiri-otak kanan, implusif/reflektif. Gaya belajar seseorang menurut DePorter (2001: 110) adalah kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap, kemudian mengatur serta mengolah informasi. Pada awal pengalaman belajar, salah satu diantara langkah pertama adalah mengenali modalitas seseorang, yaitu berdasarkan pada visual (penglihatan), auditorial (pendengaran), atau kinestetik (sentuhan dan gerakan) yang selanjutnya dikenal dengan nama modalitas V-A-K.

a. Gaya Belajar Visual

Siswa dengan gaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata/penglihatan (visual). Dalam hal ini metode pembelajaran yang digunakan oleh guru sebaiknya lebih banyak atau dititikberatkan pada peragaan atau media agar mereka langsung dapat melihat obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut.


(52)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user Ciri-ciri gaya belajar visual:

1) Rapi dan teratur. 2) Bicara dengan cepat. 3) Teliti terhadap detail.

4) Menampilkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun

presentasi.

5) Mengingat yang dilihat daripada yang didengar. 6) Tidak mudah terganggu oleh keributan.

7) Membaca cepat dan tekun.

8) Lebih suka membaca daripada dibacakan.

9) Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi tidak pandai memilih kata-kata.

10) Lebih suka melakukan demonstrasi daripada pidato. 11) Lebih suka seni daripada musik.

12) Mengingat dengan asosiasi visual.

13) Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal, kecuali jika ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya. 14) Kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin

memperhatikan.

(DePorter, 2001: 116) b. Gaya Belajar Auditorial

Siswa dengan gaya belajar auditorial mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga (alat pendengaran). Misalnya mendengarkan


(53)

commit to user

ceramah atau penjelasan gurunya, mendengarkan bahan audio seperti kaset, CD dan sebagainya. Ciri-ciri gaya belajar auditorial adalah: 1) Saat bekerja suka bicara pada diri sendiri.

2) Penampilan rapi.

3) Mudah terganggu oleh keributan. 4) Lebih suka musik daripada seni.

5) Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang

didiskusikan dari pada yang dilihat.

6) Senang membaca dengan keras dan mendengarkan.

7) Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca.

8) Biasanya ia pembicara yang fasih.

9) Merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita. 10) Suka berbicara, berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar.

11) Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan

visualisasi, seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai dengan satu sama lain.

12) Lebih pandai mengeja dengan keras dari pada menuliskannya. 13) Lebih suka gurauan lisan dari pada membaca komik.

(DePorter, 2001: 117) c. Gaya Belajar Kinestetik


(54)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Kecerdasan kinestetik memuat kemampuan seseorang untuk secara aktif menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan berbagai masalah.

Ciri-ciri gaya belajar kinestetik: 1) Berbicara perlahan.

2) Penampilan rapi.

3) Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan. 4) Belajar melalui memanipulasi dan praktek.

5) Menghafal dengan cara berjalan dan melihat.

6) Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca.

7) Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita.

8) Menyukai buku-buku yang berorientasi plot mereka mencerminkan

aksi dengan gerakana tubuh saat membaca. 9) Kemungkinan tulisannya jelek.

10) Menyukai permainan yang menyibukkan.

(DePorter, 2001:118).

7. Prestasi Belajar

a. Pengertian Prestasi Belajar

Banyak pakar pendidikan yang mengemukakan definisi prestasi belajar matematika. Saifuddin Azwar (1999: 164) mengemukakan bahwa prestasi atau keberhasilan belajar dapat dilihat dalam bentuk indikator-indikator yang berupa nilai rapor, indeks prestasi studi, angka kelulusan predikat keberhasilan dan semacamnya. Sedangkan Mulyono


(55)

commit to user

Abdurahman (2003: 37) mengemukakan bahwa prestasi belajar atau hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melakukan kegiatan.

Berdasarkan hal ini, prestasi belajar siswa dapat dirumuskan sebagai berikut:

1) Prestasi belajar siswa adalah hasil belajar yang dicapai siswa

ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan

pembelajaran di sekolah.

2) Prestasi belajar siswa tersebut terutama dinilai aspek kognitifnya karena bersangkutan dengan kemampuan siswa dalam pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesa dan evaluasi. 3) Prestasi belajar siswa dibuktikan dan ditunjukkan melalui nilai

atau angka nilai dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap tugas siswa dan ulangan-ulangan atau ujian yang ditempuhnya.

Hasil evaluasi tersebut didokumentasikan dalam buku daftar nilai guru dan wali kelas serta arsip yang ada di bagian administrasi kurikulum sekolah. Selain itu, hasil evaluasi juga disampaikan kepada siswa dan orang tua melalui buku rapor yang disampaikan pada waktu pembagian raport akhir semester atau kenaikan atau kelulusan. Jadi, prestasi belajar siswa berfokus pada nilai atau angka yang dicapai siswa dalam prosas pembelajaran di sekolah. Nilai tersebut terutama dilihat dari sisi kognitif, karena aspek ini yang sering dinilai oleh guru untuk


(56)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

melihat penguasaan pengetahuan sebagai ukuran pencapain hasil belajar siswa.

Sutartinah Tirtonegoro (2001: 43) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu.

Berdasarkan pandangan ahli di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika adalah keberhasilan yang dicapai siswa setelah melakukan kegiatan belajar matematika dalam jangka waktu tertentu, berupa penguasaan pengetahuan dan pemahaman yang diyatakan dalam bentuk nilai yang berupa simbol-simbol baik angka, huruf maupun kalimat.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi

Prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh banyak faktor baik yang berasal dari dalam maupun dari luar diri siswa. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi siswa terdiri dari : kecerdasan, bakat, minat dan perhatian, motif, kesehatan, cara belajar, lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan, sekolah dan sarana pendukung belajar. Agar hal ini lebih jelas, diuraikan berikut ini:

1) Faktor kecerdasan

Biasanya, kecerdasan hanya dianggap sebagai kemampuan rasional matematis. Rumusan di atas menunjukkan kecerdasan


(57)

commit to user

menyangkut kemampuan yang luas, tidak hanya kemampuan

rasional memahami, mengerti, memecahkan problem, tetapi

termasuk kemampuan mengatur perilaku berhadapan dengan

lingkungan yang berubah dan kemampuan belajar dari

pengalamannya. 2) Faktor bakat

Bakat adalah kemampuan yang ada pada seseorang yang dibawanya sejak lahir, yang diterima sebagai warisannya dari orang tua. Bagi seorang siswa, bakat bisa berbeda dengan siswa lain. Ada siswa yang berbakat dalam bidang ilmu sosial, ada yang di ilmu pasti. Karena itu, seorang siswa yang berbakat di bidang ilmu sosial akan sukar berprestasi tinggi di bidang ilmu pasti, dan sebaliknya. Bakat-bakat yang dimiliki siswa tersebut apabila diberi kesempatan dikembangkan dalam pembelajaran, akan dapat mencapai prestasi yang tinggi.

3) Faktor minat dan perhatian

Minat adalah kencenderungan yang besar tehadap sesuatu. Perhatian adalah melihat dan mendengar dengan baik dan teliti terhadap sesuatu. Minat dan perhatian biasanya berkaitan erat. Apabila seorang siswa menaruh minat pada satu pelajaran tertentu, biasanya cenderung untuk memperhatikannya dengan baik.


(1)

commit to user

situasi dunia nyata di sekitar mereka serta mampu bekerjasama dengan baik dalam suatu kelompok belajar untuk menyelesaikan suatu masalah, sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai dengan

maksimal. Model pembelajaran Snow Balling dan model

pembelajaran Penemuan Terbimbing merupakan suatu pilihan yang dapat dipakai oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran.

b. Hendaknya kepala sekolah dapat menyediakan sarana dan prasarana

yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Snow Balling dan model pembelajaran Penemuan Terbimbing agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik dan lancar serta memperoleh hasil yang maksimal.

3. Bagi Siswa

a. Siswa diharapkan untuk dapat berpartisipasi aktif selama mengikuti proses pembelajaran. Oleh karena itu siswa harus terbiasa untuk berpikir kritis, bekerja secara kelompok dengan baik, berani mengemukakan ide/pendapat, serta berani untuk mengajukan pertanyaan.

b. Hendaknya siswa dibiasakan untuk mengaitkan materi pelajaran dengan masalah kontekstual dalam pembelajaran matematika, sehingga mereka akan lebih mudah untuk memahami materi yang dipelajari.


(2)

commit to user 4. Bagi Peneliti Lain

Bagi para peneliti diharapkan untuk dapat mengembangkan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sejenis pada materi pelajaran yang lain agar penelitian ini dapat dimanfaatkan secara luas


(3)

commit to user

DAFTAR PUSTAKA

Adi W Gunawan. 2006. Genius Learning Strategy. Jakarta : Gramedia Pustaka. Budiyono. 2009. Statistika Untuk Penelitian Edisi Ke-2. Surakarta : UNS Press. ________. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta : UNS Press.

David Kimber. 1996. Collaborative Learning in Management Education: Issues,

benefits, problems and solutions: A literature review. New Zealand :

Royal Melbourne Institute of Technology University ; Original

ultiBASE publication.

David Taiwei Ku dan Chun-Yi Shen. 2009. Reliability, Validity and Investigation Of The Index Of Learning Styles In A Chinese Language Version For Late Adolescents Of Taiwanese. Adolescence; 44, 176; ProQuest Education Journals pg. 827.

De Potter, Bobbi and Hernacki, Mike. 2001. Quantum Learning. Bandung : Kaifa. Dumitrascu, D. 2009. “Integration of Guided Discovery in the Teaching of Real

Analysis”. Problems, Resources, and Issues in Mathematics

Undergraduate Studies. 19 (4). 370.

Endang Rahayu. 2008. Pengaruh Pembelajaran Kontrukstivisme terhadap

Prestasi Belajar Matematika ditinjau dari Gaya Belajar Siswa. Surakarta: UNS.

Fadjar Shodiq. 2007. Apa dan Mengapa Matematika Begitu Penting?. Tersedia

pada

http://fadjarp3g.wordpress.com/2008/07/09/apa-dan-mengapa-matematika-begitu-penting/. Diakses pada tanggal 7 Juni 2010.

Fulya Yuksel-Sahin, 2008. Mathematics Anxiety among 4th and 5th grade Turkish elementary school students. International Journal of Mathematics Education. Volume 3, Number 3, October 2008.

Hisyam Zaini, dkk. 2007. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta : CTSD – UIN Yogyakarta.

Joesmani. 1988. Pengukuran dan Evaluasi dalam Pengajaran. Jakarta:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Joyce, B & Weil, M. 1992. Models of Teaching. Massachussetts: Allyn and Bacon.


(4)

commit to user

J. Valenti, S. Latourelle. 2001. COOPERATIVE LEARNING Descriptions of Some

Commonly Used Techniques. The NYS Biology-Chemistry Mentor Network, DDE Title II, FLCC.

Lilis Setiawati dan Moh Uzer Usman. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Maasawet, Elsje Theodora. 2009. Pengaruh Strategi Pembelajaran Kooperatif

Snowballing dan Numbered Heads Together (NHT) pada Sekolah

Multietnis terhadap Kemampuan Berpikir Kritis, Hasil Belajar Kognitif Sains Biologi dan Sikap Sosial Siswa SMP Samarinda. Desertasi UNM. Markaban. 2008, Model Penemuan Terbimbing pada pembelajaran matematika

SMK, Paket Fasilitasi Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika,

Yogyakarta, P4TK Matematika.

Marno dan M.Idris. 2008. Strategi dan Metode Pengajaran. Yogyakarta : Ar – Ruzz Media Group.

Allen Mary J. dan Yen Wendy M.1979. Introduction To Measurement Theory. California: Brooks/Cole Publishing Company.

Mohammad Asikin. 2001. Model-Model Pembelajaran Matematika. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Mulyono Abdurahman. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : Rineka Cipta.

Murat Peker. 2008. Pre-Service Elementary school Teachers’ Learning Styles and Attitude towards Mathematics. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 4(1), 21-26.

Nana Sudjana. 2000. Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung. Sinar Baru.

Nur Janah. 2009. Metode Pembelajaran Concept Attainment dalam Meningkatkan

Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa. Tesis. Surakarta : Universitas Sebelas Maret

Prince, M. J. & Felder, R. M. 2006. “Inductive Teaching and Learning Methods: Definitions, Comparisons, and Research Bases”. Journal of Engineering Education. 95 (2). 123.

Rachmadi Widdiharto. 2004, Model-model pembelajaran matematika SMP.

Diklat instruktur/pengembang matematika SMP. Yogyakarta. PPPG Matematika.


(5)

commit to user

Ruseffendi. 1991. Pengantar Kepada Pembantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito.

Saifuddin Azwar. 1999. Pengantar Psikologi Intelegensi. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta.

Sugiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta .

Suherman. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Susan Sze.2009. Learning Style and The Special Needs Child. Jurnal of Instructional Psycology : ProQuest Education Jurnals pg.360.

Sutji Rochaminah. 2006. Penggunaan Metode Penemuan untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Mahasiswa Keguruan. (http://www.puslitjaknov.org/data/file/2008/makalah_peserta/07_Sutji% 20Rochaminah_Penggunaan%20Metode%20Penemuan%20untuk%20m eningkatkan%20kemampuan.pdf). Diakses pada tanggal 24 Juli 2010. Sutartinah Tirtonegoro. 1989. Anak Supernormal dan Program Pendidikannya.

Jakarta : Bumi Aksara.

Syaiful Sagala. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta. Uzer Usman. 2006. Menjadi Guru Profesional. Bandung : Remaja Rosdakarya.


(6)

commit to user

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN SNOW BALLING

DAN PENEMUAN TERBIMBING PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA POKOK BAHASAN RELASI DAN FUNGSI

DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA SMK DI KABUPATEN GROBOGAN

TAHUN 2010 / 2011

TESIS

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Matematika

Oleh : SUGIHARTO NIM : S850809317

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


Dokumen yang terkait

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT PADA SUB POKOK BAHASAN SEGIEMPAT DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA

0 4 105

EKSPERIMENTASI PENGGUNAAN MEDIA KOMPUTER DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN PECAHAN DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA MTs KABUPATEN KLATEN

1 5 112

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL TREFFINGER DAN CIRCUIT LEARNING DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN SEGIEMPAT.

0 0 6

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PORTOFOLIO DITINJAU DARI MINAT BELAJAR SISWA ( Pada Pokok Bahasan Sudut ).

0 1 7

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA.

0 0 7

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW DAN TUTOR SEBAYA DITINJAU EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW DAN TUTOR SEBAYA DITINJAU DARI HASIL BELAJAR PADA POKOK BAHASAN PERSEGI DAN PERSEGI

0 0 16

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) DAN THINK-PAIR-SHARE (TPS) DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN RELASI DAN FUNGSI KELAS VIII SMP NEGERI SE-KABUPATEN PACITAN TAHUN PELAJARAN 2015/2016.

0 0 18

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PROBLEM SOLVING PADA POKOK BAHASAN PECAHAN DITINJAU DARI MINAT BELAJAR SISWA.

0 1 19

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING, SNOW BALLING, DAN PROBLEM BASED LEARNING DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK PADA MATERI HIMPUNAN DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA SMP SWASTA DI KABUPATEN PONOROGO TAHUN PELAJARAN 2014 2015 | Mubarok | 8725 18

0 0 10

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) DAN THINK-PAIR-SHARE (TPS) DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN RELASI DAN FUNGSI KELAS VIIISMP NEGERI SE-KABUPATEN PACITAN TAHUN PELAJARAN 2015 2016 | Heritin | 9132 19440

0 0 13