Pembahasan Hasil Analisis Identifikasi Literasi Informasi Dalam Rangka Pengembangan Kurikulum di Sekolah Dasar

4.15 Rekomendasi Pengembangan Kurikulum

Berdasarkan jawaban hasil angket kuesioner yang telah ditabulasi, diolah, diprosentase kemudian hasilnya ditafsirkan dalam bentuk tingkat pemahaman, serta hasil rekapitulasi tingkat pemahaman literasi informasi dari sekolah dasar swasta dan sekolah dasar negeri maka tingkat pemahaman keterampilan literasi informasi peserta didik sekolah dasar masih di bawah tingkat paham. Sedangkan literasi digital sebagai keterampilan pendukung, secara umum prosentase sudah pada tingkat paham. Dengan melihat hasil yang diperoleh dari peserta didik, maka dapat disampaikan rekomendasi dalam pengembangan kurikulum agar literasi informasi yang bersifat interdisipliner dapat diajarkan, memberi manfaat, dan dapat diterapkan pada mata pelajaran lain. Rekomendasi pengembangan kurikulum diperlukan karena perpustakaan sekolah bagian integral dalam proses pendidikan IFLA, 2006. Dalam program pengembangan kurikulum yang mengacu pada IFLA UNESCO School Library Guidelines, maka perpustakaan sekolah hendaknya dipandang sebagai bagian dalam proses pendidikan guna memenuhi berbagai tujuan yang berkaitan dengan : a. Literasi informasi untuk seluruh komunitas pendidikan, seperti: pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik. Literasi informasi tersebut kemudian dikembangkan dan diberikan secara bertahap melalui sistem sekolah. b. Ketersediaan sumberdaya informasi bagi peserta didik pada semua tingkat pendidikan. c. Membuka penyebaran informasi dan pengetahuan untuk seluruh komunitas pendidikan sebagai pelaksanaan hak memperoleh informasi di era keterbukaan informasi publik seperti saat ini. Berikut langkah-langkah perencanaan program literasi dalam rangka pengembangan kurikulum di sekolah yang mengacu pada proceeding Stern, 2003 dalam konferensi National Forum on Information Literacy yang didukung oleh UNESCO : a. Membuat analisa dan kajian awal tentang bagaimana program literasi informasi yang akan didesain sesuai dengan kebutuhan sekolah. Mendesain dan menerapkan program literasi informasi di suatu lingkungan yang tidak membutuhkan literasi informasi akan berpotensi kegagalan. Adanya kajian awal tentang kebutuhan ini sangat penting sebelum melangkah ke tahapan selanjutnya. b. Mengidentifikasi dan menginventarisasi kebutuhan literasi informasi, serta mengidentifikasi kekuatan dari kelompok yang dituju, dalam hal ini peserta didik sekolah dasar. Pengembang program literasi informasi perlu mengetahui dengan tepat jenis pembelajaran yang paling sesuai untuk kelompok yang dituju. Perencanaan program literasi informasi dalam rangka pengembangan kurikulum di sekolah dasar sejalan dengan ditetapkannya kurikulum baru yang memiliki kecenderungan perubahan sistem pembelajaran yang berpusat pada pendidik teacher centered learning ke sistem pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Desain intruksional yang efektif sebaiknya dimulai dengan pertanyaan dasar seperti: 32 1. Apakah yang sudah diketahui peserta didik ? 2. Apakah yang dibutuhkan untuk diketahui peseta didik ? 3. Sumber-sumber apa sajakah yang tersedia sebagai sarana untuk menjembatani seperti yang terdapat pada butir 1 dan 2 ? c. Menetapkan dengan jelas tujuan, sasaran, dan hasil yang diharapkan dari penerapan program literasi informasi. Pengembang program perlu mendefinisikan dengan jelas investasi atau nilai tambah jangka pendek dan jangka panjang yang akan diperoleh oleh peserta didik. d. Mendesain setiap langkah dan tahapan program dengan sistematis, dan dengan pemustakaan bahasa yang jelas, tidak membingungkan sehingga mudah dipahami peserta didik. Program literasi informasi secara umum terdiri dari beberapa paket atau modul, mulai dari tingkat dasar sampai dengan tingkat mahir, sesuai dengan kebutuhan. e. Menetapkan rangkaian standar penilaian dan evaluasi sejak awal proses pembuatan program literasi informasi. Membuat kriteria tolok ukur kinerja peserta didik setelah mengikuti program literasi informasi perlu didefinisikan sejak program dimulai. f. Memastikan tersedianya lingkungan dan sistem yang menjamin proses pembelajaran dan penguatan literasi informasi secara berkelanjutan. Program literasi informasi adalah suatu proses yang harus terus berjalan bagi mereka yang telah berinformasi atau melek informasi. harus menggunakan kompetensinya dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik akan dengan mudah lupa pengetahuan baru yang telah diperolehnya jika tidak digunakan secara berkelanjutan. Bila hal ini terjadi, investasi dalam bentuk waktu pembelajaran, biaya dan tenaga akan sia-sia. g. Menyampaikan program literasi informasi melalui sarana yang tersedia sesuai dengan jenjangnya dengan tujuan dan sasaran program. Bagi pendidik dan pustakawan sekolah sebagai pengembang program literasi informasi dimana sekolah tersebut belum memiliki fasilitas belajar dan mengajar yang memadai, hal ini bisa menjadi tantangan yang cukup signifikan. Berkaitan dengan hal tersebut, pengembang program diharapkan menggunakan kreativitasnya untuk mendesain media intruksional yang efektif. h. Membuat evaluasi hasil penerapan program literasi informasi berdasarkan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Setelah program literasi informasi berjalan, perlu diadakan kajian atau evaluasi, apakah telah memenuhi tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sejak awal program. Pengembang program literasi informasi harus mampu menilai secara obyektif apakah program literasi informasi telah dilaksanakan secara efektif. i. Mengulang siklus pengembangan desain intruksional program literasi informasi dan merevisi program jika diperlukan berdasar atas masukan- masukan dan hasil evaluasi. Keputusan untuk menetapkan model literasi informasi yang paling sesuai dengan kebutuhan sekolah perlu perencanaan yang matang, dan tahapan diatas dapat dijadikan acuan. Sedangkan menurut PP No. 32 tahun 2013 kurikulum digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, dan kini penyusunan dan operasionalnya menjadi kewenangan masing-masing satuan pendidikan. Rekomendasi pengembangan kurikulum yang akan diimplentasikan berupa silabus literasi informasi, program semester literasi informasi, dan rencana pelaksanaan pelajaran RPP yang dapat memberi manfaat sehingga terjadi kolaborasi antara pendidik dan tenaga kependidikan dalam meningkatkan kualitas peserta didik. Silabus menurut Peraturan Pemerintah PP Nomor 32 Tahun 3013 adalah rencana pembelajaran pada suatu mata pelajaran atau tema tertentu yang mencakup kompetensi inti, kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, alokasi waktu dan penilaian. Sedangkan rencana pelaksanaan pelajaran RPP merupakan penjabaran dari silabus yang wajib dibuat oleh pendidik untuk disertakan ketika mengajar di kelas. Program semester literasi informasi merupakan rencana kegiatan yang direkomendasikan oleh pustakawan sendiri. Pengembangan kurikulum yang direkomendasikan oleh penulis dapat terlaksana bila mendapat dukungan dari komunitas pendidikan, seperti: pendidik sebagai rekan yang berkolaborasi dengan pustakawan dalam kegiatan belajar dan mengajar dan kepala sekolah sebagai penyedia lingkungan kolaboratif yang akan dideskripsikan dalam pembahasan selanjutnya. Pengembangan kurikulum direkomendasikan oleh penulis untuk diimplemantasikan berupa silabus literasi informasi, program semester literasi informasi, dan rencana pelaksanaan pelajaran terdapat pada lampiran dalam penelitian ini

4.16 Kolaborasi Pendidik dan Pustakawan

Keberhasilan perpustakaan sekolah sebagai pendukung proses belajar dan mengajar dalam meningkatkan keterampilan literasi informasi dapat diukur dari intensitas kerjasama antara pendidik dan tenaga kependidikan. Pendidik menyiapkan isi dari materi pembelajaran, sedangkan tenaga kependidikan dalam hal ini pustakawan menyiapkan proses pencarian yang telah disiapkan oleh pendidik. Istilah kerjasama dalam konteks pengembangan kurikulum lebih dikenal istilah collaboration kolaborasi. Pengertian Collaboration seperti yang dikemukakan oleh Muronago dan Harada dalam artikel yang berjudul Building teaching partnerships: The art of collaboration, “Teacher Librarian”, menyebutkan bahwa kolaborasi berlandaskan pada tujuan akhir yang menjadi milik bersama, dengan semangat saling menghargai dan saling percaya. Seseorang yang siap berkolaborasi, harus siap pula menghargai pendapat orang lain yang berbeda, mengakui kelebihan orang lain dan juga Kolaborasi merupakan tingkatan tertinggi dari beberapa bentuk kerjasama, dimulai dari : a. Cooperation, yaitu proses berkomunikasi secara informal antara pendidik dan pustakawan. b. Coordination, dalam hal ini pendidik meminta masukan pustakawan dan berdikusi mengenai pendukung materi, namun dalam menetapkan tujuan proses pembelajaran, desain pengajaran, serta evaluasi hasil pembelajaran dengan tidak melibatkan pustakawan. c. Colaboration, yaitu proses komunikasi antara pendidik dan pustakawan yang secara aktif bersama-sama mendiskusikan sumber belajar, menetapkan tujuan proses pembelajaran, menyampaikan sember belajar bersama sesuai dengan kapasitas masing-masing, kemudian bersama- sama mengevaluasi hasil pembelajaran. 34 Proses komunikasi di tataran tertinggi ini tidak atau belum mudah untuk dilakukan oleh pendidik dan pustakawan. Penyebab utama adalah karena pendidik, pustakawan, dan kepala sekolah memiliki persepsi tentang bidangnya masing- masing. Hartzel 2007 mengatakan bahwa pustakawan memandang atau menganggap perpustakaan sebagai pusat sekolah, pendidik memandang atau menganggap kelas sebagai pusat sekolah, sedang kepala sekolah memandang atau menganggap sekolah sebagai konstelasi dari elemen-elemen yang berinteraksi. Persepsi yang mengagungkan dunia masing-masing ini ditambah pula dengan minimnya interaksi pada tatanan yang lebih luas. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan dasar kebijakan bagi pemangku kepentingan dalam hal ini kepala sekolah bahwa perpustakaan merupakan bagian integral dalam upaya pengembangan kurikulum demi meningkatkan mutu pendidikan yang menjadi tujuan bersama. Selanjutnya akan dideskripsikan bagaimana peran kepala sekolah sebagai penyedia lingkungan kolaboratif yang memfasilitasi proses kolaborasi antara pendidik dan pustakawan.

4.17 Kepala Sekolah Sebagai Penyedia Lingkungan Kolaboratif

Kepala sekolah diharapkan dapat memfasilitasi proses kolaborasi antara pendidik dan pustakawan dengan melaksanakan berbagai hal seperti berikut : a. Menciptakan lingkungan kerja yang kondusif bagi pendidik dan pustakawan yang sedang berkolaborasi dalam penyusunan kurikulum. b. Selalu siap mengulurkan saran dan usul serta berkomunikasi dengan pendidik dan pustakawan dalam proses perencanaan dan program- program pembelajaran. c. Menetapkan kegiatan pembelajaran yang fleksibel sehingga memungkinkan pendidik dan peserta didik memiliki keleluasaan mengakses sumber informasi di perpustakaan beserta segala fasilitas dan layanannya, baik pada jam sekolah maupun diluar jam sekolah. d. Memastikan bahwa pustakawan sekolah selalu turut serta dalam kegiatan pembelajaran, perencanaan kurikulum, dan mengevaluasi hasil kolaborasi. e. Dalam mengevaluasi hasil kegiatan belajar mengajar setelah setahun berjalan, hendaknya kepala sekolah memasukkan komponen perpustakaan, dan menekankan pentingnya perpustakaan sekolah dalam kegiatan belajar dan mengajar sesuai dengan standar pendidikan yang telah ditetapkan. f. Menjadi teladan role model dalam memanfaatkan koleksi dan jasa perpustakaan sekolah.