Tingkat Kematangan Manage Quality

4.7. Implikasi Tingkat Kematangan Proses Kontrol Terhadap Pengelolaan Perpustakaan Badan Litbang Pertanian

4.7.1. Implikasi pada Proses Kontrol Manage Quality

Berdasarkan analisis tingkat kematangan pada proses kontrol manage quality menggunakan kerangka kerja COBIT berada pada tingkat 3 yaitu didefinisikan, dimana manajemen telah mengkomunikasikan sistem manajemen mutu kepada instansi secara keseluruhan dengan cara memberikan pelatihan kepada manajemen dan staf yang terlibat namun evaluasi terhadap sistem masih belum dilakukan secara konsisten dan terstruktur. Hasil observasi yang dilakukan terhadap keadaan saat ini di instansi untuk proses kontrol manage quality dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Secara umum Badan Litbang Pertanian telah memiliki standar sistem manajemen mutu dalam pengelolaan perpustakaan 2. Dalam penyusunan dan penerapana manajemen mutu, Badan Litbang Pertanian telah melibatkan pustakawan, pengelola perpustakaan, dan pengelola TI. 3. Badan Litbang Pertanian dalam pengelolaan perpustakaan telah menerapkan standar dan prosedur kualitas TI. Selain menggunakan petunjuk teknis sebagai bahan rujukan dalam pembinaan pengelolaan perpustakaan, Badan Litbang Pertanian juga telah memiliki modul pembinaan pengelolaan perpustakaan. 4. Perpustakaan UKUPT telah menggunakan standarisasi pengembangan sistem standarisasi software yang digunakan, penamaan file, format file, antar muka, interoperabilitas, dan lainnya 5. Dalam menyelaraskan antara kebutuhan pengguna TI dan penyedia TI telah dilakukan bimbingan teknis pengelolaan perpustakaan 6. Untuk menjaga keberlanjutan komunikasi antara pengguna TI dan penyedia TI maupun dengan pembuat kebijakan, setiap tahunnya diadakan kegiatan temu koordinasi pengelola perpustakaan Badan Litbang Pertanian namun komunikasi ini belum berjalan baik karena ada beberapa kepala UKUPT menugaskan stafnya yang tidak berkompeten dalam pengelolaan perpustakaan untuk hadir dalam kegiatan ini. 7. Tingkat pengukuran, pemantauan, dan review kualitas sistem manajemen mutu oleh pembuat kebijakan sampai saat ini masih kurang. Evaluasi yang dilakukan oleh PUSTAKA sebagai pembina perpustakaan Badan Litbang Pertanian terhadap sistem manajemen mutu masih belum dilakukan secara konsisten dan terstruktur. Berdasarkan hasil pengolahan kuesioner dan hasil observasi terhadap kondisi saat ini di instansi dapat diambil kesimpulan bahwa dengan rendahnya tingkat keberlanjutan komunikasi antara pengguna TI, penyedia TI, dan pembuat kebijakan untuk perbaikan dan tingkat pengukuran, pemantauan, dan review kualitas sistem oleh pembuat kebijakan untuk proses kontrol manage quality dapat berimplikasi buruk terhadap pengelolaan perpustakaan yang dilakukan oleh Badan Litbang Pertanian yaitu: 1. Dengan adanya penugasan staf yang tidak berkompeten dalam kegiatan temu koordinasi pengelola perpustakaan Badan Litbang Pertanian dapat menyebabkan keberlanjutan komunikasi antara pengguna TI, penyedia TI, dan pembuat kebijakan dapat terputus sehingga perbaikan sistem yang dibutuhkan tidak dapat terpenuhi 2. Pembuat kebijakan tidak dapat mengukur, memantau, dan mereview kualitas penerapan standar di perpustakaan UKUPT sehingga apabila ada penyimpangan dalam penerapan standar dibutuhkan waktu dalam penanganan insiden yang terjadi.

4.7.2. Implikasi pada Proses Kontrol Enable Operation and Use

Berdasarkan analisis tingkat kematangan pada proses kontrol enable operation and use menggunakan kerangka kerja COBIT berada pada tingkat 3 yaitu didefinisikan, yang memiliki arti instansi sudah memiliki kerangka kerja yang dapat diakses dengan mudah oleh staf berupa dokumen petunjuk teknis pengelolaan perpustakaan maupun materi pelatihan pemanfataan TI. Hasil observasi yang dilakukan terhadap keadaan saat ini di instansi untuk proses kontrol enable operation and use dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Dalam pembagian dan penempatan sumberdaya manusia pengelola perpustakaan UKUPT masih belum sesuai dengan latar belakang ilmu yang dimilikinya maupun pembebanan tugas tambahan yang tidak sesuai dengan tupoksinya. 2. Transfer pengetahuan kepada pembuat kebijakan telah dilakukan untuk penyusunan petunjuk teknis maupun penyusunan modul pengelolaan perpustakaan yang dapat memberikan dukungan efektif dan efisien terhadap pengelolaan perpustakaan. 3. Transfer pengetahuan pengelola TI terhadap pengelola perpustakaan dilakukan oleh PUSTAKA dengan cara menyelenggarakan berbagai macam pelatihan yang terkait dengan pemanfaatan TI dalam pengelolaan perpustakaan, diantaranya adalah pemanfaatan sumber informasi elektronis online maupun offline, pemanfaatan aplikasi WinISIS untuk pengolahan bahan pustaka, pengembangan pangkalan data, inputing data, dan pemanfaatan aplikasi IGLOO untuk temu kembali koleksi yang dimiliki. 4. Transfer pengetahuan pengelola perpustakaan terhadap pengelola TI dilakukan dengan cara memberikan masukan terhadap aplikasi TI yang dibangun oleh pengelola TI sehingga pengelola TI dapat melakukan kajian pasca implementasi dari aplikasi tersebut. Berdasarkan hasil pengolahan kuesioner dan hasil observasi terhadap kondisi saat ini di instansi dapat diambil kesimpulan bahwa dengan rendahnya tingkat kesesuaian sumberdaya manusia untuk proses kontrol enable operation and use dapat berimplikasi buruk terhadap pengelolaan perpustakaan yang dilakukan oleh Badan Litbang Pertanian yaitu dapat menyebabkan terhambatnya pengembangan perpustakaan baik dari sisi pengelolaan layanan maupun pengelolaan koleksi pustaka yang dimilikinya.

4.7.3. Implikasi pada Proses Kontrol Manage the Physical Environment

Berdasarkan analisis tingkat kematangan pada proses kontrol manage the physical environment menggunakan kerangka kerja COBIT berada pada tingkat 3 yaitu didefinisikan, yang memiliki arti instansi memiliki standar prosedur keamanan fasilitas atau peralatan TI yang telah didokumentasikan. Unit kerja dan unit pelaksana teknis telah menerapkannya dalam pengelolaan perpustakaan.