dan tebing sungai, mencegah terjadinya erosi laut serta sebagai perangkap zat-zat pencemar dan limbah, mempercepat perluasan lahan, melindungi daerah di belakang
mangrove dari hempasan dan gelombang serta angin kencang. Jika terjadi pengikisan
pohon bakau maka perlahan-lahan pantai akan terkikis habis, erosi yang gampang terjadi, dan daerah yang berada di belakang mangrove akan terkena hempasan
gelombang dan angin kencang.
b. Bagi Biota Laut
Hutan bakau mangrove merupakan habitat alami bagi berbagai biota laut. Seperti udang, berbagai jenis ikan dan sejenisnya. Karenanya, sangat keliru jika ada
yang dengan sengaja menebang hutan mangrove untuk tujuan memperluas tambak karena tindakan tersebut dapat merusak kelestarian biota-biota laut.
Naamin Suryono, 2013: 21 mengungkapkan bahwa kerusakan pohon bakau mangrove akan berdampak pada penurunan volume dan keragaman jenis ikan yang
ditangkap, seperti jenis ikan patcengau, tuktukbekbek,sikapla, pamemelak, labo,bue, butekbaga, peddeman, lagguk,tuktuk,
dan kopek menjadi langkahsulit didapat dan jenis ikan menjadi hilang atau tidak pernah lagi tertangkap. Selain itu hasil laporan
Amala 2004 dalam Suryono 2013:22 menyatakan bahwa rusaknya ekosistem pohon bakau mangrove menyebabkan berkurangnya secara nyata kelimpahan
kepiting bakau Scylla serrata.
c. Mencegah Tsunami
Keberadaan pohon bakau mangrove dapat memperkecil gelombang tsunami yang menyerang daerah pantai. Istiyanto, Utomo dan Suranto 2003 dalam Suryono
2013: 20 menyimpulkan bahwa rumpun bakau Rhizipora memantulkan, meneruskan, dan menyerap energi gelombang tsunami yang diwujudkan dalam
perubahan tinggi gelombang tsunami ketika menjalar melalui rumpun tersebut. Data pasca tsunami 26 Desember 2004 yang melanda Asia dengan pusat di pantai barat
Aceh terdapat fakta bahwa hutan bakau mangrove yang kompak mampu melindungi pantai dari kerusakan akibat tsunami. Demikian juga hal sama dijumpai pada
kawasan pantai dengan hutan pantai yang baik akan mampu meredam dampak kerusakan tsunami WIIP, 2005.
2.1.3 Pendidikan sebagai Sarana Empowering
2.1.3.1 Pendidikan Empowering
Kata “empowerment” dan “empower” diterjemahkan dalam bahasa indonesia menjadi pemberdayaan dan memberdayakan. Menurut Merriam Webster dan Oxfort
English Dictioner y Prijono Pranarka, 1996:3 mengandung dua pengertian yaitu:
pengertian pertama adalah to give power or authority to, dan pengertian kedua berarti to give ability to or enable
. Dalam pengertian pertama diartikan sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain.
Sedangkan dalam pengertian kedua, diartikan sebagai upaya untuk memberikan
kemampuan atau keberdayaan.
Pendidikan menurut Rechey Syam, 2003:3-4 dalam bukunya, Planing for Teaching, an Introduction
, menjelaskan bahwa pendidikan adalah:
“The term education refers to the broad function of preserving the life of the group through bringing new members into its shared concern.
Education is thus a far broader process than that which occurs in schools. It PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
is an essensial social activity by which cummunities continue to exist. In complex communities, this function is specialized and institutionalized in
formal education, but there is always the education outside the school with which the formal process in related”.
Prof. Richey dalam bukunya ‘Planning for teaching, an Introduction to
Education ’ menjelaskan Istilah ‘Pendidikan’ berkenaan dengan fungsi yang luas dari
pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat terutama membawa warga masyarakat yang baru generasi baru bagi penuaian kewajiban dan tanggung
jawabnya di dalam masyarakat. Definisi pendidikan menurut Rechey sependapat dengan Syam 2003: 4 yang mengemukakan bahwa proses pendidikan jauh lebih
luas dari pada proses yang berlangsung di sekolah sehingga pendidikan merupakan suatu aktivitas sosial penting yang berfungsi untuk mentransformasikan keadaan
suatu masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Pendidikan empowering menurut Sastrapratedja 2013: 14 pemberdayaan
atau empowerment dapat diartikan sebagai kekuatan atau keberdayaan. Dalam istilah powerment, power
diartikan sebagai 1 daya untuk berbuat power to, 2 kekuatan bersama power-with,
dan kekuatan dari dalam power-within.Power-to adalah kekuatan yang kreatif, yang membuat seseorang mampu melakukan sesuatu. Hal ini
merupakan aspek individual dari pemberdayaan, yaitu membantu orang agar ia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan, memecahkan masalah, bekerja
dan membangun berbagai keterampilan dan pengetahuan. Pendidikan empowering menurut jurnal
yang berjudul ”Does Education Empower Women? Evidence from Indonesia
” adalah: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“Education may increase women’s bargaining power within their households because it endows them with knowledge, skills, and resources to
make life choices that improve their welfare Duflo, 2012; Lundberg Pollak, 1993. Estimation of the effects of education on empowerment,
however, is difficult because women’s preferences, family background, and community characteristics that affect both education and empowerment may
be unobserved”. Duflo Lasibani Kamal, 2010 menyatakan bahwa pendidikan dapat
meningkatkan kekuatan perempuan dalam rumah tangga mereka karena dengan pengetahuan, keterampilan, dan sumber daya mereka mampu untuk membuat pilihan
hidup yang meningkatkan kesejahteraan mereka. Perkiraan efek pendidikan pemberdayaan sulit karena preferensi perempuan, latar belakang karakteristik
keluarga, dan masyarakat yang mempengaruhi baik pendidikan dan pemberdayaan mungkin tidak teramati . Jika karakteristik teramati berkorelasi dengan pendidikan
dan pemberdayaan perempuan, perkiraan paling biasa persegi efek pendidikan akan menjadi biasa.
Kesimpulan dari definisi tersebut, peneliti menyimpulkan pengertian pendidikan tersebut dalam paradigma pendidikan sebagai humanisasi yang ditulis
oleh Sastrapratedja bahwa pendidikan merupakan usaha untuk membantu membangun power-with, kekuatan bersama, yaitu agar peserta didik membangun
solidaritas atas dasar komitmen pada tujuan dan pengertian yang sama untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi guna menciptakan kesejahteraan bersama.
Dapat dikatakan bahwa pendidikan bertujuan untuk menciptakan suatu caring society
, suatu komunitas persaudaraan yang memperhatikan kepentingan semua pihak. Yang lebih penting lagi adalah bahwa pendidikan bertujuan membangun
power-within , yaitu kekuatan spritual yang ada dalam diri peserta didik. Power-within
inilah yang membuat manusia lebih manusiawi karena disitu dibangun harga diri manusia dan penghargaan terhadap martabat manusia dan nilai-nilai yang mengalir
dalam martabat itu.
2.1.3.2 Empowering dalam Pembelajaran
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dari pengertian ini tersirat bahwa dalam pembelajaran itu adanya dua hal yaitu adanya aktivitas individu siswa dan
adanya lingkungan yang dikondisikan secara khusus untuk mengarahkan aktivitas
siswa.
Aktivitas belajar siswa tidak hanya berpaku pada lingkungan sekolah atau di dalam kelas tapi juga di lingkungan luar sekolah. Bagi anak-anak, alam yang
terbentang adalah semesta bermain dan belajar Farida, et al. 2012. Lingkungan sekolah bukan satu-satunya tempat belajar anak. Dengan melangkah ke luar kelas,
bahkan keluar sekolah, pengalaman dan pengetahuan anak-anak akan berkembang lebih luas. Di luar kelas, anak-anak memiliki kesempatan yang lebih bervariasi untuk
mengikuti berbagai petualangan belajar yang mengandung nilai filosofis, teoritis, dan praktis. Dapat kita pahami bahwa dalam proses pembelajaran merujuk pada segala
peristiwa events yang bisa memberikan pengaruh langsung terjadinya belajar pada manusia Kurniawan, 2014:27.
Pembelajaran yang berkutat di kelas dan lingkungan sekolah secar terus menerus bisa membosankan bagi anak-anak. Petualangan yang terbuka akan
memantikkan kegembiraan, menghidupkan semangat, dan membuat belajar lebih menyenangkan. Outdoor learning efektif untuk pengembangan karakter dan wawasan
anak, karena merupakan miniatur dari kehidupan yang sesungguhnya sesuai dengan konsep pemberdayaan empowering dalam upaya perubahan dan pertumbuhan dalam
diri peserta didik dan perilaku yang tidak selalu mengutamakan perkembangan kognitif semata tetapi kepada peningkatan kemampuan individual untuk membentuk
atau mengorganisir terus menerus hubungannya dengan dunia internal dan eksternal. Salah satu kegiatan pembelajaran yang dilakukan di luar kelas adalah
conseravtion scot: program pengenalan konservasi lingkungan pada anak
conservation scot pernah dilakukan oleh Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar PGSD kepada anak-anak usia dini dan sekolah dasar 3-12 tahun. Tujuan dari
program ini adalah untuk menanamkan pendidikan karakter cinta lingkungan pada anak-anak. Davis 1998 dalam Sari, W 2014:34 menuliskan bahwa hubungan
antara anak dengan alam sekitarnya merupakan landasan yang penting untuk membangun hubungan yang baik antara manusia dengan alam. Secara alami, anak
adalah penjelajah alami. Mereka mengobservasi dan meneliti lingkungan di sekitar mereka secara alami dan belajar darinya learning by doing.
Kegiatan menanam bakau dan conseravtion scot merupakan kegiatan pembelajaran empowering yang bertujuan untuk menanamkan sikap atau karakter
cinta lingkungan kepada anak-anak sebagai generasi peduli lingkungan sehingga PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menanam bakau merupakan salah satu cara untuk menumbuhkan kesadaran kepada anak-anak betapa pentingnya menjaga dan melestarikan pohon bakau untuk
kelangsungan hidup semua mahkluk hidup.
2.1.4 Perkembangan Anak Usia 6-8 Tahun
2.1.4.1 Psikologis Perkembangan Anak Usia 6-8 Tahun
Piaget Suparno, 2001:25 berpendapat bahwa pemikiran kanak-kanak berbeda pada masing-masing tingkatan. Ia membagi perkembangan pemikiran kanak-
kanak menjadi empat tahap, yaitu tahap sensorimotorik, tahap praoperasional konkret, tahap operasional konkret, dan tahap operasional formal. Setiap tahap tersebut
mempunyai tugas perkembangan kognitif yang harus diselesaikan. Penelitian ini akan fokus membahas tentang tahap praoperasioanal konkrit sesuai dengan anak usia 6-8
tahun. Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu praoperasional dan intuitif
Piaget mengatakan bahwa anak pada tahap praoperasional konkret berada diantara usia 2 -78 tahun. Ciri pokok perkembangan pada tahap praoperasional konkret usia
2-4 tahun adalah pada penggunaan simbol dan mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan
konsepnya, walaupun
masih sangat
sederhana. Dalam
mengembangkan prototipe buku mewarnai, peneliti mengasah kemampuan bahasa anak dengan memberikan keterangan setiap gambar menggunakan bahasa Mentawai.
Tujuannya adalah agar anak-anak mampu memahami bahasa Indonesia dan Mentawai dengan baik.
Sedangkan pada tahap intuitif ini menjadi langkah mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif umur 4-7 atau 8 tahun dan anak telah dapat memperoleh
pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstraks. Pada penelitian ini, prototipe buku mewarnai merupakan media yang peneliti gunakan untuk
mengembangkan pengetahuan anak terhadap manfaat pohon bakau dan pentingnya memelihara pohon bakau dan lingkungan sekitar.
Oleh sebab itu, penelitian ini dikategorikan pada tahap praoperasional konkrit dan intuitif karena pada tahap tersebut anak dapat memahami dan menggambarkan
suatu konsep melalui media gambar. Melalui gambar, anak-anak dapat memahami pesan yang ingin disampaikan.
Adapun karakteristik tahap ini adalah : 1.
Anak dapat mengelompokkan beberapa objek meskipun kurang disadarinya.
2. Anak mulai mengetahui hubungan secara logis terhadap hal-hal yang
lebih kompleks. 3.
Anak dapat melakukan sesuatu terhadap sejumlah ide. 4.
Anak mampu memperoleh prinsip-prinsip secara benar. Dia mengerti terhadap sejumlah objek yang teratur dan cara mengelompokkannya
sehingga anak memahami bahwa jumlah objek adalah tetap sama meskipun objek itu dikelompokkan dengan cara yang berbeda.
Maria Montessori Gerald, 2011 berpendapat bahwa usia kisaran 3-8 tahun merupakan periode sensitive atau masa peka pada anak, yaitu suatu periode dimana
suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan sehingga tidak terhambat perkembangannya. Misalnya masa peka untuk berbicara pada periode ini tidak
terlewati maka anak akan mengalami kesukaran dalam kemampuan berbahasa untuk periode selanjutnya. Masa-masa sensitif anak pada usia ini menurut Montessori
mencakup sensitivitas terhadap keteraturan lingkungan, mengeksplorasi lingkungan dengan lidah dan tangan, berjalan, sensitivitas terhadap obyek-obyek kecil dan detail,
serta terhadap aspek-aspek sosial kehidupan. Oleh sebab itu dalam penelitian ini periode sensitifitas anak diolah melalui kegiatan mewarnai dan menggambar. Selain
itu dalam mengeksplorasi lingkungan dengan tangan dan berjalan, peneliti mengajak anak-anak untuk melihat dan menanam secara langsung pohon bakau di tepi pantai.
Masa anak merupakan suatu fase yang sangat penting dan berharga, serta merupakan masa pembentukan dalam periode kehidupan manusia a noble and
malleable phase of human life . Oleh karenanya masa anak sering dipandang sebagai
masa emas golden age bagi penyelenggaraan pendidikan. Masa anak merupakan fase yang sangat fundamental bagi perkembangan individu karena pada fase inilah
terjadinya peluang yang sangat besar untuk pembentukan dan pengembangan pribadi seseorang karakter.
Hal inilah yang menjadi alasan peneliti untuk mengembangkan prototipe buku mewarnai tentang pohon bakau untuk menyadarkan anak-anak tentang pentingnya
memelihara pohon bakau dan membantu persepsi anak 6-8 tahun tentang pentingnya mencintai lingkungan sekitar empowering.
2.1.4.2 Ciri Sosiologis Anak Usia 6-8 Tahun
Erikson Nuryanti, 2008: 25 menyatakan delapan tahap perkembangnan Psikologi Sosial Anak yang dimana pada usia sekolah dasar anak usia tersebut berada
pada tahap empat yaitu Industry vs. Inferiority Tekun vs. Rasa rendah diri. Tahap ini dilalui ketika anak berusia sekitar 6 sampai 12 tahun. Pada tahap ini anak-anak
mempelajari keterampilan yang lebih formal, seperti: a berhubungan dengan teman sebaya berdasar pada aturan-aturan tertentu dan b berkembang dari pola bermain
yang bebas menuju permainan yang menggunakan aturan dan memerlukan kerjasama kelompok. Peneliti melihat bahwa pada usia 6-8 tahun anak-anak dapat
mengembangkan aspek-aspek sosial kehidupan mereka melalui kerja sama kelompok, yakni memiliki kesadaran untuk memelihara pohon bakau dan peduli terhadap
lingkungan sekitar empowering. Anak-anak yang berhasil melalui tahap ini akan menjadi anak yang memiliki
rasa percaya dan rasa aman yang tinggi dan memiliki inisiatif. Kesempatan inilah yang menginspirasi peneliti mengembangkan prototipe buku mewarnai yang
memberikan dorongan bagi anak Mentawai, mengarahkan rasa percaya dan rasa aman
serta inisiatif yang tinggi untuk melindungi kekayaan alamnya seperti pohon bakau.
Selain itu, anak usia sekolah dasar masih sangat mudah dibentuk pola pikir dan karakter akan cinta terhadap lingkungan
. Seperti yang dinyatakan oleh J. Piaget dan
L. Kohlberg Gunarsa Yulia, 2008: 69 bahwa anak usia 6-12 tahun mengalami tahap perkembangan moral secara teratur mulai dari kosep ‘tingkah laku baik’
sebagai suatu tin dakan yang khusus seperti ‘patuh pada ibu’ dilanjutkan tahap konsep
selajutnya ‘mencuri adalah salah’ sampai dengan kejujuran, hak milik, keadilan dan
kehormatan.
Peneliti melihat bahwa pada usia 6-8 tahun anak memiliki kemampuan yang cepat beradaptasi dengan lingkungan bermain, mudah mengikuti pola dinamika
belajar yang menyenangkan sehingga dapat memungkinkan anak-anak juga senang dengan hal-hal yang berbau cerita dan mewarnai gambar. Pada masa ini, anak-anak
juga memiliki dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai
baik oleh orang lain salah satunya adalah menanam pohon bakau. 2.1.5
Peran Media Pembelajaran Dalam Konteks Pendidikan Arti Media 2.1.5.1
Pengertian Media
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa Arab media adalah perantara atau
pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan Arsyad, 2011:3. Menurut Gerlach Ely Arsyad, 2009, media apabila dipahami secara garis besar adalah
manusia, materi dan kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, ketrampilan atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku
teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Sedangkan menurut Criticos Daryanto, 2011: 4 media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu
sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan.
Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi dan dapat digunakan untuk menyampaikan pesan pembelajaran Ena, 2001. Pembelajaran adalah proses
komunikasi antara pembelajar, pengajar, dan bahan ajar. Jadi dapat dikatakan bahwa, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bentuk komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana untuk menyampaikan pesan. Bentuk-bentuk stimulus dapaat dipergunakan sebagai media, diantaranya
adalah hubungan atau interaksi manusia, realitas, gamabr bergerak atau tidak, tulisan dan suara yang direkam.
2.1.5.2 Tujuan dan Manfaat Media Pembelajaran
Tujuan dan manfaat media pembelajaran adalah sebagai berikut: 1.
Tujuan Media Pembelajaran
Tujuan media pembelajaran sebagai alat bantu pembelajaran untuk:
a. Mempermudah proses pembelajaran di kelas,
b. Meningkatkan efisiensi proses pembelajaran,
c. Menjaga relevansi antara materi pelajaran dengan tujuan belajar,
d. Membantu konsentrasi pembelajar dalam proses pembelajaran.
2. Manfaat Media Pembelajaran
Manfaat media pembelajaran baik secara umum maupun khusus sebagai alat bantu pembelajaran bagi pengajar dan pembelajar. jadi manfaat
media pembelajaran adalah: a.
Pengajaran lebih menarik perhatian pembelajar sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar,
b. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga dapat dipahami
pembelajar, serta memungkinkan pembelajar menguasai tujuan pengajaran dengan baik,
c. Metode pembelajaran bervariasi, tidak semata-mata hanya komunikasi
verbal melalui penuturan kata-kata lisan pengajar, pembelajar tidak bosan, dan pengajar tidak kehabisan tenaga,
d. Pembelajar lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya
mendengarkan penjelasan dari pengajar tetapi bisa melakukan pengamatan, melakukan, mendemonstrasikan, dan lain-lain
2.1.5.3 Macam-macam Media
Setelah mengetahui tujuan dan manfaat media pembelajaran, alangkah baiknya kita juga perlu mengetahui media apa yang bisa digunakan untuk bisa menarik
perhatian siswa dan menumbuhkan semangat belajar mereka. Media yang digunakan pun harus berdasarkan kriteria siswa yang diajarkan. Dalam konteks ini, media yang
baik digunakan untuk anak kelas 1-3 SD dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
1.
Gambar dan Lukisan
Gambar atau lukisan yang berwarna menjadi daya tarik tersendiri bagi siswa usia 6-8 tahun karena menggambar dan melukis merupakan kegiatan yang sangat
menyenangkan bagi anak kecil. Dengan menghadirkan media ini anak-anak akan mengekspresikan jiwanya dengan bebas dalam bentuk coretan-coretan yang
mungkin bagi orang dewasa tidak mempunyai arti. Dalam tahap ini anak-anak dengan bebas melakukan sesuatu berdasarkan imajinasinya. Mereka juga belajar
mengendalikan tangan, mengkoordinasikan pikiran, mata dan tangan serta mengekpresikan diri melalui seni.
2. Menggunting dan menempel
Menggunting dan menempel merupakan salah satu kegiatan yang menarik bagi anak kecil. Kegiatan ini dapat merangsang kreativitas anak dalam memilih
dan menyusun apa yang sedang diguntingnya, seperti potongan huruf, dan lain- lain.
3. Poster
Poster tidak saja penting untuk menyampaikan kesan-kesan tertentu, tetapi mampu pula untuk memengaruhi dan memotivasi tingkah laku yang orang yang
melihatnya. Poster adalah gambar dengan ukuran besar dan memberi tekanan pada satu atau dua ide pokok yang divisualisasikans ecara sederhana dan jelas.
4. Menjiplak
Menggambar dengan cara menjiplak adalah kegiatan yang cukup menyenangkan dan mengundang rasa keingintahuan anak. Ia akan merasa senang
bila bisa membuat gambar, yang rumit sekalipun, mirip atau serupa dengan aslinya. Ini akan membangkitkan keinginannya untuk terus mencoba menjiplak
semua gambar-gambar yang diinginkannya. Sama halnya dengan mewarnai, juga merupakan kegiatan yang sangat menyenangkan bagi anak. Dalam kegiatan
mewarnai anak-anak belajar untuk memadukan warna dengan gambar sesuai dengan yang mereka lihat sehari-hari.
5. Mewarnai
Mewarnai merupakan kegiatan memberi warna pada suatu media tertentu atau pada media bergambar. Mewarnai merupakan suatu keterampilan yang disukai
oleh anak, khususnya anak-anak usia 3-9 tahun sebab mewarnai menjadi media bagi mereka untuk menuangkan segala imajinasi dan inspirasi tentang segala hal
yang mungkin pernah disentuh atau yang mereka alami Niluh, 2010. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan media berupa buku mewarnai
karena dapat dijadikan sebagai media edukasi untuk membantu perkembangan anak pada usia 6-8 tahun yang sedang berada pada tahap operasional kokret dan
intuitif. Kekhasan anak pada tahap tersebut menurut Piaget adalah mampu memperoleh pengetahuan secara simbolik melalui media tertentu dalam
memahami sesuatu. Prototipe buku mewarnai yang dikembangkan peneliti dapat menjadi salah satu sarana untuk membantu siswa dalam memperoleh persepsi
atau pengetahuan tentang manfaat dan pentingnya merawat pohon bakau
2.2 PENELITIAN YANG RELEVAN
Ada beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, yaitu : Pertama, penelitian yang berjudul “Konservasi Hutan Mangrove sebagai
Ekowisata”, yang ditulis oleh Edi Mulyadi, Okik Hendriyanto, Nur Fitriani 2009 dalam Jurnal Teknik Lingkungan FTSP UPN Veteran, Jawa Timur. Penelitian ini
diutarakan bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun strategi pengembangan dan pengolahan hutan mangrove di Sungai Wain Balikpapan melalui
konsep ekowisata berdasarkan 3 tiga aspek yaitu: aspek teknis jenis mangrove, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pola dan teknik penanaman mangrove, aspek sosial jumlah dan kepadatan penduduk, peran serta dan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan hutan
mangrove , aspek kelembagaan dukungan Pemerintah Kota Balikpapan, dukungan
Peraturan Perundangan, Partisipasi BLH, dan kalangan Perguruan Tinggi dengan tujuan untuk membentuk suatu kepedulian masyarakat dan unsur ekowisata dalam
upaya rehabilitasi mangrove.
Kedua, Penelitian ini berjudul
“Kampanye Edukasi Eksplorasi Terumbu Karang untuk Anak Sekolah Dasar di Bali m
elalui Desain Komunikasi Visual” yang ditulis oleh Kadek Karina Kurniawan Kurniawan, 2013. Dalam penelitian ini dibahas
bahwa tujuannya adalah bagaimana menciptakan media komunikasi visual yang membantu anak dalam proses edukasi. Pentingnya desain panduan praktikum yang
menarik perhatian anak serta mempermudah anak lebih memahami apa yang dia pelajari dan juga terjadi sebuah konsep belajar yang
“fun” yang biasa di sebut dengan education with fun
. Konsep terseebut merupakan penggambaran dari proses edukasi atau pembelajaran untuk anak dengan cara menyenangkan sehingga komunikasi
berjalan efektif. Berdasarkan dua penelitian tersebut, peneliti mendapatkan inspirasi: 1 berkaitan
dengan penelitian yang menghasilkan modul strategi pengembangan dan pengolahan hutan mangrove di sungai Wain Balikpapan melalui konsep ekowisata, peneliti
mendapat masukan tentang pentingnya membangun kepedulian terhadap lingkungan mangrove
. 2 Dari penelitian tentang desain komunikasi visual yang menarik dan menyenangkan anak sehingga memotivasi anak dalam memahami terumbu karang,
peneliti mendapatkan inspirasi untuk membuat suatu desain pembelajaran berupa buku mewarnai. Apabila dibuat dalam bentuk skema, maka konsepnya adalah sebagai
berikut:
Gambar 2.1 Bagan Penelitian yang Relevan
2.3 KERANGKA BERPIKIR