Latar Belakang Penduduk Masyarakat Mentawai

bagi penduduk yang berada di kawasan Pagai Utara dan Selatan. Penduduknya mayoritas Mentawai, Batak, Jawa, Flores, Nias, Minang, dan sejumlah kecil orang kulit putih. Data Badan Statistik Kabupaten Kepulauan Mentawai tahun 2014 menunjukkan bahwa jumlah penduduk berjumlah 9.544 jiwa pencerahnusantara.org.

2.1.1.2 Latar Belakang Penduduk Masyarakat Mentawai

Hidaya, Z. 1997: 182 mengemukakan bahwa masyarakat Mentawai dalam keadaan asalnya hidup dalam kesatuan sosial ekonomi yang sederhana, berdasarkan persamaan derajat, tidak ada kelompok pemimpin dan budak dikalangan mereka. Tanah yang subur dan kaya akan alam membuat masyarakat Mentawai dengan mudah mendapatkan makanan hasil ladang atau kebun dan hasil pantai. Pada zaman dahulu, cara hidup masyarakat Mentawai adalah mengelompok pada pemukiman yang disebut UMA. Namun sekarang khususnya di Sikakap, masyarakat sudah hidup seperti kebanyakan orang pada zaman ini. Secara tradisional, kehidupan sosial dan budaya masyarakat Mentawai menganut paham patrilinial, dimana interaksi sosial berpusat pada UMA nama rumah adat Mentawai yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam lingkar budaya Mentawai. Secara kosmologis, masyarakat Mentawai sangat dipengaruhi oleh cara pandang dunianya arat sabulungan yang berdimensi religius yaitu menghormati dunia atau yang makhluk hidup dan alam raya di sekitarnya yang memiliki kekuatan gaibroh simagre. Oleh karenanya, manusia berkewajiban menjaga keserasian hubungan antara roh dan jasa untuk terhindar dari penyakit. Dalam rangka menyeimbangkan roh dan raga tersebut, dilakukan upacara keagamaan pesta punen atau puliaijat yang dipimpin oleh para pemimpin adat sikerei. Jadi secara etnografis, kehidupan masyarakat Mentawai sangatlah dekat dan bergantung pada alam karena menganut sistem kepercayaan yang percaya terhadap benda-benda dan tumbuh- tumbuhan dianggap mempunyai jiwa dan roh yang dapat berfikir seperti manusia dan dipakai oleh masyarakat dalam bentuk larangan-larangan tabu. Peneliti melihat bahwa kedekatan dan ketergantungan masyarakat Mentawai terhadap alam merupakan salah satu satu peluang yang baik untuk mengedukasi mereka tentang cara mengkonservasi alam. Kehidupan ekonomis masyarakat Mentawai masih menggantungkan diri terhadap hasil ladang kebun, bercocok tanam, nelayan, dan pedagang. Masyarakat yang bekerja sebagai nelayan cenderung menjadikan ekosistem pohon bakau sebagai tempat mata pencaharian mereka untuk mencari kepiting, memancing ikan, dan sebagian ada yang membudidayakan rumput laut. Kepiting, ikan-ikan, dan rumput laut yang mereka dapatkan kemudian dijual kepada pedagang. akan tetapi juga dapat diolah sendiri khususnya rumput laut. Masyarakat yang menjadi petani, setiap hari bercocok tanam untuk menghasilkan sagu, keladi, ubi-ubian yang menjadi makanan pokok penduduk Mentawai. Meskipun sekarang ada sebagian masyarakat yang mengolah lahan pertanian untuk menanam padi. Selain menjadi nelayan dan petani, sebagian masyarakat Mentawai ada yang berdagang. Pedagang ini biasanya menampung hasil para nelayan, petani, dan masyarakat yang melakukan jual beli kebutuhan. Nelayan, petani, dan pedagang merupakan pekerjaan sehari-hari namun mereka belum bisa mengembangkan profesi ini secara maksimal karena keterbatasan pengetahuan dan banyak masyarakat yang tingkat pendidikannya masih rendah. 2.1.1.3 Latar Belakang Pendidikan Masyarakat Mentawai Latar belakang pendidikan masyarakat Mentawai secara umum masih berada di tingkat yang rendah. Sebelum masuknya pengaruh kebudayaan luar pada setengah abad yang lalu masyarakat Mentawai masih hidup dalam taraf peradaban neolitik. Mata pencaharian utama mereka adalah meramu sagu dan berburu. Setiap anak laki- laki sejak kecil sudah diajarkan untuk berburu sehingga kelak ketika sudah dewasa setiap anak laki-laki tersebut mengetahui cara berburu yang baik Hidaya, 1997: 182. Dengan latar belakang budaya seperti ini, pendidikan bukan hal yang menjadi prioritas. Orang tua cenderung tidak mengijinkan anak-anaknya bersekolah karena bagi para orangtua berburu lebih penting dari pada bersekolah. Di beberapa kampung ada beberapa orangtua yang sampai saat ini masih buta huruf. Jika disimpulkan bahwa para orangtua yang hidup di desa-desa pada umumnya hanya sekolah dari kelas 1-5 SD atau paling tinggi tamat SD. Tingkat pendidikan yang rendah membuat mereka tidak berkompeten dalam mengelola kekayaan hayati yang ada di kepulauan Mentawai. Buktinya adalah mereka yang menjadi petani hanya sekedar mengetahui menanam dan memanen, yang menjadi nelayan hanya tau memancing, membom tanpa mengetahui akibat dari tindakannya, dan sebagian dari pedagang mengeksploitasi bakau dengan menjualnya sebagai perabot rumah dan kayu bakar. Tingkat pengetahuan masyarakat yang rendah ini sangat memprihatinkan karena mereka tidak bisa merawat bakau dan sebagian kekayaan hayati lainnya. Peneliti berupaya menumbuhkan kesadaran para orang tua tentang pentingnya anak-anak mengenyam pendidikan. Selain itu, peneliti juga menghendaki agar anak- anak dapat merawat bakau sebagai salah sayu kekayaan hayati di Mentawai. Masyarakat di Mentawai khususnya anak-anak perlu mendapatkan pendidikan yang layak dan baik agar mereka mendapatkan pemahaman mengenai alam, laut, dan lingkungan sekitar khususnya pohon bakau yang saat ini banyak mengalami keusakan. 2.1.2 Pohon Bakau sebagai Salah Satu Sumber Hayati Kepulauan Mentawai 2.1.2.1 Definisi Pohon Bakau Pohon bakau adalah jenis tanaman dikotil yang hidup di habitat payau atau individu jenis tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut. Hutan bakau juga dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Pohon bakau mangrove biasa ditemukan di sepanjang pantai daerah tropis dan subtropis, antara 32 Lintang Utara dan 38 Lintang Selatan Suryono, 2013: 56. Pohon bakau mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Selain itu, pohon bakau mangrove tumbuh subur dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI luas di daerah delta dan aliran sungai yang besar dengan muara yang lebar. Bakau merupakan istilah yang sering dipakai untuk tumbuhan mangrove secara keseluruhan, namun nama ilmiahnya sendiri dari bakau adalah Rhizophora sp. Saputro et Al. Suryono, 2013 mengatakan bahwa mangrove atau bakau adalah sekelompok tumbuhan, terutaman golongan halopit yang terdiri dari beragam jenis, dari suku tumbuhan yang berbeda-beda tetapi mempunyai persamaan dalam hal adaptasi morfologi dan fidiologi terhadap habitat tumbuhannya dan genangan pasang surut air laut yang mempengaruhinya. Pengertian tersebut hampir sama dengan pendapat Purnobasuki 2005 yang mengatakan bahwa mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh pada tanah alluvial di daerah pantai dan sekitar muara sungai yang dipengaaruhi oleh arus pasang surut air laut dan juga tumbuh pada pantai karang atau daratan terumbu karnag yang berpasir tipis atau pada pantai berlumpur. Ciri-ciri lingkungan hutan mangrove adalah: a. Tumbuh pada daerah yang memiliki jenis tanah berlumpur, berlempung atau berpasir, b. Tergenang air laut atau air payau secara teratur, c. Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Pohon bakau mangrove merupakan salah satu ekosistem yang khas dan unik. Tumbuhan-tumbuhan di ekosistem ini mempunyai akar yang berbeda dengan tumbuhan-tumbuhan di darat. Pohon bakau sendiri terbagi menjadi 3 yaitu pohon bakau kecil bakat sigoisok dalam bahasa Mentawai, pohon bakau muda dan pohon bakau dewasatua. Biasanya pohon bakau kecil dimanfaatkan sebagai bibit karena PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI akarnya yang masih kecil sehingga mudah untuk dicabut dan dipindahkan ke tempat lain. Sedangkan pohon bakau muda dan tua yang memiliki akar kuat berfungsi sebagai peredam hantaman gelombang dan ombak. Kekuatan angin dan badai dahsyat akan berkurang ketika mencapai ekosistem pohon bakau yang memiliki hutan lebat Gufran, 2012: 65. Jadi, pohon bakau mangrove perlu dijaga dan dirawat agar dapat tumbuh besar sehingga bisa melindungi pantai dari hantaman gelombang tsunami dan ombak.

2.1.2.2 Manfaat Pohon Bakau