Pengembangan prototype buku cerita anak tentang terumbu karang dalam konteks empowering masyarakat mentawai untuk anak 9-12 tahun.

(1)

KARANG DALAM KONTEKS EMPOWERING MASYARAKAT MENTAWAI UNTUK ANAK 9-12 TAHUN

Merpin Saogo Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan yang diawali adanya potensi dan masalah terkait kurangnya kesadaran masyarakat Mentawai untuk mengkonservasi terumbu karang. Potensi yang peneliti soroti adalah manfaat terumbu karang sebagai pelindung pantai dan tempat tinggal biota laut. Masalah yang peneliti lihat adalah adanya perilaku masyarakat yang mengambil terumbu karang secara sembarangan. Dari hasil analisis kebutuhan guru dan anak di SDK St.Fransiskus Sikabaluan, peneliti mendapatkan data jika mereka membutuhkan buku panduan tentang pentingnya memelihara terumbu karang. Oleh sebab itu, peneliti terdorong mengembangkan prototype buku cerita “ Derita Aat si Gurita Kecil” untuk anak usia 9-12 tahun agar mereka dapat memelihara terumbu karang.

Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (Research and Development atau R&D). Penelitian ini menggunakan tujuh langkah yang diadopsi dari Sugiyono yang meliputi: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) uji coba produk dan (7) revisi akhir produk. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan proses pengembangan prototype buku cerita “Derita Aat si Gurita Kecil” serta kualitas . prototype tersebut dapat anak 9-12 tahun memiliki persepsi untuk memelihara terumbu karang. Prototype divalidasi oleh seorang validator dengan skor 54 (sangat baik), sehingga layak diuji cobakan.

Uji coba dilakukan di SDK St. Fransiskus Sikabaluan Mentawai kepada 22 siswa. Hasil persepsi siswa setelah mengikuti uji coba adalah 54.54% anak mengerti dampak kerusakan terumbu karang, 68.18% anak mengetahui penyebab rusaknya terumbu karang, serta 72.72% anak termotivasi untuk menjaga kelestarian terumbu karang. Jadi prototype buku tersebut dapat digunakan untuk melakukan pendidikan tentang konsevasi terumbu karang (empowering).


(2)

Aged 9-12 Years In whithin the Context of Empowering in the Mentawai Society. Thesis. Yogyakarta: Elementary School Teacher Study Program of Sanata Dharma University. This research was a research and development that preceded the potential and problems related to lack of awareness of the Mentawai people to conserve coral reefs. The researchers highlight the potential benefits of coral reefs are as protective beach dwelling marine life. Problems that researchers see was the existence of the behavior of the people who takes coral reefs carelessly for building materials and destroy fishing use bomb that destroys coral reefs. Therefore , researchers impelled do research development prototype story books about coral reefs for children aged 9-12 years in the context of empowering the Mentawai society .Thus the prototype can be used for social learning to infuse habit of the importance of tending coral reefs.

This research was a research and development (Research and Development or R & D). This research uses seven steps adopted from Sugiyono which includes: (1) the potential and problems, (2) data collection, (3) the design of the product, (4) design validation, (5) a revision of design, (6) test products and (7) the revision of the final product. The purpose of this research was to produce products of prototype story books suffered hen the litle octopus. The prototype validated by a validator with the average of score 54 (very good), So as to be feasible in tested.

The trial was done in the SDK St. Francis Sikabaluan Mentawai to 22 students, on 16-19 June 2015 in inside and outside the room. Results perceptions of students after participating in trials was that students understand the impact of damage to coral reefs (54.54%), determine the cause of the destruction of coral reefs (68.18%), motivated to preserve coral reefs (72.72%). Thus the prototype of the book can be a means to carry out education about coral reef conservation.


(3)

i

PENGEMBANGAN PROTOTYPE BUKU CERITA ANAK

TENTANG TERUMBU KARANG DALAM KONTEKS

EMPOWERING MASYARAKAT MENTAWAI

UNTUK ANAK 9-12 TAHUN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

\

Oleh: Merpin Saogo NIM: 121134242

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

(5)

(6)

iv

PERSEMBAHAN Skripsi ini dipersembahkan untuk:

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu setia menyertai dan memberiku kekuatan jasmani dan rohani

2. Kedua orang tua: Bapak Elimar Saogo dan Ibu Nursi Saogo, yang selalu memberikan perhatian, motivasi dan kasih sayang yang tulus.

3. Kelompok Bakti Kasih Kemanusia (KBKK) yang telah memberikan beasiswa dan perhatian kepada peneliti selama studi di PGSD Universitas Sanata Dharma.

4. Seluruh pastor di Mentawai yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada peneliti selama studi di PGSD Universitas Sanata Dharma. 5. Seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan dan nasehat.

6. Teman-temanku PGSD angkatan 2012 yang turut membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.


(7)

v MOTTO

Dz

Dunia adalah sebuah buku dan mereka yang tidak

melakukan perjalanan hanya membaca sebuah halaman

dz

.

(Santo Agustinus)

Melibatkan imajinasi bukanlah tambahan manis terhadap

pembelajaran; Keterlibatan ini adalah inti dari pembelajaran

itu sendiri.

(Kieran Egan)

Mungkin aku bukanlah teman yang baik untuk

diajak ngobrol, tetapi aku adalah teman terbaik jika

diajak untuk bekerja.

(Merpin Saogo)


(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan atau daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 20Januari 2016 Peneliti


(9)

vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama : Merpin Saogo Nomor Mahasiswa : 121134242

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENGEMBANGAN

PROTOTYPE

BUKU

CERITA

ANAK

TENTANG

TERUMBU

KARANG

DALAM

KONTEKS

EMPOWERING MASYARAKAT MENTAWAI UNTUK ANAK

9-12 TAHUN.

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma baik untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu ijin dari saya atau royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal, 20 Januari 2016 Yang menyatakan,


(10)

viii ABSTRAK

PENGEMBANGAN PROTOTYPE BUKU CERITA ANAK TENTANG TERUMBU KARANG DALAM KONTEKS EMPOWERING MASYARAKAT

MENTAWAI UNTUK ANAK 9-12 TAHUN Merpin Saogo

Universitas Sanata Dharma 2016

Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan yang diawali adanya potensi dan masalah terkait kurangnya kesadaran masyarakat Mentawai untuk mengkonservasi terumbu karang. Potensi yang peneliti soroti adalah manfaat terumbu karang sebagai pelindung pantai dan tempat tinggal biota laut. Masalah yang peneliti lihat adalah adanya perilaku masyarakat yang mengambil terumbu karang secara sembarangan. Dari hasil analisis kebutuhan guru dan anak di SDK St.Fransiskus Sikabaluan, peneliti mendapatkan data jika mereka membutuhkan buku panduan tentang pentingnya memelihara terumbu karang. Oleh sebab itu, peneliti terdorong mengembangkan prototype buku cerita “ Derita Aat si Gurita Kecil” untuk anak usia 9-12 tahun agar mereka dapat memelihara terumbu karang.

Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (Research and Development atau R&D). Penelitian ini menggunakan tujuh langkah yang diadopsi dari Sugiyono yang meliputi: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) uji coba produk dan (7) revisi akhir produk. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan proses pengembangan prototype buku cerita “Derita Aat si Gurita Kecil” serta kualitas . prototype tersebut dapat anak 9-12 tahun memiliki persepsi untuk memelihara terumbu karang. Prototype divalidasi oleh seorang validator dengan skor 54 (sangat baik), sehingga layak diuji cobakan.

Uji coba dilakukan di SDK St. Fransiskus Sikabaluan Mentawai kepada 22 siswa. Hasil persepsi siswa setelah mengikuti uji coba adalah 54.54% anak mengerti dampak kerusakan terumbu karang, 68.18% anak mengetahui penyebab rusaknya terumbu karang, serta 72.72% anak termotivasi untuk menjaga kelestarian terumbu karang. Jadi prototype buku tersebut dapat digunakan untuk melakukan pendidikan tentang konsevasi terumbu karang (empowering).


(11)

ix ABSTRACT

Saogo, M. 2016. Developing a Prototype of Children Story Book about Coral reef For Children Aged 9-12 Years In whithin the Context of Empowering in the Mentawai Society. Thesis. Yogyakarta: Elementary School Teacher Study Program of Sanata Dharma University.

This research was a research and development that preceded the potential and problems related to lack of awareness of the Mentawai people to conserve coral reefs. The researchers highlight the potential benefits of coral reefs are as protective beach dwelling marine life. Problems that researchers see was the existence of the behavior of the people who takes coral reefs carelessly for building materials and destroy fishing use bomb that destroys coral reefs. Therefore , researchers impelled do research development prototype story books about coral reefs for children aged 9-12 years in the context of empowering the Mentawai society .Thus the prototype can be used for social learning to infuse habit of the importance of tending coral reefs.

This research was a research and development (Research and Development or R & D). This research uses seven steps adopted from Sugiyono which includes: (1) the potential and problems, (2) data collection, (3) the design of the product, (4) design validation, (5) a revision of design, (6) test products and (7) the revision of the final product. The purpose of this research was to produce products of prototype story books suffered hen the litle octopus. The prototype validated by a validator with the average of score 54 (very good), So as to be feasible in tested.

The trial was done in the SDK St. Francis Sikabaluan Mentawai to 22 students, on 16-19 June 2015 in inside and outside the room. Results perceptions of students after participating in trials was that students understand the impact of damage to coral reefs (54.54%), determine the cause of the destruction of coral reefs (68.18%), motivated to preserve coral reefs (72.72%). Thus the prototype of the book can be a means to carry out education about coral reef conservation.


(12)

x PRAKATA

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa (TYME), karena atas berkat dan rahmatnya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PENGEMBANGAN PROTOTYPE BUKU CERITA ANAK TENTANG TERUMBU KARANG DALAM KONTEKS EMPOWERING MASYARAKAT MENTAWAI UNTUK ANAK 9-12 TAHUN. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Peneliti menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu serta memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi ini sampai selesai. Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph. D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma

2. Gregorius Ari Nugrahanta, SJ., SS., BST., M.A., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

3. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum., Dosen Pembimbing I yang telah memberikan saran, kritik, dorongan, semangat, waktu, pikiran, dan tenaga untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi.


(13)

xi

4. Wahyu Wido Sari, S.Si., M. Biotech., Dosen Pembimbing II yang telah memberikan kritik, saran, semangat, waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan skrispi.

5. Seluruh dosen dan staff karyawan Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan pelayanan prima selama perkuliahan.

6. Antonius Samino, S.Ag selaku Kepala Sekolah SDK St.Fransiskus Sikabaluan yang sudah mengijinkan peneliti dalam melakukan penelitian demi terselesaikannya skripsi ini.

7. Para guru dan seluruh siswa-siswi SDK St.Fransiskus Sikabaluan yang sudah membantu peneliti demi terselesaikannya skripsi ini.

8. Validator yang berkenan memvalidasi produk skripsi ini dengan memberikan komentar dan saran demi perbaikan kualitas produk yang dikembangkan peneliti. 9. Mespin Zulian Samaloisa dan Agustinus Aris, teman penelitian kolaboratif, yang sama-sama berjuang serta saling menyemangati dan memberikan masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

10. Kelompok Bakti Kasih Kemanusiaan (KBKK) yang telah memberikan perhatian, kasih sayang, dan cinta kepada peneliti selama studi di PGSD Universitas Sanata Dharma.

11. Romo Madya Utama, SJ sebagai bapak rohani peneliti yang telah mendampingi peneliti selama studi di PGSD Universitas Sanata Dharma.


(14)

xii

12. Semua pastor yang berkarya di Mentawai yang selalu memberikan dukungan dan doa yang tulus.

13. Kedua orang tuaku tercinta (Bapak Elimar Saogo dan Ibu Nursi Saogo) yang selalu memberikan doa, perhatian, dan kasih sayang yang tulus.

14. Kakak Yosfrial Saogo dan seluruh keluarga yang memberikan dukungan dan nesehat;

15. Sahabat terdekat Rena Christiani yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada peneliti saat menyelesaikan skripsi ini.

16. Teman-temanku PGSD angkatan 2012 yang turut membantuku dalam menyelesaikan skripsi ini.

17. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang telah memberikan doa, dukungan, dan semangat hingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.

18. Almamater peneliti: Universitas Sanata Dharma

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan. Akhirnya semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Yogyakarta, 20 Januari 2016 Peneliti,


(15)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTARCT ... ix

PRA KATA ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Definisi Operasional ... 6

1.6 Spesifikasi Produk yang Diharapkan ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

2.1 Kajian Pustaka ... 9

2.1.1 Kepulauan Mentawai ... 9

2.1.1.1 Geografis Sikabaluan ... 9

2.1.1.2 Latar Belakang Penduduk Mentawai ... 10

2.1.1.3 Latar Belakang Pendidikan Masyarakat Mentawai ... 12

2.1.2 Terumbu Karang sebagai Salah Satu Sumber Daya Alam Mentawai ... 14


(16)

xiv

2.1.2.2 Manfaat Terumbu Karang ... 18

2.1.2.3 Penyebab dan Bahaya Kerusakan Terumbu Karang ... 19

2.1.3 Pendidikan sebagai Sarana Empowering ... 21

2.1.3.1 Pendidikan Empowering ... 21

2.1.3.2 Empowering dalam Pembelajaran ... 24

2.1.4 Perkembangan Anak Usia 9-12 Tahun ... 27

2.1.4.1 Psikologi Perkembangan Anak Usia 9-12 Tahun ... 27

2.1.4.2 Ciri Sosiologis Anak Usia 9-12 Tahun ... 29

2.1.5 Peran Media Pembelajaran dalam Konteks Pendidikan Empowering ... 30

2.1.5.1 Pengertian Media ... 30

2.1.5.2 Media Pembelajaran ... 32

2.1.5.3 Media Cetak ... 33

2.1.5.4 Pengertian Buku Cerita Bergambar ... 37

2.2 Penelitian yang Relevan ... 39

2.3 Kerangka Berpikir ... 42

2.4 Pertanyaan Penelitian ... 44

BAB III METODE PENELITIAN ... 46

3.1 Jenis Penelitian ... 46

3.2 Setting Penelitian ... 46

3.2.1 Tempat Penelitian... 46

3.2.2 Subjek Penelitian ... 46

3.2.3 Objek Penelitian ... 47

3.2.4 Waktu Penelitian ... 47

3.3 Prosedur Pengembangan ... 47

3.3.1 Potensi dan Masalah ... 49

3.3.2 Pengumpulan Data ... 49

3.3.3 Desain Prototype ... 49

3.3.4 Validasi Desain ... 50

3.3.5 Revisi Desain ... 51

3.3.6 Uji Coba Produk ... 51

3.3.7 Revisi Akhir Produk ... 51

3.4 Instrumen Penelitian ... 52

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 61

3.6 Teknik Analisi Data ... 61


(17)

xv

4.1 Hasil Penelitian ... 64

4.1.1 Prosedur Pengembangan Prototype Buku Cerita ... 64

1. Potensi dan Masalah ... 64

2. Pengumpulan Data ... 66

3. Desain Produk ... 73

4. Validasi Desain ... 77

5. Revisi Desain ... 81

6. Uji Coba Produk ... 83

a. Uji Coba Produk Tanggal 16 Juni 2015 ... 83

b. Uji Coba Produk Tanggal 17 Juni 2015 ... 85

7. Revisi Akhir Produk ... 87

4.1.2 Deskripsi Kualitas Prototype Buku Cerita ... 90

4.2 Pembahasan ... 92

1. Prototype Berisi Informasi Tentang Manfaat Terumbu Karang ... 92

2. Prototype Menjadi Sarana Pendidikan Cinta lingkungan Hidup Demi Masa Depan Mentawai yang Lebih Baik. ... 93

3. Prototype Dikembangkan dalam Bentuk Buku Cerita Bergambar yang Sesuai dengan Karakteristik Anak Usia 9-12 Tahun. ... 95

4. Prototype Tersebut Menginspirasi Guru tentang Pentingnya Mengintegrasikan Pendidikan Cinta Lingkungan di Tengah Masyarakat Mentawai ... 97

5. Kelebihan dan Kelemahan Prototype Buku ... 99

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN ... 100

5.1 Kesimpulan ... 100

5.2 Keterbatasan ... 100

5.3 Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 103

LAMPIRAN ... 105


(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Pra Penelitian untuk Anak... 52

Tabel 3.2 Lembar Pertanyaan Pra Penelitian untuk Anak ... 53

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Pra Penelitian untuk Guru ... 54

Tabel 3.4 Lembar Pertanyaan Pra Penelitian untuk Guru ... 54

Tabel 3.5 Instrumen Penelitian Persepsi Siswa terhadap Kualitas Prototype Buku Cerita ... 55

Tabel 3.6 Instrumen Validasi Produk... 57

Tabel 3.7 Lembar Validitas Kuesioner kepada Anak ... 58

Tabel 3.8 Lembar Validitas Kuesioner kepada Guru ... 60

Tabel 3.9 Skala Likert ... 62

Tabel 4.1 Data Kuesioner Pra Penelitian untuk Anak... 67

Tabel 4.2 Hasil Rekapan Kuesioner Pra Penelitian untuk Anak ... 68

Tabel 4.3 Data Kuesioner Pra Penelitian untuk Guru ... 69

Tabel 4.4 Hasil Rekapan Kuesioner Pra Penelitian untu Guru ... 70

Tabel 4.5 Pedoman Kelayakan Pra Penelitian untuk Anak ... 71

Tabel 4.6 Hasil Validasi Instrumen Pra Penelitian untuk Anak... 72

Tabel 4.7 Pedoman Kelayakan Pra Penelitian untuk Guru ... 72

Tabel 4.8 Hasil Validasi Instrumen Pra Penelitian untuk Guru ... 72

Tabel 4.9 Presentase Respon Anak dan Guru dalam Mengisi Kuesioner ... 73

Tabel 4.10 Validasi Ahli dari Produk Awal ... 77

Tabel 4.11 Pedoman Kelayakan Prototype ... 79

Tabel 4.12 Validasi Ahli dari Produk yang Sudah Direvisi ... 79

Tabel 4.13 Pedoman Kelayakan Prototype ... 80

Tabel 4.14 Analisis Instrumen Persepsi Siswa terhadap Kualitas Prototype Buku Cerita ... 90

Tabel 4.15 Persentase Persepsi Siswa terhadap Kualitas Prototype Buku Cerita... 91


(19)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Bagan Penelitian yang Relevan ... 42

Gambar 3.1 Prosedur Pengembangan ... 48

Gambar 4.1 Desain Cover Prototype Buku Cerita ... 75

Gambar 4.2 Desain Awal Prototype Buku Cerita ... 76

Gambar 4.3 Perbaikan Cover ... 81

Gambar 4.4 Perbaikan Efek Warna yang Cerah ... 82

Gambar 4.5 Perbaikan Bahasa dalam Penulisan ... 82

Gambar 4.6 Pembacaan Prototype Buku Cerita di Kelas ... 84

Gambar 4.7 Kegiatan di Luar Kelas Tanggal 16 Juni 2015 ... 85

Gambar 4.8 Kegiatan di Luar Kelas Tanggal 17 Juni 2015 ... 86

Gambar 4.9 Produk Akhir setelah Revisi ... 87


(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1: Kisi-Kisi Instrumen Pra-Penelitian untuk Anak dan Guru ... 105

Lampiran 2: Lembar Pertanyaan Pra Penelitian untuk Anak ... 106

Lampiran 3: Lembar pertanyaan Pra Penelitian untuk Guru ... 110

Lampiran 4: Lembar Validitas Kuesioner kepada Anak ... 114

Lampiran 5: Lembar Validitas Kuesioner kepada Guru ... 116

Lampiran 6: Lembar Kuesioner Validasi Buku oleh Ahli Kelautan dan Perikanan ... 118

Lampiran 7: Instrumen Penelitian Persepsi Siswa Terhadap Kualitas Prototype Buku Cerita “Derita Aat Si Gurita Kecil” untuk Anak Usia 9-12 Tahun ... 122

Lampiran 8: Presensi Kehadiran Uji Coba Produk ... 126

Lampiran 9: Tabel Jadwal Penelitian ... 128

Lampiran 10: Foto Kegiatan Uji Coba di Dalam Kelas ... 129


(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan (1) latar belakang masalah, (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, (5) spesifikasi produk yang diharapkan, dan (6) definisi operasional.

1.1. Latar Belakang Masalah

Sikabaluan merupakan salah satu pusat kecamatan di Pulau Siberut yang disebut dengan Kecamat Siberut Utara. Warga Sikabaluan bermukim tidak jauh dari tepi pantai, sehingga banyak warga menggantungkan hidup mereka sebagai nelayan. Sikabaluan yang juga bagian dari Pulau Siberut memiliki sebaran terumbu karang yang indah dengan berbagai ukuran. Keberadaan terumbu karang menjadi faktor melimpahnya jenis biota laut yang hidup disekitar terumbu karang tersebut. Kondisi seperti ini, dengan banyaknya terumbu karang yang hidup memenuhi hampir seluruh bibir pantai memungkin para nelayan tidak kesulitan dalam mencari ikan. Banyak jenis ikan karang dengan berbagai bentuk dan ukuran bisa dilihat dan diambil sebagai sumber protein bagi masyarakat Sikabaluan. Selain itu, keadaan ekosistem terumbu karang dengan kehidupan di dalamnya menyajikan pemandangan yang indah yang dapat dijadikan sebagai tempat wisata bawah laut.

Berdasarkan pengamatan peneliti sebagai warga masyarakat di Pulau Siberut, peneliti melihat bahwa masyarakat di sana kurang menyadari arti pentingnya mengkonservasi terumbu karang. Ada banyak terumbu karang sekarang ini dalam


(22)

kondisi sangat memprihatinkan atau yang mengalami kerusakan. Kerusakan terjadi karena ulah masyarakat yang mencari ikan dengan melakukan pengeboman ikan, sehingga terumbu karang mengalami kerusakan dan beberapa biota laut yang hidup di sekitar terumbu karang menjadi mati. Selain itu, beberapa masyarakat cenderung melakukan eksploitasi terhadap terumbu karang dengan tujuan bisnis sebagai bahan bangunan, akibatnya terumbu karang tidak dapat optimal untuk menjadi peredam gelombang yang besar. Gelombang besar dengan mudah langsung menerjang ke arah daratan, sehingga garis pantai mengalami abrasi atau pergeseran ke arah darat. Menurut Supriyono (2010: 4-7), terumbu karang sebagai salah satu kekayaan hayati laut memiliki banyak manfaat bagi kehidupan masyarakat di sekitar pantai, seperti: melindungi pantai dari hempasan ombak, tempat tinggal dan menyediakan makanan bagi biota laut (ikan, kepiting, gurita, dll), sumber obat-obatan, sebagai sumber bibit budi daya dan penunjang kegiatan pendidikan dan penelitian.

Berdasarkan gagasan tersebut, peneliti mencari data-data awal tentang pemahaman anak usia 9-12 tahun dan guru di SDK St.Fransiskus Sikabaluan, yang terdapat di Pulau Siberut. Data-data yang peneliti gali melalui kuesioner adalah tentang: (1) manfaat terumbu karang bagi masyarakat, (2) bahaya jika merusak terumbu karang, (3) upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk mengkonservasi terumbu karang, (4) sarana yang diperlukan untuk menyadarkan atau memberdayakan (empowering) masyarakat tentang pentingnya mengkonservasi terumbu karang.

Berdasarkan hasil kuesioner yang peneliti dapatkan dari 22 anak kelas IV-V SD St.Fransiskus Sikabaluan pada bulan Februari 2015, didapatkan data: 18.18%


(23)

anak mengetahui bahwa terumbu karang diambil untuk dijual, 86.36% anak melihat ada terumbu karang yang mengalami kerusakan di laut, 86.36% anak mengetahui terumbu karang rusak karena ada kebiasaan masyarakat yang mengambilnya untuk dijadikan bahan bangunan, 95.45% anak mengatakan bahwa terumbu karang memiliki manfaat melindungi pantai dari hempasan ombak dan juga tempat tinggal bagi biota laut, 100% anak menjawab bahwa mereka memerlukan buku tentang pentingnya memelihara terumbu karang.

Hasil kuesioner yang dibagikan kepada 14 guru di SD St.Fransiskus Sikabaluan pada bulan Februari 2015 adalah: 71.43% guru mengetahui terumbu karang bisa dijadikan sumber ekonomis, 85.71% guru melihat kondisi terumbu karang di Sikabaluan mengalami kerusakan, 85.71% guru mengetahui ada kebiasaan masyarakat yang mengeksploitasi terumbu karang secara liar untuk bahan bangunan, 92.86% guru menjawab tidak pernah mendapat penyuluhan tentang cara memelihara terumbu karang, dan 100% guru memerlukan buku tentang pentingnya memelihara terumbu karang.

Data-data tersebut menjadi acuan bagi peneliti untuk melakukan penelitian pengembangan dalam menyusun sebuah prototype buku cerita tentang terumbu karang di Mentawai berjudul “Derita Aat si Gurita Kecil”. Tokoh utamanya adalah seekor gurita kecil yang diberi nama Aat. Selain mudah diingat dan lucu, nama Aat juga sangat terkenal di tengah masyarakat. Aat adalah nama seorang pemuda yang sangat dekat dengan banyak orang. Meski sudah dewasa, kondisi fisik tidak menggambarkan dia seperti itu melainkan dia terlihat seperti anak yang kira-kira baru


(24)

berusia lima belas tahun. Aat bekerja sebagai tukang angkat mesin boat. Senyum dan cara berbicaranya yang sedikit gagap membuatnya disenangi oleh banyak orang. Dengan alasan itulah, peneliti menggunakan nama Aat sebagai nama tokoh utama dalam cerita. Keberadaan nama Aat yang akrab di tengah masyarakat dan juga mudah diingat oleh anak-anak, akan membuat anak-anak semakin tertarik untuk membaca buku cerita tersebut. Maka dari itu, buku tersebut tidak hanya membuat anak tertarik untuk membaca karena Aat sebagai tokoh utama, tetapi lebih dari itu dapat dijadikan sebagai panduan supaya anak-anak di Sikabaluan sedini mungkin menyadari pentingnya mengkonservasi terumbu karang (empowering). Konsep empowering ini peneliti maksudkan untuk merealisasikan ide dari Sastrapratedja (2013:14) tentang pentingnya pendidikan yang dapat memberdayakan atau membantu orang agar dapat mengambil tanggung jawab atas kehidupannya, dan berefleksi atas tindakannya. Dalam konteks ini, tanggung jawab yang hendak ditanamkan pada anak-anak di Sikabaluan adalah tentang pentingnya merawat terumbu karang. Oleh sebab itu penelitian ini berjudul “Pengembangan Prototype Buku Cerita Tentang Terumbu Karang dalam Konteks Empowering Masyarakat Mentawai untuk Anak 9-12 Tahun”. 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dapat dirumuskan sebagai berikut :

1.2.1 Bagaimana langkah-langkah pengembangan prototype buku cerita “Derita Aat si Gurita Kecil” untuk anak 9-12 tahun dalam konteks empowering masyarakat Mentawai?


(25)

1.2.2 Bagaimana kualitas prototype buku cerita dapat membantu anak 9-12 tahun memiliki persepsi untuk memelihara terumbu karang dalam konteks empowering cinta lingkungan?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian pengembangan prototype buku cerita tentang terumbu karang ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1.3.1 Mendeskripsikan langkah-langkah pengembangan prototype buku cerita anak terhadap konservasi terumbu karang untuk anak 9-12 tahun dalam konteks empowering masyarakat Mentawai.

1.3.2 Mendeskripsikan kualitas prototype buku cerita membantu persepsi anak 9-12 tahun tentang pentingnya mencintai lingkungan sekitar (empowering).

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis

Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat Sikabaluan di Kepulauan Mentawai agar dapat mengkonservasi terumbu karang.

1.4.2 Manfaat Praktis a. Peneliti

Mampu melakukan penelitian pengembangan dengan menghasilkan prototype berupa buku yang dapat digunakan untuk


(26)

anak SD usia 9-12 tahun di Sikabaluan agar dapat memelihara terumbu karang.

b. Guru

Guru mendapatkan salah satu sarana berupa buku cerita yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran di kelas IV-VI SD agar anak dapat memelihara terumbu karang.

c. Siswa

Mendapatkan salah satu sumber bacaan berupa buku cerita yang mampu merangsang imajinasinya tentang kehidupan biota laut yang bergantung pada terumbu karang. Dengan demikian mereka termotivasi memelihara terumbu karang.

1.5 Definisi Operasional a. Prototype

Prototype adalah model dari suatu produk sesungguhnya yang akan dikembangkan. Model ini harus bersifat representative dari produk akhirnya.

b. Buku cerita bergambar

Buku cerita bergambar adalah buku cerita dengan dengan narasi singkat yang disertai gambar sebagai ilustrasi yang memberikan efek visual bagi pembacanya.


(27)

c. Terumbu Karang

Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut .zooxanthellae

d. Anak usia 9-12 tahun

Menurut Piaget, anak usia 9-12 sedang berada berada pada tahap operasional konkrit umumnya mampu berpikir logis, mampu memperhatikan lebih dari satu dimesi sekaligus dan juga dapat menghubungkan suatu dimensi dengan dimensi yang lain, kurang egosentris, dan belum bisa berpikir abstrak.

e. Empowering

Kegiatan yang dapat memberdayakan atau membantu orang agar dapat mengambil tanggung jawab atas kehidupannya, dan berefleksi atas tindakannya. Dalam konteks ini, tanggung jawab yang hendak ditanamkan pada anak-anak di Sikabaluan adalah tentang pentingnya merawat terumbu karang.

f. Mentawai

Mentawai merupakan daerah kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau besar. Pulau yang paling besar ada empat, yakni Pulau Siberut, Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara dan Pulau Pagai Selatan. Keempat pulau tersebut selain pulau terbesar juga pulau yang berpenghuni. Memiliki sumber kekayaan hayati seperti pohon bakau,


(28)

terumbu karang, rumput laut, berbagai jenis ikan dan hasil hutan. Kekayaan tersebut menjadi sumber mata pencaharian masyarakat Mentawai pada umumya.

1.6 Spesifikasi Produk yang Diharapkan

Spesifikasi produk yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

1. Prototype berupa buku cerita anak berjudul “Derita Aat si Gurita Kecil”

2. Prototype buku cerita terdiri dari cover, kata pengantar, daftar isi, 20 gambar disertai narasi singkat, evaluasi dan kepustakaan.

3. Tokoh utama dalam buku bernama Aat karena merupakan nama salah seorang pemuda yang memiliki postur tubuh seperti anak-anak yang terkenal di Mentawai, mudah diingat dan lucu.

4. Buku tersebut berisi informasi tentang pentingnya terumbu karang bagi kehidupan biota laut.

5. Dalam setiap gambar ada narasi singkat berbahasa Indonesia yang dapat membantu anak untuk mengimajinasikan isi cerita.

6. Prototype buku berisi evaluasi untuk mengetahui persepsi anak tentang pemahamannya dalam konteks memelihara terumbu karang.


(29)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini akan diuraikan (1) Kajian Pustaka, (2) Penelitian yang Relevan dan (3) Kerangka berpikir.

2.1Kajian Pustaka

2.1.1 Kepulauan Mentawai

Mentawai merupakan daerah kepulauan yang terdiri dari empat pulau besar dan puluhan pulau kecil. Di antara empat pulau besar tersebut, pulau yang paling besar adalah Pulau Siberut dengan luas 4.480 km² (mentawaikab.bps diakses 10 November 2015). Kepulauan Mentawai merupakan sebuah Kabupaten di Propinsi Sumatera Barat. Posisi Mentawai berada pada jarak 150 km sebelah barat lepas pantai Pulau Sumatera. Mentawai terdiri dari 213 pulau dengan 4 pulau utama yaitu Siberut, Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan. Beribukota di Tuapejat, Kabupaten Mentawai. Penelitian ini dilaksanakan di Sikabaluan yang merupakan pusat salah satu kecamatan di Pulau Siberut. Sikabaluan merupakan pusat kecamatan Siberut Utara yang letaknya tidak jauh dari tepi pantai.

2.1.1.1Geografis Sikabaluan

Sikabaluan merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Siberut Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai. Memiliki salah satu kekayaan laut yakni terumbu karang yang tersebar di seluruh tepi pantai Sikabaluan, tetapi terumbu karang yang begitu melimpah tersebut tidak dapat diolah dengan baik oleh masyarakat karena


(30)

kamajuan teknologi yang tidak diimbangi dengan pengetahuan. Penyebab banyaknya terumbu karang yang mengalami kerusakan, sebagian besar karena diambil oleh masyarakat setempat untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Berdasarkan pengamatan peneliti sebagai warga masyarakat Mentawai, peneliti melihat bahwa tidak hanya masyarakat disana yang kurang menyadari arti pentingnya terumbu karang tetapi hampir semua masyarakat Mentawai pada umumnya. Didesak dengan kemajuan zaman masyarakat beralih dari pembangunan rumah dari kayu menjadi berbahan beton. Rumah-rumah yang baru dibangun biasanya memiliki pondasi yang bahan utamanya adalah terumbu karang. Selain rumah, pembangunan jalan dan jembatan rabat beton biasanya membutuhkan karang untuk bahan bangunan tersebut. Maka bisa dibayangkan seberapa banyak terumbu karang yang diambil oleh masyarakat Mentawai untuk memenuhi kebutuhan pembangunan tersebut. Padahal mereka menyadari bahwa terumbu karang merupakan rumah bagi ikan dan biota laut lainnya yang hidup di terumbu karang, tapi ketidak pahaman resiko dari rusaknya terumbu karang masyarakat tetap saja mengambili terumbu karang.

2.1.1.2Latar Belakang Penduduk Mentawai

Masyarakat Mentawai dalam keadaan asalnya hidup dalam kesatuan sosial ekonomi yang sederhana, berdasarkan persamaan derajat, tidak ada kelompok pemimpin dan budak dikalangan mereka. Tanah yang subur dan kaya akan alam membuat masyarakat Mentawai dengan mudah mendapatkan makanan hasil ladang atau kebun dan hasil laut. Pada zaman dahulu, cara hidup masyarakat Mentawai adalah mengelompok pada pemukiman yang disebut UMA. Lazimnya, nama uma


(31)

berasal dari jenis pohon, sungai, bukit, gunung, hutan atau tempat tertentu dimana orang pertama dari Uma menemukan lokasi tersebut sebelum uma lain dan lokasi uma bermukim (Darmanto, 2009: 134). Masyarakat Mentawai menganut sistem kekeluargaan patrilineal, dimana interaksi sosial berpusat pada Uma yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam lingkar budaya Mentawai. Sementara kosmologi masyarakat Mentawai sangat dipengaruhi oleh cara pandang dunianya (Arat Sabulungan). Dalam perspektif agama Mentawai tersebut, makhluk hidup dan alam raya disekitarnya memiliki roh (simagre).

Roh memiliki empat bagian dalam pandangan orang Mentawai yaitu sebagai berikut: (1) roh yang ada di tubuh manusia atau mahkluk hidup (Simagre); (2) roh yang telah meninggalkan tubuh manusia atau benda mati (Ketcat); (3) kumpulan roh-roh leluhur orang Mentawai yang meninggal, masih hidup seperti manusia tetapi dalam dimensi yang berbeda secara umum (Ukkui), biasanya roh ini suka mendiami hutan belantara; (4) roh jahat yang berasal dari daging dan tulang orang mati (Pitto’) (Darmanto, 2009: 135). Bertepatan dengan penelitian ini, peneliti menggunakan kata roh-roh yang mengacu pada pengertian roh yang ketiga. Oleh karenanya, masyarakat Mentawai berkewajiban untuk menjaga keseimbangan/keserasian antara roh dan hutan untuk terhindar dari penyakit. Kepercayaan mengenai roh dan bagaimana menjaga keseimbangan alam, merupakan prinsip dasar yang melandasi kehidupan orang Mentawai termasuk dalam pemenuhan kehidupan ekonomi.

Kehidupan ekonomi masyarakat Mentawai masih menggantungkan diri terhadap hasil alam, bercocok tanam, nelayan, dan jualan. Kendatipun perkembangan


(32)

ilmu dan teknologi semakin pesat, namun sebagian besar masyarakat Mentawai belum bisa mengelola hasil alam dengan baik dan bijaksana karena keterbatasan pengetahuan dan banyak masyarakat yang tingkat pendidikannya masih rendah. Secara umum, masyarakat Sikabaluan hidup dengan hasil nelayan, bercocok tanam, buruh, kulih bangunan dan beberapa berprofesi PNS.

2.1.1.3Latar Belakang Pendidikan Masyarakat Mentawai

Ditinjau dari segi pendidikan, masyarakat Mentawai masih memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Kesadaran akan pentingnya pendidikan belum ada dikarenakan pengaruh budaya lokal yang masih sangat kental dengan kondisi alam yang sangat menguntungkan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Darmanto (2009: 145) bahwa makananan pokok orang Mentawai telah disediakan oleh sagu (Metroxylon sago) dan keladi (Colocasia esculenta). Sagu dan tunas keladi tumbuh dengan pesat di rawa-rawa berair yang dibudidayakan setegah liar atau tanpa memerlukan perawatan secara intensif dari penduduk. Mata pencaharian utama mereka adalah meramu sagu, berburu dan nelayan. Setiap anak laki-laki sejak kecil sudah diajarkan untuk berburu sehingga kelak ketika sudah dewasa setiap anak laki-laki tersebut mengetahui cara berburu yang baik. Dengan latar belakang budaya seperti ini, pendidikan bukan hal yang menjadi prioritas. Hal ini juga dipertegas oleh Darmanto (2009: 145) bahwa kehidupan orang Mentawai yang bergantung dengan kekayaan alam, terbukti bahwa masyarakat Mentawai hanya bekerja dalam kurun waktu selama 21 hari untuk mencari kebutuhan makanan selama 1 tahun.


(33)

Hal inilah yang melatar belakangi rendahnya kesadaran orang Mentawai terhadap pendidikan. Pandangan orang Mentawai terhadap pendidikan sering disamaartikan dengan mempermudah untuk mencukupi kebutuhan ketika sudah mendapatkan pekerjaan sesuai dengan tingkat pendidikan. Sehingga pandangan ini terus menerus dipegang hingga sekarang karena untuk sekedar kebutuhan makanan tidak perlu susah payah bahkan sampai harus sekolah.

Di beberapa kampung ada beberapa orangtua yang sampai saat ini masih buta huruf. Jika disimpulkan bahwa para orangtua yang hidup di desa-desa pada umumnya hanya sekolah dari kelas I-V SD atau paling tinggi tamat SD. Tingkat pendidikan yang rendah membuat mereka tidak berkompeten dalam mengelola kekayaan hayati yang ada di kepulauan Mentawai. Buktinya adalah mereka yang menjadi petani hanya sekedar mengetahui menanam dan memanen, yang menjadi nelayan hanya tahu memancing, membom tanpa mengetahui akibat dari tindakannya, dan sebagian dari pedagang mengeksploitasi terumbu karang dengan menjualnya sebagai bahan bangunan dan hiasan.

Upaya untuk memajukan pendidikan pun terus dilakukan, namun tidak sedikit juga persoalan yang muncul dalam meningkatkan mutu pendidikan. Pertama, yang ditandai dengan kurangnya jumlah tenaga guru. Di beberapa sekolah masih terdapat tenaga guru tamatan SMA yang dengan secara suka rela mengabdikan diri sebagai honorer demi pendidikan anak-anak bangsa yang ada di Mentawai. Kedua, kurangnya tenaga guru yang berkualitas dan memiliki komitmen untuk mengajar. Banyaknya guru PNS yang sering mangkir ke kabupaten atau kota dengan alasan untuk


(34)

menyelesaikan urusan administrasi, seolah-olah lebih penting memenuhi urusan administrasi ketimbang anak-anak yang sangat membutuhkan pelajaran. Ketiga, buruknya fasislitas yang dimiliki sekolah. Hal ini ditandai dari sarana dan prasarana, mulai dari kurangnya ruang kelas, kekurangan mobiler, alat peraga pembelajaran, buku-buku sumber belajar yang memadai. Keempat, tingginya angka putus sekolah. Seperti diketahui, banyaknya anak-anak Mentawai yang belum mengenal pendidikan dan anak-anak yang putus sekolah karena faktor ekonomi. Masalah-masalah tersebut menunjukkan belum baiknya pengelolaan pendidikan di Mentawai. Di samping itu, didukung dengan kondisi letak geografis yang terletak di kepulauan menjadikan Mentawai sulit dijangkau. Selain itu tidak adanya pembangunan sarana transportasi dan komunikasi yang memadai menjadi tantangan terbesar bagi para penggiat pendidikan.

Maka dari itu, pendidikan sangat penting bagi masyarakat Mentawai. Diharapkan dengan adanya pendidikan akan dapat memberikan gambaran pengetahuan bagi masyarakat untuk mengelolah sumber hayati yang ada dengan baik. Mereka tidak lagi semata-mata hanya melihat keberadaan terumbu karang sebagai batu yang keras yang bisa digunakan untuk bahan bangunan, tetapi mengetahui juga betapa pentingnya terumbu karang bagi biota laut dan kehidupan disekitarnya.

2.1.2 Terumbu Karang sebagai Salah Satu Sumber Daya Alam Mentawai 2.1.2.1Definisi Terumbu Karang

Secara umum, istilah terumbu karang menggambarkan suatu kumpulan organisme laut yang tampak indah dan berasosiasi dengan ikan warna-warni dalam


(35)

air laut yang jernih dan relatif dangkal (Saputra, 2006 dalam Alikodra, 2012: 210). Supriyono (2010: 4,6,7) juga mejelaskan beberapa devinisi terumbu karang, terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanthellae. Dari asal katanya, istilah terumbu karang tersusun atas dua kata, yaitu terumbuh dan karang. Dua kata tersebut apabila berdiri sendiri akan memiliki makna yang jauh berbeda bila kedua kata tersebut digabungkan. Istilah terumbu karang sendiri sangat jauh berbeda dengan karang terumbu, karena yang satu menunjukkan suatu ekosistem dan kata yang lain menunjukkan suatu komunitas. Berikut ini adalah definisi singkat dari terumbu, karang, karang terumbu, dan terumbu karang.

1. Terumbu (Reef)

Terumbu merupakan endapan masif batu kapur (Limestone), terutama kalsium karbonat (Ca2CO3), yang utamanya dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain yang mensekresi kapur seperti alga berkapur dan Mollusca.

Terumbu dapat pula diartikan sebagai konstruksi batu kapur biogenis yang menjadi struktur dasar suatu ekosistem pesisir. Dalam dunia navigasi laut, terumbuh adalah punggungan laut yang terbentuk oleh batu karang atau pesisir didekat permukaan air


(36)

Disebut juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari Ordo Scleractinia, yang mampu mensekresi CaCO. Hewan karang Tunggal biasanya disebut polip.

3. Karang Terumbu

Pembangun utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang hermatipik (hermatypic coral). Jadi, berbeda dengan batu karang yang merupakan benda mati.

4. Terumbu Karang

Merupakan ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCO) khususnya jenis-jenis karang batu dan alga berkapur, bersam-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenis-jenis Mollusca, Crustacea, Echinodermata, Polichaeta, Porifera, dan Tunicata, serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis nekton.

Terumbu karang adalah struktur hidup yang besar dan tertua di dunia. Untuk sampai ke kondisi yang sekarang, terumbu karang membutuhkan waktu berjuta tahun lamanya. Bukti-bukti fosil menunjukkan terumbu karang sebagai fenomena yang sangat primitif. Tahap pertama evolusi terumbu karang terjadi kira-kira 500 juta tahun lalu. Terumbu karang pertama ini sudah lama punah, terumbu karang modern hasil evolusi muncul sejak lebih dari 50 juta tahun lalu. Biasanya, waktu yang dibutuhkan terumbu karang untuk tumbuh adalah antara 5.000 sampai 10 ribu tahun.


(37)

Sedangkan terumbu karang yang ada saat ini merupakan terumbu karang yang berkembang dalam episode waktu sekitar 5.000 tahun atau kurang.

Terumbu karang yang hidup di perairan laut dangkal memiliki dua sistem perkembangbiakan yaitu berkembangbiak secara seksual (kawin)-antara individu polip jantan dan individu polip betina dan juga dapat memperbanyak diri sendiri tanpa melalui perkawinan yaitu dengan membelah diri (Guntur, 2011: 41). Untuk perkembangbiakan secara seksual, satu polip karang keras dapat mengeluarkan sel telur ke air, dan polip yang lain dapat melepaskan sel sperma ke air. Di dalam air sel telur dan sel sperma akan melebur menjadi satu dan membentuk larva (planula), yakni calon atau benih polip karang keras yang baru. Setelah menjalani hidup seperti plankton selama 1 bulan, larva karang keras akan menuju dasar laut dan mencari substrat untuk menempel. Setelah larva karang keras menempel, ia akan berusaha menjadi satu polip karang keras. Kemudian dari satu polip karang keras ini, ia kembali berkembang biak secara membelah diri dan bertunas (aseksual) sehingga terbentuklah koloni karang yang keras yang baru (Wulandari, 2009: 43). Selain proses perkembangbiakan di atas terumbu karang juga membutuhkan banyak aspek atau faktor pendukung dalam mempertahankan hidupnya. Saputra (2006) dalam Alikodra (2012: 212) menjelaskan bahwa dalam mempertahankan hidupnya terumbu karang memiliki beberapa persyaratan hidup diantaranya; (1) cahaya matahari yang cukup, (2) suhu yang berkisar 25-300C, (3) salinitas yang sesuai yakni antara 27-40 promil, (4) kejernihan air, (5) pergerakan air, dan (6) substrat dasar yang keras dan bersih dari endapan. Kondisi Mentawai yang merupakan bagian dari Indonesia


(38)

sebagai daerah tropis sangat baik bagi perkembangbiakan terumbu karang. Jadi, wajar bila di kepulauan Mentawai tersebar banyak terumbu karang dengan beragam jenis dan ukuran.

2.1.2.2Manfaat Terumbu Karang

Terumbu karang mempunyai nilai dan arti penting baik dari segi sosial, ekonomi maupun budaya masyarakat kita. Hampir sepertiga penduduk Indonesia yang tinggal di pesisir menggantungkan hidup dari perikanan laut dangkal. Begitupun dengan masyarakat Mentawai yang pada umumnya tinggal di pesisir pantai dari setiap pulau yang berpenghuni.

Di samping itu terumbu karang mempunyai nilai penting sebagai pendukung dan penyedia bagi perikanan pantai termasuk didalamnya sebagai penyedia bahan dan tempat berbagai hasil laut. Berikut ini beberapa manfaat dari terumbu karang yang dapat dirasakan oleh manusia atau pun makhluk hidup laut lainnya menurut Supriyono (2010: 7) yaitu: .

1. Perlindungan pantai dari hempasan ombak

2. Tempat tinggal dan berkembang biak bagi ikan karang 3. Menyediakan sumber protein bagi masyarakat

4. Menyediakan makanan, tempat tinggal, dan perlindungan bagi biota laut 5. Menyediakan lapangan kerja melalui perikanan dan pariwisata


(39)

7. Sebagai sumber bibit budi daya dan penunjang kegiatan pendidikan dan penelitian.

Melihat dari banyaknya manfaat terumbu karang bagi kehidupan masyarakat Mentawai, perlu adanya kesadaran untuk menjaga terumbu karang agar tetap terawat dan tidak rusak. Karena ada banyak dampak yang terjadi jika terumbu karang sampai rusak atau hancur dan bahkan tidak hanya generasi sekarang yang terkena dampak kerusakan tersebut melainkan juga generasi Mentawai selanjutnya yang mungkin hanya bisa mendengar melalui cerita.

2.1.2.3Penyebab dan Bahaya Kerusakan Terumbu Karang

Menurut Burke dalam Sudiono (2008: 39) menyatakan bahwa terdapat beberapa penyebab kerusakan terumbu karang yaitu: (1) pembangunan di wilayah pesisir yang tidak dikelolah dengan baik, (2) aktivitas di laut antara lain dari kapal dan pelabuhan termasuk akibat langsung dari pelemparan jangkar kapal, (3) penebangan hutan dan perubahan tata guna lahan yang menyebabkan peningkatan sedimentasi, (4) penangkapan ikan-ikan secara berlebihan yang memberikan dampak terhadap keseimbangan yang harmonis di dalam ekosistem terumbu karang, (5) penangkapan ikan dengan menggunakan racun dan bom, dan (6) perubahan iklim global.

Bahaya pengikisan terumbu karang bagi pantai merupakan sebuah bencana bagi masyarakat yang hidup di daerah tepi pantai khususnya bagi pantai itu sendiri dan biota laut. Melihat dari fungsinya terumbu karang memiliki manfaat seperti berikut ini:


(40)

a. Bagi Pantai

Alikodra (2012: 208) mengungkapkan bahwa selain potensi biologinya yang termasuk tinggi, terumbu karang juga berperan sebagai pelindung wilayah pesisir dari ancaman gelombang pasang. Ini membuktikan bahwa terumbu karang melindungi pantai serta aktivitas penduduk yang berada di sekita pantai. Selain itu juga menjaga kestabilan garis pantai agar tidak bergeser akibat abrasi.

b. Bagi Biota Laut

Terumbu karang merupakan habitat alami bagi berbagai biota laut. Seperti udang, berbagai jenis ikan dan sejenisnya. Karenanya, sangat keliru jika ada yang dengan sengaja merusak dan mengambili terumbu karang untuk tujuan memenuhi kebutuhan individu atau kelompok dengan cara menjual atau menggunakan sebagai bahan bangunan.

Iyam (2006: 20) mengungkapkan bahwa terumbu karang bermanfaat sebagai tempat hidupnya ikan-ikan yang banyak dibutuhkan manusia untuk pangan, seperti ikan-ikan kerapu, ikan baronang, ikan hias, gurita, tripang dan lain-lain. Alikodra (2012: 219) menjelaskan bahwa konsep pengelolaan ekosistem terumbu karang atau ekosistem lainnya dan siapa pun pengelolanya, yang penting diperhatikan adalah jangan terjebak pada paradigma enviromentalis dangkal. Artinya hanya berhubungan dengan pengendalian dan manajemen lingkungan demi kepentingan manusia, sehingga perlu penanaman paradigma ekologi dalam (deep ecology) (Deval,


(41)

1985 dalam Alikodra, 2012: 219) yang berakar pada persepsi realitas yang melampaui kerangka ilmiah hingga mencapai suatu kesadaran intuitif tentang kesatuan semua kehidupan.

Pengertian ini sebagai modus kesadaran di mana individu merasa terkait dengan kosmos secara keseluruhan bukan hanya ekosistem terumbu karang. Maka menjadi jelaslah bahwa kesadaran ekologis itu juga menjadi benar-benar bersifat spiritual. Gagasan manusia individual yang terkait dengan kosmos terungkap dalam akar agama (Saputra, 2006) dalam Alikodra (2012: 219). Untuk itu sudah menjadi tanggung jawab kita bersama untuk menjaga keseimbangan alam, agar tercipta sebuah keharmonisan hidup dalam setiap aspek kehidupan yang akan kita jalani.

Belum ada kata terlambat untuk menyelamatkan terumbu karang. Kerusakan dapat dihindari jika ada pendidikan cinta lingkungan yang diberikan kepada masyarakat Sikabaluan, dengan begitu masyarakat disadarkan akan tanggungjawabnya untuk memelihara lingkungan. Kegiatan yang membuat masyarakat menjadi tahu akan pentingnya menjaga lingkungan dan sadar akan tanggungjawabnya untuk menjaganya inilah yang disebut empowering.

2.1.3 Pendidikan sebagai Sarana Empowering 2.1.3.1Pendidikan Empowering

Kata empowerment dan empower diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi pemberdayaan dan memberdayakan, menurut Merriam Webster dan Oxfort


(42)

English Dictionery dalam Prijono dan Pranarka (1996:3) mengandung dua pengertian yaitu : pengertian pertama adalah to give power or authority to, dan pengertian kedua berarti to give ability to or enable. Dalam pengertian pertama diartikan sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Sedangkan dalam pengertian kedua, diartikan sebagai upaya untuk memberikan kemampuan atau keberdayaan.

Pendidikan menurut Rechey (Noor Syam, 2003: 3-4) dalam bukunya, Planing for Teaching, an Introduction, menjelaskan bahwa pendidikan adalah:

The term education refers to the broad function of preserving the life of the group through bringing new members into its shared concern. Education is thus a far broader process than that which occurs in schools. It is an essensial social activity by which cummunities continue to exist. In complex communities, this function is specialized and institutionalized in formal education, but there is always the education outside the school with which the formal process in related”.

Richey dalam bukunya „Planning for teaching, an Introduction to Education‟ menjelaskan istilah „pendidikan‟ berkenaan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat terutama membawa warga masyarakat yang baru (generasi baru) bagi penuaian kewajiban dan tanggung jawabnya di dalam masyarakat.

Pendidikan merupakan suatu kegiatan secara sadar dan disengaja, penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan (Soedijarto, 2008: 260). Kedewasaan yang dimaksud disini ialah aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik). Ketiga aspek tersebut haruslah terpenuhi


(43)

di dalam diri siswa guna bekal hidup layak di tengah masyarakat. Akan tetapi kesemuanya harus dipulangkan kepada satu karakteristik, yaitu keterlibatan intelektual emosional siswa-siswa dalam pembelajaran yang bersangkutan: asimilasi dan akomodasi kognitif dalam pencapaian pengetahuan; perbuatan serta pengalaman langsung terhadap balikannya (feed-back) dalam pembentukan keterampilan motorik maupun kognitif dan sosial; dan penghayatan serta internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai (Isjoni dkk,2012:50).

Hakikat pendidikan itu sendiri adalah untuk mengejar pencapaian kualitas hidup yang tinggi para peserta didiknya. Untuk itu pendidikan juga harus didesain sedemikian rupa agar peserta didik mampu memaknai setiap pembelajaran dengan baik.

Pendidikan empowering munurut Sastrapratedja (2013: 14) pemberdayaan atau empowerment dapat diartikan sebagai kekuatan atau keberdayaan. Dalam istilah powerment, power diartikan sebagai (1) daya untuk berbuat (power to), (2) kekuatan bersama (power-with), dan (3) kekuatan dari dalam (power-within). Power-to adalah kekuatan yang kreatif, yang membuat seseorang mampu melakukan sesuatu. Hal ini merupakan aspek individual dari pemberdayaan, yaitu membantu orang agar ia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan, memecahkan masalah, bekerja dan membangun berbagai keterampilan dan pengetahuan.

Pendidikan empowering menurut jurnal yang berjudul “Does Education


(44)

“Education may increase women’s bargaining power within their households because it endows them with knowledge, skills, and resources to make life choices that improve their welfare (Duflo, 2012; Lundberg & Pollak, 1993). Estimation of the effects of education on empowerment, however, is difficult because women’s preferences, family background, and community characteristics that affect both education and empowerment may be unobserved”.

Perkiraan efek pendidikan pemberdayaan sulit karena preferensi perempuan, latar belakang karakteristik keluarga, dan masyarakat yang mempengaruhi baik pendidikan dan pemberdayaan mungkin tidak teramati (Duflo dalam Sari, 2014: 34). Jika karakteristik teramati berkorelasi dengan pendidikan dan pemberdayaan perempuan, perkiraan paling biasa persegi efek pendidikan akan menjadi biasa.

Kesimpulan dari definisi tersebut, peneliti menyimpulkan pengertian pendidikan tersebut dalam paradigma pendidikan sebagai humanisasi yang ditulis oleh Sastrapratedja bahwa pendidikan merupakan usaha untuk membantu membangun power-with, kekuatan bersama, yaitu agar peserta didik membangun solidaritas atas dasar komitmen pada tujuan dan pengertian yang sama untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi guna menciptakan kesejahteraan bersama. Dapat dikatakan bahwa pendidikan bertujuan untuk menciptakan suatu caring society, suatu komunitas persaudaraan yang memperhatikan kepentingan semua pihak. Yang lebih penting lagi adalah bahwa pendidikan bertujuan membangun power-within, yaitu kekuatan spritual yang ada dalam diri peserta didik. Power-within inilah yang membuat manusia lebih manusiawi karena disitu dibangun harga diri


(45)

manusia dan penghargaan terhadap martabat manusia dan nilai-nilai yang mengalir dalam martabat itu.

2.1.3.2Empowering dalam Pembelajaran

Empowering dalam kegiatan pembelajaran bisa terjadi dalam bentuk apa pun. Seperti dalam penelitian ini, kegiatan empowering dalam pembelajaran dapat berupa hadirnya buku cerita yang memberikan pesan tentang sesuatu hal. Dalam buku tersebut diceritakan bahwa kerusakan terumbu karang akan menyebabkan penderitaan bagi biota laut. Jika biota laut punah, maka masyarakat Mentawai pun akan kehilangan salah satu sumber pangan (ikan, gurita, udang, dan lain-lain). Buku cerita tersebut diharapkan dapat memotivasi anak-anak di Sikabaluan juga di kepulauan Mentawai pada umumnya, untuk mengkonservasi terumbu karang. Dengan demikian anak-anak dapat menjadi generasi pembaharu yang sungguh memahami tentang pentingnya memiliki kebiasaan menjaga terumbu karang. Inilah yang dimaksud dengan konsep pendidikan empowering/pemberdayaan Sastrapratedja (2013:14), yaitu pendidikan yang dapat membantu orang agar dapat mengambil tanggung jawab atas kehidupannya, dan berefleksi atas tindakannya. Aktivitas belajar siswa tidak hanya berpaku pada lingkungan sekolah atau di dalam kelas tapi juga di lingkungan luar sekolah. Bagi anak-anak, alam yang terbentang adalah semesta bermain dan belajar (Farida, et al. 2012). Lingkungan sekolah bukan satu-satunya tempat belajar anak. Dengan melangkah ke luar kelas, bahkan keluar sekolah, pengalaman dan pengetahuan anak-anak akan berkembang lebih luas. Di luar kelas, anak-anak memiliki kesempatan yang lebih bervariasi untuk mengikuti berbagai petualangan


(46)

belajar yang mengandung nilai filosofis, teoritis, dan praktis. Dapat kita pahami bahwa dalam proses pembelajaran merujuk pada segala peristiwa (events) yang bisa memberikan pengaruh langsung terjadinya belajar pada manusia (Kurniawan, 2014: 27).

Pembelajaran yang berkutat di kelas dan lingkungan sekolah secara terus menerus bisa membosankan bagi anak-anak. Petualangan yang terbuka akan memantikkan kegembiraan, menghidupkan semangat, dan membuat belajar lebih menyenangkan. Outdoor learning efektif untuk pengembangan karakter dan wawasan anak, karena merupakan miniatur dari kehidupan yang sesungguhnya sesuai dengan konsep pemberdayaan (empowering) dalam upaya perubahan dan pertumbuhan dalam diri peserta didik dan perilaku yang tidak selalu mengutamakan perkembangan kognitif semata tetapi kepada peningkatan kemampuan individual untuk membentuk atau mengorganisir terus menerus hubungannya dengan dunia internal dan eksternal. Salah satu kegiatan pembelajaran yang dilakukan di luar kelas adalah conseravtion scout: program pengenalan konservasi lingkungan pada anak (conservation scout) pernah dilakukan oleh Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) kepada anak-anak usia dini dan sekolah dasar (3-12 tahun). Tujuan dari program ini adalah untuk menanamkan pendidikan karakter cinta lingkungan pada anak-anak. Davis dalam Sari (2014: 34) menuliskan bahwa hubungan antara anak dengan alam sekitarnya merupakan landasan yang penting untuk membangun hubungan yang baik antara manusia dengan alam. Secara alami, anak adalah


(47)

penjelajah alami. Mereka mengobservasi dan meneliti lingkungan di sekitar mereka secara alami dan belajar darinya (learning by doing).

Kegiatan jalan-jalan di pantai dan membaca buku cerita tentang terumbu karang serta conseravtion scout merupakan kegiatan pembelajaran empowering yang bertujuan untuk menanamkan sikap atau karakter cinta lingkungan kepada anak-anak sebagai generasi peduli lingkungan. Menanam bakau merupakan salah satu cara untuk menumbuhkan kesadaran kepada anak-anak betapa pentingnya menjaga dan melestarikan terumbu karang untuk kelangsungan hidup semua mahkluk hidup. Selain dari menanam bakau, masyarakat khususnya anak-anak sekolah dasar di Mentawai harus diajarkan untuk tidak membuang sampah sembarangan. Dengan begitu anak turut ambil bagian dalam menjaga kelestarian lingkungan dan akan memiliki cinta terhadap lingkungan.

Kesadaran anak untuk ambil bagian dalam menjaga lingkungan merupakan bentuk tanggungjawab mereka sebagai pionir untuk memelihara lingkungan yang dalam hal ini adalah terumbu karang. Maka penting bagi guru atau oarang tua memberikan pendidikan cinta lingkungan sedini mungkin yaitu pada saat anak mulai mengikuti pendidikan sekolah dasar.

2.1.4 Perkembangan Anak Usia 9-12 Tahun

2.1.4.1Psikologis Perkembangan Anak Usia 9-12 Tahun

Piaget (Suparno, 2001: 25) berpendapat bahwa pemikiran kanak-kanak berbeda pada masing-masing tingkatan. Ia membagi perkembangan pemikiran kanak-kanak menjadi empat tahap yaitu tahap sensorimotorik, praoperasional konkret,


(48)

operasional konkret, dan operasional formal. Setiap tahap tersebut memiliki tugas perkembangan kognitif yang harus diselesaikan. Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas perkembangan anak usia 9 hingga 12 tahun yang berada pada tahap operasional konkret.

Piaget (Djiwandono, 2002:73) menjelaskan bahwa anak-anak yang berada pada tahap operasional konkrit umumnya mampu berpikir logis, mampu memperhatikan lebih dari satu dimesi sekaligus dan juga dapat menghubungkan suatu dimensi dengan dimensi lain, kurang egosentris, dan belum bisa berpikir abstrak. Dari penjelasan tersebut peneliti melihat adanya satu sisi perkembangan yang bisa dimanfaatkan yakni adalah kemampuan untuk menghubungkan dimensi satu dengan dimensi lain. Kemampuan ini merupakan daya imajinasi yang tinggi.

Peneliti melihat bahwa pada usia 9-12 tahun anak memiliki kemampuan untuk cepat beradaptasi dengan lingkungan bermain, dan mudah mengikuti pola dinamika belajar yang menyenangkan. Pada tahap ini anak-anak juga senang dengan hal-hal yang berbau cerita dan mewarnai gambar. Masa anak merupakan suatu fase yang sangat penting dan berharga, serta merupakan masa pembentukan dalam periode kehidupan manusia (a noble and malleable phase of human life). Oleh karenanya masa anak sering dipandang sebagai masa emas (golden age) bagi penyelenggaraan pendidikan. Masa anak merupakan fase yang sangat fundamental bagi perkembangan individu karena pada fase inilah terjadinya peluang yang sangat besar untuk pembentukan dan pengembangan pribadi seseorang (karakter).


(49)

Hal inilah yang menjadi alasan peneliti untuk mengembangkan prototype buku cerita tentang terumbu karang untuk menyadarkan anak-anak tentang pentingnya memelihara terumbu karang di kepulauan Mentawai serta membantu persepsi siswa anak 9-12 tahun tentang pentingnya mencintai lingkungan sekitar.

2.1.4.2Ciri Sosiologis Anak Usia 9-12 Tahun

Erikson (Nuryanti, 2008: 25) menyatakan delapan tahap perkembangnan Psikologi Sosial Anak yang dimana pada usia sekolah dasar anak pada tahap empat yaitu Industry vs Inferiority (tekun versus rasa rendah diri). Tahap ini kira-kira dilalui ketika anak melaui usia sekitar 6 sampai 12 tahun. Pada tahap ini anak-anak mempelajari keterampilan yang lebih formal, seperti: (a) berhubungan dengan teman sebaya berdasar pada aturan-aturan tertentu, (b) berkembang dari pola bermain yang bebas menuju permainan yang menggunakan aturan dan memerlukan kerjasama kelompok, dan (c) menguasai materi pelajaran sosial, membaca, dan matematika.

Berdasarkan pendapat dan penejelasan tersebut, peneliti mengembangkan sebuah prototype buku cerita untuk anak supaya dapat memahami pelajaran sosial dan membaca. Prototype buku tersebut dapat dibaca bersama-sama atau secara pribadi yang kemudian diceritakan kepada sesama temannya, dengan begitu buku tersebut dapat menjadi sarana untuk melatih keterampilan berhubungan dengan teman. Selain itu, buku tersebut dapat membantu anak mengasah keterampilan membaca yang sekaligus melatih anak mengembangkan imajinasinya terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungnnya.


(50)

Kesempatan inilah yang menginspirasi peneliti membuatkan sebuah buku cerita yang memberikan dorongan bagi anak Mentawai, mengarahkan rasa percaya dan rasa aman serta inisiatif yang tinggi untuk melindungi kekayaan alamnya seperti terumbu karang.

Anak usia sekolah dasar masih sangat mudah dibentuk pola pikir dan karakter akan cinta terhadap lingkungan. Seperti yang dinyatakan oleh Piaget dan Kohlberg (Gunarsa dan Yulia, 2008: 69) bahwa anak usia 6-12 tahun mengalami tahap perkembangan moral secara teratur mulai dari kosep „tingkahlaku baik‟ sebagai suatu tindakan yang khusus seperti „patuh pada ibu‟ dilanjutkan tahap konsep selajutnya „mencuri adalah salah‟ sampai dengan kejujuran, hak milik, keadilan dan kehormatan. Pada masa ini, pada anak juga terdapat dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain.

Buku cerita yang dalam hal ini sebagai media untuk menyadarkan anak merupakan salah satu media yang dapat digunakan untuk empowering. Buku cerita bisa digunakan di dalam kelas atau di luar kelas. Peran media yang efektif inilah memungkinkan anak bisa mengembangkan imajinasinya tidak hanya di dalam kelas tetapi juga di luar kelas.

2.1.5 Peran Media Pembelajaran Dalam Konteks Pendidikan Empowering 2.1.5.1Pengertian Media

Munadi (2008: 6) menyatakan bahawa kata media berasal dari Bahasa Latin, yakni medius (tengah atau perantara). Perantara yang berarti yang mengantarkan atau menghubungkan atau menyalurkan sesuatu hal dari satu sisi ke sisi lainnya.


(51)

Smaldino, dkk (2011: 7) mengatakan bahwa media merupakan sarana komunikasi yang membawa informasi antara sebuah sumber dan sebuah penerima. Arsyad (2007: 4-5) juga mengemukakan bahwa media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Dari ketiga pernyataan tersebut apabila disimpulkan merupakan pernyataan yang saling melengkapi antara satu dengan yang lain. Dengan demikian, pengertian media menurut ketiga ahli tersebut adalah sarana komunikasi yang menjadi perantara informasi yang akan diterima oleh siswa.

Winkel (2004: 318) menyatakan media pengajaran diartikan sebagai suatu sarana nonpersonal (bukan manusia) yang digunakan atau disediakan oleh tenaga pengjar, yang memegang peranan dalam proses belajar mengajar, untuk mencapai tujuan isntruksional. Dari pandapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau saluran komunikasi yang dapat merangsang pemikiran siswa, meningkatkan minat belajar, dan yang terpenting bahwa pembelajaran akan lebih mudah baik itu di dalam kelas ataupun di luar kelas.

Rahadi dalam Riyani (2011: 33) menyatakan bahwa sumber belajar memiliki cakupan yang lebih luas dari pada media pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan latar/lingkungan. Dalam penelitian ini hanya akan membahas mengenai buku cerita bergambar sebagai media untuk sarana empowering anak-anak Mentawai agar mencintai dan merawat alamnya yang dalam hal ini adalah terumbu karang. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998: 152) dalam


(52)

Riyani (2011: 33) menjelaskan bahwa buku diartikan sebagai “lembar kertas yang berjilid, berisi atau kosong”. Pengertian ini sangat sederhana dan umum tetapi secara khusus menyatakan bahan, susunan, dan isi sebuah buku.

2.1.5.2Media Pembelajaran

Menurut Heinich yang dikutip oleh Arsyad (2011: 4), media pembelajaran adalah perantara yang membawa pesan atau informasi bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran antara sumber dan penerima. Hal tersebut sama seperti yang dinyatakan oleh Criticos yang dikutip oleh Daryanto (2010: 4) media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komikator menuju komunikan. Media pembelajaran yang digunakan memiliki jumlah yang banyak, dan dapat dikolompokkan menjadi beberapa bagian.

Menurut Arsyad (2011: 29) media dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok berdasarkan teknologi yang digunakan yaitu:

1) Media hasil teknologi cetak

2) Media hasil teknologi audio-visual

3) Media hasil teknologi yang berdasarkan komputer 4) Media hasil gabungan teknologi cetak dan komputer.

Berdasarkan klasifikasi media di atas, media buku cerita bergambar “Derita Aat Si Gurita Kecil” termasuk klasifikasi media hasil teknologi cetak. Seperti yang dijelaskan dalam spesifikasi produk bahwa prototipe buku cerita bergambar “Derita


(53)

Aat si Gurita Kecil” merupakan media dua dimensi yang dicetak terdiri atas cover, 20 gambar yang disertai narasi pendek dan juga evaluasi.

Media pembelajaran mempunyai fungsi yang besar dalam memberikan pengetahuan yang mudah dipahami oleh anak. Hal tersebut senada dengan apa yang disampaikan oleh Sadiman, dkk (2012: 17) bahwa kegunaan media antara lain: (1) memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan), (2) mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, (3) penggunaan media pembelajaran yang tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik, (4) memberikan perangsang belajar yang sama, (5) menyamakan pengalaman, (6) menimbulkan persepsi yang sama.

2.1.5.3Media Cetak

Menurut Susilana dan Riyana dalam Riyani (2011: 37) media cetak adalah media visual yang pembuatannya melalui proses pencetakan/printing atau offset. Media cetak ini menyajikan pesannya melalui huruf dan gambar-gambar yang diilustrasikan untuk lebih memperjelas pesan atau informasi yang disajikan. Media cetak ini memiliki beberapa jenis yaitu buku, surat kabar dan majalah, ensiklopedi atau kamus besar, pengajaran terpogram atau komik (Daryanto, 2010: 24). Maka berdasarkan jenis media cetak tersebut, media prototype buku cerita “Derita Aat Si Gurita Kecil” termasuk dalam media cetak jenis buku.

Media cetak juga termasuk dalam media grafis/visual sehingga dalam mengembangkannya harus memperhatikan prinsip-prinsip visual. Berikut prinsip pengembangan media cetak dalam Arsyad (2013: 103-108):


(54)

1) Kesederhanaan

Secara umum kesederhanaan mengacu pada jumlah elemen yang terkandung dalam suatu visual. Jumlah elemen yang lebih sedikit memudahkan anak menangkap dan memahami pesan yang disajikan. Pesan atau informasi yang panjang harus dibagi dalam beberapa bahan visual agar mudah dibaca dan mudah dipahami. Kata-kata harus memakai huruf sederhana dengan gaya huruf yang mudah terbaca dan tidak terlalu beragam dalam serangkaian tampilan. Kalimat-kalimatnya harus ringkas, padat dan mudah dimengerti. Maka, dalam pengembangan media prototype buku cerita “Derita Aat si Gurita Kecil” menggunakan prinsip kesederhanaan dengan penggabungan elemen antara gambar yang lebih dominan dengan teks sederhana sebagai pemberi kejelasan.

2) Keterpaduan

Keterpaduan mengacu pada hubungan antar elemen-elemen visual yang ketika diamati akan berfungsi secara bersama-sama. Elemen-elemen tersebut harus saling terkait dan menyatu sebagai satu keseluruhan yang merupakan suatu bentuk menyeluruh yang dapat membantu pemahaman pesan dan informasi yang dikandungnya. Dalam pengembangan media prototype buku cerita “Derita Aat si Gurita Kecil”, antara elemen gambar dan teks saling terkait, karena gambar berfungsi memberikan visualisan suatu kondisi dalam teks cerita. Seperti salah satu kodisi dalam cerita yang menunjukan kesedihan, maka ada gambar Gurita sebagai Ibu dari Aat sedang mengeluarkan air mata.


(55)

3) Penekanan

Prinsip penekanan harus diperhatikan, meskipun penyajian secara visual dirancang sesederhana mungkin, seringkali konsep yang ingin disajikan memerlukan penekanan terhadap salah satu unsur yang akan menjadi pusat perhatian anak. Menggunakan ukuran, hubungan-hubungan, perspektif, warna atau ruang, penekanan dapat diberikan kepada unsur terpenting. Penekanan dalam media prototype buku cerita “Derita Aat si Gurita Kecil” nampak pada persepktif yang memberikan gambaran pengalaman pada anak.

4) Keseimbangan

Keseimbangan mencakup dua macam, yaitu keseimbangan formal (simetris) dan kesimbangan informal (asimetris). Bentuk atau pola yang dipilih sebaiknya menempati ruang penyangan yang memberikan persepsi keseimbangan, meskipun tidak seluruhnya simetris. Keseimbangan yang simetris memberikan kesan yang statis, sebaliknya kesimbangan yang asimetris akan memberikan kesan dinamis. Dalam media prototype buku cerita “Derita Aat si Gurita Kecil” menggunakan keseimbangan asimetris dengan penayangan gambar sesuai dengan kondisi yang disampaikan dalam teks.

5) Garis

Garis digunakan untuk menghubungkan unsur-unsur sehingga dapat menentukan perhatian anak untuk mempelajari suatu urutan-urutan khusus. Fungsi garis adalah sebagai penuntun bagi para pengamat (anak), dalam


(56)

mempelajari rangkaian konsep, gagasan makna atau isi materi yang disampaikan. Selain itu, garis juga berfungsi untuk membatasi masing-masing elemen. Bentuk garis tidak harus tegak lurus, tetapi dapat menyesuaikan penempatan elemen-elemen tersebut.

6) Bentuk

Bentuk yang aneh dan asing bagi anak dapat membangkitkan minat dan perhatian. Oleh karena itu, pemilihan bentuk sebagai unsur visual dalam penyajian pesan, informasi atau isi materi perlu diperhatikan. Dengan demikian, pada prinsip ini untuk prototype buku cerita “Derita Aat si Gurita Kecil” digunakan tokoh gurita yang unik. Dalam gambar pun diberi warna agar dapat menarik perhatian anak.

7) Tekstur

Tekstur adalah unsur visual yang dapat menimbulkan kesan kasar atau halusnya permukaan. Tekstur dapat digunakan untuk penekanan, aksentuasi atau pemisahan, serta menambah kesan keterpaduan dari suatu unsur seperti halnya warna. Maka pengembangan media ini, unsur tekstur tidak diperlukan karena lebih menonjolkan penggunaan gambar dan warna.

8) Warna

Warna digunakan untuk memberikan kesan pemisahan atau penekanan atau untuk membangun keterpaduan. Di samping itu, warna dapat mempertinggi tingkat realisme objek atau sistuasi yang digambarkan,


(57)

menunjukkan persamaan dan perbedaan, dan menciptakan respon emosional tertentu. Arsyad (2013: 108) mengemukakan ada tiga hal penting yang harus diperhatikan ketika menggunakan warna, yaitu: (1) pemilihan warnna khusus (merah, biru, kuning, dan sebagainya), (2) nilai warna (tingkat ketebalan dan ketipisan warna tersebut dibangdingkan dengan unsur lain dalam visual tersebut), dan (3) intensitas atau kekuatan warna itu untuk memberikan dampak yang diinginkan. Setiap anak menyukai warna yang cerah seperti merah, hijau, kuning dan lain-lain. Dalam hal pengembangan media ini, peneliti menggunakan warna-warna yang yang tingkat keserasian dengan objek yang mau digambarkan seperti warna-warna biota laut yang ada di terumbu karang.

2.1.5.4Pengertian Buku Cerita Bergambar

Cerita bergambar sebagai media grafis yang dipergunakan dalam proses pembelajaran, memiliki pengertian praktis, yaitu dapat mengkomunikasikan fakta-fakta dan gagasan secara jelas dan kuat melalui perpaduan antara pengungkapan kata-kata dan gambar. Mitchell dalam Sari (2010: 34) mengatakan, “Picture storybooks are books in which the picture and text are tightly intertwined. Neither the picture nor the words are selfsufficient; they need each other to tell the story”. Pernyataan tersebut memiliki makna bahwa buku cerita bergambar adalah buku yang di dalamnya terdapat gambar dan kata-kata, dimana gambar dan kata-kata tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling bergantung agar menjadi sebuah kesatuan cerita.


(58)

Sedangkan Rothlein dan Meinbach dalam Sari (2010: 34) mengemukakan bahwa “a picture storybooks conveys its message through illustrations and written text; both elements are equally important to the story”. Ungkapan ini mengandung pengertian bahwa buku cerita bergambar adalah buku yang membuat pesan melalui ilustrasi yang berupa gambar dan tulisan. Gambar dan tulisan tersebut merupakan kesatuan.

Berikut beberapa karakteristik buku cerita bergambar menurut Sutherland dalam Sari (2010: 34) antara lain adalah:

a) buku cerita bergambar bersifat ringkas dan langsung; b) buku cerita bergambar berisi konsep-konsep yang berseri; c) konsep yang ditulis dapat dipahami oleh anak-anak; d) gaya penulisannya sederhana;

e) terdapat ilustrasi yang melengkapi teks.

Berdasarkan beberapa definisi di atas jelas bahwa prototype buku cerita “Derita Aat Si Gurita Kecil” adalah sebuah cerita yang ditulis dengan gaya bahasa ringan, cenderung dengan gaya obrolan, dilengkapi dengan gambar yang merupakan kesatuan dari cerita untuk menyampaikan fakta atau gagasan tentang kehidupan terumbu karang yang dirusak oleh manusia. Cerita dalam cerita bergambar juga seringkali berkenaan dengan pribadi/pengalaman pribadi sehingga pembaca mudah mengidentifikasi dirinya melalui perasaan serta tindakan dirinya melalui perwatakan tokoh-tokoh utamanya. Buku cerita bergambar memuat pesan melalui ilustrasi dan teks tertulis. Kedua elemen ini merupakan elemen penting pada cerita. Buku-buku ini


(59)

memuat berbagai tema yang sering didasarkan pada pengalaman kehidupan sehari-hari anak.

Karakter dalam buku ini dapat berupa manusia dan binatang. Seperti cerita dalam buku cerita “Derita Aat si Gurita Kecil” merupakan gambaran berkenaan dengan pengalaman pribadi anak dimana terumbu karang yang menjadi sumber daya alam yang ada di lingkungan dieksploitasi secara sembarang tanpa anak menyadari bahwa hal itu merusak terumbu karang. Dan dengan kehadiran prototype buku cerita tersebut anak akan dengan mudah memahami makna atau pesan yang disampaikan dalam cerita karena itu terjadi dalam kehidupan mereka dan ada disekitar mereka.

Penelitian yang berkaitan dengan pemberdayaan, buku cerita anak dan bagaimana anak mengekspresikan imajinasinya melalui berbagai media sudah diteliti oleh banyak orang. Seperti halnya penelitian pengembangan prototype buku cerita “Derita Aat si Gurita Kecil” dalam kontek empowering pada anak diperkuat oleh adanya beberapa penelitian yang relevan yang mendukung.

2.2 Penelitian yang Relevan

Ada beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, yaitu :

Pertama, penelitian yang berjudul “Upaya The Nature Conservancy Dalam Konservasi Terumbu Karang Dan Lingkungan Pesisir Di Kawasan Perairan Nusa Penida, Bali” yang dilakukan oleh Savitri dkk (2013). Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa kepedulian terhadap terumbu karang adalah tanggung jawab bersama sebagai warga masyarakat dunia secara umum. Salah satu bentuk tanggung jawab dalam memperhatikan kelesetarian terumbu karang adalah organisasi non


(60)

pemerintah yang bernama The Nature Conservancy atau disingkat TNC. Dalam penelitian ini menjelaskan bahwa penting bagi masyarakat Nusa Penida mendapatkan sosialisasi dan pelatihan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui latar belakang pengetahuan dan pendidikan setiap masyarakat. Dengan begitu masyrakat Penida tersadarkan bahwa kekayaan hayati yang dimiliki saat ini seperti terumbu karang hanyalah sebuah titipan yang harus diwariskan kepada generasi penerus. Dengan adanya kesadaran seperti ini masyarakat bisa kembali memperkuat kebijakan adat yang sudah ada sebelumnya.

Kedua, penelitian ini berjudul “Kampanye Edukasi Eksplorasi Terumbu

Karang Untuk Anak Sekolah Dasar di Bali Melalui Desain Komunikasi Visual” yang

ditulis oleh Kurniawan (2013). Dalam penelitian ini dibahas bahwa tujuannya adalah bagaimana menciptakan media komunikasi visual yang membantu anak dalam proses edukasi. Pentingnya desain buku cerita yang menarik perhatian anak serta mempermudah anak lebih memahami apa yang dia pelajari dan juga terjadi sebuah konsep belajar yang “fun” yang biasa di sebut dengan Education with Fun. Konsep terseebut merupakan penggambaran dari proses edukasi atau pembelajaran untuk anak dengan cara menyenangkan sehingga komunikasi berjalan efektif.

Ketiga, penelitian dengan judul “Pengembangan Media Pembelajaran Memahami Cerita Legenda dengan Buku POP-UP untuk Siswa SMP Kelas VIII di Kabupaten Pati” yang ditulis oleh Nugraheni (2015). Penelitian ini menjelaskan prototype media pembelajaran berupa buku Pop-Up berisikan gambar-gambar ilustrasi cerita dengan tampilan tiga dimensi pada setiap halamannya. Prototype ini


(1)

(2)

(3)

Tabel Jadwal Penelitian

Kegiatan Bulan

Januari Februari Maret April Mei Juni-Juli Studi Pustaka (Bab I-III)

Draf I Prototipe Buku Validasi

Revisi Prototipe dan Cetak Prototipe

Uji Terbatas ke Mentawai Training Guru dan Siswa di Mentawai

Kegiatan Bulan

Agustus September Oktober November Desember Januari Olah Data

Susun Bab IV Revisi Akhir Modul

Revisi Bab I-IV Revisi Bab I-V Latihan Ujian Skripsi Ujian Skripsi


(4)

Foto Kegiatan Uji Coba di Dalam Kelas Lampiran 10. Foto Kegiatan di Dalam Kelas


(5)

Foto Kegiatan di Luar Kelas Lampiran 11. Foto Kegiatan di Luar Kelas


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Merpin Saogo lahir di Beleraksok, 23 Juli 1988. Pendidikan dasar diperoleh di SDK St.Vincentius Sikakap Mentawai, tamat tahun 2005. Pendidikan menengah pertama diperoleh di SMP Yossudarso II Muara Siberut Mentawai, tamat pada tahun 2008. Pendidikan menengah atas diperoleh di SMA Negeri 1 Muara Siberut, tamat tahun 2011.

Pada tahun 2012, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pendidikan di perguruan tinggi diakhiri dengan menulis skripsi berjudul “Pengembangan Prototype Buku Cerita Anak Tentang Terumbu Karang Dalam Konteks “Empowering” Masyarakat Mentawai Untuk Anak 9-12 Tahun”. Selain itu, selama menempuh studi di Universitas Sanata Dharma, penulis menjadi ketua Himpunan Mahasiswa Program Studi PGSD 2013/2014.