Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memiliki peranan penting dalam kemajuan suatu bangsa, serta sebagai sarana dalam peningkatan dan pengembangan potensi yang dimiliki oleh setiap warga negara. Dengan kata lain, pendidikan dapat menghantarkan peserta didik untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang siap beradaptasi dalam menghadapi berbagai kemungkinan yang akan terjadi di era globalisasi. Dengan demikian, mutu pendidikan pada setiap satuan pendidikan perlu diperhatikan demi terwujudnya kemajuan bangsa Indonesia. Bentuk perhatian pemerintah terhadap mutu pendidikan dapat diketahui dari ditetapkannya kebijakan yang mengatur tentang penyelenggaraan pendidikan pada setiap satuan pedidikan. Sebagaimana yang disebutkan oleh Daryanto dan Muljo Rahardjo 2012: 41, bahwa Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan merupakan usaha pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Pasal 19 pada Peraturan Pemerintah tersebut berbunyi sebagai berikut : 1 Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. 2 2 Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Peraturan Pemerintah di atas membuktikan bahwa sekarang pemerintah sudah menaruh perhatian terhadap mutu proses pembelajaran. Dimana pada setiap satuan pendidikan diberi kewenangan untuk melakukan perencanaan pembelajaran. Selanjutnya, dalam Permendikbud No 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah dijelaskan, bahwa model dan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru di dalam proses pembelajaran mengacu pada karakteristik pembelajaran antara lain: interaktif dan inspiratif; menyenangkan, menantang, kontekstual, dan kolaboratif, serta dapat memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif. Berdasarkan hasil wawancara pra penelitian dengan salah satu guru di SMP N 1 Sewon interview pra research, 3 Maret 2016 diketahui, bahwa masih ditemukan permasalahan di dalam pelaksanaan pembelajaran, yaitu proses pembelajaran yang diselenggarakan oleh beberapa guru masih monoton. Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru hanya ceramah terus, sehingga siswa sering mengalami kebosanan. Di pihak lain, kondisi siswa saat ini yang masih ingin asyik ngobrol sendiri dengan temannya ketika proses pembelajaran berlangsung, mengakibatkan konsentrasi mereka terhadap pembelajaran menjadi berkurang. Sehingga muncul hubungan yang kurang kondusif dalam pembelajaran. Dengan demikian, PR terbesar guru 3 adalah bagaimana dapat menarik perhatian siswa supaya mereka antusias mengikuti proses pembelajaran. Melihat masih adanya permasalahan di atas, maka peningkatan mutu pendidikan dapat dimulai dengan meningkatkan mutu guru dalam mengajar dan berperilaku professional. Sebagaimana dijelaskan oleh Abdul Hadis dan Nurhayati 2010: 3, bahwa faktor dominan yang berpengaruh dan berkontribusi besar terhadap mutu pendidikan khsuusnya mutu pembelajaran adalah guru yang professional. Oleh karena itu, guru sebagai suatu profesi harus professional dalam melaksanakan berbagai tugas pendidikan dan pengajaran yang diamanahkan kepadanya. Undang –Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menjelaskan, bahwa pengakuan guru sebagai tenaga professional akan diberikan jika guru telah memiliki antara lain kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik yang dipersyaratkan. Kualifikasi akademik dapat diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau diploma empat. Sertifikat pendidik diperoleh guru setelah lulus dalam penilaian sertifikasi. Jenis kompetensi yang dimaksud dalam Undang-Undang tersebut adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional Daryanto dan Muljo Rahardjo, 2012: 39. Berdasarkan data Statistik SMP Tahun Akademik 20152016 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Sekretariat Jenderal Pusat Data dan 4 Statistik Pendidikan dan Kebudayaan diketahui, bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta dari tahun akademik 20142015 ke tahun akademik 20152016 mengalami penurunan jumlah kepala sekolah dan guru yang layak mengajar yaitu sejumlah 1.403 orang. Data yang diperoleh menunjukkan, bahwa pada tahun akademik 20142015 jumlah kepala sekolah dan guru yang layak mengajar adalah 9.902 orang sedangkan pada tahun akademik 20152016 sejumlah 8.499 orang. Penurunan jumlah kepala sekolah dan guru layak mengajar tersebut akan berdampak pada penurunan mutu proses pembelajaran yang diselenggarakan. Hal ini dikarenakan guru memiliki peranan penting dalam melaksanakan proses pembelajaran. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Prim Masrokan Mutohar 2013: 153, bahwa guru memegang peranan yang sangat menentukan keberhasilan peserta didik dalam melaksanakan proses pembelajarannya. Dengan demikian, salah satu program yang dapat mendukung dalam merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan, khususnya mutu pembelajaran adalah program lesson study. Seperti yang disampaikan oleh Daryanto dan Muljo Rahardjo 2012: 42 bahwa peningkatan mutu pendidikan dapat dilakukan melalui kegiatan lesson study. Lesson study dapat dipilih menjadi salah satu alternatif dalam meningkatkan kualitas keprofesionalan guru yang berdampak pada peningkatan kualitas proses pembelajaran. 5 Lesson study merupakan aktivitas pembelajaran yang dimulai dengan sebuah perencanaan “Plan” yang dilakukan oleh guru, kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan proses pembelajaran “Do” dimana kegiatan pembelajaran siswa didasarkan pada pembelajaran kolaboratif yang secara langsung diamati oleh kepala sekolah, guru serumpun, pengawas, dosen dari perguruan tinggi bahkan orang tua siswa dan lainnya. Dalam hal ini, yang menjadi fokus pengamatan adalah bagaimana siswa belajar, bukan pada bagaimana guru mengajar. Setelah itu, mereka semua menganalisis hasil pengamatan tersebut di forum refleksi yang bertujuan untuk saling saling belajar dan meningkatkan kualitas belajar siswa Ali Mustadi, 2014: 87-95. Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari tiga kabupaten di Indonesia yang telah menerapkan kegiatan lesson study berabasis MGMP sejak tahun 2006. Sejak 2 Februari 2009 SMP N 1 Sewon telah melaksanakan kegiatan “lesson study berbasis sekolah” secara mandiri. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Kepala Sekolah SMP N 1 Sewon kepada peneliti dalam wawancara pra penelitian, 20 Februari 2016, bahwa SMP N 1 Sewon menerapkan program lesson study sejak tanggal 2 Februari 2009 dan sudah dilaksanakan pada semua mata pelajaran. Selanjutnya, kepala sekolah menambahkan bahwa dulu sebelum adanya lesson study, guru sering mengalami permasalahan dalam menyelenggarakan pembelajaran. Guru sering merasa kesulitan dalam membangkitkan motivasi belajar siswa, terutama pada jam-jam siang. Selain itu, guru juga merasa nerveous dan kurang PD apabila ada kunjungan dari 6 pengawas atau ada supervisi dari kepala sekolah. Namun, setelah adanya program lesson study berbasis sekolah, mereka lebih enjoy dalam menyelenggarakan pembelajaran. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa program lesson study berbasis sekolah LSBS merupakan salah satu program yang dapat meningkatkan mutu pendidikan khususnya mutu pembelajaran di SMP N 1 Sewon. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengungkap bagaimana implementasi program lesson study berbasis sekolah di SMP N 1 Sewon.

B. Area Penelitian