Terbentuknya Keluarga Lembaga Keluarga

Bab 3 - Lembaga Sosial 75 Gambar 3.2 Proses perkawinan sesuai dengan norma hukum Berdasarkan ketentuan hukum, suatu perkawinan dianggap sah apabila sesuai dengan hukum adat yang berlaku dalam masyarakat, hukum agama, dan hukum negara. Perkawinan sesuai dengan hukum adat apabila dilaksanakan sesuai dengan adat dan kebiasaan masyarakat. Dalam kaitan ini, perkawinan akan mendapat legitimasi dari masyarakat karena disaksikan oleh orang tua, tetangga, dan masyarakat. Apabila tidak melaksanakan adat ini, maka dianggap melanggar adat atau bahkan dianggap sebagai penyimpangan terlebih apabila perkawinannya dilaksanakan dalam cara- cara yang oleh masyarakat sekitar dianggap sebagai hal yang tidak wajar. Terhadap perilaku pelanggaran adat perkawinan ini, akan diberikan sanksi yang berupa sanksi adat. Kemudian juga dalam hukum agama yang mengharuskan pelaksanaan perkawinan sesuai dengan norma-norma agama sesuai dengan agama yang dianutnya. Apabila tidak sesuai dengan ajaran agama, maka perkawinan itu dianggap tidak sah. Begitu pula dengan hukum negara harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan undang-undang yang mengatur tentang masalah perkawinan apabila tidak sesuai dengan hukum negara, maka perkawinan dianggap tidak sah oleh negara, sehingga yang bersangkutan tidak memiliki hak-hak keluarga dari negara karena tidak diakui keberadaannya. Perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang laki- laki dan perempuan dalam suatu hubungan suami istri yang diberikan kekuatan sanksi sosial. Dengan demikian, perkawinan adalah tuntutan sosial setiap individu yang berlaku umum dalam masyarakat untuk membina ketertiban dan kelangsungan dalam kehidupan bermasyarakat. Kerusakan makna sebuah perkawinan bisa dilihat berdasarkan siklusnya. Zimmerman yang mengemukakan bahwa, keluarga bisa dilihat dari tiga tipe yang senantiasa berputar berulang, yaitu tipe trustee family ke tipe domestic family, lalu ke tipe atomistic family. Sumber: http:dokumen penerbit Sosiologi SMA Kelas XII 76 Tipe atomistic dimana makna sakral sebuah perkawinan memudar, kemudian diganti oleh kepentingan pribadi, kaidah moral, termasuk seks dianggap relatif, suami istri dengan mudah dapat bercerai. Sedangkan yang sebaliknya dari tipe atomistic adalah trustee dan bentuk kompromi keduanya adalah domestic. Pergeseran perubahan tersebut dipengaruhi oleh kekuatan “penghancur” yang berasal dari dalam keluarga tersebut dan juga dapat dari luar yaitu “virus liberalisme”, yang cenderung mengabaikan nilai-nilai moral. Dalam perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat dapat menyebabkan perubahan pada struktur sosial masyarakat, di samping itu dapat juga mempengaruhi sistem keluarga dan sekaligus tingginya tingkat penceraian. Perubahan-perubahan itu dapat terjadi karena adanya hal-hal sebagai berikut. Pertama, perubahan pada nilai dan norma tentang penceraian. Masyarakat tidak lagi memandang malu dan harus dihindari. Masyarakat memahami penceraian sebagai salah satu cara atau alternatif dalam menyelesaikan masalah yang terjadi pada keluarga, khususnya pasangan suami-istri. Masyarakat mulai mengadopsi toleransi umum terhadap penceraian. Kedua, perubahan pada tekanan-tekanan sosial dari lingkungan keluargakerabat teman dan lingkungan ketetanggaan terhadap ketahanan sebuah perkawinan. Perubahan idealisme dalam masyarakat menyebabkan tekanan-tekanan sosial dalam masyarakat semakin berkurang. Rasa tanggung jawab lingkungan keluarga, kerabat, teman, dan lingkungan ketetanggaan, ikut merasakan ketegangan yang terjadi pada keluarga, dengan pemberian nasihat perlunya mengupayakan keutuhan perkawinan demi kebaikan masa depan anak. Ketiga, adanya alternatif yang bisa dipilih suami-istri apabila bercerai. Bertambah banyaknya kemudahan dan alternatif yang ada di masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, memberi peluang kepada berkurangnya saling ketergantungan antara pasangan suami-istri. Tanpa pelayanan seorang istri, suami dapat memenuhi akan kebutuhan biologis dan seksualnya. Begitu pula dengan istri tidak lagi tergantung pada suami, dengan adanya peluang pekerjaan yang ada dalam masyarakat. Keempat, adanya etos kesamaan derajat dan tuntutan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Berkembangnya etos ini merupakan tuntutan dari sistem industri yang memberikan peluang yang sama terhadap setiap orang tanpa membedakan jenis kelamin. Bab 3 - Lembaga Sosial 77 Dalam masyarakat sudah dipengaruhi oleh tuntutan liberalisasi di segala aspek kehidupan yang kemudian meningkatkan kecenderungan sebagian manusia untuk mengabaikan nilai-nilai moral sehingga menimbulkan sikap permisif. Suatu kenyataan yang tidak boleh dipungkiri di tengah masyarakat bahwa unsur keluarga tidak lagi adanya hubungan antara laki-laki dan perempuan, tetapi keluarga dapat saja terjadi antara satu jenis kelamin. Keluarga, sebagai hubungan yang diikat oleh perkawinan tidak akan lagi menampakkan pembuktiannya, orang-orang dapat saja tinggal satu rumah, satu atap, dan memiliki anak tanpa ikatan perkawinan yang jelas. Satu kenyataan lagi yang terdapat dalam kehidupan masyarakat bahwa semakin banyaknya kelahiran di luar pernikahan. Berdasarkan realita sosial tersebut, coba kalian berikan definisi tentang keluarga secara tegas, mana yang dapat dikategorikan keluarga, dan mana yang tidak Proses terbentuknya keluarga harus melewati tahap-tahap yang harus dilalui oleh orang yang akan membentuk lembaga keluarga. Tentunya tahap- tahap itu harus sesuai dengan karakteristik hukum dan adat yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Secara umum, tahap-tahap dalam membentuk lembaga keluarga adalah sebagai berikut. 1 Tahap Pre-Nuptual Tahap ini merupakan tahap persiapan sebelum dilangsungkannya perkawinan sesuai dengan adat, kebiasaan, tata nilai, dan aturan dalam masyarakat yang bersangkutan. Bentuknya misalnya dapat berupa pelamaran, pertunangan, penentuan hari perkawinan, dan lain-lain. Orang yang akan melangsungkan perkawinan harus memenuhi segala persyaratan baik materiil maupun non-materiil. Materiil misalnya berkaitan dengan mas kawin, dan sebagainya, sedangkan non-materiil biasanya berkaitan dengan kesiapan psikis individu yang akan melangsungkan pernikahan. 2 Tahap Nuptual Stage Tahap ini merupakan tahap inti dilangsungkannya perkawinan yang berupa kesepakatan hidup bersama untuk membina sebuah keluarga sesuai dengan apa yang dicita-citakan. 3 Tahap Child Rearing Stage Tahap ini merupakan proses pemeliharaan anak-anak sebagai tanggung jawab dari sebuah keluarga untuk membesarkan dan mendewasakan anak-anak, sehingga tercapai tujuan keluarga yang bahagia sesuai dengan tujuan yang diharapkan. A A A A A K K K K K T T T T T IIIII V V V V V IIIII T T T T T A A A A A S SS SS Sosiologi SMA Kelas XII 78 Gambar 3.3 Tahap Child Rearing Stage 4 Tahap Muturity Stage Tahap ini merupakan tahap lanjut dimana anak-anak mereka dari buah perkawinannya sudah melangkah dewasa dan siap untuk melangsungkan perkawinan membentuk keluarga baru.

d. Macam-Macam Perkawinan

Perkawinan pada dasarnya adalah suatu peristiwa suci yang menyatukan antara laki-laki dan perempuan untuk membina hubungan rumah tangga. Namun karena bermacam ragamnya adat dan kecenderungan manusia serta norma yang dianut berbeda-beda, maka tipe perkawinan pun bermacam- macam. Secara umum, macam-macam perkawinan ini dapat dikategorikan ke dalam empat macam perkawinan, yakni sebagai berikut. 1 Monogami Perkawinan jenis ini merupakan suatu perkawinan yang dilakukan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Perkawinan jenis ini merupakan tipe perkawinan yang ideal dan menjadi tradisi sebagian besar umat manusia. 2 Poliandri Poliandri merupakan perkawinan antara seorang perempuan dengan beberapa laki-laki sekaligus. Masyarakat yang masih menganut poliandri, misalnya beberapa suku bangsa di Tibet Tengah. 3 Poligami Poligami merupakan perkawinan antara seorang laki-laki dengan beberapa perempuan. Perkawinan jenis ini di Indonesia juga masih banyak kita jumpai.

e. Group Marriage

Group Marriage merupakan perkawinan kelompok antara beberapa laki-laki dan beberapa perempuan sekaligus. Perkawinan jenis ini masih kita jumpai dalam masyarakat primitif di Benua Afrika. Sumber: http:www .northeast.or g.sg Bab 3 - Lembaga Sosial 79 Jika menelaah jenis perkawinan berdasarkan asal suami atau istri, maka dapat diberikan beberapa istilah berkaitan dengan hal ini. Perkawinan antara seseorang dengan orang di luar golongannya disebut dengan eksogami. Perkawinan dalam satu golongan disebut dengan endogami. Kemudian perkawinan dengan orang yang status sosialnya sebanding disebut dengan homogami. Sedangkan perkawinan dengan orang yang status sosialnya berbeda disebut dengan heterogami. Istilah-istilah ini sebenarnya tidak populer di masyarakat, mengingat sudah semakin hilangnya sistem feodalisme dalam masyarakat.

f. Bentuk-Bentuk Keluarga

Sebagai lembaga sosial, keluarga juga menentukan sistem kekerabatan, misalnya siapa saja yang menjadi anggota keluarga. Sistem kekerabatan dalam keluarga ada yang bersistem konjugual dan sistem konsanguinal. Keluarga yang bersistem konsanguinal menekankan pada pentingnya ikatan darah. Sedangkan keluarga yang bersistem konjugal lebih menekankan pada pentingnya hubungan perkawinan daripada ikatan darah. Ada pula yang membedakan antara keluarga orientasi family of orientation dan keluarga prokreasi family of procreation. Keluarga orientasi merupakan keluarga yang di dalamnya seseorang dilahirkan, sedangkan keluarga prokreasi adalah keluarga yang dibentuk oleh seseorang berdasarkan dengan pernikahan. Di samping bentuk keluarga yang sudah dijelaskan di atas, dikenal pula dengan keluarga inti nuclear family dan keluarga meluas extended family, dimana bentuk ini didasarkan pada jauh dekatnya hubungan kekeluargaan hubungan darah. Keluarga inti adalah keluarga yang jumlah anggota keluarganya terdiri dari ayah, ibu, anak-anak yang belum menikah. Sedangkan keluarga meluas adalah keluarga yang terdiri dari lebih dari satu generasi atau lebih dari satu keluarga inti. Perubahan masyarakat dari agraris menuju masyarakat industri menyebabkan perubahan organisasi dan struktur keluarga. Perubahan tersebut adalah bahwa keluarga inti extented family yang cenderung berubah kepada keluarga besar nuclear family. Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang belum dewasa atau belum kawin, sedangkan keluarga besar adalah keluarga yang terdiri lebih dari satu generasi. Perubahan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1 Industrialisasi menyebabkan keluarga inti bersifat mobil, mudah pindah dari tempat satu ke tempat lain, dan akan menetap dimana ada pekerjaan, sehingga menyebabkan lemahnya ikatan kekerabatan. 2 Industrialisasi mempercepat adanya emansipasi wanita yang dapat memungkinkan wanita untuk mendapatkan pekerjaan, sehingga menyebabkan melemahnya fungsi extented family dan di sisi lain memperkuat fungsi nuclear family. 3 Industrialisasi menyebabkan corak kehidupan ekonomi baru dalam masyarakat.