EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN TIPE JIGSAW BERBANTU MEDIA POWERPOINT PADA POKOK BAHASAN TEOREMA PYTHAGORAS KELAS VIII

(1)

commit to user

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN TIPE JIGSAW BERBANTU MEDIA POWERPOINT PADA POKOK BAHASAN TEOREMA PYTHAGORAS KELAS VIII SMP NEGERI SE-KABUPATEN SRAGEN

DITINJAU DARI MINAT BELAJAR SISWA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

TESIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Magister

Pendidikan Matematika

Oleh :

FEBRYANA HANDITASERRA S 850809310

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

(3)

(4)

commit to user PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya : Nama : Febryana Handitaserra NIM : S 850809310

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis yang berjudul :

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN

MENGGUNAKAN MODELPEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN TIPE JIGSAW BERBANTU MEDIA POWERPOINT PADA POKOK BAHASAN TEOREMA PYTHAGORAS KELAS VIII SMP NEGERI SE-KABUPATEN SRAGEN DITINJAU DARI MINAT BELAJAR SISWA

TAHUN PELAJARAN 2010/2011

adalah betul – betul karya saya sendiri. Hal – hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis ini.

Surakarta, Maret 2011 Yang membuat pernyataan


(5)

commit to user

MOTTO

Jadikan sabar dan sholat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.

(QS. Faathir : 2)

Dalam hidup ini hanya sedikit hambatan yang tak bisa diatasi Dengan tindakan positif yang gigih, tekun, konsisten dan dilakukan secara

terus menerus pasti akan meraih kesuksesan yang tahan lama. Segala sesuatu yang berharga tak bisa diraih dengan cara mudah.

Jika mudah, semua orang pasti sudah meraihnya. Sukses besar tak bisa diraih dengan inspirasi singkat. Sukses hanya bisa diraih dengan tindakan yang tekun dan gigih.

(Pesan dari Sir Winston Churchill)

Hadapi hidup dengan senyuman,

mulai dengan basmallah akhiri dengan hamdalah, tidak putus asa dari rahmat-Nya,

insya Allah akan selalu ada jalan untuk setiap kebaikan. Hidup adalah pembelajaran untuk menjadi lebih baik.


(6)

commit to user

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk :

 Kedua orang tua, atas harapan dan doa nya untuk menuntunku menjadi orang yang bermanfaat,

 Suamiku tercinta, atas doa dan dukungannya selama ini,

 Serta rekan seperjuangan yang senantiasa memberi semangat dan motivasi,

 Para saudara dan sahabat dengan segala kebaikan dan bantuan yang tulus diberikan,


(7)

commit to user KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tesis ini dengan judul ”EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN

MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE STAD DAN TIPE JIGSAW BERBANTU MEDIA POWERPOINT PADA POKOK BAHASAN TEOREMA PYTHAGORAS KELAS VIII SMP NEGERI SE-KABUPATEN SRAGEN DITINJAU DARI MINAT BELAJAR SISWA TAHUN PELAJARAN 2010/2011”.

Tesis ini disusun guna memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Matematika Program pascasarjana universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan dan dorongan dari semua pihak, penulis tidak mampu menyelesaikan tesis ini dengan baik, maka pada kesempatan ini dengan rasa hormat penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph. D, Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah mengijinkan penulis untuk melanjutkan studi di Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.


(8)

commit to user

2. Dr. Mardiyana M.Si, Ketua Progam Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc, Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan waktunya untuk bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyusun tesis ini.

4. Drs. Sutrima, M.Si, Dosen Pembimbing II yang telah dengan sabar memberikan saran dan masukan untuk penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Dr. Riyadi, M.Si, Penguji tesis yang telah memberikan masukan dalam kesempurnaan tesis.

6. Kepala SMP N 1 Tangen, SMP N 1 Mondokan, dan SMP N 5 Sragen beserta guru yang telah memberikan ijin serta membantu penulis mengumpulkan data penelitian.

7. Peserta didik yang telah menjawab setiap instrumen penelitian yang penulis butuhkan dengan kesungguhan hati.

8. Teman mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasrjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bantuan dan dorongan pada penulis dalam menyelesaikan studi.

9. Suami dan keluargaku tercinta, yang telah memberikan dorongan moral dalam menyelesaikan studi di Program Studi pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

10. Semua pihak yang telah membantu penulis selama mengikuti pendidikan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.


(9)

commit to user

Semoga semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT. Akhirnya demi kesempurnaan tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih atas kritik dan saran yang membangun. Besar harapan penulis semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan pembaca pada umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, Maret 2011


(10)

commit to user DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR DIAGRAM ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

ABSTRAK ... xx

ABSTRACT ... xxii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Pemilihan Masalah ... 10

D. Pembatasan Masalah ... 10

E. Perumusan Masalah ... 11


(11)

commit to user

G. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 14

1. Prestasi Belajar Peserta Didik ... 14

a. Teori Belajar... 14

b. Prestasi Belajar Matematika ... 18

c. Faktor – faktor yang mempengaruhi Prestasi belajar ... 20

2. Pembelajaran Matematika ... 22

3. Model Pembelajaran ... 27

a. Model Pembelajaran Kooperatif ... 32

b. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 37

c. Pembelajaran Kooperatif Tipe JIGSAW ... 41

4. Media Powerpoint ... 46

5. Minat Belajar Matematika ... 47

B. Hasil Penelitian yang Relevan... 49

C. Kerangka Pemikiran ... 50

D. Hipotesis Penelitian... 54

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat, Subyek dan Waktu Penelitian ... 55

1. Tempat dan Subyek Penelitian ... 55

2. Waktu Penelitian ... 55

B. Jenis Penelitian... 56

C. Teknik Pengambilan Sampel, Populasi, dan Sampel ... 58


(12)

commit to user

2. Populasi ... 59

3. Sampel... 59

D. Variabel Penelitian ... 60

1. Variabel Bebas ... 60

2. Variabel Terikat ... 62

E. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ... 62

1. Metode Pengumpulan Data ... 62

2. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 64

F. Teknik Analisis Data... 71

1. Uji Prasyarat... 71

2. Uji Keseimbangan ... 74

3. Uji Hipotesis ... 76

4. Uji Komparasi Ganda ... 81

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Keseimbangan pada Kemampuan Awal ... 84

1. Uji Prasyarat ... 84

1) Uji Normalitas data kemampuan awal... 84

2) Uji Homogenitas data kemampuan awal... 85

2. Uji Keseimbangan... ... 86

B. Hasil Uji Coba Instrumen Tes Butir Sol……….. ... 86

1. Uji Validitas Isi ... 86

2. Uji Reliabilitas ... 87

3. Tingkat Kesukaran ... 87


(13)

commit to user

C. Hasil Uji Coba Angket Minat Belajar……….... 88

1. Uji Validitas Isi... 88

2. Uji reliabilitas... 88

3. Uji Konsistensi Internal... 88

D. Deskripsi Data Hasil Penelitian... .. 89

1. Data Angket Minat Belajar……… 89

2. Data Prestasi Belajar……….. 90

E. Uji Persyaratan Analisis ... 91

F. Pengujian Hipotesis ... 92

1) Uji Scheffe Untuk Analisis Variansi Dua Jalan Dengan Sel Tak Sama ... 92

2) Uji Komparasi Ganda ... 94

G. Pembahasan Hasil Penelitian ... 97

1) Hipotesis pertama ... 97

2) Hipotesis Kedua ... 98

3) Perbedaan penggunaan model pembelajaran dengan minta belajar terhadap prestasi belajar matematika ... 100

H. Keterbatasan Penelitian... 101

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan ... 104

B. Implikasi ... 105

C. Saran ... 106


(14)

commit to user DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2. 1 Perbedaan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Jigsaw ... 45

Tabel 3. 1 Rancangan Penelitian ... 57

Tabel 3. 2 Daftar Sekolah Sampel Penelitian ... 59

Tabel 3. 3 Interpretasi Daya Beda Soal ... 69

Tabel 3. 4 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan ... 81

Tabel 4. 1 Diskripsi data untuk kemampuan awal ... 84

Tabel 4. 2 Rangkuman hasil uji Normalitas kemampuan awal ... 85

Tabel 4. 3 Rangkuman hasil Homogenitas kemampuan awal ... 85

Tabel 4. 4 Rangkuman uji keseimbangan kemampuan awal ... 86

Tabel 4. 6 Banyaknya responden untuk minat belajat matematika... 90

Tabel 4. 7 Diskripsi statistik prestasi belajar ... 90

Tabel 4. 8a Rangkuman Uji Normalitas ... 91

Tabel 4. 8b Rangkuman Uji Homogenitas ... 92

Tabel 4. 9 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan ... 93

Tabel 4. 10 Rataan masing-masing sel dari data uji hipotesis ... 94

Tabel 4. 11 Hasil Uji Scheffe Komparasi Antar Kolom ... 95


(15)

commit to user DAFTAR DIAGRAM

Halaman Diagram 2. 1 Penempataan Siswa Pada Pembelajaran Jigsaw ... 45


(16)

commit to user DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2. 1 Bagan Kerangka Berpikir Penelitian ... 51


(17)

commit to user DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Daftar SMP Negeri di Kabupaten Sragen ... 115

Lampiran 2 Daftar Nama Siswa Kelas Eksperimen I & II ... 117

Lampiran 3 Silabus ... 122

Lampiran 4a Rencana Pelaksanaan Pembelajaran kelompok eksperimen I ... 131

Lampiran4b Rencana Pelaksanaan Pembelajaran kelompok eksperimen II ... 141

Lampiran 5a LKS Materi Teorema Pythagoras Kelompok eksperimen I ... 152

Lampiran5b LKS Materi Teorema Pythagoras Kelompok eksperimen II ... 156

Lampiran 5c Powerpoint Materi Teorema Pythagoras... 164

Lampiran 6 Kisi-kisi Soal Try Out Prestasi Belajar Matematika ... 166

Lampiran 7 Soal Try Out Prestasi Belajar Matematika ... 167

Lampiran 8 Kunci Jawaban Soal Try Out Prestasi Belajar Matematika ... 171

Lampiran 9 Soal Penelitian Prestasi Belajar Matematika ... 172

Lampiran 10 Kunci Jawaban Soal Penelitian Prestasi Belajar Matematika ... 177

Lampiran 11a Lembar Jawab Soal Try Out Prestasi Belajar Matematika ... 178

Lampiran11b Lembar Jawab Soal Penelitian Prestasi Belajar Matematika ... 179

Lampiran 12 Kisi-kisi Angket Minat Belajar Siswa ... 180

Lampiran13 Angket Try Out Minat Belajar Siswa ... 181

Lampiran 14 Angket Penelitian Minat Belajar Siswa ... 186

Lampiran 15 Lembar jawab angket try out Minat belajar siswa ... 190

Lampiran 16 Lembar jawab angket penelitian minat belajar siswa ... 191


(18)

commit to user

Lampiran 18 Uji Keseimbangan (Matching) ... 194

Lampiran 19a Lembar Validasi Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika ... 195

Lampiran 19b Lembar Penelaahan Instrumen Angket Minat Belajar ... 197

Lampiran 20a Uji Reliabilitas 30 Butir Tes Prestasi Belajar Matematika ... 199ª Lampiran 20b Uji Reliabilitas 25 Butir Tes Prestasi Belajar Matematika ... 200a Lampiran 21a Uji Daya Pembeda Soal Prestasi Belajar Matematika ... 201

Lampiran 21b Tingkat Kesulitan Soal Prestasi Belajar Matematika ... 203

Lampiran 22a Uji Normalitas Kemampuan Awal... 205

Lampiran 22b Uji Homogenitas Kemampuan Awal ... 207

Lampiran 23a Uji Reliabilitas 30 Butir Angket Minat Belajar Siswa... 208a Lampiran 23b Uji Reliabilitas 25 Butir Angket Minat Belajar Siswa... 209a Lampiran 24 Uji Konsistensi Internal ... 211

Lampiran 25 Data Induk Penelitian ... 214

Lampiran 26a Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Dengan Model Jigsaw ... 219

Lampiran 26b Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Dengan Model STAD ... 220

Lampiran 26c Uji Normalitas Data Prestasi Berdasarkan Minat Tinggi ... 221

Lampiran 26d Uji Normalitas Data Prestasi Berdasarkan Minat Sedang ... 222

Lampiran 26e Uji Normalitas Data Prestasi Berdasarkan Minat Rendah ... 223

Lampiran 27a Uji Homogenitas Prestasi Belajar Antara kedua kelompok ... 224

Lampiran 27b Uji Homogenitas Prestasi Belajar Dengan Jigsaw dan STAD Dibedakan Dari Kategori Minat... 225

Lampiran 28 Data Amatan Hasil Belajar ... 226


(19)

commit to user

Lampiran 30 Analisis Variansi Dua Jalan Dengan Sel Tak Sama ... 229

Lampiran 31 Metode Scheffe Untuk Analisis Variansi Dua Jalan Dengan Sel Tak Sama / Uji Komparasi Ganda ... 231

Lampiran 32 Tabel-tabel statistika ... 232

Lampiran 33 Surat ijin riset ... 240


(20)

commit to user

ABSTRAK

Febryana Handitaserra, S850809310. Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) Dan Tipe Jigsaw Berbantu Media Powerpoint Pada Pokok Bahasan Teorema Pythagoras Kelas VIII SMP Negeri Se-Kabupaten Sragen Ditinjau Dari Minat Belajar Siswa Tahun Pelajaran 2010/2011. Pembimbing I: Prof. Dr. Budiyono, M.Sc., Pembimbing II: Drs. Sutrima, M.Si. Tesis: Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Apakah pembelajaran dengan model kooperatif tipe Jigsaw memberikan prestasi belajar matematika lebih baik daripada pembelajaran dengan model STAD. (2) Apakah prestasi belajar matematika siswa dengan minat belajar tinggi lebih baik daripada siswa dengan minat belajar sedang dan rendah, dan siswa dengan minat belajar sedang lebih baik daripada siswa dengan minat belajar rendah. (3) apakah model pembelajaran Jigsaw menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran STAD pada siswa dengan minat belajar tinggi, sedang dan rendah. (4) apakah pada model pembelajaran Jigsaw, siswa dengan minat belajar tinggi lebih baik prestasi belajarnya daripada siswa dengan minat belajar sedang dan rendah serta siswa dengan minat belajar sedang lebih baik prestasinya daripada siswa dengan minat belajar rendah. (5) apakah pada model pembelajaran STAD, siswa dengan minat belajar tinggi lebih baik prestasi belajarnya daripada siswa dengan minat belajar sedang dan rendah serta siswa dengan minat belajar sedang lebih baik prestasinya daripada siswa dengan minat belajar rendah.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan desain faktorial 2x3. Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri di Kabupaten Sragen semester ganjil tahun pelajaran 2010/2011. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara stratified cluster random sampling dengan sampel penelitian adalah siswa-siswi dari SMP Negeri 1 Tangen, SMP Negeri 5 Sragen, dan SMP Negeri 1 Mondokan yang masing- masing terdiri dari satu kelas sebagai kelas eksperimen I dan satu kelas sebagai kelas eksperimen II. Banyak anggota sampel seluruhnya adalah 200 siswa. Uji coba instrumen prestasi belajar matematika dilakukan di SMP Negeri 2 Sragen dengan banyak responden 70 siswa. Hasil uji coba 30 butir soal instrumen tes dengan metode KR-20 menunjukkan bahwa indeks reliabilitasnya adalah 0,81. Pengujian keseimbangan kemampuan awal menggunakan uji-t yang sebelumnya dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dengan uji Liliefors, uji homogenitas dengan uji Bartlett. Hasil uji kemampuan awal menunjukkan


(21)

commit to user

bahwa sampel berdistribusi normal, berasal dari populasi yang homogen, dan mempunyai rataan yang sama.

Pengujian hipotesis menggunakan anava dua jalan dengan sel tak sama, dengan taraf signifikansi 0,05 yang sebelumnya dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dengan uji Lilliefors, dan uji homogenitas dengan uji Bartlett. Hasil uji prestasi belajar menunjukkan bahwa sampel berdistribusi normal, dan berasal dari populasi yang homogen. Hasil uji anava menunjukkan (1) Hasil belajar matematika siswa dengan model pembelajaran kooperatif Jigsaw lebih baik daripada model pembelajaran kooperatif tipe STAD. (2) Hasil belajar matematika siswa dengan minat belajar tinggi lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa dengan minat belajar sedang dan rendah, begitu juga hasil belajar matematika siswa dengan minat belajar sedang lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa dengan minat belajar rendah. (3) Peserta didik dengan menggunakan model pembelajaran Jigsaw mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran STAD pada siswa dengan minat belajar tinggi, sedang dan rendah. (4) Peserta didik yang menggunakan model pembelajaran Jigsaw, siswa dengan minat belajar tinggi lebih baik prestasi belajarnya daripada siswa dengan minat belajar sedang dan rendah serta siswa dengan minat belajar sedang lebih baik prestasinya daripada siswa dengan minat belajar rendah. (5) Peserta didik yang menggunakan model pembelajaran STAD, siswa dengan minat belajar tinggi lebih baik prestasi belajarnya daripada siswa dengan minat belajar sedang dan rendah serta siswa dengan minat belajar sedang lebih baik prestasinya daripada siswa dengan minat belajar rendah.

Kata kunci : Pembelajaran Matematika, Student Teams Achievement Divisions (STAD), Jigsaw, Minat Belajar


(22)

commit to user ABSTRACT

Febryana Handitaserra, S850809310. Experimentation Mathematics Learning Using Cooperative Learning Model Type Student Teams Achievement Divisions (STAD) and Jigsaw Assist Media Type Powerpoint Pythagorean Theorem In Subject Class VIII SMP Sragen As Seen From Student Interest in Academic Year 2010/2011. Supervisor I: Prof. Dr. Budiyono, M.Sc., Supervisor II: Drs. Sutrima, M.Sc. Thesis: Mathematics Education Studies Program, Postgraduate Program Sebelas Maret University, Surakarta. 2011.

This study aims to determine: (1) What type of learning with cooperative model Jigsaw give to study mathematics achievement is better than learning with STAD model. (2) Does academic achievement of mathematics students with high interest in learning better than students with medium and low interest in learning, and students with an interest in learning was better than students with low learning interest. (3) whether the learning model of learning mathematics achievement Jigsaw produce better results compared with STAD learning model on students with learning interest high, medium and low. (4) whether the Jigsaw learning model, students with high learning interest better academic achievement than students with an interest in learning medium and low, and students with an interest in learning was better achievement than students with low learning interest. (5) whether the learning model STAD, students with high learning interest better academic achievement than students with medium and low interest in learning and students with an interest in learning was better achievement than students with low learning interest.

This study is a quasi experiment with a 2x3 factorial design. The population of this study is the Junior High School eighth grade students in Sragen Regency odd semester of academic year 2010/2011. Sampling was done by stratified cluster random sampling with a sample of the study are students of SMP Negeri 1 Tangen, SMP Negeri 5 Sragen, and SMP Negeri 1 Mondokan, each consisting of one class as a class experiment I and one class as a class experiment II. Many members of the entire sample was 200 students. Tests carried instruments to study mathematics achievement in the Junior Country 2 Sragen with many respondents 70 students. Test results showed that 30 items about test instruments with KR-20 method showed that the reliability index is 0.81. Testing balance early ability to use the previous t-test is a prerequisite test test test Liliefors normality, homogeneity test with the Bartlett’s test. Initial capability test result indicates that the sample with normal


(23)

commit to user

distribution, is derived from a homogeneous population, and have the same average.

Testing hypotheses using two-way Anova with unequal cells, the level of significance of 0.05 previously performed test that is a prerequisite test for normality with Lilliefors test, and test of homogeneity with Bartlett's test. Learning achievement test results showed that the samples with normal distribution, and derived from a homogeneous population. Anova test results showed (1) The mathematics learning with Jigsaw cooperative learning model is better than type STAD cooperative learning model. (2) The mathematics learning with a high interest in learning was better than the results of mathematics learning with medium and low interest in learning, so did the students learn mathematics with interest in learning was better than the result of learning mathematics students with low learning interest. (3) Students using the learning model of learning mathematics achievement Jigsaw has a better than using STAD learning model on students with learning interest high, medium and low. (4) Students who use Jigsaw learning model, students with high learning interest better academic achievement than students with medium and low interest in learning and students with an interest in learning was better achievement than students with low learning interest. (5) Students who use STAD learning model, students with high learning interest better academic achievement than students with medium and low interest in learning and students interest in learning was better achievement than students with low learning interest.

Keywords: Mathematics Learning, Student Teams Achievement Divisions (STAD), Jigsaw, Learning Interests


(24)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu masalah dalam sistem pendidikan nasional adalah masih rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah (Depdiknas, 2001). Sementara dari pengamatan penulis di lapangan, banyak dijumpai masih rendahnya mutu pendidikan nasional kita, diantaranya: kurikulum yang sangat berlebihan muatannya, banyak guru dan peserta didik tidak pernah memanfaatkan sarana pembelajaran sekolah, banyak buku-buku penunjang pelajaran hanya disimpan saja di perpustakaan, dan mungkin masih banyak lagi jenisnya. Dalam hal ini, perlu adanya perubahan-perubahan yang memberi arah bahwa pendidikan merupakan pendekatan dasar dalam proses perubahan-perubahan yang memberi arah bahwa pendidikan merupakan pendekatan dasar dalam proses perubahan.

Mengingat hal tersebut, pemerintah telah melakukan upaya penyempurnaan sistem pendidikan. Diantara upaya tersebut, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) menetapkan kebijakan untuk menyempurnakan Kurikulum 1994 menjadi Kurikulum 2004. Belum lama kurikulum ini diperlakukan kemudian muncul lagi yang namanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang diberlakukan mulai awal tahun pelajaran 2006/2007. Kurikulum ini diharapkan dapat membekali peserta didik dengan berbagai kemampuan (competency) yang sesuai dengan tuntutan jaman dan tuntutan reformasi. Sasaran


(25)

commit to user

utama pemberlakuan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) adalah membangun keterampilan individual peserta didik. Untuk itu tidak semudah membalik tangan, guru harus memikirkan atau memilih strategi yang tepat untuk kondisi yang berbeda-beda.

Hasil pendidikan dianggap tinggi mutunya apabila kemampuan dan sikap para lulusannya berguna bagi perkembangan selanjutnya baik di lembaga pendidikan yang lebih tinggi maupun di masyarakat. Pendidikan merupakan proses belajar mengajar yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku yang diharapkan. Segera setelah anak dilahirkan mulai terjadi proses belajar pada diri anak dan hasil yang diperoleh adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan dan pemenuhan kebutuhannya. Pendidikan membantu agar proses itu berlangsung secara berdaya guna dan berhasil guna. Membicarakan pendidikan tidak bisa terlepas dengan masalah pengajaran atau proses belajar mengajar, karena keduanya tidak bisa terlepas dari satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan akhir pendidikan.

Mutu pendidikan yang baik baru akan tercapai apabila proses belajar mengajar di kelas diselenggarakan benar-benar efisien dan efektif untuk mencapai tujuan pendidikan. Salah satu usaha pencapaian dari tujuan pendidikan adalah melalui program pengajaran. Pendidikan dan pengajaran bukanlah dua hal yang sama kedudukannya, pendidikan mempunyai arti yang lebih luas, yaitu pengaruh, bantuan atau tuntunan yang diberikan oleh orang yang bertanggung jawab kepada anak didik. Pengajaran mempunyai pengertian yang lebih sempit dari pada pendidikan. Proses belajar mengajar mempunyai banyak faktor penunjang yang


(26)

commit to user

satu sama lain saling berkaitan. Seperti dikemukakan oleh Shalahudin (1990:23) sebagai berikut: Prestasi belajar dalam hal ini output dicapai melalui proses belajar mengajar dimana proses tersebut akan bisa berjalan apabila mendapat dukungan atau sumbangan dari berbagai faktor diantaranya peserta didik, proses belajar mengajar, sarana dan prasarana pendidikan serta faktor-faktor lingkungan. Seorang peserta didik dikatakan telah mengikuti kegiatan belajar mengajar apabila telah terjadi perubahan tertentu yang berupa dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mampu berbuat sesuatu menjadi mampu berbuat sesuatu. Perubahan ini harus terjadi disebabkan adanya usaha yang disengaja, dan perubahan ini berlaku dalam proses belajar mengajar. Pada kenyataannya tujuan yang ingin dicapai dalam proses belajar belum dapat tercapai dengan memuaskan, khususnya untuk mata pelajaran matematika.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memegang peranan dalam dunia modern yang berhubungan dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Matematika selalu berhubungan dengan mata pelajaran yang lain. Dilain pihak, matematika dianggap sebagai salah satu pelajaran yang sulit oleh peserta didik SD, SMP, maupun SMA, bahkan ada peserta didik yang merasa takut, bosan dan tidak tertarik. Berdasarkan data Hasil Ujian Nasional SMP/MTs Kabupaten Sragen tahun pelajaran 2008/2009 dan data Hasil Ujian Nasional SMP/MTs Kabupaten Sragen tahun pelajaran 2009/2010 (TIM BSNP, 2010) diperoleh gambaran bahwa prestasi belajar bidang studi matematika siswa-siswi sekolah di Kabupaten Sragen terjadi penurunan nilai rata- rata sebesar 11% dan meningkatnya jumlah siswa yang tidak lulus pada mata pelajaran matematika


(27)

commit to user

pada kurun waktu dua tahun terakhir ini. Hal tersebut terlihat dari data bahwa rata-rata nilai UN mata pelajaran matematika siswa SMP/MTs tahun pelajaran 2008/2009 adalah 8,57 dengan nilai tertinggi adalah 10,00 dan nilai terendah adalah 3,00 serta jumlah siswa yang tidak lulus sebanyak 10 siswa. Kemudian pada tahun pelajaran 2009/2010 rata-rata nilai UN mata pelajaran matematika menjadi 7,59 dengan nilai tertinggi adalah 10,00 dan nilai terendah adalah 2,25 serta jumlah siswa yang tidak lulus sebanyak 539 siswa. Perolehan hasil tersebut mungkin dikarenakan beberapa faktor. Faktor guru dan manajemen sekolah kemungkinan juga dapat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas pembelajaran yang dihasilkan. Selain itu yang mungkin sangat berpengaruh adalah adanya perbedaan fasilitas yang diterima oleh siswa yang berasal dari daerah perkotaan dan pedesaan. Dengan demikian tingkat keberhasilan pembelajaran matematika tidak hanya dapat dilihat dari hasil akhir evaluasi belajar, misal Ujian Nasional, tetapi dapat ditentukan oleh kualitas pengelolaan pengajaran sebagai komponen penyelenggaraan pendidikan.

Matematika diajarkan di sekolah melalui matematika sekolah. Matematika sekolah dimaksudkan sebagai bagian matematika yang diberikan untuk dipelajari oleh peserta didik (formal), yaitu peserta didik SD, SMP dan SMA. Pada matematika sekolah, peserta didik mempelajari matematika yang sifat materinya masih elementer tetapi merupakan konsep esensial sebagai dasar untuk prasyarat konsep yang lebih tinggi dan banyak aplikasinya dalam kehidupan di masyarakat.


(28)

commit to user

Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disebutkan bahwa Tujuan pendidikan matematika di sekolah adalah (1) untuk mempersiapkan anak didik agar sanggup menghadapi perubahan-perubahan keadaan di dalam kehidupan dunia yang senantiasa berubah, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis dan rasional, kritis, dan cermat, objektif, kreatif, efektif dan diperhitungkan secara analitis-sintetis, (2) Untuk mempersiapkan anak didik agar menggunakan matematika secara fungsional dalam kehidupan sehari-hari dan di dalam menghadapi ilmu pengetahuan.

Oleh karena itu sebagai guru matematika perlu memahami dan mengembangkan berbagai tipe pembelajaran dalam pengajaran matematika. Dalam hal ini hendaknya guru dapat menyusun program pengajaran yang dapat membuat peserta didik merasa terlibat langsung dan merasa memiliki pembelajaran tersebut dalam proses belajar mengajar. Besarnya minat peserta didik dalam belajar memiliki peranan penting untuk mencapai keberhasilan dalam belajar atau memperoleh prestasi belajar yang baik. Minat belajar yang tinggi akan sangat berpengaruh dengan prestasi belajar.

Sebagaimana diungkapkan oleh Soedjadi (1995: 12), betapapun tepat dan baiknya bahan ajar matematika yang ditetapkan belum menjamin akan tercapainya tujuan pendidikan, dan salah satu faktor penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah proses mengajar yang lebih menekankan pada keterlibatan peserta didik secara optimal. Dengan demikian penghayatan terhadap matematika akan lebih mantap dan terhindar dari anggapan peserta didik yang memandang sulit terhadap matematika.


(29)

commit to user

Selama ini, masih ada guru yang terpaku pada satu atau dua model mengajar yang digunakan terus menerus tanpa pernah memodifikasinya atau menggantikannya dengan model lain walaupun tujuan pembelajaran yang hendak dicapai berbeda. Akibatnya, pencapaian tujuan pembelajaran oleh para peserta didik tidak optimal. Untuk mewujudkan tujuan pembelajaran tersebut, dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, guru hendaknya memilih dan menggunakan model pembelajaran yang melibatkan peserta didik aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik maupun sosial. Pada pengajaran matematika hendaknya disesuaikan dengan kekhasan standar kompetensi/kompetensi dasar dan perkembangan berpikir peserta didik.

Masih banyak guru yang menggunakan model pembelajaran konvensional dalam kegiatan belajar mengajar. Model konvensional adalah model pembelajaran yang bersifat klasikal yaitu hanya berpusat pada guru dimana guru dalam menularkan pengetahuan pada peserta didik secara lisan atau ceramah, diselingi dengan tanya jawab dan pemberian tugas atau pekerjaan rumah. Dalam metode ini guru mendominasi kegiatan belajar mengajar, guru langsung membuktikan dalil dan menurunkan rumus kemudian memberikan contoh soal dan dikerjakan sendiri oleh guru. Sementara itu peserta didik hanya duduk dengan rapi, mengikuti guru dengan teliti dan mencatat sehingga peserta didik cenderung pasif, kurang mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kreatifitas dan inisiatif.

Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika di sekolah misalnya model pembelajaran kooperatif tipe


(30)

commit to user

Jigsaw dan STAD, yaitu model pembelajaran kooperatif yang melibatkan peserta didik untuk bekerjasama dalam kelompok-kelompok belajar selama satu pokok bahasan. Proses Belajar mengajar menggunakan model pembelajaran kooperatif, membuat peserta didik dalam satu kelas mampu menguasai materi pelajaran dalam waktu yang sama.

Menurut pendapat Slavin (2010:4) yang mengatakan ”Pembelajaran kooperatif bukanlah gagasan baru dalam dunia pendidikan, tetapi sebelum masa belakangan ini, model pembelajaran kooperatif ini hanya digunakan oleh beberapa guru untuk tujuan tertentu, seperti tugas-tugas atau laporan kelompok tertentu. Namun demikian, penelitian selama dua puluh tahun terakhir ini telah mengidentifikasikan beberapa model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan secara efektif pada setiap tingkatan kelas dan untuk mengajarkan berbagai macam mata pelajaran. Mulai dari matematika, membaca, menulis sampai pada ilmu pengetahuan ilmiah, mulai dari kemampuan dasar sampai pemecahan masalah-masalah yang kompleks. Lebih daripada itu, pembelajaran kooperatif juga dapat digunakan sebagai cara utama dalam mengatur kelas untuk pengajaran.

Pemilihan model pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Dengan demikian akan tercipta pembelajaran yang lebih menekankan pada pemberdayaan peserta didik secara aktif. Pembelajaran tidak hanya sekedar menekankan pada penguasaan pengetahuan (logos), tetapi terlebih pada penekanan internalisasi tentang apa yang dipelajari, sehingga terbentuk dan terfungsikan sebagai milik nurani peserta didik yang berguna dalam kehidupan


(31)

commit to user

(etos). Motivasi seperti ini akan tercipta jika guru mengkondisikan situasi pembelajaran yang tidak membosankan. Melalui kreativitasnya, guru dan siswa mengkondisikan pembelajaran di kelas menjadi sebuah aktifitas yang menyenangkan.

Minat setiap siswa untuk menerima materi yang diberikan oleh guru berbeda-beda, selain itu setiap siswa juga memiliki karakteristik yang berbeda. Dengan perbedaan ini guru harus peka untuk dapat mengarahkan siswanya sesuai dengan kemampuan, minat dan bakat yang dimiliki oleh siswa sehingga potensi yang ada dalam diri siswa dapat dikembangkan secara optimal. Apabila potensi dalam diri siswa berkembang dengan baik maka kemampuan siswa akan berkembang pula tidak terkecuali kemampuan pemahaman siswa. Selain itu, seorang guru dalam menerapkan media pembelajaran, hendaknya dapat menggunakan media dan metode yang menarik, efektif dan interaktif.

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memberi kesempatan pada siswa untuk bertukar pengetahuan dengan teman yang lebih banyak. Adanya kelompok ahli dan kelompok asal mengharuskan siswa berdiskusi dengan teman yang berbeda-beda, sehingga perbedaan pendapat dan keanekaragaman informasi lebih sering siswa temui. Hal tersebut akan memperkaya pengetahuan siswa.

Sedangkan gagasan utama dari STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru. Sehingga para siswa harus mendukung teman satu timnya untuk bisa melakukan yang terbaik, menunjukkan norma bahwa belajar itu penting, berharga, dan menyenangkan.


(32)

commit to user B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:

1. Menurunnya prestasi belajar matematika mungkin karena siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran di kelas. Terkait dengan hal tersebut apakah terjadi peningkatan pemahaman dan prestasi belajar siswa jika model pembelajaran diubah, sehingga perlu diadakan penelitian untuk membandingkan efektivitas pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa dan pengaruh model pembelajaran terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri di Kabupaten Sragen.

2. Menurunnya prestasi belajar matematika, mungkin karena siswa cenderung beranggapan bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang sulit, membosankan, banyak rumus dan perhitungannya, serta guru matematika kurang kreatif mengaktifkan siswa saat pembelajaran. Kondisi tersebut mungkin berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa sehingga perlu dilakukan penelitian tentang penggunaan model pembelajaran yang lebih efektif. Dalam penelitian ini model pembelajaran yang dimaksud adalah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD.

3. Menurunnya prestasi belajar matematika dimungkinkan karena minat belajar siswa yang rendah dalam belajar sehingga perlu mengadakan penelitian mengenai pengaruh minat belajar dengan prestasi belajar siswa.


(33)

commit to user C. Pemilihan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulis melakukan pemilihan masalah yaitu:

1. Rendahnya prestasi belajar matematika, dimungkinkan karena belum optimalnya penerapan model pembelajaran yang kurang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran maka perlu diadakan penelitian penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD.

2. Rendahnya prestasi belajar matematika dimungkinkan karena minat belajar siswa yang rendah dalam belajar sehingga perlu mengadakan penelitian mengenai pengaruh antara minat belajar dengan prestasi belajar siswa.

Alasan dipilihnya permasalahan tersebut adalah karena sesuai dengan paradigma pembelajaran dalam kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu pembelajaran yang tidak berpusat pada Guru (Teacher Centered) melainkan berpusat pada peserta didik (Student Centered).

D. Pembatasan Masalah

Dalam pembahasan permasalahan, agar dapat lebih mendalam dan tidak terlalu luas cakupannya, maka diperlukan adanya batasan masalah. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw.

2. Minat belajar peserta didik adalah petunjuk pada tingkah laku belajar yang menggerakkan aktivitas belajar pada peserta didik. Minat belajar peserta didik


(34)

commit to user

dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga yaitu tinggi, sedang dan rendah.

3. Prestasi belajar matematika peserta didik yang dimaksud adalah hasil belajar matematika peserta didik pada standar kompetensi Teorema Pythagoras yang telah dicapai pada akhir penelitian ini.

E. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah tersebut di atas, adapun masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memberikan prestasi belajar matematika lebih baik daripada tipe STAD?

2. Apakah peserta didik yang mempunyai minat tinggi akan mempunyai prestasi belajar lebih baik dibanding dengan peserta didik yang mempunyai minat sedang maupun rendah dan peserta didik yang mempunyai minat sedang akan mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada peserta didik yang mempunyai minat rendah?

3. Apakah model pembelajaran Jigsaw menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran STAD pada siswa dengan minat belajar tinggi, sedang dan rendah?

4. Apakah pada model pembelajaran Jigsaw, siswa dengan minat belajar tinggi lebih baik prestasi belajarnya daripada siswa dengan minat belajar sedang dan


(35)

commit to user

rendah serta siswa dengan minat belajar sedang lebih baik prestasinya daripada siswa dengan minat belajar rendah?

5. Apakah pada model pembelajaran STAD, siswa dengan minat belajar tinggi lebih baik prestasi belajarnya daripada siswa dengan minat belajar sedang dan rendah serta siswa dengan minat belajar sedang lebih baik prestasinya daripada siswa dengan minat belajar rendah?

F. Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah di atas, maka tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memberikan prestasi belajar matematika lebih baik daripada STAD.

2. Untuk mengetahui apakah prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai minat belajar tinggi lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai minat belajar sedang maupun rendah dan apakah prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai minat belajar sedang lebih baik daripada prestasi belajar metematika siswa yang mempunyai minat belajar rendah.

3. Untuk mengetahui apakah model pembelajaran Jigsaw menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran STAD pada siswa dengan minat belajar tinggi, sedang dan rendah.


(36)

commit to user

4. Untuk mengetahui apakah pada model pembelajaran Jigsaw, siswa dengan minat belajar tinggi lebih baik prestasi belajarnya daripada siswa dengan minat belajar sedang dan dan rendah serta siswa dengan minat belajar sedang lebih baik prestasinya daripada siswa dengan minat belajar rendah.

5. Untuk mengetahui apakah pada model pembelajaran STAD, siswa dengan minat belajar tinggi lebih baik prestasi belajarnya daripada siswa dengan minat belajar sedang dan rendah serta siswa dengan minat belajar sedang lebih baik prestasinya daripada siswa dengan minat belajar rendah.

G. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:

1. Memberikan masukan kepada tenaga pengajar dalam penggunaan model pembelajaran yang sesuai dengan materi ajar.

2. Memberikan masukan kepada tenaga pengajar pada saat menerapkan model pembelajaran dengan melihat minat peserta didik dalam belajar matematika. 3. Sebagai bahan pertimbangan dan bahan masukan serta tambahan referensi


(37)

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Prestasi Belajar Peserta Didik

a. Teori Belajar

Teori merupakan seperangkat asas yang tersusun tentang kejadian-kejadian tertentu dalam dunia nyata. Secara khusus, teori memberikan dua kelebihan daripada sumber-sumber pengetahuan yang lain. Yang pertama bahwa teori dapat diuji. Eksperimen dapat dilakukan untuk menentukan apakah teori itu cocok pada kenyataannya. Yang kedua ialah, bahwa teori mengandung generalisasi tentang gejala-gejala dan dengan demikian dapat diterapkan pada beberapa keadaan (Gredler, 1994:5).

Belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku dan ketrampilan dengan cara mengolah bahan belajar. (Dimyati dan Mudjiono, 1999:295). Dalam belajar, individu menggunakan ranah-ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Akibat belajar tersebut, maka kemampuan individu dalam ketiga ranah itu makin bertambah baik. Menurut konsep Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), belajar merupakan perubahan dari tidak bisa menjadi bisa melakukan (Mulyasa, 2003:53). Tujuan, sasaran dan penilaian semuanya terfokus pada kompetensi yang dimiliki peserta didik atau pekerjaan yang mampu


(38)

commit to user

dilakukannya setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Jadi belajar merupakan perilaku yang kompleks. Kompleksnya perilaku belajar tersebut menimbulkan berbagai teori belajar.

Teori-teori belajar yang dikembangkan selama abad 20 dikelompokkan menjadi dua keluarga, yaitu keluarga perilaku (behavioristics) yang meliputi teori-teori stimulus-respons (S - R) conditioning, dan keluarga Gestalt–field yang meliputi teori-teori perilaku berpendapat, bahwa sudah cukup bagi peserta didik untuk mengasosiasikan stimulus-stimulus dan respons-respons yang benar. Tidak perlu dipersoalkan apakah yang terjadi dalam pikiran peserta didik sebelum dan sesudah respons terbentuk. Penganut teori-teori kognitif berkeyakinan, bahwa perilaku yang tidak tampak atau yang tidak dapat diamati adalah sangat memungkinkan untuk dipelajari secara ilmiah, misalnya, pikiran-pikiran (thoughts) dari peserta didik.

Pengembangan dari teori perkembangan kognitif Piaget adalah model konstruksivisme. Model konstruksivisme telah mendapatkan perhatian yang besar dikalangan peneliti pendidikan sains pada masa akhir-akhir ini, walaupun sebenarnya model konstruksivisme tidak hanya cocok untuk pendidikan sains, tapi juga dapat berdaya guna dalam pendidikan ilmu sosial. (Mulyasa, 2003:237).

Seorang guru yang menganut teori perilaku berkeinginan untuk mengubah perilaku-perilaku peserta didiknya yang tampak secara signifikan. Sedangkan guru yang berorientasikan teori kognitif


(39)

commit to user

berkeinginan untuk menolong para peserta didiknya mengubah pemahaman mereka tentang masalah-masalah dan situasi-situasi secara signifikan (Ratna Wilis Dahar, 1989 : 21).

Menurut Piaget (1977), manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya. Struktur pengetahuan dikembangkan dalam otak manusia melalui tiga cara, yaitu asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi (Gredler, 1994:311). Asimilasi maksudnya, struktur kognitif baru dibuat atau dibangun atas dasar struktur pengetahuan yang sudah ada. Akomodasi maksudnya, struktur pengetahuan yang sudah ada di modifikasi untuk menumpang dan menyesuaikan dengan hadirnya pengalaman dan situasi baru. Ekuilibrasi ialah penyesuaian kembali yang terus menerus dilakukan antara asimilasi dan akomodasi. Penerapan filosofi ini dalam pembelajaran sehari-hari, yaitu ketika kita sebagai guru membuat rancangan pembelajaran (RP) dalam bentuk peserta didik melakukan kegiatan, praktek mengerjakan sesuatu, berlatih, mendemonstrasikan, menciptakan ide baru dan sebagainya.

Fokus pendekatan konstruksivisme bukan pada rasionalitas, tapi pada pemahaman. Konstruksivisme berakar pada filsafat pragmatisme yang digagas oleh John Dewey pada awal abad 20 yang lalu. Dalam

konstruktivis “strategi memperoleh” lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak peserta didik memperoleh dan mengingat pengetahuan. Landasan filosofi konstruktivisme, menurut Depdiknas (2003), adalah filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar


(40)

commit to user

menghapal, peserta didik harus mengonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Pengetahuan dikonstruksi (dibangun dalam pikiran) dari hasil interpretasi atas suatu peristiwa, sehingga pengetahuan sangat dipengaruhi oleh pola pikir orang tersebut (Mulyasa, 2003:238). Jadi esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa peserta didik harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Peserta didik perlu untuk dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Peserta didik harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka karena interpretasi mereka sendiri.

Strategi pokok dari model pembelajaran konstruktivisme adalah meaningful learning (pembelajaran bermakna). Hanya meaningful learning yang sesungguhnya pembelajaran, kata Ausubel (Mulyasa, 2003:237). Dalam meaningful learning, peserta didik digalakkan untuk aktif. Setiap unsur materi pelajaran harus diolah dan diinterpretasikan sedemikian rupa sehingga masuk akal (make senses) bagi diri peserta didik. Dengan pendekatan pembelajaran yang seperti ini, pengetahuan dapat diterima dan tersimpan lebih baik, karena pengetahuan tersebut masuk otak setelah melalui proses masuk akal. Strategi seperti ini memerlukan pertukaran pikiran, diskusi dan perdebatan dalam rangka mencapai pengertian yang sama atas materi pelajaran.


(41)

commit to user

Dalam pendekatan kontruktivisme, pembelajaran melibatkan negosiasi (pertukaran pikiran) dan interpretasi (proses berpikir yang singkat dan cepat yang terjadi dalam otak kita). Wacana penyesuaian pikiran ini dapat dilakukan antara peserta didik dengan guru, atau antara sesama peserta didik. Oleh karena itu model pembelajaran kooperatif (kerjasama) adalah sangat ideal (Mulyasa, 2003:239). Dalam pendekatan konstruktivisme harus tercipta hubungan kerjasama antara guru dengan peserta didik, dan antara sesama peserta didik. Untuk itu guru perlu menciptakan strategi yang tepat guna, sedemikian sehingga peserta didik mempunyai minat yang tinggi untuk belajar. Minat ini akan tercipta jika guru dapat meyakinkan peserta didik akan kegunaan materi pelajaran bagi kehidupan peserta didik. Dengan demikian guru harus dapat menciptakan situasi sehingga materi pelajaran tidak membosankan peserta didik.

b. Prestasi Belajar Matematika

Menurut Pargiyo (2000:57), prestasi belajar mempunyai komponen-komponen yang berpengaruh terhadap keberhasilan pencapaian prestasi, komponen-komponen tersebut adalah:

1) Siswa

Faktor dari siswa yang berpengaruh terhadap keberhasilan belajar adalah bakat, minat, kemampuan, dan motivasi untuk belajar.


(42)

commit to user 2) Kurikulum

Kurikulum mencakup: landasan program dan pengembangan, GBPP, dan pedoman GBPP berisi materi atau bahan kajian yang telah disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa.

3) Guru

Guru bertugas membimbing dan mengarhakan cara belajar siswa agar mencapai hasil optimal.

4) Metode

Penggunaan metode yang tepat akan turut menentukan efektifitas dan efisiensi proses belajar mengajar.

5) Sarana-prasarana

Yang dimaksud sarana-prasarana antara lain buku pelajaran, alat pelajaran, alat praktek, ruang belajar, laboratorium, dan perpustakaan. 6) Lingkungan

Lingkungan yang mencakup lingkungan sosial, lingkungan budaya, dan juga lingkungan alam merupakan sumber belajar.

Berdasarkan pengertian prestasi belajar dan matematika di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika adalah hasil yang dicapai oleh siswa setelah melalui serangkaian kegiatan pembelajaran matematika.


(43)

commit to user

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Tinggi rendahnya prestasi belajar peserta didik merupakan cerminan kualitas pembelajaran yang telah mereka ikuti. Makin tinggi prestasi belajar peserta didik menunjukkan bahwa kualitas pembelajaran makin baik pula. Dalam pembelajaran yang berkualitas terjadi proses belajar yang efektif pada diri peserta didik. Seorang peserta didik yang belajar secara efektif akan memiliki prestasi belajar yang baik. Jadi prestasi belajar seseorang sangat tergantung pada tingkat keefektifan proses belajar yang telah berlangsung pada dirinya.

Mulyasa (2003:53) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran harus diorganisasi secara spesifik untuk memudahkan pengecekan hasil belajar, bahan perlu dijabarkan menjadi satuan-satuan belajar tertentu, dan penguasaan bahan yang lengkap untuk semua tujuan setiap satuan belajar dituntut dari para peserta didik sebelum proses belajar melangkah pada tahap berikutnya. Dick & Carey (1990:85) menyatakan bahwa pengetahuan yang telah dikuasai seseorang sebelum proses pembelajaran berlangsung disebut kemampuan awal atau entry behavior.

Banyak faktor yang mempengaruhi peserta didik dalam mencapai prestasi belajar, antara lain faktor dari dalam diri peserta didik (faktor internal) dan faktor dari luar (faktor eksternal). Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (1991:130-131) menjelaskan tentang faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar peserta didik, sebagai berikut :


(44)

commit to user

1) Faktor dari dalam diri peserta didik (faktor internal)

a) Faktor jasmani (fisiologis) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh, dan sebagainya.

b) Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Faktor ini terdiri dari :

(1) Faktor intelektif yang meliputi faktor potensial dan factor kecakapan.

(2) Faktor non intelektif, yaitu unsur – unsure kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, dan penyesuaian diri.

c) Faktor kematangan fisik maupun psikis.

2) Faktor dari luar diri peserta didik (faktor eksternal) a) Faktor sosial, terdiri dari :

(1) Lingkungan keluarga. (2) Lingkungan sekolah. (3) Lingkungan masyarakat. (4) Lingkungan kelompok.

b) Faktor budaya, seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian.

c) Faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar. d) Faktor lingkungan spiritual atau keamanan.


(45)

commit to user

Faktor lain yang berpengaruh terhadap pretasi belajar adalah faktor keefektifan pembelajaran (Aiken, 1997:109). Keefektifan pembelajaran akan ditentukan oleh model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Apabila model pembelajaran yang dipilih tepat sesuai dengan tujuan pembelajaran, maka pembelajaran akan menjadi efektif sehingga prestasi belajar peserta didik diharapkan optimal.

Pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar penting sekali artinya dalam rangka membantu peserta didik untuk mencapai prestasi belajar yang sebaik-baiknya. Dari uraian di atas, di antara faktor–faktor yang berpengaruh dalam menentukan tinggi rendahnya prestasi belajar peserta didik adalah faktor minat belajar yang dimiliki peserta didik dan faktor model pembelajaran.

2. Pembelajaran Matematika

Hakikat pembelajaran adalah pengaturan kondisi eksternal untuk mendorong terjadinya proses belajar pada diri peserta didik. Fokus utama setiap program pendidikan atau pembelajaran adalah untuk mendorong terjadinya proses belajar (Gagne dan Driscoll, 1989: v & 1). Oleh karenanya, menyelenggarakan pembelajaran termasuk pembelajaran matematika harus mendasarkan diri pada paradigma belajar sesuai hakikat pembelajaran serta maksud dari program pendidikan tersebut yakni mendorong terjadinya proses belajar pada diri peserta didik. Program pembelajaran matematika harus mengarah pada penyelenggaraan pembelajaran yang efektif. Tolok ukur


(46)

commit to user

pembelajaran yang efektif adalah keberhasilannya dalam menciptakan suasana belajar pada diri peserta didik bukan semata-mata telah dilakukannya kegiatan mengajar oleh guru. Biggs dalam Goldman (2002) menyatakan bahwa:

Learning is a way of interacting with the world. As we learn, conception of phenomena change, and we see the world differently. The acquisition of information in it self does not bring about such a change, but the way we structure that information and think with it does. Thus education is about conceptual change, not just the acquisition of information”. Pembelajaran adalah suatu cara saling berinteraksi dengan dunia. Ketika kita belajar, konsepsi kita tentang suatu fenomena berubah, dan kita akan melihat dunia yang berbeda. Perolehan informasi tidak dengan sendirinya membawa perubahan, tetapi dengan jalan kita menyusun informasi tersebut dan memikirkan apa yang bisa kita lakukan dengannya. Jadi pendidikan adalah tentang perubahan konsep, bukan hanya perolehan informasi.

Hakikat belajar itu sendiri adalah terjadinya perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap akibat dari terjadinya interaksi aktif dengan lingkungan (Winkel, 1996:53). Oleh karenanya, guru sebagai penyelenggara proses pembelajaran harus mampu mengatur lingkungan sedemikian rupa sehingga memungkinkan terjadinya perubahan pada diri peserta didik sebagai bukti bahwa para peserta didik sudah melakukan proses belajar.

Menurut Nana Sudjana dan Daeng Arifin (1987:20), agar dalam proses pembelajaran tercipta perubahan perilaku pada diri peserta didik sebagai hasil belajar, maka peran guru bukan semata-mata sebagai pengajar, melainkan sebagai pembimbing belajar, atau pemimpin belajar atau fasilitator belajar. Dikatakan sebagai pembimbing belajar karena dalam proses tersebut


(47)

commit to user

guru memberikan bantuan kepada peserta didik agar mereka itu sendiri yang melakukan kegiatan belajar. Dikatakan sebagai pemimpin belajar karena guru menentukan ke mana kegiatan belajar peserta didik akan diarahkan; dan dikatakan sebagai fasilitator belajar karena guru harus menyediakan fasilitas setidak-tidaknya menciptakan kondisi lingkungan yang dapat menjadi sumber pendorong bagi peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar.

Dalam pembelajaran matematika dengan paradigma belajar, guru harus mampu bertindak sebagai pembimbing, pemimpin, dan fasilitator belajar bagi para peserta didik. Dalam hal ini guru harus melakukan pilihan pendekatan atau model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat terlibat aktif sebagai pelaku utama dalam proses belajar.

Mata pelajaran matematika selama ini dianggap oleh sebagian peserta didik sebagai mata pelajaran yang menakutkan, baik di jenjang pendidikan dasar maupun pendidikan menengah. Bahkan ada peserta didik yang merasa bosan, tidak tertarik, bahkan tidak suka pada mata pelajaran ini. Hal ini biasanya disebabkan karena matematika diajarkan dengan strategi atau model pembelajaran yang kurang tepat.

Kekurangtepatan pemilihan model atau strategi pembelajaran matematika bersumber dari masih kuatnya pengaruh paradigma lama dalam pembelajaran. Anita Lie (2002:2-6) menyatakan bahwa dalam dunia pendidikan, paradigma lama pembelajaran bersumber pada teori tabula rasa John Locke yang mengatakan bahwa pikiran seorang anak adalah seperti kertas kosong yang bersih dan siap menunggu coretan-coretan gurunya.


(48)

commit to user

Berdasarkan teori ini, paradigma lama pembelajaran adalah paradigma mengajar yang diibaratkan seperti mengisi kertas kosong dengan coretan-coretan. Tuntutan dalam dunia pendidikan sudah banyak berubah. Paradigma lama yang tidak mendorong keaktifan peserta didik dalam belajar tidak dapat dipertahankan lagi.

Dalam proses pembelajaran, yang harus aktif adalah peserta didik karena merekalah yang paling bertanggungjawab atas kegiatan pembelajaran dan yang akan menerima akibat langsung dari proses pembelajaran. Paradigma baru pembelajaran adalah paradigma belajar. Dengan paradigma baru tersebut pendidik perlu menyusun kegiatan pembelajaran berdasarkan beberapa pokok pikiran, yaitu:

a. Pengetahuan ditemukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh peserta didik; guru harus menciptakan kondisi dan situasi yang memungkinkan peserta didik membentuk makna dari bahan-bahan pelajaran melalui suatu proses belajar untuk disimpan dalam ingatan yang sewaktu-waktu dapat diproses dan dikembangkan lebih lanjut.

b. Peserta didik membangun pengetahuan secara aktif melalui suatu proses belajar yang mereka lakukan sendiri bukan sesuatu yang dilakukan oleh guru terhadap peserta didik. Peserta didik tidak menerima pengetahuan secara pasif dari guru. Peserta didik mengaktifkan struktur kognitif mereka dan membangun struktur baru untuk mengakomodasikan masukan pengetahuan baru.


(49)

commit to user

c. Guru perlu berusaha mengembangkan kompetensi dan kemampuan peserta didik. Kegiatan pembelajaran harus lebih menekankan pada proses dari pada hasil. Setiap peserta didik memiliki potensi dan kompetensi yang dapat ditingkatkan melalui usaha pembelajaran. Tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi sampai setinggi yang mampu diraih peserta didik.

d. Pendidikan merupakan interaksi pribadi di antara para peserta didik dan antara guru dengan peserta didik. Kegiatan pendidikan merupakan proses sosial yang tidak dapat terjadi tanpa interaksi antar pribadi, mereka membangun pengertian dan pengetahuan bersama.

Frans Susilo (1998:235) mengemukakan bahwa sesungguhnya matematika dapat diapresiasi secara baik oleh para peserta didik apabila matematika dipelajari secara manusiawi. Cara yang dimaksudkan adalah dengan membangun sendiri pemahaman mereka akan unsur-unsur matematika. Pemahaman harus dapat diperoleh bukan dengan cara menghafal rumus-rumus atau langkah-langkah yang diberikan guru, melainkan dibentuk dengan membangun makna dari apa yang dipelajari, misalnya dengan memberikan interpretasi terhadap apa yang sedang dipelajari dengan mempergunakan informasi baru yang mereka peroleh yang akan mereka gunakan untuk mengubah, melengkapi atau menyempurnakan pemahaman yang telah tertanam sebelumnya. Hal ini akan dapat terwujud apabila para peserta didik diberi keleluasaan untuk melakukan eksperimen termasuk kemungkinan berbuat salah agar mereka dapat belajar dari kesalahan tersebut.


(50)

commit to user

Proses pembelajaran seperti itu dikenal dengan proses belajar melalui tahap-tahap asimilasi dan akomodasi, dengan proses seperti itu pemahaman akan terjadi secara mengakar dan para peserta didik akan belajar untuk menghargai dan mencintai matematika karena pada diri mereka akan tumbuh keyakinan tentang bagaimana caranya merumuskan dan menggunakan matematika manakala diperlukan.

3. Model Pembelajaran

Terdapat kaitan yang erat antara belajar dan pembelajaran. Tujuan utama pembelajaran adalah mendorong peserta didik belajar. Pembelajaran adalah upaya pengetahuan informasi dan lingkungan sedemikian rupa untuk memfasilitasi terjadinya proses belajar pada diri peserta didik. Lingkungan pembelajaran meliputi model, media, dan peralatan serta informasi dalam proses pembelajaran menjadi tanggung jawab dari guru untuk merancang atau mendesainnya.

Dengan demikian, model pembelajaran adalah bagian dari proses pembelajaran yang merupakan langkah-langkah taktis bagi guru dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan. Menurut Joyce, dan Weil (1992:10) model pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu cara atau pola yang digunakan untuk membantu peserta didik mengembangkan potensi dirinya sebagai pembelajaran. Peserta didik tidak hanya menguasai materi materi perihal pengetahuan dan keterampilan melainkan juga harus memperoleh peningkatan kemampuan untuk menghadapi tugas-tugas di masa


(51)

commit to user

depan dan untuk keperluan belajar mandiri. Dick dan Carey (1990:1) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu pendekatan dalam mengelola secara sistematis kegiatan pembelajaran sehingga peserta didik dapat menguasai isi pelajaran atau mencapai tujuan pembelajaran yaitu : (1) kegiatan pra instruksional, (2) penyajian informasi, (3) mendorong partisipasi peserta didik, (4) menyelenggarakan tes, dan (5) tindak lanjut. Agar sedikit berbeda, Nana Sudjana (1996:53) mendefinisikan pembelajaran adalah tindakan guru melaksanakan rencana pembelajaran. Dalam melaksanakan rencana pembelajaran guru mengoptimalkan pengkombinasian beberapa variabel pengajaran (tujuan,bahan, model dan alat, serta evaluasi) agar dapat membantu peserta didik mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Dengan demikian, model pembelajaran pada dasarnya adalah tindakan nyata dari guru dalam melaksanakan pengajaran dengan cara tertentu yang dianggap paling efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran adalah taktik atau strategi yang digunakan guru dalam pembelajaran di kelas. Model tersebut hendaknya mencerminkan langkah-langkah secara sistemik dan sistematik. Sistemik mengandung pengertian bahwa setiap komponen pembelajaran saling berkaitan satu sama lain sehingga terorganisasi secara terpadu dalam mencapai tujuan. Sistematik mengandung pengertian, bahwa langkah-langkah yang dilakukan guru pada waktu pembelajaran berurutan secara rapi dan logis sehingga mendukung tercapainya tujuan. Menurut Borich dan Houston dalam Toeti Soekamto dan


(52)

commit to user

Udin Saripudin Winataputra (1997:151) istilah model digunakan dalam pengertian yang sama untuk menggambarkan keseluruhan prosedur yang sistematis kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Model pembelajaran merupakan skema pengorganisasian utama dalam pengajaran di kelas, dan bukan hanya untuk kegiatan-kegiatan tertentu. Menurut Atwi Suparman (1996:157), model pembelajaran merupakan perpaduan dari urutan kegiatan dan cara pengorganisasian berbagai unsur yang meliputi : materi pelajaran, peserta didik, peralatan, bahan, serta waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Salah satu keterampilan dalam pembelajaran yang harus dimiliki seorang guru adalah dapat memilih berbagai model pembelajaran dan menggunakan model tersebut sesuai dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Tujuan dan materi yang baik belum tentu memberikan hasil yang baik tanpa memilih dan menggunakan model yang sesuai dengan tujuan dan materi tersebut. Model pembelajaran mengandung kegiatan-kegiatan peserta didik dalam proses belajar dan kegiatan guru yang mengelola pembelajaran.

Pendapat lain dikemukakan oleh Garlach dan Ely seperti dikutip Sri Anitah dan Noorhadi (1989:1) yang menyatakan bahwa model pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu. Model pembelajaran meliputi : sifat, lingkup, dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar peserta didik. Model yang dipilih guru dalam proses pembelajaran harus


(53)

commit to user

dapat memberikan kemudahan atau fasilitas kepada peserta didik dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Menurut Gagne (2000:114-115) peristiwa pembelajaran mencakup sembilan tahapan, yaitu : (1) Membangkitkan perhatian; (2) Menyampaikan tujuan pembelajaran kepada peserta didik; (3) Membangkitkan ingatan dari pemahaman awal (hasil belajar terdahulu); (4) Menyajikan rangsangan; (5) Menyediakan arahan belajar; (6) Memancing tampilan peserta didik; (7) Memberikan balikan; (8) Menilai hasil belajar peserta didik; (9) Meningkatkan perolehan hasil belajar (retensi) dan transfer. Sembilan tahapan peristiwa belajar tersebut dapat menunjang/mendukung proses internal dari belajar (proses internal sendiri tidak dapat diamati); keberadaan setiap tahapan peristiwa belajar tersebut menambah kemungkinan keberhasilan capaian belajar.

Pertimbangan tentang memudahkan peserta didik dalam belajar haruslah diperhatikan oleh guru dalam mengambil keputusan mengenai model tertentu yang hendak dipakai. Tidak ada model pembelajaran yang paling baik untuk semua materi pembelajaran. Semua model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kelemahan, sehingga yang paling penting adalah perlunya guru mampu memilih model dengan tepat disesuaikan dengan materi, tujuan, sumber, kemampuan, pengetahuan sebelumnya, umur peserta didik dan alat pelajaran yang tersedia.

Untuk menentukan atau memilih model, hendaknya berangkat dari perumusan tujuan yang jelas. Setelah tujuan pembelajaran ditetapkan,


(54)

commit to user

kemudian model pembelajaran yang dipandang efisien dan efektif dipilih. Jadi, pemilihan model pembelajaran ini harus memenuhi kriteria efisiensi dan keefektifan. Kriteria yang lain dalam memilih model pembelajaran adalah tingkat keterlibatan peserta didik; dalam kegiatan pembelajaran peserta didik dituntut tingkat keterlibatan yang optimal.

Jocye dan Weil (1992:16-18) mengemukakan bahwa tiap model pembelajaran yang dipilih haruslah mengungkapkan berbagai realita yang sesuai dengan situasi kelas dan tujuan yang ingin dicapai melalui kerjasama guru dengan peserta didik. Sangat sulit untuk menentukan suatu model pembelajaran yang sempurna, yang dapat memecahkan semua masalah pembelajaran sehingga dapat membantu peserta didik dalam mempelajari materi pelajaran. Gaya mengajar yang dimiliki guru banyak dipengaruhi oleh situasi, kondisi, kebutuhan peserta didik, dan tujuan yang hendak dicapai. Penerapan model pembelajaran didasari kepada asumsi bahwa model pembelajaran sebagai sarana membimbing peserta didik dalam mempelajari materi pembelajaran agar lebih produktif. Agar peserta didik lebih produktif dalam belajar, guru hendaknya memberikan kesempatan kepada mereka untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan gaya sendiri sehingga pemilihan model mengajar juga harus mengikuti kebutuhan atau kondisi peserta didik.

Model pembelajaran yang dipilih oleh guru harus mengarahkan pembelajaran menjadi efektif. Pembelajaran yang efektif menurut Dunne dan Wragg (1996:12-14) mempunyai dua karakteristik. Pertama, pembelajaran


(55)

commit to user

efektif memudahkan peserta didik belajar sesuatu yang bermanfaat meliputi fakta, keterampilan, nilai-nilai, konsep atau sesuatu hasil belajar yang diinginkan. Kedua, pembelajaran efektif adalah pembelajaran yang diakui keandalanya oleh mereka yang berkompeten memberikan penilaian seperti guru-guru, pengawas, tutor, dan juga peserta didik. Keterandalan itu sendiri antara lain adalah dapat diterapkannya keterampilan penggunaan model pembelajaran secara konsisten pada tempat dan waktu yang berbeda. Senada dengan pendapat para pakar di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa model pembelajaran cara yang diterapkan peserta didik dalam menguasai suatu materi pelajaran agar lebih mudah dengan efektif dan efisien.

a. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya (Erman Suherman, 2003:260). Terkait dengan tujuan dan proses pembelajaran kooperatif, Ozkan (2010) menyatakan bahwa:

“The main aim of cooperative learning is to increase both their own and their friends' learning to the top level. It should be organized in such a way that every member in the group should know that the other members of the group can't learn before s/he does. Every member of the group should help all the other members to learn. In order to carry out cooperative learning successfully, me group must have a purpose, and all die students in the group should undertake responsibility to achieve the aim of the group and try to get the group reward. In this approach, students should combine their own efforts with those of their friends in the group because the essence of Uns approach is "either we swim together or we sink together". No matter what his/her success level is, every student should believe that s/he does what s/he can to


(56)

commit to user

contribute to the success of the group. Every group member should be aware of concepts of commitment of aim and commitment of success. In this method, the group members should be in face-to-face interaction. This interaction is obtained by helping each other, giving feedback, relying on each omer, discussing, encouraging, etc”. Artinya bahwa tujuan utama dari pembelajaran kooperatif adalah untuk meningkatkan pembelajaran dirinya (siswa) dan teman-temannya kepada prestasi tertinggi. Pembelajaran kooperatif harus diorganisasikan dengan jalan setiap anggota kelompok harus memahami bahwa anggota yang lain tidak dapat belajar sebelum dia (siswa tersebut) melakukan (belajar). Setiap anggota kelompok harus membantu anggota yang lain untuk belajar. Untuk membuat pembelajaran kooperatif berhasil, setiap kelompok harus mempunyai tujuan, dan semua siswa dalam kelompok harus mengambil tanggung jawab untuk mencapai tujuan kelompok dan mencoba untuk memperoleh penghargaan kelompok. Dalam pendekatan ini, siswa harus menggabungkan usahanya dengan teman-temannya yang lain

dalam kelompok, sebagaimana pepatah “berenang bersama atau tenggelam bersama”. Setiap siswa harus percaya bahwa dia dapat

memberikan kontribusi untuk kesuksesan kelompok. Setiap anggota kelompok harus sadar dan berkomitmen terhadap tujuan dan berkomitmen untuk sukses. Dalam metode ini, setiap anggota kelompok harus berinteraksi langsung. Interaksi ini dicapai dengan saling membantu, memberi umpan balik, saling ketergantungan, diskusi, saling memberikan semangat dan lain-lain.

Menurut Anita Lie (2002:28), model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok serta di dalamnya menekankan kerjasama atau gotong royong. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Doymus (2007:1857-1860), menyatakan bahwa:

the results indicate that the instruction based on cooperative learning yielded significantly better achievement in terms of the Chemistry Achievement Test (CAT) and Phase Achievement Test (PAT) scores compared to the test scores of the control group, which was taught with traditionally designed chemistry instruction” ini berarti bahwa pembelajaran yang didasarkan pada pembelajaran kooperatif secara signifikan menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada menggunakan pembelajaran tradisional.


(57)

commit to user

Tiga konsep utama pembelajaran kooperatif menurut Slavin (2010:10): 1) Penghargaan pada kelompok.

Suatu tim akan mendapatkan penghargaan bila tim tersebut berhasil melampaui nilai tertentu yang ditetapkan.

2) Tanggung jawab individu.

Kesuksesan tim tergantung pada pembelajaran individual dari semua anggota tim. Tanggungjawab difokuskan pada kegiatan anggota tim dalam membantu sama lain untuk belajar dan memastikan bahwa tiap anggota tim siap untuk mengerjakan kuis atau bentuk penilaian lainnya yang dilakukan siswa tanpa bantuan teman satu tim.

3) Setiap anggota kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk sukses Semua siswa memberi kontribusi kepada timnya dengan cara meningkatkan kinerja mereka dari yang sebelumnya. Ini akan memastikan bahwa siswa dengan prestasi tinggi, sedang dan rendah semuanya ditantang untuk melakukan yang terbaik dan bahwa kontribusi semua anggota tim ada nilainya.

Beberapa keuntungan dalam penggunaan pembelajaran kooperatif, diantaranya:

1) Melatih perilaku positif dalam kelompok.

2) Meningkatkan relasi di antara siswa, saling membantu dan terbuka. 3) Meningkatkan motivasi siswa dan saling menghargai satu sama lain. 4) Mengembangkan kemampuan individu dan merupakan strategi untuk


(58)

commit to user

5) Meningkatkan kemampuan untuk memberi opini, argumentasi dan melatih mendengarkan pendapat orang lain, serta menerima pendapat. 6) Mengembangkan kemampuan dalam menyampaikan pendapat. 7) Mendidik siswa bertanggung jawab.

Dalam pembelajaran tradisional juga dikenal adanya belajar kelompok, tetapi ada perbedaan antara belajar kelompok kooperatif dengan belajar kelompok tradisional.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Ballantine dan Larres (2007:126-137) menyatakan bahwa “students found the cooperative learning approach beneficial in developing their generic skills”. Ini menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan umum para siswa.

Dyson dan Rubin (dalam Constantinou, 2010) menyatakan bahwa:

“pointed out that cooperative learning has many benefits. It can help students to improve motor skills, develop social skills, work together as a team, take control of their learning process, give and receive feedback, and become responsible individuals”. artinya adalah bahwa pembelajaran kooperatif memiliki beberapa manfaat. Pembelajaran kooperatif mampu membantu siswa untuk: mengembangkan kemampuan motorik, mengembangkan kemampuan sosial, bekerja sama sebagai satu tim, mengawasi proses pembelajaran mereka sendiri, memberi dan menerima umpan balik dan menjadi pribadi yang bertanggung jawab.

Keunggulan model pembelajaran kooperatif menurut Martinis Yamin dan Bansu Ansari (2008 : 79) adalah :


(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

108

kesimpulan dari pembelajaran, mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dalam rangka mewujudkan pembelajaran kooperatif.

3. Kepada Pihak Sekolah

a. Sekolah perlu menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan guru dalam menunjang penyelenggaraan pembelajaran secara efektif khususnya dalam menerapkan model pembelajaran Jigsaw.

b. Lewat Kepala Sekolah, sekolah mendukung sekaligus mendorong para guru matematika agar aktif dalam mengikuti kegiatan–kegiatan yang sifatnya menambah pengetahuan guru baik dari segi materi pelajaran maupun model pembelajaran.

c. Dari hasil penelitian ini jelas bahwa model pembelajaran kooperatif lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran langsung yang konsekuensinya Kepala sekolah dan segenap guru matematika berupaya untuk mensosialisasikannya.

d. Sebaiknya kepala sekolah senantiasa mendorong kepada guru untuk menerapkan model pembelajaran yang interaktif, misalkan model pembelajaran Jigsaw untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran lain selain matematika

4. Kepada Peneliti/Calon Peneliti

Diharapkan dapat mengembangkan hasil penelitian ini dalam lingkup yang lebih luas. Penulis berharap para peneliti/ calon peneliti dapat meneruskan atau mengembangkan penelitian ini untuk variabel–variabel lain yang


(2)

commit to user

sejenis atau model–model pembelajaran kooperatif yang lebih inovatif sehingga dapat menambah wawasan dan pendidikan pada umumnya.


(3)

commit to user

110

DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono. 1991. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Abu Ahmadi,. 1992. Psikologi Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Adinawan M. Cholik & Sugijono. 2006. Matematika kelas VIII SMP Semester 1. Jakarta: Erlangga.

Aiken, L R. 1997. Psychological Testing and Assessment. Boston: Allyn and Bacon.

Anas Sudijono. 2007. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Anita Lie. 2002. Cooperative Learning: Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Arends, R. 1997. Classroom Instruction and Management. New York: McGraw-Hill.

Atwi Suparman. 1996. Desain Instruksional. Jakarta: PAU-PPAI-Universitas Terbuka.

Ballantine, J dan Larres, P. 2007. Cooperative learning: A Pedagogy to Improve Students Generic Skills? Journal Articles; Reports– Evaluative. Education & Training, v49, n2, p126-137.

Basuki Wibawa & Farida Mukti, 2001. Media Pengajaran. Bandung: CV. Maulana.

Budiyono.2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: UNS Press. .2009. Statistika untuk Penelitian Edisi ke-2. Surakarta: UNS Press. Burhan Bungin. 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta:Kencana

Prenada Media Group.

Constantinou, P. 2010. Keeping the Excitement Alive: Tchoukball and Cooperative Learning. Journal of Physical Education, Recreation & Dance. Vol. 81, Iss. 3; p. 30-35.

Departemen Pendidikan Nasional, 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta.DIKMENUM.


(4)

commit to user

Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs. Jakarta:Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas

Dick, W. & Carey, L. 1990. The Systematic Design of Instruction. 3th. Ed. [t.t]: Harper Collins Publishers.

Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta. Dunne R & Ted W. 1996. Pembelajaran Efektif. Anwar Jasin. Jakarta: Penerbit

PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Doymus, K. 2007. Effects of a Cooperative Learning Strategy and Learning Phases of Matter and One-Component Phase Diagrams. Journal of Chemical Education, v84, n11, p1857-1860.

Enco Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Erman Suherman. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-IMSTEP.

Frans Susilo, S.J. 1998. “Matematika yang Manusiawi. Dalam Sumaji, et al. (Eds). Pendidikan Sains yang Humanistis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Gagne, R.M., & Driscoll. M.P. 1989. Essentials of Learning for Instruction.

Englewood Clifffs. N.J: Prentice-Hall, Inc.

Gagne, R.M., 2000. Principles of Instructional Design. 4th.Ed

Goldman, J.D.G, et al., 2002. Contructivist Pedagogies Of Interaktivity On A Cd-Rom To Enhance Academic Learning At A Tertiary Institution, Internasional Journal of Education Technology, Volume 3, Number 1, Page 102-115

Gredler, M.E.B., 1994. Belajar dan Membelajarkan (Edisi terjemahan Munandir, dkk Ed.1, Cet.2). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Henny Ekana Crisnawati, 2006. Pengaruh Penggunaan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team Achievement Division)terhadap kemampuan Problem Solving Siswa SMK (Teknik)Swata Di Surakarta. Tesis. Prodi Pendidikan Matematika Program Pasca Sarjana UNS, Surakarta.

Joyce, B & Weil, M. 1992. Models of Teaching. Boston: Allyn and Bacon. Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari. 2008. Taktik Mengembangkan Kemampuan


(5)

commit to user

112

Mujapar. 2006. Eksperimentasi pembelajaran matematika dengan metode jigsaw pada pokok bahasan peluang ditinjau dari motivasi belajar siswa kelas XI ilmu pengetahuan alam SMA Negeri Surakarta. Tesis. Prodi Pendidikan Matematika Program Pasca Sarjana UNS, Surakarta.

Nana Sudjana. 1996. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo.

Nana Sudjana & Daeng Arifin. 1987. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Penerbit Sinar Baru.

Nana Sudjana & Ibrahim. 2001. Penelitian dan Penelitian Pendidikan. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo.

Ozkan, H.H. 2010. Cooperative Learning Technique Through Internet Based Education: a Model Proposal. Journal of Education.Vol. 130, Iss. 3; p. 499-508.

Pargiyo. 2000. Telaah Kurikulum Matematika SMU. Surakarta: UNS Press. Piaget. J. 1977. Psicology and Rpistemology. New York: The Viking Press. Ratna Wilis Dahar. 1989. Teori-teori Belajar, Jakarta: Erlangga.

Shalahudin, M. 1990. Pengantar Psikologi Pendidikan. Surabaya: Bina Ilmu. Sri Anitah dan Noorhadi. 1989. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: Universitas

Terbuka

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rieneka Cipta

Slavin, R. E. 2010. Cooprative Learning: Teori, Riset, dan Praktik. Cetakan VI. Bandung: Nusa Media.

Slavin, R. E. 2008. Psikologi Pendidikan, Teori dan Praktek. Jakarta: PT Indeks Soedjadi. 1995. Memantapkan Matematika Sekolah sebagai wahana Pendidikan

dan Pemberdayaan Penalaran. (Upaya Menyongsong dan Menopang Pelaksanaan Kurikulum 1994). Makalah Program Pasca Sarjana IKIP Surabaya.

Sudirman. 2007. Cerdas Aktif matematika SMP kelas VIII. Jakarta: Ganeca. Suhamto, 2006. Efektifitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team

Achievement Division (STAD) Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Motivasi Belajar Siswa MA Swata Se Kabupaten Grobogan.


(6)

commit to user

Sugiyanto. 2007. Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)”Model -model Pembelajaran Inovatif”. Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 Surakarta.

Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Suharsimi Arikunto.2006.Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Tim BSNP. 2009. Laporan Hasil dan Statistik Nilai Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2008/2009. Jakarta : Depdiknas

Tim BSNP. 2010. Laporan Hasil dan Statistik Nilai Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2009/2010. Jakarta : Depdiknas

Toeti Soekamto & udin SarifudinWinataputra. 1997. Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran. Jakarta: PAU-UT.

Untari Setyawati. 2008. Eksperimentasi Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Metode Pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Tipe Jigsaw pada Kompetensi Dasar Persamaan Kuadrat Ditinjau dari Motivasi Belajar Peserta Didik Kelas X SMA Negeri di Surakarta. Tesis. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

Wahyu Wijayanti. 2009. Efektivitas Penerapan Pendekatan Kontekstual Bermedia VCD terhadap Pencapaian Kompetensi Belajar Matematika Ditinjau dari Minat Belajar Siswa SMP Kabupaten Karanganyar. Tesis. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.


Dokumen yang terkait

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS AND DIVISION (STAD) Eksperimentasi Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Tems and Division (STAD) dan Think Pair S

0 2 15

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE Eksperimentasi Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Tems and Division (STAD) dan Think Pair Share (TPS) terhada

0 2 17

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR KIMIA SISWA YANG MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (STUDENTS TEAM ACHIEVEMENTS DIVISION) DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA POKOK BAHASAN IKATAN KIMIA.

0 2 22

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA YANG DIAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS DAN TIPE STAD PADA MATERI TEOREMA PYTHAGORAS DI KELAS VIII SMPMUHAMMADIYAH PEMATANGSIANTAR.

0 6 23

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN JIGSAW PADA POKOK BAHASAN BENTUK ALJABAR DITINJAU DARI PERHATIAN ORANG TUA

0 3 127

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA POWERPOINT SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN HIDROKARBON.

0 1 20

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN MEDIA VCD UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN MEDIA VCD UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA (PTK Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Ku

0 2 15

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Mata Pelajaran TIK

0 0 2

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN PECAHAN

0 0 15

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA MATERI TEOREMA PYTHAGORAS DI KELAS VIII SMP

0 0 10