menerapkan imajinasi sehingga menghasilkan ide baru dan berbeda.
11
Pendapat lain berasal dari Puccio dan Murdock mengemukakan bahwa berpikir kreatif memuat keterampilan kognitif dan metakognitif,
menghasilkan banyak ide, ide yang berbeda, ide yang bersifat baru, memuat disposisi diantaranya sikap terbuka, berani, bertindak cepat, berpandangan
bahwa sesuatu adalah bagian dari keseluruhan, menggunakan cara berpikir orang lain yang kritis, dan adanya kepekaan terhadap perasaan orang lain.
12
Mengacu berbagai pendapat para ahli tersebut dapat dikatakan bahwa berpikir kreatif merupakan proses berpikir yang menghasilkan gagasan yang
bersifat baru, menghasilkan banyak ide dan ide yang berbeda. Selain itu berpikir kreatif juga dapat diartikan sebagai proses berpikir yang
menghasilkan sebuah kreativitas. Sehingga dalam hal ini berpikir kreatif merupakan proses berpikir yang menghasilkan produk berpikir yang
mencerminkan orisinalitas, keluwesan, kelancaran dan kerincian. Berpikir kreatif dalam matematika dapat diartikan melakukan
pemecahan masalah atau tugas –tugas matematika dengan melibatkan proses
berpikir kreatif. Spraker mendefinisikan kreativitas matematika sebagai kemampuan untuk menghasilkan solusi penyelesaian matematika yang baru
atau yang tidak biasa.
13
Tall mengatakan bahwa berpikir kreatif matematika ialah kemampuan seseorang dalam pemecahan masalah atau perkembangan
berpikir dengan memperhatikan aturan penalaran deduktif serta hubungan dari konsep
–konsep dihasilkan untuk di integrasikan pada pokok–pokok matematika.
14
Sehingga dapat dikatakan bahwa berpikir kreatif matematis merupakan kemampuan berpikir seseorang dalam menyelesaikan masalah
matematika yang melibatkan proses berpikir kreatif yaitu mencerminkan komponen keaslian orisinalitas, keluwesan, kelancaran dan kerincian.
11
La Moma, “Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Melalui Pembelajaran Generatif Siswa SMP”, Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika
FMIPA UNY, Yogyakarta, 2012, h. 506.
12
Ibid., h. 507.
13
Derek W Haylock, “A Framework for Assessing Mathematical Creativity in School Children”, Educational Studies in Mathematics, Vol.18, 1987, p. 61.
14
La Moma, op.cit., h. 509.
Individu yang kreatif mampu melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, memiliki pikiran yang
terbuka, berani mengambil resiko, dan sebagainya. Sejalan dengan hal tersebut hal
–hal yang cenderung dilakukan oleh individu kreatif antara lain: 1 Mampu melihat masalah dan situasi dengan fleksibel.
2 Memiliki banyak informasi yang relevan terhadap suatu tugas. 3 Mampu megkombinasikan informasi dan ide yang dimiliki dengan cara
– cara baru.
4 Mengevaluasi pencapaian yang diperoleh mengacu pada standar yang tinggi.
5 Mempunyai gairah sehingga mengeluarkan waktu dan usaha yang banyak terhadap apa yang dikerjakan.
15
Parnes yang dikutip dalam Nursito mengemukakan lima macam perilaku kreatif sebagai berikut:
1 Fluency kelancaran, yaitu suatu kemampuan untuk menghasilkan ide yang serupa dalam pemecahan masalah.
2 Flexibility keluwesan, yaitu kemampuan untuk menghasilkan berbagai macam ide yang tidak biasa dalam pemecahan masalah.
3 Originality keaslian, yaitu kemampuan dalam memberikan respon yang unik atau luar biasa.
4 Elaboration Keterperincian, yaitu kemampuan mengemukakan ide yang rinci dalam mewujudkan ide menjadi kenyataan.
5 Sensitivity kepekaan, yaitu adanya kepekaan dalam menanggapi masalah dalam suatu keadaan.
16
Lebih lanjut Munandar memberikan penjelasan mengenai ciri –ciri
kemampuan berpikir kreatif siswa sebagai berikut: 1 Keterampilan Berpikir Lancar
15
Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang, Jakarta: Erlangga, 2008, h. 407
16
Yeni, op.cit., h. 14-15.
Melahirkan banyak jawaban, ide, pertanyaan atau penyelesaian masalah.
Mengemukakan banyak cara dalam melakukan sesuatu. Memikirkan lebih dari satu jawaban.
2 Keterampilan Berpikir Luwes Melahirkan jawaban, ide atau pertanyaan yang bervariasi.
Mampu melihat masalah dari berbagai sudut pandang. Mencari banyak alternatif.
Mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran.
3 Keterampilan Berpikir Orisinal Melahirkan ungkapan atau gagasan yang baru dan unik.
Memikirkan cara yang berbeda dari yang biasa atau tidak lazim
dalam mengungkapkan diri. Mampu menghasilkan suatu kombinasi yang berbeda dari yang
biasa atau tidak lazim dari bagian –bagian atau unsur-unsur.
4 Keterampilan memperinci Mampu mengembangkan dan memperkaya suatu gagasan atau
produk. Memperinci secara detil suatu gagasan, objek atau situasi sehingga
lebih menarik. 5 Keterampilan menilai
Mampu menentukan standar acuan penilaian sendiri. Mampu mengambil keputusan dalam situasi terbuka.
Tidak hanya melahirkan gagasan namun mewujudkannya dalam
bentuk nyata.
17
Dalam penelitian ini, permasalahan difokuskan pada salah satu indikator kemampuan berpikir kreatif, yaitu kemampuan berpikir orisinal
atau orisinalitas, telah dideskripsikan bahwa orisinalitas memiliki ciri-ciri
17
Munandar, op.cit., h. 88 – 90.
diantaranya menciptakan ungkapan atau gagasan yang baru dan unik, memikirkan cara yang berbeda dari yang biasa atau tidak lazim dalam
mengungkapkan diri, mampu menghasilkan suatu kombinasi yang berbeda dari yang biasa atau tidak lazim dari bagian
–bagian atau unsur-unsur. Berdasarkan deskripsi tersebut, orisinalitas yang dimaksud dalam penelitian
ini yaitu kemampuan siswa untuk memecahkan masalah dengan cara yang unik atau tidak biasa.
c. Definisi Penalaran Matematis
Menurut Shurter dan Pierce yang dikutip oleh Sumarmo, penalaran dapat diartikan sebagai suatu proses dalam mencapai kesimpulan yang logis
dengan didasarkan pada fakta dan sumber yang relevan.
18
Definisi lain mengenai penalaran diungkapkan oleh Johnson-laird dan Byrne yang
menyatakan bahwa penalaran merupakan proses penarikan kesimpulan yang didasarkan prinsip-prinsip dan fakta-fakta dimana seseorang menarik
kesimpulan baru atau mengevaluasi kesimpulan yang telah diketahui.
19
Dari pendapat ahli tersebut dapat dikatakan bahwa penalaran merupakan proses
berpikir dengan menarik kesimpulan dengan didasarkan pada fakta atau sumber yang relevan.
Secara umum, terdapat dua jenis penalaran jika ditinjau dari cara untuk menarik kesimpulan, yakni penalaran deduktif dan penalaran induktif.
Dalam penelitian ini penalaran yang dimaksud adalah penalaran induktif. Polya mendefinisikan penalaran induktif sebagai suatu penalaran alami yang
memungkinkan seseorang memperoleh pegetahuan ilmiah, sementara Neubert dan Binko berpendapat bahwa penalaran induktif berhubungan
dengan menemukan pola dan gambar.
20
Pendapat lain, Hume menyatakan bahwa penalaran induktif merupakan aktifitas pikiran untuk menyimpulkan
18
Utari Sumarmo,“Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar
Mengajar ”, Disertasi pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung, Bandung, 1987, h. 31, tidak
dipublikasikan.
19
Constantinos Christou and Eleni Papageorgiou, “A Framework of Mathematics
Inductive Reasoning ”, Learning and Instruction, Vol. 17, 2007, p. 56.
20
Ibid.,
berdasarkan sesuatu yang diamati menjadi tidak diamati, melihat matahari terbit setiap hari akan membawa pada kesimpulan bahwa besok matahari
akan terbit lagi.
21
Penalaran induktif adalah suatu aktivitas berpikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta atau kejadian-kejadian khusus kepada suatu
kesimpulan yang bersifat umum, sebaliknya penalaran deduktif merupakan suatu aktivitas berpikir yang berusaha menarik kesimpulan tentang hal
khusus didasarkan pada hal –hal umum atau suatu hal yang telah dibuktikan
kebenarannya.
22
Sehingga dari pendapat-pendapat ahli mengenai definisi penalaran induktif dapat ditarik kesimpulan bahwa penalaran induktif
merupakan jenis penalaran dengan menarik kesimpulan bersifat umum berdasarkan fakta-fakta atau kejadian-kejadian khusus.
Menurut Utari Sumarmo, indikator yang termasuk ke dalam penalaran induktif diantaranya adalah:
1 Transduktif, yaitu menarik suatu kesimpulan dari satu kasus khusus yang selanjutnya diterapkan pada kasus khusus lainnya.
2 Analogi, yaitu berupa penarikan kesimpulan yang didasarkan pada keserupaan proses atau data.
3 Generalisasi, yaitu berupa penarikan kesimpulan umum dengan didasarkan pada data atau hal
–hal yang teramati. 4 Memperkirakan jawaban solusi ataupun kecenderungan, berupa
interpolasi dan ekstrapolasi. 5 Memberi penjelasan terhadap model, sifat, fakta, hubungan atau pola
yang ada. 6 Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi, dan menyusun
konjektur.
23
21
Steven A Sloman and David A Lagnado, The Problem of Induction, in Keith J Holyoak and Robert G Morrison, Eds, The Cambridge Handbook of Thinking and Reasoning,
New York: Cambridge University Press, 2005, p. 95.
22
Sri Wardhani, Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMPMTS untuk Optimalisasi Pencapaian Tujuan, Yogyakarta: PPTK MATEMATIKA, 2008, h. 12.
23
Utari Sumarmo, Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik, Jurnal Matematika: FMIPA UPI, 2010, h. 6.
Indikator yang termasuk ke dalam penalaran deduktif adalah: 1 Melaksanakan perhitungan dengan didasarkan aturan atau rumus tertentu
2 Menarik kesimpulan logis, memeriksa validitas suatu argumen, membuktikan, dan menyusun suatu argumen yang valid.
3 Menyusun pembuktian langsung, tidak langsung, dan pembuktian dengan proses induksi matematika.
24
Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan penelitian pada penalaran induktif dengan indikator penalaran induktif dibatasi pada generalisasi,
analogi dan pola dengan definisi sebagai berikut: 1 Generalisasi adalah proses menarik kesimpulan berdasarkan sejumlah
data yang teramati. 2 Analogi adalah penarikan keserupaan dari sejumlah proses atau data.
3 Pola yaitu menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi.
d. Penalaran Kreatif Matematis
Penalaran Kreatif Matematis merupakan terjemahan dari creative mathematically founded reasoning yang diusulkan oleh Johan Lithner.
Lithner mendefinisikan penalaran sebagai suatu proses mengadopsi cara berpikir untuk menghasilkan suatu pernyataan yang berujung pada
pencapaian kesimpulan dalam suatu pemecahan masalah.
25
Ditinjau dari sifatnya Lithner membagi penalaran menjadi dua, yakni penalaran yang bersifat kreatif creative mathematically founded reasoning
dan penalaran yang bersifat tiruan imitative reasoning. Penalaran tiruan merupakan suatu proses bernalar dimana proses
membangun cara bernalar didasarkan dengan cara meniru ataupun mengingat. Lebih lanjut, lithner membagi penalaran tiruan menjadi dua,
yakni penalaran ingatan memorized reasoning dan penalaran algoritma algorithmic reasoning.
26
24
Ibid.,
25
Johan Lithner, A research framework for creative and imitative reasoning, Educational Studies in Mathematics, 2008, p. 257.
26
Ibid., p. 258.
Menurut Lithner, penalaran ingatan memenuhi kriteria berikut: 1 Pemilihan strategi dalam pemecahan masalah berupa mengingat
jawaban secara lengkap 2 Implementasi strategi dalam pemecahan masalah hanya dengan
menuliskan jawaban saja, karena jawaban sudah diingat.
27
Sementara penalaran algoritma memenuhi kriteria berikut: 1
Pemilihan strategi dalam pemecahan masalah berupa mengingat prosedur jawaban.
2 Bagian penalaran yang tersisa dari implementasi strategi merupakan
bagian penalaran yang mudah, kesalahan seperti tidak teliti saja yang membuat penalar tidak sampai pada kesimpulan.
28
Dari kriteria yang telah disebutkan, dapat dikatakan bahwa soal –soal
yang hanya menuntut siswa dengan mengingat cara, prosedur ataupun jawaban lengkap merupakan soal
–soal yang tidak melatih kemampuan bernalar secara kreatif melainkan bernalar dengan tiruan.
Adapun penalaran dengan kategori penalaran kreatif matematis harus memenuhi kriteria kreativitas, logis dan anchoring.
1 Kreativitas creativity.
Maksud dari kreativitas ialah penalar menghasilkan proses rangkaian penalaran yang baru, dan cukup lancar serta fleksibel. Kreatif dalam hal
ini menekankan aspek orisinalitas jawaban siswa. 2
Logis plausibility. Logis artinya terdapat argumen
–argumen yang mendukung dalam pemilihan suatu strategi atau implementasi strategi hingga argumen
tersebut dapat menjelaskan bahwa kesimpulan yang dicapai benar. 3
Anchoring Anchoring diartikan bahwa argumen yang digunakan didasarkan pada
properti matematika instrinsik yang melibatkan penalaran.
29
27
Ibid.,
28
Ibid., p. 259
29
Johan Lithner, Learning Mathematics by Creative or Imitative Reasoning, 12
th
International Congress on Mathematical Education, 2012, p. 266.
e. Penalaran Induktif–Kreatif Matematis.
Berdasarkan kajian teoretik yang telah dipaparkan, secara umum, ada dua jenis penalaran yaitu penalaran deduktif dan penalaran induktif.
Penelitian ini memfokuskan pada penalaran induktif. Selanjutnya, penalaran induktif dalam penelitian ini terbatas pada generalisasi, analogi, dan pola.
Pembatasan definisi dari generalisasi, pola dan analogi sebagai berikut: 1 Generalisasi adalah proses menarik kesimpulan berdasarkan sejumlah
data yang teramati. 2 Analogi adalah penarikan keserupaan dari sejumlah proses atau data.
3 Pola yaitu menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi. Telah disebutkan bahwa secara umum terdapat dua jenis penalaran
yaitu penalaran deduktif dan penalaran induktif, tetapi menurut kerangka teoritis Lithner, penalaran terbagi dua yaitu penalaran kreatif dan imitatif.
Lithner mendefinisikan penalaran kreatif harus memenuhi tiga kriteria seperti kreativitas, logis dan anchoring.
Kreativitas diartikan bahwa pemikir menciptakan urutan penalaran baru dengan mempertimbangkan aspek lancar serta fleksibel dan kreatif
dalam hal ini menekankan aspek orisinalitas dari jawaban siswa. Sementara logis diartikan terdapat argumen yang dapat menjelaskan mengapa pilihan
strategi membawa pada kesimpulan yang benar. Anchoring yaitu argumen didasarkan pada sifat matematika instrinsik yang melibatkan penalaran.
Mengacu pada kerangka teoritis Lithner, penalaran kreatif yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kemampuan penalaran dengan
melibatkan kriteria kreativitas. Berdasarkan teori mengenai berpikir kreatif yang telah dipaparkan, kreativitas merupakan keterampilan yang
mencerminkan kelancaran, fleksibilitas, orisinalitas dan kerinician. Namun, kriteria kreativitas dalam penelitan ini dibatasi hanya aspek orisinalitas. Pada
pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa orisinalitas yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kemampuan siswa untuk memecahkan masalah
dengan cara yang unik atau tidak biasa.
Berdasarkan penjelasan tentang penalaran kreatif dan kreativitas, maka dalam penelitian ini dibatasi hal-hal berikut ini:
1 Penalaran Kreatif yaitu kemampuan penalaran yang melibatkan kriteria kreativitas.
2 Kriteria kreativitas yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu aspek orisinalitas
3 Orisinalitas dalam penelitian ini yaitu kemampuan siswa untuk memecahkan masalah dengan cara yang unik atau tidak biasa
Sehingga, definisi dari penalaran induktif-kreatif matematis yaitu proses berpikir yang menarik kesimpulan bersifat umum berdasarkan fakta-
fakta atau kejadian-kejadian khusus dengan melibatkan aspek kreatif. Indikator penalaran induktif
–kreatif matematis dalam penelitian ini yaitu: 1
Menarik kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang teramati dengan cara yang unik generalisasi kreatif.
2 Menarik keserupaan proses atau data dengan cara yang unik analogi
kreatif. 3
Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi dengan cara yang unik pola kreatif.
2. Pembelajaran dengan Open Approach
a. Definisi Pembelajaran
Pembelajaran berasal dari kata belajar dimana menurut Surya belajar ialah proses yang dialami oleh individu sehingga menghasilkan perubahan
tingkah laku akibat dari interaksi individu tersebut dengan lingkungannya.
30
Sejalan dengan Surya, Fontana mengemukakan belajar merupakan proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai akibat dari
pengalaman hidup individu tersebut.
31
Lebih jauh Horward L. Kingskey menyatakan bahwa belajar ialah proses dimana suatu tingkah laku
30
Rusman, Pembelajaran Tematik Terpadu Teori, Praktik dan Penilaian, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2015, h. 13.
31
Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: JICA
– UPI, 2003, h. 7.
dimunculkan atau diubah melalui latihan atau praktik.
32
Berdasarkan pendapat ketiga ahli tersebut dapat ditarik persamaan bahwa belajar berkaitan
erat dengan adanya perubahan tingkah laku individu. Lebih lanjut, dapat dikatakan bahwa belajar merupakan proses internal yang terjadi secara sadar
di dalam diri individu yang mengakibatkan adanya perubahan tingkah laku, adanya perubahan tingkah laku merupakan hasil interaksi proses belajar
individu tersebut dengan lingkungan maupun pengalaman. Berkaitan dengan belajar, pembelajaran merupakan sistem yang
memfasilitasi proses belajar. Pada dasarnya pembelajaran merupakan proses interaksi antara siswa dengan guru dimana interaksi yang dilakukan dapat
berupa interaksi langsung atau tidak langsung. Menurut Warsita pembelajaran merupakan usaha agar peserta didik terfasilitasi untuk belajar atau kegiatan
membelajarkan peserta didik.
33
Mengacu pendapat Warsita maka pembelajaran merupakan usaha sadar yang dilakukan agar terbentuk kondisi
yang membuat peserta didik belajar. Dalam konteks yang umum, pembelajaran terjadi di dalam kelas
dimana terdapat interaksi antara guru, peserta didik dan sumber belajar. Hal ini sejalan dengan konsep komunikasi bahwa pembelajaran merupakan
komunikasi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa dimana guru berperan sebagai komunikator dan siswa berperan sebagai komunikan serta
materi yang dikomunikasikan berperan sebagai ilmu pengetahuan.
34
Dari berbagai pendapat di atas, pembelajaran merupakan aspek yang sangat
penting untuk memudahkan individu mengalami proses belajar, karena adanya pembelajaran memfasilitasi belajar siswa, mengarahkan dan
memudahkan siswa pada tercapainya tujuan belajar.
b. Open Approach
Teori awal mengenai open approach berasal dari Jepang. Open approach memiliki relasi yang kuat dengan open
–ended approach. Sekitar
32
Rusman, op.cit., h. 13.
33
Ibid., h. 21
34
Suherman, op.cit., h. 8.
tahun 1970 diadakan penelitian mengenai evaluasi, saat itu penelitian yang terkemuka ialah penelitian oleh Shimada dan kawan-kawannya mengenai
evaluasi prestasi siswa, mereka mengembangkan masalah open ended dalam rangka mengevaluasi aktivitas siswa.
35
Pada awalnya penelitian dilakukan oleh 4 peneliti yaitu Shigeru Shimada, Toshio Sawada, Yoshihiko Hashimoto
dan Kenichi Shibuya, beberapa tahun kemudian beberapa peneliti dan guru –
guru sekolah ikut berpartisipasi dalam penelitian ini sehingga akhirnya terbit buku the open
–ended approach: A new proposal for teaching mathematics yang diterbitkan oleh NCTM.
36
Keterkaitan open approach dengan open- ended approach sebagaimana dikatakan Nohda bahwa pendekatan open
– ended yang diusulkan oleh Shimada menekankan bahwa masalah tidak hanya
memiliki satu jawaban saja atau dengan kata lain open-ended yang diusulkan Shimada menekankan pada berbagai macam jawaban benar, sementara dalam
open approach makna keterbukaan lebih luas dari open-ended approach dengan penambahan selain masalahnya terbuka yakni memiliki jawaban yang
banyak, masalah memiliki banyak cara menjawab, dan dari masalah tersebut mampu dihasilkan banyak masalah baru.
37
Tujuan dari open approach bukanlah agar siswa menghasilkan jawaban yang benar melainkan bertujuan untuk meningkatkan kreativitas dan
kemampuan berpikir matematik.
38
Kemudian teori tentang open approach diadopsi oleh negara Thailand dan di negara tersebut teori open approach
diintegrasikan dengan lesson study serta menjadi suatu pendekatan pengajaran.
39
Open approach pada awalnya diimplementasikan pada kelas matematika di Thailand pada tahun 2002.
40
Dalam penelitian ini penulis
35
Nobuhiko Nohda, Teaching by Open-Approach Method in Japanese Mathematics Classroom, Proceedings of the Conference of the International Group for the Psychology of
Mathematics EducationPME, 2000, p. 2.
36
Ibid., p. 3.
37
Ibid., p. 6.
38
Ibid., p. 8.
39
Wasukree Jaijan, Suladda Loipha, Making Mathematical Connection with Transformations Using Open Aproach, HRD Journal, 2012, p. 92.
40
Naphaporn Woranetsudathip, Chokchai Yuenyong, Enhancing Grade 1 Thai Students’ Learning about Mathematical Ideas on Addition Through Lesson Study and Open
Aproach, Mediterranean Journal of Social Sciences, 2015, p. 29.
menggunakan langkah –langkah open approach yang telah diadopsi di
Thailand. Tahapan
–tahapan open approach yang menekankan pada proses pemecahan masalah yang diusulkan oleh Inprasitha sebagai berikut:
1 Fase 1: Mengajukan Masalah Open-ended. posing open –ended
problems Dalam tahapan pertama ini, guru mengajukan masalah open
–ended kepada siswa, kemudian guru meminta siswa untuk memahami
permasalah yang diberikan. 2
Fase 2: Siswa Belajar Secara Mandiri. Stude nts’ self–learning through
problem solving Dalam tahapan ini, siswa berusaha untuk memecahkan permasalahan
yang diberikan guru dengan berbagai macam cara sesuai dengan kemampuan matematika siswa. Di tahapan ini, tugas guru ialah
mencatat cara yang digunakan oleh siswa dalam menyelesaikan masalah tersebut.
3 Fase 3: Diskusi dan Membandingkan. Whole class discussion and
comparison Dalam tahapan ini, siswa mempresentasikan di depan kelas cara yang
digunakan dalam memecahkan permasalahan. Tugas guru ialah memperhatikan ide yang dikemukakan oleh siswa dan membuat
koneksi atas ide –ide yang muncul dari siswa.
4 Fase 4: Membuat Ringkasan. Summarization through connecting
students’ mathematical ideas that emerge in the classroom Dalam tahapan ini guru merangkum dan mengkoneksikan ide
–ide yang muncul dari aktivitas pemecahan masalah siswa dalam rangka
membantu siswa menemukan generalisasi matematika, rumus, aturan dan sebagainya. Selanjutnya guru membimbing siswa untuk membuat
kesimpulan atau ringkasan dari ide-ide yang muncul dari aktivitas