tidak dianggap memberi sumbangan terhadap ekonomi, maka guru tidak dianggap sebagai profesi Kydd dkk, 1997 dalam Nurkolis,
2004.
f. Model Pendidikan Profesi Guru
Ke depan guru yang diijinkan mengajar adalah guru yang telah memiliki sertifikat sebagai guru. Untuk dapat memperoleh sertifikat
guru dilakukan melalui dua jalur. Jalur yang pertama adalah guru harus mengumpulkan portofolio yang berisi ijazah dan serifikat-sertifikat
lain yang berkaitan dengan kompetensi keguruannya. Portofolio ini kemudian akan dinilai oleh asesor yang telah memiliki NIA Nomer
Induk Asesor. Apabila lolos seleksi maka guru tersebut akan memperoleh sertifikat. Sedang bagi guru yang belum lulus maka akan
diberikan PLPG Pendidikan dan Latihan Profesi Guru. Setelah mengikuti PLPG akan diadakan tes, apabila telah lolos tes maka
sertifikat akan diberikan. Jalur yang kedua adalah melalui pendidikan profesi. Pendidikan profesi harus ditempuh oleh sarjana pendidikan
yang akan menjadi guru. Namun pemerintah juga membuka kesempatan kepada sarjana yang berasal dari ilmu murni untuk
mengikuti pendidikan profesi ini. Lama pendidikan profesi guru 1 tahun untuk guru SMP dan SMA, sedang untuk guru TK dan SD hanya
6 bulan saja. Model terakhir inilah yang kemudian memunculkan pro- kontra. Alasan pemerintah membuka kesempatan bagi sarjana ilmu
murni untuk dapat mengikuti pendidikan profesi guru adalah bahwa
mereka memiliki penguasaan keilmuan yang jelas lebih tinggi dari pada melalui jalur S1 pendidikan, karena mereka belajar bidang
keilmuan lebih lama dari pada jalur S1 pendidikan. Dengan demikian diharapkan guru masa yang akan datang adalah profil guru yang
sungguh-sungguh menguasai ilmu lebih baik, benar dan tidak membuat kesalahan dalam mengajarkan ilmunya, serta diharapkan
dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Sarjana ilmu murni yang ingin mengikuti pendidikan profesi guru akan diseleksi
secara ketat. Hanya para sarjana ilmu murni yang mempunyai jiwa pendidik dan betul-betul ingin menjadi guru yang boleh ikut
pendidikan profesi. Kekhawatiran yang terjadi dengan pendidikan profesi yang
terbuka adalah terciptanya guru-guru instant yang mengajar tanpa jiwa dan dedikasi. Kekhawatiran ini terungkap dalam konferensi pers di
sela-sela loka karya Badan Eksekutif Mahasiswa BEM Republik Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia UPI pada tanggal 5
Nopember 2008 di kampus UPI. Loka karya yang dihadiri pula BEM dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan ini salah satunya
mengkritisi RPP Guru yang kini tengah disusun pemerintah. Menurut salah satu pengurus BEM UPI, ketentuan yang memperbolehkan
profesi guru digeluti mereka yang menenpuh ilmu non kependidikan LPTK berpotensi mengurangi kredibilitas dan kapabilitas profesi
pengajar. Menurutnya, guru itu harus profesional, digeluti oleh mereka
yang mempunyai motivasi sejak awal ingin menjadi guru dan digembleng di LPTK, bukan peralihan orang-orang yang tidak
mendapat pekerjaan. Di dalam pasal 7 RPP tentang guru draft versi 17 Agustus 2008 tertulis, profesi guru bisa berasal dari luar S1 D4 non
kependidikan. Mereka harus mengikuti pendidikan profesi yang fokusnya pembelajaran pada aspek pedagogi. Bobot kuliahnya 36-40
SKS sistem kredit semester. Lulusan kependidikan tetap diwajibkan mengikuti pendidikan ini, namun penekanannya lebih pada bidang
keahlian, tidak lagi pedagogi . Menurut Sekretaris Jendral Federasi Guru Independen Indonesia kebijakan tersebut juga menunjukkan
bahwa LPTK seolah-olah tidak profesional, tidak dipercaya menghasilkan guru yang baik. Di sisi lain untuk menghasilkan guru
yang baik tidak dapat ditempuh melalui proses instant lewat pendidikan 36-40 sks saja. Lulusan sarjana ilmu murni yang kemudian
menempuh pendidikan profesi guru mungkin bisa mengajar, tetapi tidak mendidik dengan baik. Seperti halnya profesi kedokteran atau
pengacara menjadi profesi tertutup, aspek kepribadian dan pedagogi tidak bisa diperoleh secara instant. Profesor Said Hamid Hasan,
pengamat pendidikan dari UPI berpendapat bahwa mengajar itu idealnya tidak sekedar berupa transfer pengetahuan. Beliau menilai
bahwa guru yang dihasilkan lewat pendidikan profesi yang terbuka bagi sarjana ilmu murni adalah guru instant, tanpa penggemblengan
dan dedikasi. Paul Suparno, mantan Rektor Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta juga mengungkapkan kekhawatiran dengan lamanya pendidikan profesi guru yang hanya satu tahun untuk guru SMP dan
SMA. Pertanyaan yang muncul adalah apakah dengan waktu satu tahun tersebut calon guru dapat sungguh-sungguh kompeten dalam
segi pedagogi, kepribadian, profesional dan sosial dalam berelasi dengan siswa Paul Suparno, Kompas 31 Oktober 2008.
Model pendidikan profesi guru melalui jalur sarjana ilmu murni ditambah pendidikan profesi guru mempunyai keunggulan, terutama
dalam penguasaan ilmu karena mereka sudah lulus sarjana ilmu murni dan telah belajar ilmu-ilmu tersebut selama empat tahun. Penguasaan
mereka di bidang keilmuan jelas lebih tinggi daripada melalui jalur S-1 pendidikan karena belajar bidang keilmuan lebih lama dari pada jalur
S-1 pendidikan. Dengan demikian, diharapkan mereka mempunyai pengertian keilmuan lebih baik, benar, dan tidak membuat kesalahan
dalam mengajarkan ilmunya. Konsep pendidikan tinggi untuk Lembaga Pendidik Tenaga
Kependidikan LPTK memiliki karakteristik khas karena mengkhususkan diri dalam mendidik mahasiswa untuk menjadi
pendidik. Dengan kata lain, LPTK memiliki kekhasan dalam bentuk mengajar peserta didik untuk mampu mengajar orang lain.
Konsekuensi dari kekhasan ini adalah bahwa dari kuliah hari pertama di LPTK, harus sudah ditanamkan dalam diri mahasiswa bahwa kelak
mereka akan menjadi manusia yang bertanggung jawab untuk
memanusiakan manusia lain melalui proses pendidikan. Untuk dapat berhasil memanusiakan manusia lain, lulusan LPTK harus menguasai
sejumlah kompetensi yang berkaitan dengan proses pembelajaran untuk membelajarkan kepada orang lain. Atas dasar itu model
pembelajaran di LPTK harus dilaksanakan secara khas. Bentuk pembelajaran di LPTK tidak dapat lepas dari model yang
akan dipilih. Selama ini dikenal dua model pengadaan guru, yaitu 1 model terintegrasi, terpadu, atau konkuren concurent model dan 2
model bersambungan atau konsekutif consecutive model. Model konkuren adalah program pendidikan bagi calon guru yang
mengupayakan penguasaan ilmu, teknologi danatau kesenian sebagai sumber bahan ajar secara bersamaan dengan pembentukan kemampuan
mengajar. Adapun model konsekutif adalah program pendidikan bagi calon guru yang telah menguasai ilmu, teknologi danatau kesenian
sebagai sumber bahan ajar yang mengupayakan pembentukan kemampuan mengajar.
Mengingat sebaran LPTK untuk program studi di Indonesia tidak sama maka perlu suatu strategi untuk mencari bentuk pembelajaran
yang ideal. Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program
diploma empat D-IV atau program sarjana S-1. Adapun kompetensi
guru meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan kompetensi profesional. Kesempatan menjadi guru, khususnya guru
SLTP dan SLTA, terbuka untuk lulusan LPTK dan Non-LPTK. Meskipun demikian, untuk menjadi guru keduanya harus mengikuti uji
kompetensi untuk mendapatkan sertifikat pendidik.
3. Standar Kompetensi Guru