Analisis Wacana Percintaan Beda Agama Dalam Film Cinta Tapi Beda

(1)

ANALISIS WACANA PERCINTAAN BEDA AGAMA

DALAM FILM

CINTA TAPI BEDA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

OLEH:

ZAKIYAH AL-WAHDAH NIM: 109051000139

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014 M / 1435 H


(2)

(3)

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidyatullah Jakarta.

Jakarta, 30 April 2014


(5)

i ABSTRAK

Analisis Wacana Percintaan Beda Agama dalam Film Cinta Tapi Beda Oleh: Zakiyah Al-Wahdah

Film Cinta Tapi Beda merupakan film bergendre drama yang bertema besar tentang percintaan beda agama. Inspirasi dalam film ini didapat dari salah satu cerita pendek karya Dwitasari yang berjudul Beda Cinta, Setipis Keyakinan. Selain itu film ini merupakan kisah nyata yang dialami oleh sang sutradara film Cinta Tapi Beda, yaitu Hestu Saputra. Di satu sisi film ini banyak mengajarkan tentang toleransi antar umat beragama. Disisi lain film ini menuai pro dan kontra terutama dikalangan masyarakat beragama Islam dan suku Minang.

Berdasarkan konteks di atas, maka pertanyaannya adalah, bagaimana wacana percintaan beda agama dalam film Cinta Tapi Beda? Bagaimana wacana seputar percintaan beda agama dikonstruksi dalam film Cinta Tapi Beda karya Hanung Bramantyo dan Hestu Saputra dilihat dari level teks (struktur makro, superastruktur, struktur mikro), level kognisi sosial, dan level konteks sosial?

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis wacana Teun A Van Dijk. Teun A Van Dijk membagi analisis wacana menjadi tiga bagian yaitu level teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Level teks terbagi menjadi tiga, pertama struktur makro yaitu tematik/topik, kedua superstruktur yaitu skematik/skema, dan ketiga struktur mikro yaitu semantik (latar, detail, maksud peranggapan), sintaksis (bentuk kalimat, koherensi, kata ganti), stilistik, dan retoris (grafis, metafora, ekspresi). Level kognisi sosial melihat permasalahan dari kognisi/mental penulis naskah/skenario. Level konteks sosial melihat bagaimana wacana tersebut berkembang di masyarakat.

Tema besar dalam film ini adalah percintaan beda agama, toleransi antar umat beragama, keimanan antar umat kepada Tuhannya, serta kebudayaan dan kebhinekaan suku Minang dan Jawa. Bahasa yang digunakan oleh pemain yaitu bahasa Indonesia serta bahasa Jawa dan Minang. Dari segi kognisi sosial Hestu Saputra selaku sutradara sekaligus penulis skenario film ini memandang bahwa selain dirinya banyak masyarakat Indonesia yang mengalami hal serupa dengannya. Dari segi konteks sosial semua agama menginginkan yang terbaik untuk pemeluknya, yaitu menikah dengan yang seagama dengan mereka. Walaupun dalam Katolik menikah dengan orang yang berbeda agama diperbolehkan (kawin campur), tetapi pada dasarnya dianjurkan untuk menikah dengan seseorang yang memiliki satu keyakinan.

Film ini merupakan kisah nyata dari Hestu Saputra selaku sutradara film Cinta Tapi Beda. Selain itu banyaknya masyarakat yang mengalami hal serupa dengannya. Toleransi antar umat beragama sangat dibutuhkan oleh setiap orang. Seseorang hendaknya tidak mengambil keputusan disaat tidak seimbang demi kelangsungan hidup yang seimbang dan bahagia. Rekomendasi seputar percintaan beda agama menurut agama Islam dan Kristen Katolik dalam skripsi ini di dapatkan dari Ustadz Achmad Mubarok, S.Hi dan Romo Rudi Yakobus, SJ.


(6)

ii

Alhamdulillah Wa Syukurillah, puji syukur yang tak terhingga penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan rahmat yang tiada tara, serta atas segala kemurahan, cinta dan kasih sayang-Nya lah skripsi ini dapat penulis selesaikan. Shalawat serta salam senantiasa tercurah untuk kekasih Allah yang telah memberikan inspirasi bagi seluruh manusia di bumi ini hingga akhir zaman, baginda Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Komunikasi Islam di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan segala usaha dan tekad yang kuat, walaupun hambatan dan rintangan yang penulis hadapi cukup banyak, namun atas izin dari Allah SWT semua hambatan dapat diatasi dan skripsi ini terselesaikan dengan baik. Namun, penulis juga yakin masih banyak kesalahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki, mengingat kemampuan dan pengetahuan penulis yang serba terbatas.

Terselesaikannya skripsi ini merupakan salah satu anugrah terindah yang pernah penulis rasakan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung selama masa perkuliahan hingga penulisan skripsi ini selesai. Dalam kesempatan ini dengan penuh rasa hormat, penulis ucapkan terimakasih kepada:


(7)

iii

1. Bapak Dr. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, beserta Dr. Suparto, M.Ed selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Drs, Jumroni, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi, dan Drs. Wahidin Saputra, MA selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.

2. Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Bapak Rachmat Baihaky, MA, serta Ibu Umi Musyarrofah, MA, selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

3. Bapak H. Zakaria, MA selaku Pembimbing Akademik yang telah bersedia meluangkan waktunya kepada penulis untuk berdiskusi dan memberi saran mengenai judul skripsi.

4. Dosen Pembimbing penulis, Ibu Siti Nurbaya, M.Si terimakasih banyak karena telah sabar dalam membimbing dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang pernah mengajar dan membagikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis. Semoga ilmu yang diberikan bermanfaat bagi penulis dan masyarakat nantinya. 6. Bapak dan Ibu, Yusuf Erwan Syahbuddin dan Nurhayati yang jauh di

Timika (Papua). Tetapi cinta, kasih sayang, do’a dan semangat yang diberikan tidak pernah putus, hingga saat ini penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Serta adikku satu-satunya, Bakar Al-Shidiq yang telah memberikan perhatian dan semangat kepada penulis. Terimakasih


(8)

iv

penulis dalam menulis skripsi ini. Terimakasih atas saran film yang diajukan, perhatian dan pengertiannya kepada penulis selama menulis skripsi ini. Terimakasih atas waktu yang telah diluangkan kepada penulis saat penulis membutuhan pertolongan dan saat penulis mulai merasa lelah dan menyerah. Untuk Mamak, Bapak, dan dede Hanif yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis, serta selalu ada untuk penulis disaat penulis jauh dari orang tua dan keluarga.

8. Sutradara film Cinta Tapi Beda, Hestu Saputra yang telah mengizinkan penulis meneliti film yang disutradarainya, serta banyak membantu penulis dalam mengumpulkan data-data penting yang dibutuhkan dalam skripsi ini. Terimakasih atas banyaknya ilmu dan masukan yang sangat bermanfaat seputar perfilman kepada penulis.

9. Ustadz Achmad Mubarok. M.Hi dan Romo Rudi Yakobus, SJ, yang telah membantu penulis dalam melengkapi data dalam skripsi ini.

10.Sahabat serta saudara seperjuangan Rangers, Noflim Trisna Ayuningsih, Yulia Nur Rohmah, Yudid Dwi Septyarini, dan Nur Oktaviani yang telah banyak membantu penulis serta selalu ada untuk penulis saat penulis membutuhkan pertolongan. Terimakasih atas empat tahun selama perkuliahan yang tidak akan pernah bisa terlupakan.


(9)

v

11.Sahabat KPI D yang selalu kompak hingga saat ini dan selalu menyemangati, Arie Bushairi (yang banyak membantu penulis semasa perkuliahan), Devi, Eko Wahyudi, Ririn, Fajrin, Rina, Dina, Bintang, Tika, Tari, Fitri, Mbak Yuli, Icha, Levi, Ridwan, Fadli, Rizal, Rikza, Noval, Yusuf, Zidni, Rizky Maul, Owner, Mas Ryan, Bowo, Mahdi, Bayu, Angga.

12.Sahabat KKN SADARI yang selalu kompak dan lucu, Tika, Bintang, Ririn, Diah, Uswah, Ajeng, Titin, Rita, Risa, Ami, Sarah, Khoirul, Angga, Wanda, Hadid, Endang, Ikhwan, Alif, Yunus, Ronggo. Terimakasih atas segala semangat, kekompakan, dan rasa persaudaraan kita yang tinggi. Semoga kekompakan ini akan melekat selamanya.

13.Berbagai pihak yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini dalam bentuk apapun untuk penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Jakarta, 30 April 2014


(10)

vi

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 4

C.Tujuan Penelitiian ... 4

D.Manfaat Penelitian ... 5

E. Tinjauan Pustaka ... 5

F. Kerangka Konsep ... 6

G.Metodologi Penelitian ... 9

H.Sistematika Penulisan ... 11

BAB II LANDASAN TEORI A.Wacana Percintaan Beda Agama ... ... 13

1.Menurut Agama Islam... 16

2.Menurut Agama Katolik ... 17

B.Wacana Film ... 18

1.Pengertian Film ... 18

2.Sejarah Film ... 21

3.Klasifikasi Film ... 23

4.Jenis-jenis Film ... 25

5.Perkembangan Film di Indonesia ... 26

C.Analisis Wacana ... 28

1.Konsep Analisis Wacana ... 28


(11)

vii

a. Teks ... 31

b. Kognisi Sosial ... 39

c. Konteks Sosial ... 39

BAB III GAMBARAN UMUM FILM CINTA TAPI BEDA A. Latar Belakang Pembuatan Film Cinta Tapi Beda ... 40

B. Latar Belakang Pemilihan Artis ... 41

C. Sinopsis Film Cinta Tapi Beda ... 42

D. Tim Produksi Film Cinta Tapi Beda ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Wacana Seputar Percintaan Beda Agama Dalam Film Cinta Tapi Beda Dilihat Dari Level Teks ... 52

B.Wacana Seputar Percintaan Beda Agama Dalam Film Cinta Tapi Beda Dilihat Dari Level Kognisi Sosial ... 85

C.Wacana Seputar Percintaan Beda Agama Dalam Film Cinta Tapi Beda Dilihat Dari Level Konteks Sosial ... 88

BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ... 100

B.Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... ... 104


(12)

viii

3. Tabel 3.2 Tokoh Pemain Film Cinta Tapi Beda 4. Tabel 4.1 Tentang Toleransi Beda Agama 5. Tabel 4.2 Tentang Cinta Beda Agama 6. Tabel 4.3 Tentang Keimanan Antar Agama 7. Tabel 4.4 Tentang Kebudayaan Minang dan Jawa 8. Tabel 4.5 Opening Bill Board

9. Tabel 4.6 Opening Scene

10. Tabel 4.7 Conflic Scene (Klimaks) 11. Tabel 4.8 Anti Klimaks (Solusi) 12. Tabel 4.9 Ending (Akhir Cerita) 13. Tabel 4.10 Stilistik (Gaya Bahasa) 14. Tabel 4.11 Metafora


(13)

ix

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 4.1 Potongan Adegan; Toleransi Beda Agama 2. Gambar 4.2 Potongan Adegan; Toleransi Beda Agama 3. Gambar 4.3 Potongan Adegan; Toleransi Beda Agama 4. Gambar 4.4 Potongan Adegan; Toleransi Beda Agama 5. Gambar 4.5 Potongan Adegan; Toleransi Beda Agama 6. Gambar 4.6 Potongan Adegan; Toleransi Beda Agama 7. Gambar 4.7 Potongan Adegan; Cinta Beda Agama 8. Gambar 4.8 Potongan Adegan; Cinta Beda Agama 9. Gambar 4.9 Potongan Adegan; Cinta Beda Agama 10. Gambar 4.10 Potongan Adegan; Cinta Beda Agama 11. Gambar 4.11 Potongan Adegan; Cinta Beda Agama 12. Gambar 4.12 Potongan Adegan; Cinta Beda Agama 13. Gambar 4.13 Potongan Adegan; Cinta Beda Agama 14. Gambar 4.14 Potongan Adegan; Keimanan Antar Agama 15. Gambar 4.15 Potongan Adegan; Keimanan Antar Agama 16. Gambar 4.16 Potongan Adegan; Keimanan Antar Agama 17. Gambar 4.17 Potongan Adegan; Keimanan Antar Agama 18. Gambar 4.18 Potongan Adegan; Kebudayaan Jawa 19. Gambar 4.19 Potongan Adegan; Kebudayaan Jawa 20. Gambar 4.20 Potongan Adegan; Kebudayaan Jawa 21. Gambar 4.21 Potongan Adegan; Kebudayaan Jawa 22. Gambar 4.22 Potongan Adegan; Kebudayaan Jawa 23. Gambar 4.23 Potongan Adegan; Kebudayaan Minang 24. Gambar 4.24 Potongan Adegan; Kebudayaan Minang 25. Gambar 4.25 Potongan Adegan; Kebudayaan Minang 26. Gambar 4.26 Opening Bill Board

27. Gambar 4.27 Opening Scene 28. Gambar 4.28 Conflic Scene 29. Gambar 4.29 Conflic Scene 30. Gambar 4.30 Anti Klimaks 31. Gambar 4.31 Anti Klimaks 32. Gambar 4.32 Ending

33. Gambar 4.33 Potongan Adegan; Stilistik 34. Gambar 4.34 Potongan Adegan; Stilistik 35. Gambar 4.35 Potongan Adegan; Stilistik 36. Gambar 4.36 Potongan Adegan; Stilistik 37. Gambar 4.37 Potongan Adegan; Stilistik


(14)

x


(15)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Film adalah gambar atau animasi yang bergerak. Oleh karna itu film dapat diartikan sebagai sebuah karya seni yang bersifat hidup. Film itu bergerak dengan cepat dan bergantian sehingga memberikan visual yang continue.1 Bagi sebagian orang, film juga merupakan sebuah hiburan bahkan kebutuhan yang harus dipenuhi. Film dapat dikatakan sebagai suatu penemuan teknologi modern paling spektakuler. Film juga merupakan salah satu media komunikasi dan sarana yang dapat digunakan untuk menyampaikan sebuah informasi atau pesan-pesan yang sangat efektif.

Sebagai salah satu media komunikasi serta informasi maka film secara otomatis akan membawa dampak (side effect), baik itu positif maupun negatif kepada penontonnya.2 Film juga memberikan pengaruh yang besar terhadap jiwa manusia. Hal ini berhubungan dengan ilmu jiwa sosial tentang gejala “identifikasi psikologi” yaitu orang merasa terlibat dengan tokoh yang ditampilkan sehingga ia ikut merasa apa yang dirasakan tokoh tersebut.3

Saat ini perfilman di Indonesia sudah berkembang sangat pesat. Film yang disajikan dalam layar lebar Indonesia kini beraneka ragam. Atas dasar itulah

1

Arsyad Azhar, Media Pembelajaran, (Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 48. 2

Hasan Shadily, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta; Ikhtisar Baru – Van Hoeve, 1980), h. 1007.

3

Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi, (Bandung; Remaja Rosda Karya, 2005), h. 236.


(16)

penulis terdorong untuk menelaah hasil karya sebuah film, salah satunya berupa skenario film, yang juga menentukan keberhasilan sebuah film. Dalam hal ini, film yang menjadi perhatian penulis yaitu film yang bertemakan tentang percintaan beda agama.

Salah satu film Indonesia yang kini sedang membooming adalah film Cinta Tapi Beda yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo dan Hestu Saputra. Film ini sangat menarik perhatian penulis untuk menganalisanya secara mendalam, karena secara narasi film ini juga memiliki alur cerita yang sagat menarik untuk dianalisis. Film ini mengangkat tentang sebuah kisah percintaan antara dua insan manusia yang dilatar belakangi perbedaan agama dan budaya.

Film Cinta Tapi Beda ini di angkat oleh Hanung Bramantyo dari salah satu cerita pendek (cerpen) karya Dwitasari yang berjudul Beda Cinta, Setipis Keyakinan. Inspirasi kisah dalam cerpen yang berjudul Beda Cinta, Setipis Keyakinan ini diambil oleh Dwitasari dari kisah nyata sahabat wanitanya yang menjalani pernikahan beda agama. Selain itu film ini sendiri berawal dari ide Hestu Saputra karena beliau sendiri menjalani hubungan atau berpacaran dengan seseorang yang memiliki keyakinan yang berbeda dengannya. Pada intinya beliau sendiri merupakan salah seorang pelaku kisah percinta beda agama.4

Film ini merupakan salah satu film terlaris di akhir tahun 2012. Dalam waktu singkat, film ini ditonton oleh kurang lebih sebanyak 120 ribu penonton. Banyak pelajaran yang dapat di ambil dalam film ini. Salah satu pelajaran yang

4

www.kapanlagi.com, http://www.kapanlagi.com/showbiz/selebriti/hanung-ajak-bicara-film-cinta-tapi-beda-eea7b0.html informasi ini diakses pada tanggal 10 Januari 2013, jam: 21:00.


(17)

3

dapat diambil dalam film ini adalah tentang toleransi dalam perbedaan agama. Dalam film ini terdapat beberapa adegan yang menunjukkan bahwa Islam harus menghargai perbedaan dalam beragama. Film ini juga memuat testimoni-testimoni dari para pelaku pernikahan beda agama bahwa mereka bisa rukun tanpa harus mengganggu atau menjatuhkan agama masing-masing pasangan.

Tetapi di tengah semaraknya pemutaran film Cinta Tapi Beda yang mulai ditayangkan pada tanggal 27 Desember 2012, muncullah berbagai macam pendapat yang menimbulkan kontroversi. Dalam film ini terdapat nuansa agama yang sangat sensitif antara agama Islam dengan agama Kristen Katolik. Meski pesan moral film ini lebih kepada bagaimana manusia menghadapi perbedaan-perbedaan dalam kehidupan, terutama kepada sesama pemeluk agama.

Hal-hal yang di anggap kontroversi dalam film ini tidak hanya mempersoalkan mengenai percintaan beda agama saja, namun juga muncul dari gugatan masyarakat Minangkabau yang menganggap film itu mengandung unsur sara dan telah menistakan kebudayaan Minangkabau yang kental dengan ajaran agama Islam. Alur cerita film ini oleh sebagian suku Minangkabau dianggap menyimpang dari falsafah adat yang terkenal dengan “Adat Basandi Sarak, Sarak

Basandi Kitabullah”. Atau dengan kata lain, Adat bersandar (bertopang) pada

syariat dan syariat bersandar pada Kitabullah, yang kurang lebihnya bermakna orang minang menjunjung tinggi ajaran syariat Islam.5

5

www.republika.co.id, http://www.republika.co.id/berita/senggang/film/13/01/07/mg921h-film-cinta-tapi-beda-dipolisikan.informasi ini diakses pada tanggal 10 Januari 2013, jam: 21:15.


(18)

Dari latar belakang yang telah penulis uraikan di atas lah penulis tertarik untuk mengangkat film Cinta Tapi Beda sebagai bahan untuk penelitian. Oleh karenanya judul yang di ambil oleh penulis adalah “Analisis Wacana Percintaan Beda Agama Dalam Film Cinta Tapi Beda”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Untuk menghindari semakin luas dan melebarnya batasan masalah, maka penelitian ini dibuat suatu batasan. Ruang lingkup dibatasi hanya tentang wacana percintaan beda agama yang terdapat dalam film Cinta Tapi Beda, dan juga hanya dibatasi dengan model analisis wacana Teun A Van Dijk yang membahas tentang tiga struktur dalam suatu teks, yaitu struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro, serta dilihat dari level kognisi sosial dan konteks sosial. Scene yang diambil juga hanya scene tentang percintaan beda agama, walaupun terdapat beberapa scene tentang toleransi antar umat beragama, keimanan antar umat beragama, dan juga tentang kebudayaan Minang dan Jawa untuk melengkapi data yang didapatkan dari hasil wawancara kepada sutradara film Cinta Tapi Beda yang kemudian disambungkan dengan analisis wacana Teun A Van Dijk tersebut. Sedangkan perumusan masalah yang di angkat adalah:

1. Bagaimana wacana seputar percintaan beda agama yang ditampilkan dalam film Cinta Tapi Beda karya Hanung Bramantyo dan Hestu Saputra dilihat dari level teks (struktur makro, superstruktur, struktur mikro)? 2. Bagaimana wacana film Cinta Tapi Beda karya Hanung Bramantyo dan


(19)

5

3. Bagaimana wacana film Cinta Tapi Beda karya Hanung Bramantyo dan Hestu Saputra dilihat dari level konteks sosial?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penulisan proposal ini adalah:

1. Mengetahui tentang wacana seputar percintaan beda agama yang ditampilkan dalam film Cinta Tapi Beda karya Hanung Bramantyo dan Hestu Saputra dilihat dari level teks (struktur makro, superastruktur, struktur mikro).

2. Mengetahui kognisi sosial yang melatarbelakangi penulis skenario dalam membuat naskah film Cinta Tapi Beda.

3. Mengetahui konteks sosial menurut pandangan para ulama tentang wacana percintaan beda agama.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis:

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu komunikasi, khususnya penelitian tentang analisis wacana film. Di samping itu penelitian analisis wacana film Cinta Tapi Beda ini juga memberi pemahaman kepada mahasiswa tentang analisis wacana model Teun A Van Dijk yang dilihat pada level teks (struktur makro, superastruktur, struktur mikro), level kognisi sosial dan level konteks sosial.


(20)

2. Manfaat Praktis:

Penelitian ini dapat digunakan sebagai penggambaran mengenai percintaan beda agama yang dianalsis dengan menggunakan wacana Teun A Van Dijk bagi para remaja khususnya untuk memaknai konsep percintaan beda agama yang kemudian dibuat dalam satu film, yaitu film Cinta Tapi Beda.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam proses penelitian ini, penulis mengambil beberapa hasil penelitian wacana terhadap film yang terdahulu guna dijadikan bahan perbandingan. Yaitu penelitian yang menganalisa film sebagai media informasi dan juga komunikasi massa, yaitu:

1. “Analisis Semiotik Film CIN(T)A Karya Sammaria Simanjuntak” yang ditulis

oleh Nurlaelatul Fajriah, mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna dari judul film CIN(T)A, serta makna dari symbol-simbol yang terdapat di dalam film tersebut. Penelitian yang di tulis oleh Nurlaelatul Fajriah ini menggunakan analisis semiotik, sedangkan penelitian saya menggunakan analisis wacana. Persamaan dalam penelitian ini adalah media yang di gunakan, yaitu film. Selain itu latar belakang dari film yang diteliti hampir sama, yaitu tentang konsep percintaan serta toleransi antar umat beda agama.

2. “Analisis Wacana Pesan Moral Dalam Film Naga Bonar Karya Asrul Sani”

yang ditulis oleh Sukasih Nur, mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah


(21)

7

Jakarta, tahun 2008. Penelitian yang dilakukan oleh Sukasih Nur ini meneliti tentang pesan moral dalam film tersebut, sedangkan penelitian yang saya teliti meneliti tentang percintaan beda agama dalam film Cinta Tapi Beda. Persamaannya adalah kedua penelitian ini sama-sama mengguanakan media film dan menggunakan analisis wacana dalam penelitiannya.

F. Kerangka Konsep

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan model dari analisis wacana Teun A Van Dijk. Analisis wacana (Discourse analysis) yaitu studi tentang struktur pesan atau mengenai aneka fungsi bahasa (pragmatic).6 Metode analisis wacana lebih melihat kepada „Bagaimana‟ (how) dari sebuah wacana (cerita, teks, kata) disusun atau dikemas dan diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan sebuah kalimat atau paragraph.

Analisis wacana tidak hanya mengetahui isi teks, tetapi bagaimana juga pesan itu disampaikan lewat kata, frase, kalimat, metafora yang disampaikan. Analisis wacana bisa melihat makna yang tersembunyi dari suatu teks. Analisis wacana lebih melihat kepada bagaimana isi pesan yang diteliti.7

Van Dijk melihat wacana terdiri atas tiga struktur teks. Pertama, struktur makro, yakni makna global/umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik dari suatu teks. Kedua, superstruktur, yaitu kerangka suatu teks, bagaimana struktur dan elemen wacana itu disusun dalam teks secara utuh. Ketiga, struktur mikro merupakan makna yang dapat diamati dengan menganalisis

6

Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung; PT. Remaja Rosdakarya, 2001), h. 68.

7


(22)

kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, para frase yang dipakai, dan sebagainya. Elemen-elemen yang terdapat dalam struktur tersebut antara lain: tematik, skematik, semantik, sintaksis, stilistik, dan retoris.8

Tabel 1.1 Struktur Wacana Van Dijk

Sumber: Eriyanto: Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media

Struktur Wacana Hal Yang Diamati Elemen

Struktur Makro Tematik

Tema atau topik yang dikedepankan dalam film Cinta Tapi Beda

Topik

Superstruktur Skematik

Bagaimana bagian dan urutan film film dikemas dalam teks/naskah film yang utuh

Skema

Struktur Mikro Semantik

Makna yang ingin ditekankan dalam film

Sintaksis

Bagaimana kalimat atau bentuk, susunan yang di pilih

Stilistik

Bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam film Cinta Tapi Beda

Retoris

Bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan

Latar, Detail,

Maksud, Peranggapan

Bentuk Kalimat, Koherensi, Kata Ganti

Leksikon

Grafis, Metafora, Ekspresi

Dua level lain dalam analisis wacana Teun A Van Dijk yaitu kognisi sosial dan konteks sosial. Kognisi sosial merupakan kesadaran mental penulis skenario dalam membentuk teks atau narasi. Sedangkan konteks sosial merupakan

8

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Cet. ke-4, (Jakarta; Kencana, 2007), h. 195.


(23)

9

nilai atau berita yang berkembang dan menyebar di masyarakat seputar film tersebut.

G. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian analisis wacana yang dikembangkan oleh Teun A Van Dijk.

Untuk mengkaji atau mendeskripsikan dan menganalisa dengan nalar kritis, maka digunakan pendekatan deskriptif – analitis. Tipe penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan hasil temuan penelitian secara sistematis, faktual, dan akurat yang disertai dengan petikan hasil wawancara.

Pengertian dari analisis deskriptif sendiri adalah suatu cara melaporkan data dengan menerangkan, memberi gambaran, dan mengualifikasikan serta menginterpretasikan data yang terkumpul secara apa adanya, setelah itu baru disimpulkan.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah film Cinta Tapi Beda yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo dan Hestu Saputra. Adapun objek penelitiannya adalah kisah percintaan beda agama yang terdapat dalam film Cinta Tapi Beda tersebut. Percintaan beda agama dalam film ini lebih spesifiknya kepada agama Islam dan agama Kristen Katolik.


(24)

3. Tahapan Penelitian a. Pengumpulan Data

Jika dikaitkan dengan analisis wacana Teun A Van Djik, maka pengumpulan data penelitian ini di dapatkan dari film Cinta Tapi Beda dan skenarionya, serta wawancara. Film merupakan sasaran utama dalam analisis, dari film itu penulis dapat mengambil beberapa unit scene yang ingin diteliti seputar percintaan beda agama, sedangkan skenario diperlukan guna mempertajam analisis wacana pada level teks (struktur makro, superastruktur, struktur mikro) sekaligus dapat dijadikan bahan pelengkap.

Wawancara merupakan metode pengambilan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Wawancara ini dilakukan sebagai pendukung untuk mengetahui analisis wacana Teun A Van Dijk yang mengkaji tentang level teks (struktur makro, superastruktur, struktur mikro) pada film Cinta Tapi Beda, level kognisi sosial dan level konteks sosial.

Dalam penelitian ini, penulis akan melakukan wawancara secara langsung kepada Suatradara film Cinta Tapi Beda, yaitu Hestu Saputra. Selain itu penulis juga mewawancarai Ustadz (ulama dalam agama Islam) dan Romo (ulama dalam agama Katolik) untuk melengkapi data pada analisis wacana dalam level konteks sosial.


(25)

11

b. Analisis Data

Analisis data menurut Patton adalah proses mengatur uraian data. Mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satu uraian dasar.9 Setelah semua data dan informasi yang sesuai dengan permasalahan penelitian terkumpul, selanjutnya penulis melakukan analisis terhadap data dan informasi tersebut. penulis akan menganalisisnya dengan menggunakan metode deskriptif, analisis wacana menurut Teun A Van Dijk untuk menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini.

H. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, penulis secara sistematis membagi dalam lima bab yang terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan meliputi; Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Kerangka Konsep, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II : Tinjauan Teoritis, di dalamnya diuraikan tentang metode-metode,

meliputi Wacana Percintaan Beda Agama, terdiri dari Menurut Agama Islam dan Menurut Agama Kristen Katolik; Wacana Film, terdiri dari Sejarah Film, Klasifikasi Film, Jenis-jenis Film, Perkembangan Film di Indonesia; Analisis Wacana, terdiri dari Konsep Analisis Wacana Teun A Van Djik.

9


(26)

BAB III : Gambaran umum film Cinta Tapi Beda. Bab ini menggambarkan secara umum film Cinta Tapi Beda karya Hanung Bramantyo dan Hestu Saputra, terdiri dari Latar Belakang Pembuatan Film Cinta Tapi Beda, Latar Belakang Pemilihan Artis, Sinopsis Film Cinta Tapi Beda, Tim Produksi Film Cinta Tapi Beda.

BAB IV : Temuan dan Analisis Data, di dalamnya dibahas tentang data dan hasil penelitian yang diperoleh peneliti dalam penelitiannya.


(27)

13 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Wacana Percintaan Beda Agama 1. Menurut Agama Islam

Cinta adalah sebuah emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Dalam konteks filosofi cinta merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih sayang. Cinta adalah suatu perasaan yang positif dan diberikan pada manusia atau benda lainnya. Bisa dialami semua makhluk. Secara terminologi penggunaan istilah cinta dalam masyarakat Indonesia dan Malaysia lebih dipengaruhi perkataan love dalam bahasa Inggris. Love digunakan dalam semua amalan dan arti untuk eros, philia, agape dan storge. Sedangkan secara etimologi terdapat beberapa bahasa, termasuk bahasa Indonesia atau bahasa Melayu apabila dibandingkan dengan beberapa bahasa mutakhir di Eropa, terlihat lebih banyak kosakatanya dalam mengungkapkan konsep ini. Termasuk juga bahasa Yunani kuno, yang membedakan antara tiga atau lebih konsep:

eros, philia, dan agape.1

Banyak yang mengartikan cinta dengan pemikiran yang sempit, salah satunya adalah hanya tertuju pada hubungan laki-laki dan perempuan. Cinta lebih dari itu. Hubungan dengan sesama makhluk ciptaan juga termasuk dalam lingkup cinta, baik kepada hewan maupun kepada tumbuhan dan

1

Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Cinta, diakses pada tanggal 1 Mei 2014, pukul 14:00 WIB.


(28)

lingkungan sekalipun. Terlebih lagi kepada Sang Pencipta cinta, tentu saja lebih wajib untuk dimasukkan dalam lingkup pengertian cinta itu sendiri.2

Percintaan beda agama dalam islam dapat diartikan sebagai percintaan antara seorang muslim dengan non-muslim. Islam mengajarkan kita berbuat baik kepada sesama umat manusia, berbuat baik kepada sesama muslim dan juga non muslim. Tetapi jika hubungan percintaan sepasang manusia yang berbeda agama, maka dalam Islam itu tidak boleh. Hal ini terdapat dalam Al-Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 221. Di dalam ayat ini ditegaskan oleh Allah tentang larangan bagi seorang muslim menikahi perempuan-perempuan musyrik dan larangan menikahi perempuan-perempuan mukmin dengan laki-laki musyrik, kecuali jika mereka telah beriman.3

Artinya: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.

2

Abu Musa Abdurrahim, Kitab Cinta:Perjalanan Menuju Surga, (Jakarta; Gema Insani, 2011), h. 20.

3

H Amirullah Syarbini, dan Dr. H. Hasbiyallah, Anda Bertanya Ustadz Menjawab, (Bandung; Ruang Kata, 2013), h. 165-166.


(29)

15

Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran (Qs. Al-Baqarah: 221).

Dalam ayat tersebut ditegaskan tentang ancaman terhadap seseorang yang berhubungan dengan orang-orang musyrik karena mereka mengajak kepada kekufuran dengan prilaku, ucapan dan perbuatan mereka, dengan demikian berarti mereka mengajak kepada neraka. Al-Qur‟an Surat Al -Baqarah ayat 221 tersebut umum untuk seluruh wanita musyrik, lalu dikhususkan oleh ayat dalam surat Al-Maidah ayat 5 tentang bolehnya menikahi wanita ahli kitab, sebagaimana Allah berfirman,

Artinya: Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi (Qs. Al-Maidah: 5).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa seorang muslim dilarang membawa seorang musyrik yang tidak beriman untuk dijadikan istri. Dalam ayat tersebut Allah menyebutkan hukum haramnya seorang mukmin atau wanita


(30)

mukmin menikah dengan selain agama mereka. Dalam firman Allah tersebut “..sebelum mereka beriman..” hal ini menunjukkan bahwa ketika

label kemusyrikan pada diri seseorang telah hilang maka halal dinikahi, dan sebaliknya ketika label kemusyrikan tersebut masih ada maka haram menikahinya.4

Pada intinya percintaan beda agama dalam agama Islam diharamkan. Keharamannya bersifat mutlak, artinya wanita Islam mutlak haram menikah dengan laki-laki selain Islam, baik laki-laki musyrik atau Ahlil kitab. Tidak bolehnya wanita muslimah menikah dengan orang yang berbeda agama dikuatkan oleh firman Allah dalam surat Al-Mumtahanah ayat 10. “..mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal pula bagi mereka...” (Qs. Al-Mumtahanah: 10).5

Bagaimanapun faktor agama merupakan patokan seseorang dalam setiap mengambil keputusan terutama dalam hal memilih pasangan. Sebab pasangan hidup nukanlah benda mati yang dapat kita ganti sekehendak hati kita. Di dalam Islam terdapat anjuran untuk menikahi wanita karena agamanya. Jabir RA memberitahukan, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya wanita itu dinikahi oleh karena agamanya, hartanya, dan kecantikannya. Maka pilihlah yang beragama.” (HR. Muslim & Tarmidzi).6

4

Bachtiar Nasir, Anda Bertanya Kami Menjawab, (Jakarta; Gema Insani, 2012), h. 348. 5

H Amirullah Syarbini, dan Dr. H. Hasbiyallah, Anda Bertanya Ustadz Menjawab, (Bandung; Ruang Kata, 2013), h. 166.

6

Syamsul Rijal Hamid, Tuntutan Perkawinan Dalam Islam, (Bogor; Cahaya Islam, 2012), h. 78.


(31)

17

2. Menurut Agama Kristen Katolik

Sama halnya seperti dalam agama Islam, agama Katolik juga menganjurkan umatnya untuk berbuat baik kepada sesama, baik itu dengan orang yang dibaptis dan orang yang tidak dibaptis. Percintaan beda agama menurut agama Kristen Katolik merupakan hubungan antara orang Katolik (sudah dibaptis) dengan orang yang tidak dibababtis. Dalam ajaran katolik, seseorang boleh berhubungan dengan orang yang berbeda agama, karena menurut ajaran mereka hal itu merupakan hak asasi manusia, jadi siapapun bebas menentukan siapa pasangan hidupnya.7

Dalam Katolik tidak ada larangan untuk berhubungan cinta antara orang Katolik dengan agama lain. Walaupun begitu, pada dasarnya dalam agama Katolik juga menginginkan hubungan yang seimbang dan bahagia dalam kehidupan berkeluarga. Maksud dari hubungan yang seimbang dan bahagia itu adalah hubungan yang terjalin antara lelaki dan perempuan yang memiliki keyakinan yang sama agar kehidupan mereka akan lebih seimbang dan bahagia.

Dalam perkawinan Katolik, pernikahan antara umat Katolik dengan umat lainnya disebut sebagai kawin campur. Perkawinan campur menurut KHK adalah perkawinan antara orang Katolik (dibaptis dalam Greja Katolik atau diterima di dalamnya) dan orang yang dibaptis non-Katolik. Sedangkan yang dimaksud dengan perkawinan beda agama adalah perkawinan antara orang Katolik (dibaptis dalam Greja Katolik atau diterima di dalamnya) dan

7

Kriswanta, Tanya Jawab Tentang Perkawinan Secara Katolik, (Yogyakarta; Kinanius, 2012), h. 37.


(32)

orang yang tidak dibaptis. Perkawinan campur dalam Gereja Katolik adalah perkawinan yang dilangsungkan antara orang Katolik dan bukan Katolik dan disahkan secara gerejawi. Bisa terjadi perkawinan antara Katolik-Islam, Katolik-Kristen, Katolik-Hindu, Katolik-Budha, Katolik Khong Hu Cu, atau yang lainnya.8

Pada intinya dalam Katolik diperbolehkan menjalin hubungan atau menikah berbeda agama, tetapi ada syaratnya dan tidak diperbolehkan menikah begitu saja. Yang idealnya adalah orang Katolik menikah dengan sesama orang Katolik, tetapi tidak semua kondisi selalu ideal. Maka, gereja Katolik memberi kemungkinan adanya perkawinan campur dengan syarat-syarat yang ditentukan oleh Gereja Katolik.9

Walaupun itu merupakan kebebasan setiap orang, tetapi mereka memiliki asas-asas hukum agama, yaitu hukum kanonik yang harus dipatuhi oleh kedua belah pihak dalam menjalani hubungan mereka, terutama bagi yang ingin menikah beda agama. Perkawinan beda agama dalam Katolik tidak menuntut pihak selain Katolik menjadi Katolik terlebih dahulu. Justru karena mereka ingin mempertaankan perbedaan itu, maka dikenal perkawinan beda agama, dan greja dengan alat hukumnya menyediakan sarana untuk membantu perkawinan beda agama agar tetap sah dan layak.10

B. Wacana Film 1. Pengertian Film

8

Kriswanta, Tanya Jawab Tentang Perkawinan Secara Katolik, h. 35. 9

Kriswanta, Tanya Jawab Tentang Perkawinan Secara Katolik, (Yogyakarta; Kinanius, 2012), h. 35.

10


(33)

19

Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual di belahan dunia ini. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di bioskop, film televisi dan film video laser setiap minggunya.11 Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia, film adalah selaput tipis yang dibuat dari selluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau tempat gambar positif (yang akan dimainkan di bioskop).12 Secara etimologis, film adalah susunan gambar yang berada dalam selluloid

kemudian diputar dengan menggunakan proyektor, dan bisa ditafsirkan dengan berbagai makna.13

Menurut Onong Uchyana Effendi film merupakan medium komunikasi yang ampuh, bukan saja untuk hiburan, tetapi juga untuk penerangan dan pendidikan. Film dikenal dengan movie yang mengandung arti gambar hidup, dan bioskop.14

Film juga merupakan fenomena sosial, psikologi dan estetika yang komplek. Dalam pengertian lain, film adalah dokumen yang terdiri dari cerita dan gambar yang diiringi kata-kata dan musik.15 Saat ini film tidak lagi dimaknai sebagai karya seni (films as art) saja, tetapi lebih sebagai “komunikasi massa”. Terjadinya pergeseran perspektif ini, paling tidak telah

11

Ardianto, Elvinaro dan Lukati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Bandung; Simbiosa Rekatama Media, 2007), h. 134.

12

Eko Endarmoko, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Gramedia, 2006) h. 180. 13

Gatot Prakoso, Film Pinggiran-Analogi Film Pendek, Eksperimental & Documenter, (Jakarta; Fatma Press, 1977), h. 22.

14

John M Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta; PT Gramedia, 2000), h. 387.

15

Sean Mc Bride, Komunikasi dan Masyarakat Sekarang dan Masa Depan: Aneka Suara dan Satu Dimensi,(Jakarta; PN Balai Pustaka, UNESCO, 1983), h. 120.


(34)

mengurangi bias normatif dari teoritisi film yang cenderung membuat lokalisasi dan karena itu film mulai diletakkan secara obyektif.16

Salah satu kelebihan yang dimiliki film, baik yang ditayangkan lewat tabung televisi maupun layar perak, film mampu menampilkan realitas kedua dari kehidupan manusia. Kisah-kisah yang ditayangkan lebih bagus dari kondisi nyata sehari-hari, atau sebaliknya bisa menjadi lebih buruk. 17

Film merupakan produk komunikasi massa yang sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia. Kerjanya ibarat jarum hipodermik atau peluru yang banyak dicetuskan oleh pakar ilmu komunikasi, dimana kegiatan mengirimkan pesan sama halnya dengan tindakan menyuntikkan obat yang dapat langsung merasuk ke dalam jiwa penerima pesan.18

Film dapat dikatakan sebagai media komunikasi yang unik dibandingkan dengan media lainnya, karena sifatnya yang bergerak secara bebas dan tetap, penerjemahannya langsung melalui gambar-gambar visual dan suara yang nyata, juga memiliki kesanggupan untuk menangani berbagai subjek yang tidak terbatas ragamnya.19

Industri film disebut juga sebagai industri yang dibangun dari mimpi karena sifatnya yang imajinatif dan sebagai media kreatif.20 Industri film adalah industri bisnis. Predikat ini telah menggeser anggapan orang yang

16

Budi Irwanto, Film, Ideologi: Hegemoni Militer dalam Sinema Indonesia, (Yogyakarta; Aksara, 2005), h. 11.

17

Rivers, William, dkk, Media Massa dan Masyarakat Modern, (Jakarta; Kencana, 2008), h. 199.

18

Morrisan, Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi, (Tangerang: Ramdina Prakarsa, 2005), h. 12.

19

Adi Pranajaya, Film dan Masyarakat Sebuah Pengantar, (Jakarta; BPSDM Citra Pusat Perfilman, 2000), h. 6.

20

Shirley Biagi, Media/Impact Pengantar Media Massa, (Jakarta; Salemba Humanika, 2010), h. 168.


(35)

21

masih meyakini bahwa film adalah karya seni, yang diproduksi secara kreatif dan memenuhi imajinasi orang-orang yang bertujuan memperoleh estetika (keindahan) yang sempurna. Meskipun pada kenyataannya adalah bentuk karya seni, industri film adalah bisnis yang memberikan keuntungan, kadang-kadang menjadi mesin uang yang seringkali, demi uang, keluar dari kaidah artistik film itu sendiri.21

2. Sejarah Film

Film atau motion pictures ditemukan dari hasil pengembangan prinsip-prinsip fotografi dan proyektor.22 Film tidak ditemukan oleh satu orang. Pertama, perangkat untuk foto objek bergerak harus ditemukan, kemudian diikuti dengan alat untuk menampilkan foto-foto itu. Proses ini melibatkan enam orang: Etienne Jules Marey, Eadweard Muybridge, Thomas Edison, William K.L Dickson, Auguste, dan Louis Lumiere.23

Gerakan menari seorang wanita merupakan salah satu gambar yang ditangkap oleh Eadweard Muybridge yang menjadi awal ditemukannya rangkaian gerak pada film. Percobaan Muybridge menyebabkan perkembangan kamera film pertama.24 Semua film pada awal permulaan adalah hitam-putih dan tanpa suara. Suara baru ditemukan ke dalam film pada tahun 1920-an dan eksperimen warna dimulai pada tahun 1930-an.

21

Elvinaro Ardianto, dan Lukati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Bandung; Simbiosa Rekatama Media, 2007), h. 134.

22

Elvinaro Ardianto, dan Lukati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, h. 134.

23

Shirley Biagi, Media/Impact Pengantar Media Massa, (Jakarta; Salemba Humanika, 2010), h. 171.

24


(36)

Dua pembuat film yang mempengaruhi perkembangan film menjadi seni adalah: Georges Melies dan Edwin S. Porter.25

Film pertama yang dikenalkan kepada publik Amerika Serikat adalah

The Life Of art American Fireman dan film The Great Train Robbery yang dibuat oleh Edwin S. Porter pada tahun 1903. Pada tahun 1906 sampai 1916 merupakan periode paling penting dalam sejarah perfilman di Amerika Serikat, karena pada decade ini lahir film feature, lahir juga bintang film serta pusat perfilman yang dikenal sebagai Hollywood. Periode ini disebut sebagai the age of Griffith karena David Wark Griffith-lah yang telah membuat film sebagai media yang dinamis.26

Griffith memperoleh gaya berakting yang lebih alamiah, organisasi cerita yang makin baik, dan yang paling utama mengangkat film sebagai media yang memiliki karakteristik unik, dengan gerakan-gerakan kamera yang dinamis, sudut pengambilan gambar yang baik, serta teknik edit yang baik. Apabila film permulaannya merupakan film bisu, maka pada tahun 1927 di Broadway Amerika Serikat muncul film bicara yang pertama meskipun belum sempurna.27

Sejarah film dunia mengajarkan tentang perkembangan film dari mulai film bisu (tanpa suara), yang kemudian mampu mencangkok teknologi suara, dan menjadi film yang bersuara. Hal ini mengakibatkan

25

Shirley Biagi, Media/Impact Pengantar Media Massa, h. 174. 26

Elvinaro Ardianto, dan Lukati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Bandung; Simbiosa Rekatama Media, 2007), h. 134.

27

Elvinaro Ardianto, dan Lukati Komala Erdiana, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, h. 135.


(37)

23

jumlah penonton dua kali lipat lebih banyak. Demikian juga kemampuan film yang awalnya tidak berwarna (hitam putih) menjadi berwarna.

Meskipun film sebagai penemuan teknologi baru telah muncul pada akhir abad kesembilan belas, film berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu, serta menyajikan cerita peristiwa, musik, drama, lawak, dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum.28

3. Klasifikasi Film

Klasifikasi film atau genre dalam film berawal dari klasifikasi drama yang lahir pada abad XVIII. Klasifikasi drama tersebut muncul berdasarkan atas jenis manusia dan tanggapan manusia terhadap hidup dan kehidupan.29 ada beberapa jenis naskah drama saat itu, di antaranya ada lelucon, banyolan, opera balada, komedi sentimental, komedi tinggi, tragedi borjois dan tragedi neoklasik. Selanjutnya berbagai macam jenis drama itu diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu: tragedi (duka cita), komedi (drama ria), melodrama, dagelan (farce).30

Seiring berkembangnya zaman dan dunia perfilman, genre dalam filmpun mengalami sedikit perubahan. Namun, tetapi tidak menghilangkan

28

Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Jakarta; Erlangga, 1987), h. 13.

29

John M Echols, dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta; PT Gramedia, 2000), h. 265.

30

Hermawan J Waluyo, Drama: Teori dan Pengajarannya, (Yogyakarta; PT Hanindita, 2003), cet. Ke-2, h. 38.


(38)

keaslian dari awal pembentukannya. Sejauh ini diklasifikasikan menjadi lima jenis, yaitu:31

a. Komedi, film yang mendeskripsikan kelucuan, kekonyolan, kebanyolan pemain (aktor/aktris). Sehingga alur cerita dalam film tidak kaku, hambar, hampa, ada bumbu kejenakaan yang dapat membuat penonton tidak bosan.

b. Drama, film yang menggambarkan realita (kenyataan) di sekeliling hidup manusa. Dalam film drama, alur ceritanya terkadang dapat membuat penonton tersenyum, sedih, dan meneteskan air mata.

c. Horror, film beraroma mistis, alam ghaib, dan spiritual. Alur ceritanya bisa membuat jantung penonton berdegup kencang, menegangkan, dan berteriak histeris.

d. Musikal, film yang penuh dengan nuansa musik. Alur ceritanya sama seperti drama, hanya saja di beberapa bagian adegan dalam film para pemain (aktor/aktris) bernyanyi, berdansa, bahkan beberapa dialog menggunakan musik (seperti bernyanyi).

e. Laga (action), film yang dipenuhi aksi, perkelahian, tembak-menembak, kejar-kejaran, dan adegan-adegan berbahaya yang mendebarkan. Alur ceritanya sederhana, hanya saja dapat menjadi luar biasa setelah dibumbui aksi-aksi yang membuat penonton tidak beranjak dari kursi.

31

Ekky Imanjaya, Who Not: Remaja Doyan Nonton, (Bandung; PT Mizan Budaya Kreativa, 2004), h. 104.


(39)

25

4. Jenis-jenis Film

Menurut Elvinaro dan Lukiati dalam bukunya Komunikasi Masssa Suatu Pengantar, film dapat dikelompokkan pada jenis film cerita, film berita, film dokumenter dan film kartun.32

a. Film cerita (story film) merupakan film yang mengandung suatu cerita yang lazim dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop dengan bintang film tenar dan film ini biasanya didistribusikan sebagai barang dagangan.

b. Film berita (newsreel) adalah film yang mengkaji tentang fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi. Karena sifatnya berita, maka film yang disajikan kepada publik harus mengandung nilai berita (news value) yang penting dan menarik.

c. Film dokumenter (documentary film) didefinisikan oleh Robert Flaherty sebagai “karya ciptaan mengenai kenyataan (creative treatment off actually)”. Film dokumenter merupakan hasil dari interpretasi pribadi (pembuatnya) mengenai kenyataan tersebut.

d. Film Kartun (cartoon film) dibuat untuk konsumsi anak-anak. Sebagian besar film kartun, sepanjang film itu diputar akan membuat kita tertawa karena kelucuan-kelucuan dari pada tokoh pemainnya, karena inti dari tujuan film kartun adalah menghibur.

32

Elvinaro Ardianto, dan Lukati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Bandung; Simbiosa Rekatama Media, 2007), h.138-140.


(40)

5. Perkembangan Film di Indonesia

Film pertama yang diputar di Indonesia adalah film Lady Van Java

yang diproduksi di Bandung tahun 1926 oleh David. Film pada waktu itu masih merupakan film bisu. Film bicara pertama di Indonesia berjudul

Terang Bulan yang dibintangi oleh Roekiah dan R. Mochtar berdasarkan naskah seorang penulis Indonesia Saerun.33

Di penghujung tahun 1941 Perang Asia Timur Raya pecah. Dunia filmpun berubah wajah. Perusahaan-perusahaan film, seperti Wong Brothers, South Pacific, dan Multi Film diambil alih oleh Jepang, ketika pemerintah Belanda sebagai penguasa di Indonesia menyerah kalah kepada balatera Jepang34.

Pada saat itu, semua perusahaan perfilman yang diusahakan oleh Belanda dan Cina berpindah kepada pemerintah Jepang. Namun saat bangsa Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaannya, maka pada tanggal 6 Oktober 1945 perusahaan film diserahkan secara resmi kepada Pemerintah Republik Indonesia.35

Sejak tanggal 6 Oktober 1945 lahirlah Berita Film Indonesia atau BFI bersamaan dengan pindahnya Pemerintah RI dari Yogyakarta, BFI pun

33

Ardianto Elvinaro, dan Lukati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Bandung; Simbiosa Rekatama Media, 2007), h. 135.

34

Onong Uchjana, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung; Citra Aditya Bakti, 2003), h. 217.

35

Ardianto Elvinaro, dan Lukati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, h. 135.


(41)

27

pindah dan bergabung dengan Perusahaan Film Negara, yang pada akhirnya mengganti nama menjadi Perusahaan Film Nasional.36

Dengan menginjak dekade tahun 50-an, dunia film Indonesia memasuki alam yang cerah. Tampaklah kegiatan yang dilakukan para sineas film nasional dalam bentuk perusahaan-perusahaan film. Garis grafik yang menarik untuk mencapai puncaknya yaitu pada tahun 1955 dengan adanya 59 judul film. Pada tahun itulah diadakan Festival Film Indonesia (FFI) pertama.37

Pada tahun 1959 grafik perfilman di Indonesia terus menurun dengan hanya adanya 17 judul film. Banyak faktor yang menyebabkan turunnya produksi film. Pertama adalah pergolakan politik, seperti pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) atau perjuangan semesta (PERMESTA), yang dengan sendirinya mempengaruhi bidang ekonomi. Kedua, yaitu saingan dari film-film luar negri seperti India, Filiphina, Melayu dan Amerika yang muncul dengan film-film berwarnanya.38

Dunia perfilman semakin suram dengan adanya gerakan komunis PKI, yang memanfaatkan politik sebagai panglima.hingga akhirnya kegiatan mereka terhenti karena terjadinya peristiwa G 30 S/PKI tahun 1965. Kemudian tahun 1967 produksi film Nasional mulai kembali membaik dan muncullah berbagai jenis dan tema film, sehingga memacu banyak produksi

36

Ardianto Elvinaro, dan Lukati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, h. 136.

37

Onong Uchjana, Ilmu Teori dan FIlsafat Komunikasi, (Bandung; Citra Aditya Bakti, 2003), h. 218.

38


(42)

film untuk memproduksi film, yang menyebabkan perfilman Indonesia meningkat.39

Pada tahun 1970, film masih menunjukan udara segarnya dengan dibantu oleh kebijaksanaan pemerintah Orde Baru. Pada tahun itu pulalah berdiri Akademi Sinematografi dari Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) yang kini dikenal dengan nama Institut Kesenian Jakarta (IKJ), sebagai satu-satunya akademi di bidang perfilman.40

Karena ketidakjelasan skema investasi film di Indonesia, Usmar Ismail mendirikan PERFINI (Perusahaan Film Nasional Indonesia). Kemudian ditetapkanlah Hari Film Nasional yang jatuh pada tanggal 30 Maret, sehingga film baru diakui pemerintah pada masa pasca reformasi di tahun 1999.

Perkembangan film Indonesia pasca reformasi semuanya dimulai pada tahun 1998. Kemudian di awal tahun 2000, pencerahanpun mulai terjadi pada dunia perfilman di Indonesia, dengan jumlah penonton yang semakin meningkat. Sampai saat inipun perfilman Indonesia telah mengalami banyak perubahan dan kemajuan, serta mampu bersaing dengan film-film luar negri, terbukti dengan banyak diperolehnya penghargaan oleh sineas Indonesia di ajang festival internasional.

C. Analisis Wacana

1. Konsep Analisis Wacana

39

Tony Ryanto, Film Indonesia Sudah Tumbuh, (Jakarta; Pintar Press, Persatuan Perusahaan Film Indonesia), h. 38.

40


(43)

29

Istilah wacana berasal dari bahasa sansekerta wac/wak/vak yang memiliki arti „berkata‟ atau „berucap‟. Kemudian kata tersebut mengalami perubahan menjadi wacana. Kata „ana‟ yang berada dibelakang adalah bentuk sufiks (akhiran) yang bermakna membedakan (nominalisasi). Dengan demikian, kata wacana dapat diartikan sebagai perkataan atau tuturan. Dalam kamus bahasa Jawa kuno Indonesia karangan Wojowasito terdapat kata waca yang berarti baca, wacaka berarti mengucapkan dan kata wacana berarti perkataan.41

Kata “wacana” banyak digunakan oleh berbagai bidang ilmu pengetahuan mulai dari ilmu bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra, dan sebagainya. Namun demikian, secara spesifik pengertian, definisi, dan batasan istilah wacana sangat beragam. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan lingkup dan disiplin ilmu yang memakai istilah wacana tersebut.42

Analisis wacana adalah ilmu baru yang muncul beberapa puluh tahun belakangan ini. Aliran-aliran linguistik selama ini membatasi penganalisaannya hanya kepada soal kalimat dan barulah belakangan ini sebagai ahli bahasa mengalihkan perhatiannya kepada penganalisisan wacana.43

Analisis wacana merupakan studi tentang struktur pesan dalam komunikasi. Lebih tepatnya lagi, analisis wacana adalah telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa. Analisis wacana lahir karena adanya persoalan

41

Dedy Mulyana, Kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis Wacana, (Yogyakarta; Tiara Wacana, 2005), h. 3.

42

Aris Badara, Analisis Wacana: Teori, Metode, dan Penerapannya Pada Wacana Media, (Jakarta; Kencana, 2012), h. 16.

43

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing,(Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 47.


(44)

dalam komunikasi, bukan hanya terbatas pada penggunaan kalimat atau bagian kalimat, serta fungsi ucapan, tetapi juga mencakup struktur pesan yang lebih kompleks dan inheren yang disebut wacana.44

Sebuah tulisan adalah sebuah wacana. Tetapi, apa yang dinamakan wacana itu tidak perlu hanya sesuatu yang tertulis seperti diterangkan dalam kamus Webster; sebuah pidato pun adalah wacana juga. Jadi, wacana bisa dibagi menjadi wacana lisan dan wacana tertulis.45 Analisis wacana tidak terlepas dari pemaknaan kaidah berbagai cabang ilmu bahasa, seperti halnya semantik, sintaksis, morfologi, dan fonologi.46

Secara sederhana, wacana merupakan cara objek atau ide diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga menimbulkan pemahaman tertentu yang tersebar luas. Sedangkan secara umum wacana merupakan rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun nonmental bahasa.47 Secara ringkas dan sederhana, teori wacana menjelaskan sebuah peristiwa terjadi seperti terbentuknya sebuah kalimat atau pernyataan, karena itulah ia dinamakan analisis wacana.48

44

Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 48. 45

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 10.

46

Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 48. 47

Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 11. 48

Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta; LKiS, 2000), h. 344.


(45)

31

2. Analisis Wacana Teun A. Van Dijk

Wacana menurut Van Dijk merupakan bangunan teoritis yang abstrak (the abstrack theoretical construck).49 Wacana belum dapat dilihat sebagai perwujudan fisik bahasa. Adapun perwujudan wacana adalah teks.50 Van Dijk melihat wacana lebih kepada wacana tulis atau teks. Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur atau tingkatan yang satu sama yang lain berhubungan dan saling mendukung yang dibaginya ke dalam tiga tingkatan, yaitu struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro. Makna global dari suatu teks didukung oleh kerangka teks dan pada akhirnya mempengaruhi pemilihan kata dan kalimat.51

Dalam pandangan Van Dijk segala teks bisa dianalisis dengan menggunakan elemen-elemen seperti tematik, skematik, semantik, sintaksis, stilistik, dan retoris. Meski terdiri dari beberapa elemen, semua elemen itu merupakan suatu kesatuan, saling berhubungan, dan mendukung satu sama lainnya. Untuk memperoleh gambaran ihwal elemen-elemen struktur wacana tersebut, berikut adalah penjelasan singkat mengenai elemen-elemen tersebut:

a. Teks

1) Struktur Makro

a. Tematik

49

Aris Badara, Analisis Wacana: Teori, Metode, dan Penerapannya Pada Wacana Media, (Jakarta; Kencana, 2012), h. 17.

50

Abdul Rani, Analisis Wacana Sebuah Kajian, (Malang; Bayu Media, 2003), h. 4. 51

Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta; LKiS, 2000), h. 225-226.


(46)

Elemen tematik merupakan gambaran umum dari suatu teks. Disebut juga sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari sebuah teks. Topik menunjukkan informasi yang paling penting atau inti pesan yang ingin disampaikan oleh komunikator. Dari topik ini kita bisa mengetahui masalah dan tindakan yang diambil oleh komunikator dalam mengatasi suatu masalah. Tindakan, keputusan, atau pendapat dapat diamati pada struktur makro dari suatu masalah.52

Tema sebuah wacana akan tampak dalam pengembangan wacana. Temapun akan memandu alur pengembangan sebuah wacana lisan maupun tulisan.53 Intinya, tematik merupakan strtuktur yang menjelaskan tentang tema yang diambil dari sebuah film.

2) Superstruktur

a. Skematik

Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti. Jadi, jika topik menunjukkan makna umum dari suatu wacana, maka struktur skematik atau suprastruktur menggambarkan bentuk umum dari suatu teks.54

52

Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta; LKiS, 2000), h. 230.

53

JD Parera, Teori Semantik, (Jakarta; Erlangga, 2004), h. 233. 54


(47)

33

Alur memberikan tekanan dalam suatu teks, bagian mana yang berada di awal, dan bagian mana yang berada di akhir, hal itu juga bisa sebagai strategi untuk menyembunyikan informasi yang penting. Intinya skematik merupakan bentuk umum dari sebuah teks yang berkaitan dengan judul. Skematik mempelajari tentang bagaimana alur atau suasana teks dibuat.55

3). Struktur Mikro

a. Semantik

Pengertian umum semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna suatu bahasa. Semantik dalam skema Van Djik dikategorikan sebagai makna lokal, yakni makna yang muncul dari hubungan antar kalimat, hubungan antar proposisi yang membangun makna tertentu dalam suatu bagunan teks. Semantik tidak hanya mendefinisikan bagian mana yang terpenting dari struktur wacana, tetapi juga yang mengiringi kearah sisi tertentu dari suatu peristiwa. Pada intinya, semantik membahas tentang makna yang ditekankan dalam sebuah teks dan membahas tentang hubungan antar kalimat yang mempunyai makna tertentu dalam sebuah teks yang mempunyai makna tersirat.

Terdapat beberapa strategi semantik yaitu pertama; latar. Latar merupakan bagian berita atau cerita yang mempengaruihi semantik (arti) yang ditampilkan. Latar yang dipilih menentukan kemana arah

55

Alex Sobur, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing,(Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 78.


(48)

pandangan khalayak dibawa. Tujuan dari latar teks ini adalah membongkar apa maksud yang ingin disampaikan oleh pembuat teks.

Kedua; detail. Elemen wacana detail berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang (komunikator/penulis skenario). Komunikator menampilkan informasi yang menguntungkan dirinya dan citra baik secara berlebihan dan digambarkan secara mendetail. Dalam hal ini penulis skenario secara sengaja membuat sesuatu secara mendetail dengan tujuan menciptakan citra tertentu kepada khalayak.

Ketiga; maksud. Elemen ini hampir sama dengan detail. elemen maksud melihat informasi yang menuntungkan komunikator dan akan dirugikan secara eksplisit dan jelas. Sebaliknya informasi yang merugikan akan disampaikan secara tersamar, implisit dan tersembunyi. Tujuan akhir dari maksud adalah memberikan informasi yang menguntungkan komunikator. Keempat; peranggapan. Elemen ini merupakan pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks, dan biasanya pernyataan tersebut dipandang terpercaya sehingga tidak perlu dipertanyakan kembali. Disebut peranggapan karena pernyataan tersebut merupakan kenyataan yang belum terjadi, namun didasarkan pada anggapan yang masuk akal.56

b. Sintaksis

Secara terminologi, kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani (sun = dengan + tattei = menempatkan), berarti menempatkan

56

Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing,(Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 78-79.


(49)

35

bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. Dapat dikatakan bahwa sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, kalusa, dan frase. Inti dari sintaksis adalah mengelompokkan kata-kata menjadi sebuah kalimat.57

Dalam sintaksis ada beberapa strategi elemen yang mendukung,

pertama; koheren. Koheren adalah pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta, ide yang menjadi suatu untaian yang logis sehingga mudah memahami pesan yang dikandungnya. Koherensi dalam analisis wacana adalah pertalian dan jalinan antar kata, proposisi atau kalimat. Dua buah kalimat atau proposisi yang menggambarkan fakta berbeda dapat dihubungkan dengan memakai koheren. Sehingga fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan ketika komunikator menghubungkannya. Koherensi dapat ditampilkan melalui sebab akibat, bisa juga sebagai penjelas dan mudah untuk diamati. Di antaranya kata hubung yang dipakai (dan, akibat, tetapi, lalu, karena, meskipun) menyebabkan makna berlainan ketika hendak menghubungkan proposisi.58

Kedua; bentuk kalimat. Bentuk kalimat adalah bentuk sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas, logika kausalitas, akan diterjemahkan dalam bahasa menjadi susunan

57

Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 80.

58


(50)

subjek (yang menerangkan) dan predikat (yang diterangkan). Bentuk kalimat bukan hanya persoalan teknis kebenaran tata bahasa, tetapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat. Dalam kalimat yang berstruktur aktif, seseorang yang menjadi subjek dari pernyataannya, sedangkan dari struktur pasif seseorang menjadi objek dari pernyataannya. Penempatan itu dapat mempengaruhi makna timbul karena akan menunjukkan bagian mana yang lebih ditonjolkan kepada khalayak.59

Ketiga; kata ganti. Kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti timbul untuk menghindari pengulangan kata dalam kalimat-kalimat berikutnya dan menghindari segi-segi yang negatif. Dalam analisis wacana, kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukkan dimana posisi seseorang dalam wacana. Dalam mengungkapkan sikapnya, seseorang dapat menguraikan kata ganti “saya” atau “kami” yang menggambarkan bahwa sikap tersebut adalah sikap resmi komunikator semata-mata. Tetapi ketika memakai kata ganti “kita” menjadi sikap tersebut sebagai representasi dari sikap bersama dari suatu komunitas tertentu.60

59

Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 81.

60


(51)

37

c. Stilistik

Pusat perhatian stilistika adalah style, yaitu cara yang digunakan seorang pembicara atau penulis untuk menyatakan maksud dengan menggunakan bahasa sebagai sarana. Apa yang disebut gaya bahasa itu sesungguhnya terdapat dalam segala ragam bahasa: ragam lisan dan tulisan, ragam sastra dan ragam non sastra, karena gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu oleh orang tertentu untuk maksud tertentu. Akan tetapi secara tradisional gaya bahasa selalu ditautkan dengan teks sastra, khususnya teks secara tertulis. Intinya, stilistik merupakan kata yang digunakan untuk mengkonstruksi wacana, atau gaya bahasa yang digunakan oleh penulis.61

d. Retoris

Strategi dalam level retoris merupakan gaya yang diungkapkan ketika seseorang berbicara atau menulis. Misalnya dengan pemakaian kata yang berlebihan (hiperbolik) atau bertele-tele. Retoris mempunyai fungsi persuasif, dan berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu ingin disampaikan kepada khalayak.62

Van Dijk membagi elemen retoris menjadi tiga bagian, pertama; grafis. Grafis merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh

61

Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 82.

62


(52)

seseorang yang dapat diamati dari teks. Dalam wacana skenario, grafis biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan tulisan lain (pemakaian huruf tebal, miring, garis bawah, dan huruf yang dibuat dengan ukuran besar). Bagian yang ditulis berbeda adalah bagian yang dipandang penting oleh komunikator, di mana ia menginginkan khalayak menaruh perhatian lebih pada bagian tersebut.63

Kedua; metafora. Metafora merupakan ornamen atau bumbu dari suatu berita atau script film. Metafora tertentu dipakai oleh pembuat teks secara strategis sebagai landasan berpikir, alasan pembenar atas pendapat atau gagasan tertentu kepada publik. Pembuat teks menggunakan kepercayaan masyarakat, ungkapan sehari-hari, peribahasa, pepatah, petuah, leluhur, kata-kata kuno, yang semuanya dipakai untuk memperkuat pesan utama.

Ketiga: ekspresi. Ekspresi dimaksudkan untuk membantu menonjolkan atau menghilangkan bagian tertentu dari teks yang disampaikan. Elemen ini merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh seseorang yang dapat diamati dari teks. Dalam teks tertulis, ekspresi ini muncul misalnya dalam bentuk grafis, gambar atau foto, sedangkan dalam film, ekspresi biasanya muncul dari wajah pemain

63

Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta; LKiS, 2000), h. 259.


(53)

39

atau biasanya kalimat yang dilontarkan yang berasal dari teks skenario. 64

b. Kognisi Sosial

Kognisi sosial adalah titik kunci dalam memahami sebuah produksi teks atau cerita, maksudnya adalah selain meneliti teks, penulis juga meneliti proses terbentuknya teks. Kognisi sosial menggambarkan bagaimana kesadaran mental penulis skenario membentuk teks. Untuk mengetahui hal tersebut, maka diperlukan wawancara mendalam kepada penulis skenario.65

c. Konteks Sosial

Menurut Van Dijk, wacana yang terdapat dalam sebuah teks adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk meneliti suatu teks perlu dilakukan wawancara seputar bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi dalam masyarakat. Pada intinya, konteks sosial itu berhubungan dengan pengetahuan yang berkembang dalam masyarakat atas suatu wacana.66

64

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 259. 65

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta; LKiS, 2000), h. 259-260.

66


(54)

40

A. Latar Belakang Pembuatan Film Cinta Tapi Beda

Film Cinta Tapi Beda merupakan film bergendre Drama dengan durasi 96 menit yang diproduksi oleh Multivision Plus Picture (MVP Picture).“Bikin film itu yang dekat sama kamu, itu pointnya” ungkap Hestu Saputra sebagai Sutradara dalam film Cinta Tapi Beda saat diwawancarai. Film ini merupakan kisah nyata yang dialami oleh sang Sutradara itu sendiri, ia beragama Katolik dan kekasihnya beragama Islam. Selain itu banyak dikalangan masyarakat yang memiliki permasalahan yang sama dengannya.

Hestu Saputra dilahirkan dan dibesarkan di Jawa, tepatnya di kota Yogyakarta. Kakek dan Neneknya berkepercayaan kejawen. Seiring perkembangan zaman, keluarga mereka butuh sesuatu yang konkrit dan akhirnya mereka memilih agama Katolik sebagai agama mereka. Dalam keluarga besarnya tidak sedikit saudara-saudaranya yang melangsungkan pernikahan beda agama. Kakak dari Hestu Saputra sendiri adalah seorang mualaf. Jadi dalam keluarga besarnya memang terjadi hal seperti itu. Dan atas dasar itulah Hestu Saputra memberikan ide cerita dengan latar belakang persoalan tersebut kepada Hanung Bramantyo yang saat itu adalah gurunya bahwa ia ingin membuat film yang melatar belakangi tentang percintaan beda agama. Akhirnya ide itu diterima oleh


(55)

41

Hanung Bramantyo dan mereka sepakat membuat film dengan tema besar percintaan beda agama tersebut.1

Sebelum ia membuat film ini ia melakukan observasi terlebih dahulu dengan mendatangi orang-orang dan menceritakan tentang film yang ingin ia buat. Respon dari orang-orang tersebut sangat baik, bahkan mereka menceritakan kembali permasalahan serupa yang dialami oleh saudara atau kerabat mereka. Orang-orang yang ditanyaipun tidak hanya orang Katolik saja, bahkan ada orang-orang dari kalangan muslim, mualaf, dan agama yang lain. Bahkan ia sempat pergi ke bogor, tepatnya ke kaki gunung salak untuk menenangkan diri. Disana ia juga meminta saran tentang film yang ingin dibuat kepada penjaga yang ada disana. Sama seperti yang lainnya, ia juga menceritakan kembali bahwa ada beberapa temannya, bahkan ada beberapa tetangganya juga begitu. Dari situlah Hestu Saputra semakin kuat untuk membuat film tentang percintaan beda agama tersebut.2

B. Latar Belakang Pemilihan Artis

Artis yang menjadi pemeran utama dalam film Cinta Tapi Beda tidak diambil dari artis-artis papan atas, melainkan dari artis yang baru memulai karirnya. Hal ini diangkat oleh sutradara, Hestu Saputra karena ia ingin membuat filmnya menjadi lebih nyata. Selain itu hal ini bertujuan agar pesan dalam film tersebut mudah diterima oleh penonton. Reza Nangin merupakan salah satu pemeran utama dalam film Cinta Tapi Beda, ia berperan sebagai Cahyo. Dalam film tersebut Reza berperan sebagai orang yang beragama Islam, walaupun

1

Wawancara Pribadi dengan Hestu Saputra, Dapur Film, Kamis 10 Oktober 2013. 2


(56)

sebenarnya Reza sendiri beragama Kristen. Begitupun dengan Agni Pratistha yang berperan sebagai Diana dalam film Cinta Tapi Beda. Dalam film tersebut Agni berperan sebagai orang yang beragama Kristen, walaupun sebenarnya Agni sendiri beragama Islam. Hal ini dilakukan oleh Hestu Saputra sebagai sutradara agar mereka dapat belajar dan mendalami karakternya masing-masing dengan mengetahui agama yang lain.3

C. Sinopsis Film Cinta Tapi Beda

Cerita berawal dari seorang pemuda bernama Cahyo yang diperankan oleh Reza Nangin. Cowok ganteng asal Kota Gudeg Yogya ini bekerja sebagai chef di Jakarta. Cahyo sendiri anak pertama dari pasangan Fadholi dan Munawaroh, sebuah keluarga muslim yang taat beribadah. Saat itu Cahyo sedang berusaha menghibur diri dari luka hati karena diselingkuhi oleh kekasihnya yang bernama Mitha. Suatu saat Cahyo bertemu dengan Diana saat ia pergi ke pertunjukan tari kontemporer yang dibimbing oleh bu’lenya (Mbak Diyah).

Diana merupakan mahasiswi cantik jurusan seni tari bimbingan bu’lenya Cahyo. Diana adalah gadis asal Padang. Diana sendiri tinggal bersama om dan tantenya di Jakarta, dan keluarga Diana merupakan penganut Katolik yang taat beribadah. Om Diana bernama Om Thalib menikah dengan Istrinya yang beragama Islam. Mereka menjalankan kehidupan rumah tangga dengan berbeda agama. Walaupun mereka berbeda agama tetapi kehidupan rumah tangga mereka bisa dibilang cukup harmonis. Disini diceritakan bahwa Diana sangat menyukai masakan berupa babi rica-rica yang memang diharamkan dalam keluarga muslim.

3


(57)

43

Setelah Cahyo bertemu dengan Diana pada saat itu, mereka jadi sering bertemu dan akhirnya hubungan mereka menjadi semakin dekat. Sampai pada akhirnya mereka memutuskan untuk menjalin hubungan meski berbeda keyakinan. Tetapi mereka sama-sama menghargai keyakinan masing-masing. Waktu terus berlanjut hingga mereka serius untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan.

Masalah bermula pada saat Cahyo mengajak Diana untuk bertemu dengan Keluarganya di Yogya. Tepat pada saat itu disana ada acara Khitanan adik ketiga Cahyo yang bernama Lintang. Diana sangat khawatir akan keputusan Cahyo yang ingin mengenalkannya kepada keluarganya. Setelah mereka sampai di kediaman Cahyo yang berada di Yogya, Diana menjadi sorotan mata semua orang yang berada di sana. Bukan hanya karena Diana dikenalkan sebagai calon istri Cahyo, tetapi karena di leher Diana tergantung kalung salib yang menjadi simbol pemeluk agama Kristen. Sedangkan seluruh keluarga Cahyo adalah Muslim yang taat beribadah. Ibunda Cahyo sendiri bisa memaklumi cinta antara dua sejoli tersebut, namun tidak dengan ayahnya, Fadholi. Ayah Cahyo tersebut sampai kapanpun tidak akan memberi restu hubungan tersebut, bahkan sang ayah mengancam akan memutuskan tali hubungan keluarga dengan anaknya, bila Cahyo sampai nekat.

Di lain pihak, ibunda Diana pun juga keberatan dengan pilihan putrinya tersebut. Ia ingin Diana meninggalkan Cahyo dan tetap memeluk agama Katolik, karena Kakak-kakak Diana, termasuk om dan tantenya telah meninggalkan keyakinan mereka dengan menikahi orang yang beragama selain Katolik. Diana tidak bisa membohongi hatinya bahwa ia sudah sangat mencintai Cahyo,


(1)

dibanding pronya. Kalau keluarganya demokratis dan memberikan kebebasan pendapat dan tingkah laku (selama masih dipegang teguh dan diperbolehkan oleh agama) tidak masalah. Tapi jika keluarga otoriter jangan banyak berharap karena tipis kemungkinan tidak disetujui. Selama ini tanggapan keluarga ya baik-baik saja, semuanya bisa menerima dengan senang hati.

T: Pendapat kalian tentang film Cinta Tapi Beda seperti apa?

J: Film ini berceritakan tentang kisah hidup seseorang dengan penambahan dan pengurangan pada sedikit bagian dari kisah aslinya. Film itu juga merupakan sebuah film yang memasukan unsur agama, budaya, dan cinta sebagai angle cerita. Bila hanya mengambil kisah cinta saja, maka film ini akan monoton ketika ditonton dan barangkali tidak menarik. Oleh karena itu, produser dan sutradara mengaitkan film tersebut dengan isu agama dan etnis, maka makin seksilah film ini untuk di tonton atau diperbincangkan oleh orang banyak. Intinya film ini memasyarakatlah terutama bagi masyarakat yang berhubungan beda agama seperti saya ini. Permasalahan yang dialami Cahyo dan Diana juga sama persis seperti permasalahan saya dan pasangan ketika ingin melangsungkan pernikahan. Ya memang berat, tapi kalau sudah cinta mau diapakan lagi? Toh tidak ada yang bisa mengubah takdir Tuhan. Serahkan saja semuanya sama Tuhan, pasrah, kan jodoh gak kemana-mana dan gak akan tertukar juga. Jadi ya selalu postif aja sama seperti yang diungkapkan Cahyo dalam film tersebut. Kalau kita yakin ujungnya akan bahagia ya nanti kita akan bahagia. Tinggal tunggu waktu yang tepat untuk kebahagiaan itu. Pokoknya terus berdoa dan meminta jalan yang terbaik.


(2)

Pasangan Aqila Narayya dengan Rakasa Bisma (Menjalin hubungan beda

agama antara Islam dengan Hindu selama 1 tahun 2 bulan). Bintaro,

Minggu, 4 Mei 2014, pukul 19:00 WIB.

T: Menurut kalian percintaan beda agama itu seperti apa?

J: Ga bisa di deskripsikan dengan kata-kata tentang seperti apanya, yang jelas perasaannya campur aduk, senang karena bertemu orang yang sayang dan tulus sama kita, nyaman, sedih, tapi ya sesayang apapun tetap belum ada ujungnya (menikah). Dari namanya aja udah cinta beda agama, jadi perjuangannya itu dua kali lipat dari yang seagama. Tapi itulah yang buat hubungan kita makin spesial dan kaya dimata semua orang. Karena kita beda, tapi bukan berarti dengan perbedaan itu kita pecah. Cara bertahannya, dia berusaha menjaga apa yang ada (komunikasi, perhatian, sayang). Sedangkan kalo tanggapan keluarga sejauh ini sama-sama saling menerima dengan baik. Tapi kalau untuk hubungan yang lebih serius (menikah) kayaknya belum deh.

T: Pendapat kalian tentang film Cinta Tapi Beda seperti apa?

J: Iya aku udah nonton, filmnya bagus. Alurnya juga bagus banget. Sebenernya gak ada masalah sih dalam filmnya. Maksudnya ga ada masalah disini ya memnag itu kan cuma sebuah karya dalam bentuk sebuah film jadi menurut aku ya gak ada masalah apa-apa. Malah bagus karena banyak temen-temen juga yang mengalami hal serupa dengan film Cinta Tapi Beda itu. Pemeran utamanya juga kelihatan total banget mainnya. Penghayatannya itu dapet banget, bikin penonton ikut terbawa dan merasakan kisah percintaan mereka.


(3)

Foto Bersama Sutradara Film Cinta Tapi Beda, Hestu Saputra.


(4)

(5)

KEMENTERIAN AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

Telephone/Fax. : (021) 7432728 / 74703580 Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat 15412 Indonesia Website : www.fdkunijakarta.ac.id., E-mail : dakwah@fdk.uinjakarta.ac.id

FORMULIR PENDAFTARAN CALON PESERTA WISUDA KE-93 TAHUN AKADEMIK 2014/2015

1. Nama : Zakiyah Al-Wahdah

2. Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 4 Oktober 1992

3. Nomor Pokok : 109051000139

4. Fakultas : Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

5. Jurusan : Komunikasi dan Penyiaran Islam

6. Program : S1

7. Judul Skripsi : Analisis Wacana Percintaan Beda Agama Dalam

Film CintaTapi Beda

8. Tanggal Lulus : 30 April 2014

9. No. Ijiazah ***) :

10.Indeks Prestasi :

11. Jabatan Dalam Organisasi

Kemahasiswaan :

-12. Alamat Asal : Jl. Cipinang Pulo No. 19 Rt 007 Rw 014, Kelurahan Cipinang

Besar Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur

13. Alamat Sekarang : Jl. Cipinang Pulo No. 19 Rt 007 Rw 014 Kelurahan Cipinang Besar

Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur

14. Nama Ayah : Yusuf Erwan Syahbuddin

15. Pendidikan Ayah : D3

16. Pekerjaan Ayah : Wirausaha

17. Nama Ibu : Nurhayati

18. Pendidikan Ibu : SMA

19. Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga

Jakarta, April 2014 Tanda Tangan Ybs.

Zakiyah Al-Wahdah


(6)

KEMENTERIAN AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

Telephone/Fax. : (021) 7432728 / 74703580 Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat 15412 Indonesia Website : www.fdkunijakarta.ac.id., E-mail : dakwah@fdk.uinjakarta.ac.id

Wisuda Ke : 93 / Tahun Akademik : 2014 / 2015

Yang bertandatangan di bawah ini,

1. Nama : Zakiyah Al-Wahdah

2. Nomor Pokok : 109051000139

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 4 Oktober 1992

5. Alamat Asal : Jl. Cipinang Pulo No. 19 Rt 007 Rw 014 Kelurahan Cipinang Besar

Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur

6. Alamat Sekarang : Jl. Cipinang Pulo No. 19 Rt 007 Rw 014 Kelurahan Cipinang Besar

Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur

7. Kode Pos : 13410

8. Telepon : Hp : 085742851353

9. Jurusan/Program Studi : KPI / Komunikasi dan Penyiaran Islam

10. Judul Skripsi : Analisis Wacana Percintaan Beda Agama Dalam

Film CintaTapi Beda

11. Pembimbing : Siti Nurbaya, M.Si

12. Penguji 1 : Drs. H, Mahmud Jalal, MA

13. Penguji 2 : H. Zakaria, MA

14. Tanggal Lulus : 30 April 2014

15. IP/Yudisium : 3.54

16. Nomor & Tgl. Ijazah :

17. Pekerjaan : -

18. Alamat Pekerjaan : -

Mengetahui, Jakarta, April 2014

Ketua Jurusan Komunikasi Tanda Tangan Ybs.

dan Penyiaran Islam

Bapak Drs. Jumroni Zakiyah Al-Wahdah