BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Situasi persaingan bisnis ritel dewasa ini semakin hari semakin meningkat, baik di pasar domestik maupun di pasar global. Hal ini sesuai dengan beragamnya kebutuhan
masyarakat, baik kebutuhan pokok maupun sekunder. Menurut Anne Martesen Lars Grønholdt 2008, jika hanya menawarkan barang yang lengkap dan murah saja
tidaklah cukup karena masyarakat juga ingin mendapatkan nilai lebih dari sekedar berbelanja, yakni mendapatkan kualitas jasa service quality yang optimal, seperti
kemampuan untuk memberikan perhatian kepada pelanggan empathy, kemampuan untuk
membantu pelanggan
dalam memberikan
layanan yang
tanggap responsiveness.
Hal ini menyebabkan semua perusahaan berlomba-lomba memberikan pelayanan dengan kualitas yang terbaik kepada pelanggannya untuk mempertahankan agar
pelanggan tersebut loyal. Perusahaan ritel dalam hal ini dituntut untuk memberikan bukti-bukti nyata akan
manfaat dan keunggulan dari produk atau jasa yang ditawarkannya. Menurut Parasuraman et al., dalam Wong 2004:365 kualitas jasa didefinisikan sebagai
perbedaan antara kualitas yang dirasakan pelanggan dengan kualitas yang diharapkan oleh pelanggan tersebut.
Penilaian pelanggan terhadap kualitas jasa terjadi selama proses penyampaian jasa tersebut. Sukarsono 2008 menjelaskan bahwa setiap kontak yang terjadi antara
penyedia jasa dengan pelanggan merupakan gambaran mengenai suatu “moment of truth
”, yaitu suatu peluang untuk memuaskan atau tidak memuaskan pelanggan. Saat itulah akan terjalin suatu komunikasi diantara kedua belah pihak dan secara tidak
disadari emosional dari kedua belah pihak juga saling berinteraksi. Hal ini dapat terlihat dari ekspresi wajah yang timbul, gerakan tubuh, intonasi suara dan bahasa.
Secara empirik dibuktikan bahwa orang yang tidak terlatih sekali pun dapat membedakan secara akurat antara emosional yang sedang gembira dan yang tidak
gembira, sedangkan bagi yang terlatih dapat membedakan apakah emosional gembira atau tidak gembira tersebut lemah atau kuat. Bagozzi et al., dalam Wong 2004:366
mendefinisikan emosional sebagai bentuk kesiapan mental yang timbul dari penilaian kognitif terhadap suatu kejadian atau pikiran seseorang yang diikuti oleh proses
psikologis yang diperlihatkan secara fisik seperti bentuk wajah dan mengakibatkan tindak spesifik untuk menegaskan atau menguasai emosional tersebut dan hal ini
tergantung sifat orang yang mengalaminya. Sebagai contoh, emosional positif seseorang berhubungan dengan keputusan untuk tetap berhubungan sementara
emosional negatif berhubungan dengan keputusan sebaliknya, yaitu tidak melanjutkan hubungan.
Dengan demikian dapat dikatakan apabila jasa yang diberikan di bawah harapan pelanggan maka kemungkinan besar perusahaan tersebut akan ditinggalkan oleh
pelanggannya. Namun apabila jasa dapat sesuai atau bahkan melebihi harapan pelanggan berarti kualitas jasanya baik, sehingga perusahaan berpeluang untuk dapat
bertahan dan berkembang. Tingkat kepuasan pelanggan akan mempengaruhi
tanggapan perilaku konsumen dalam beragam bentuk kesetiaan, word-of-mouth, atau bahkan sebaliknya, yaitu perilaku berpindah atau berganti ke perusahaan lain.
Agar perusahaan mampu mempertahankan pelanggan, perusahaan perlu menjalin hubungan baik dengan pelanggan. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Storbacka et
al., dalam Wong
2004:365 bahwa hubungan sosial yang kuat dari waktu ke waktu dapat memberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan terhadap kegagalan jasa
atau perpindahan konsumen ke perusahaan lain. Hubungan yang terbentuk tidak terlepas dari adanya saling kepercayaan antara pelanggan dan perusahaan. Jasfar
2005:163 menerangkan bahwa komitmen dan kepercayaan trust merupakan dasar utama dari kualitas hubungan yang mempengaruhi loyalitas, baik secara langsung
maupun tidak. Menciptakan pelanggan yang loyal bukan merupakan hal yang mudah untuk
dilakukan, disamping membutuhkan waktu yang banyak, juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Pelanggan yang loyal merupakan harapan yang ingin dicapai oleh
perusahaan. Oleh karena itu perusahaan akan melakukan apapun untuk mendapatkannya. Pelanggan loyal ditandai antara lain, melakukan pembelian yang
berulang-ulang dan penyampaian hal yang positif tentang perusahaan kepada pihak lain. Menurut Tjiptono dalam Bambang Sukarsono 2008:159 pelanggan yang puas
akan memberikan imbalan kepada perusahaan. Salah satu imbalan atau tindak lanjut dari pelanggan yang merasa puas akan tereksplsit dalam loyalitasnya. Loyalitas
tersebut antara lain ada keinginan pelanggan untuk mempergunakan jasa secara berkesinambungan dan ada kemauan untuk mengkomunikasikannya kepada tetangga,
teman, atau orang lain.
Berdasarkan fenomena tersebut, perlu kiranya dilakukan penelitian yang mengaitkan kualitas jasa, kepuasan emosional, kualitas hubungan dan loyalitas
pelanggan dan hal tersebut mendorong peneliti berkeinginan menulis penelitian ini
dengan maksud untuk mengetahui ”Pengaruh Kualitas Jasa Service Quality Dan Kepuasan Emosional
Emotional Satisfaction Terhadap Kualitas Hubungan Relationship Quality Serta Dampaknya Pada Loyalitas Pelanggan Customer
Loyalty”
Dalam penelitian ini, penulis akan mengadopsi penelitian yang dilakukan oleh Wong 2004 dengan melakukan pemekaran terhadap model sebelumnya, yaitu
melihat keterkaitan antara kualitas jasa dengan kualitas hubungan dan loyalitas pelanggan.
Alat analisis yang digunakan juga berbeda, yakni menggunakan analisis jalur dan studi kasus akan dilakukan di Carrefour yang merupakan salah satu perusahaan retail
shop besar di Indonesia yang berkantor pusat di Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Pemilihan studi kasus pada retail shop Carrefour Lebak Bulus atas dasar alasan bahwa Carrefour termasuk hypermart kedua terbesar di dunia dan tercatat sebagai
salah satu retail shop yang meyediakan aneka kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan keluarga lainnya. Space yang disediakan untuk produk elektronik cukup memadai,
barang yang ditawarkan juga relatif lengkap dari berbagai kategori, baik untuk kategori entry level, mid end maupun premium. Kelebihan lain yang dimiliki
Carrefour adalah menawarkan produk yang beragam, harga yang kompetitif, serta tempat belanja yang nyaman dan didesain sebagai one stop shoping bagi
pelanggannya.
B. Perumusan Masalah