Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa miskonsepsi terjadi secara universal di seluruh dunia bagaimanapun lingkungan sosial budaya,
bahasa, maupun etniknya. Konsepsi dan miskonsepsi siswa diduga kuat terbentuk pada masa anak-anak ketika terjadi interaksi otak dengan alam.
45
Miskonsepsi dapat terjadi pada pengalaman siswa sehari-hari mengenai fenomena alam dan sekitarnya.
46
Penyebab miskonsepsi yang diuraikan di atas masih sangat terbatas. Dalam kenyataan di lapangan, siswa dapat mengalami miskonsepsi dengan
sebab-sebab yang
lebih bermacam-macam dan rumit. Penyebab sesungguhnya juga sulit diketahui, karna terkadang siswa tidak secara
terbuka mengungkapkan bagaimana mereka mengalami dan memiliki konsep yang tidak tepat tersebut.
Pendidik juga perlu mengetahui bahwa miskonsepsi yang dialami setiap siswa dalam satu kelas dapat berlainan dan penyebabnya juga berlainan.
Maka dapat terjadi, dalam satu kelas terdapat bermacam-macam miskonsepsi dan penyebab miskonsepsi. Dengan demikian, bagi pendidik
tidak mudah untuk sungguh-sungguh mengerti penyebab miskonsepsi yang dialami setiap siswa. Sebagai akibatnya, tidak mudah juga untuk membantu
setiap siswa secara tepat dalam mengatasi miskonsepsi.
3. Miskonsepsi dari Sudut Pandang Konstruktivisme
Konstruktivisme memandang penting miskonsepsi yang diyakini siswa dikarenakan: 1 konsepsinya berbeda dengan konsep ilmiah; 2 sifatnya
laten, terus dipergunakan siswa dan cenderung sukar diubah; 3 sukar dideteksi oleh guru.
47
45
Yuyu Tayubi, Identifikasi Miskonsepsi pada Konsep-konsep ,h. 5
46
Claudia von Aufschnaiter dan Christian Rogge
,
Misconception or Missing Conception, Eurasia Journal of Mathematics, Science Technology Education, 2010, h. 12
47
Tatang Suratno
,
Peranan Konstruktivisme dalam Pembelajaran dan Pengajaran Sains, Seminar Internasional Pendidikan IPA FITK UIN, 2007, h.9
Mengapa konstruktivisme
memandang penting
miskonsepsi? Setidaknya terdapat lima klaim utama yang mendasari miskonsepi, yaitu:
48
a. Siswa membawa berbagai konsepsi mengenai objek dan fenomena alam dan seringkali tidak sesuai dengan konsep ilmiah. Guru sebaiknya
memiliki pengetahuan mengenai konsepsi siswa. b. Siswa berdasarkan gender, usia, kemampuan dan latar belakang budaya,
cendrung membawa miskonsepsi yang berasal dari pengalaman pribadi maupun hasil interaksi sosial.
c. Misikonsepsi sangat sulit diberantas dan sifatnya beragam. Diperlukan strategi perubahan konseptual
d. Terdapat kesamaan antara penjelasan saintis yang tergugurkan teorinya dengan miskonsepsi siswa. Diperlukan kajian sejarah sains bagi siswa
e. Melacak darimana asalnya miskonsepsi sangatlah sulit, terutama secara empiris. Namun gejala miskonsepsi yang terjadi di berbagai populasi
dan budaya mencerminkan adanya kesamaan pengalaman budaya siswa dalam hal observasi alam, penggunaan bahasa sehari-hari, pengaruh
media massa serta pengalaman belajar di kelas.
G. Desain-desain Alternatif Intervensi Tindakan yang Dipilih
1. Analisis Kebutuhan
a Wawancara dengan guru biologi b Identifikasi miskonsepsi dengan Certainty of Response Index CRI
c Menentukan strategi pembelajaran yang cocok untuk mengatasi miskonsepsi siswa pada konsep jaringan tumbuhan
2. Siklus I
a Perencanaan Tahap perencanaan ini terdiri dari penyusunan RPP, handout materi
jaringan tumbuhan, lembar observasi, dan format evaluasi untuk mengukur presentase miskonsepsi siswa.
b Pelaksanaan
48
Tatang Suratno
,
Peranan Konstruktivisme, h.9
Tahap pelaksanaan tindakan terdiri dari : 1 guru memberikan pengetahuan awal mengenai strategi pembelajaran peta konsep
sebagai strategi pembelajaran yang digunakan, 2 guru memberikan
tes kemampuan awal pretest konsep jaringan tumbuhan, 3 guru
menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa, 4 siswa secara berkelompok membuat peta konsep mengenai jaringan tumbuhan
berdasarkan handout yang diberikan guru dan buku pelajaran yang dimiliki siswa, 5 perwakilan kelompok mempresentasikan peta
konsep yang telah dibuat, 6 guru menjelaskan konsep jaringan tumbuhan, dan 7 siswa menarik kesimpulan mengenai konsep
jaringan tumbuhan berdasarkan peta konsep yang telah dibuat c Pengamatan dan evaluasi
Tahap pengamatan dan evaluasi: 1 observer mencatat setiap aktivitas guru dan siswa dalam lembar observasi selama proses
pembelajaran menggunakan peta konsep, 2 memberikan tes kemampuan kepada siswa pada akhir siklus I post test, dan 3
berdiskusi dengan guru bidang studi dan observer untuk mengetahui tanggapan dan sarannya terhadap proses pembelalajaran.
d Refleksi Tahap refleksi: 1 mengolah dan menganalisis data dari siklus I
yaitu pretest, posttest dan hasil observasi, 2 menarik kesimpulan kekurangan pada siklus I, dan 3 merefleksi kekurangan pada siklus
I sebagai acuan pada siklus II.
3. Siklus II
a Perencanaan Merencanakan strategi upaya perbaikan untuk pelaksanaan
pembelajaran pada siklus II. Membuat rancangan pelaksanaan pembelajaran pada
konsep organ tumbuhan menggunakan
pembelajaran peta konsep. b Pelaksanaan