Na
2
S
2
O
3
sebanyak  8-10  ml  ditambahkan  ke  dalam  alat  destilasi  dan  dilakukan destilasi  sampai  didapat  destilatnya  ±  15  ml  dalam  erlenmeyer.  Destilat  dalam
erlenmeyer tersebut kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N hingga terjadi perubahan  warna  hijau  menjadi  biru.  Dilakukan  perhitungan  jumlah  nitrogen
setelah sebelumnya diperoleh jumlah volume ml blanko.
Perhitungan : Jumlah N  =
A x
x mlblankoxN
mlHCl
HCl
100 007
. 14
Kadar Protein  = jumlah N x faktor koreksi 5.83
d. Kadar lemak AOAC  2005
Labu  lemak  disediakan  sesuai  dengan  ukuran  alat  ekstraksi  soxhlet  yang digunakan.  Labu  dikeringkan  dalam  oven  dengan  suhu  105-110
o
C  selama  15 menit,  kemudian  didinginkan  dalam  desikator  lalu  ditimbang  A.  Ditimbang
sebanyak  ±  5  g  sampel  B  dalam  kertas  saring,  kemudian  ditutup  dengan  kapas bebas lemak. Kertas saring beserta isinya dimasukkan ke dalam ekstraksi soxhlet
dan  dipasang  pada  alat  kondensor.  Pelarut  heksan  dituangkan  ke  dalam  labu soxhlet  secukupnya.  Dilakukan  refluks  selama  5  jam  sampai  pelarut  yang  turun
kembali  menjadi  bening.  Pelarut  yang  tersisa  dalam  labu  lemak  didestilasi  dan kemudian  labu  dipanaskan  dalam  oven  pada  suhu  105
o
C.  Setelah  dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator kemudian labu beserta lemak
ditimbang C dan dilakukan perhitungan kadar lemak. Perhitungan :
Kadar Lemak  =
100 x
B A
C 
e. Kadar karbohidrat by different
Karbohidrat  dihitung  berdasarkan  metode  by  difference  dengan perhitungan :
Dimana :  P =  kadar protein  bb
A  =  kadar air  bb Ab  =  kadar abu  bb
L =  kadar lemak  bb
Kadar Karbohidrat  = 100 - P + A + Ab + L
2. Kadar oksalat Modifikasi Savage et al. 2000
Sebanyak 5 g sampel umbi yang telah dihaluskan atau 10 g sampel tepung ditimbang lalu dilarutkan dalam 50 mL HCl 2 M. Campuran tersebut dimasukkan
ke  dalam  water  bath  80
o
C  selama  15  menit.  Ekstrak  yang  diperoleh  kemudian didinginkan  lalu  dimasukkan  ke  dalam  labu  takar  100  mL  dan  volumenya
ditepatkan  dengan  menggunakan  HCl  2  M.  Setiap  sampel  dilakukan  tiga  kali ekstraksi.  Oksalat  larut  air  diekstraksi  dengan  metode  yang  sama  dengan
menggunakan 50 mL air deionisasi. Larutan kemudian disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3000
rpm dan bagian filtratnya dikumpulkan kemudian disaring dengan menggunakan membran selulosa asetat 0,45
μm. Sebanyak 5 μL sampel kemudian diinjeksikan ke  dalam  sistem  HPLC  dengan  detektor  uvvis  yang  diset  pada  210  nm.
Pemisahan  dilakukan  dengan  metode  RP-HPLC  menggunakan  isokratik  elution pada  0,5  mLmenit  dengan  0,0125  M  asam  sulfat  sebagai  fase  geraknya.
Kandungan  asam  oksalat  dalam  setiap  sampel  dianalisis  dengan  menggunakan kurva  standar  asam  okasalat  0-500  ppm.  Semua  sampel  diekstrakasi  dan
dianalisis secara triplo.
3. Derajat putih tepung
Pengukuran derajat putih tepung dilakukan dengan menggunakan alat  Kett Whitteness  Meter.  Sampel  dimasukkan  ke  dalam  alat  pada  tempat  yang  sudah
disediakan. Sebelum pengukuran, dilakukan dulu kalibrasi dengan standar barium
sulfit  yang  memiliki  derajat  putih  86,1  .  Nilai  derajat  putih  dapat  dilihat  pada
monitor dan derajat putih sampel semakin tinggi dengan semakin besarnya nilai. � �  � ℎ    =
derajat putih sampel 86,1
x100
4.  Analisis total pati BSN 1992
Metode  yang  digunakan  untuk  analisis  total  pati  adalah  berdasarkan  SNI 01-2892-1992  BSN  1992.  Sebanyak  1  g  sampel  ditambahkan  dengan  larutan
HCl 3 sebanyak 200 mL lalu dipanaskan dengan menggunakan pendingin tegak selama 2,5 jam. Setelah dingin, sampel dinetralkan pH-nya dengan menggunakan
larutan NaOH 40 dan selanjutnya dimasukkan ke dalam labu takar 250 mL dan
ditera  dengan  menggunakan  akuades.  Sebanyak  10  mL  dari  latutan  tersebut dimasukkan  ke  dalam  erlenmeyer  basah  dan  ditambahkan  25  mL  pereaksi  luff
schrool  lalu dipanaskan  kembali  menggunakan pendingin  tegak selama 10 menit dimulai dari gelembung pertama.
Setelah  mencapai  suhu  ruang,  ke  dalam  larutan  tersebut  ditambahkan  25 mL  asam  sulfat  25  dan  diikuti  dengan  20  mL  larutan  KI  20.  Selanjutnya,
larutan  harus  langsung  dititrasi  dengan  menggunakan  larutan  tiosulfat  dengan pereaksi kanji 0,5  hingga warna berubah menjadi putih susu. Prosedur analisis
yang  sama  dilakukan  terhadap  blanko.  Perhitungan  kadar  pati  sampel  ditentukan berdasarkan kadar glukosa yang terkuantifikasi pada titrasi sampel. Kadar glukosa
dihitung  berdasarkan  volume  dan  normalitas  larutan  Na
2
S
2
O
3
yang  digunakan, sebagai berikut:
Na
2
S
2
O
3
yang digunakan = Vb-Vs x N Na
2
S
2
O
3
x 10 Keterangan:  Vb
=   volume Na
2
S
2
O
3
yang digunakan untuk titrasi blanko Vs
=  volume  Na
2
S
2
O
3
yang  digunakan  untuk  titrasi sampel
N Na
2
S
2
O
3
=  konsentrasi Na
2
S
2
O
3
yang digunakan untuk titrasi Jumlah  mg  gula  yang  terkandung  untuk  mL  Na
2
S
2
O
3
yang  digunakan ditentukan  dengan  daftar  Luff  Schrool.  Dengan  datar  tersebut  dapat  diketahui
hubungan  antara  volume  Na
2
S
2
O
3
0.1  N  yang  digunakan  dengan  jumlah  glukosa yang  ada  pada  sampel  yang  dititrasi.  Kadar  glukosa  dan  kadar  pati  dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut: =
1 100
P = G x 0,90 Keterangan:  G  =  Kadar glukosa sampel
W  =  Glukosa  yang  terkandung  untuk  mL  Na
2
S
2
O
3
yang dipergunakan mg
w1  =  Bobot sampel mg Fp  =  Faktor pengenceran
P =  Kadar pati