4.3.7 Pasting properties tepung walur
Pasting properties merupakan sifat viskositas pasta dari pati yang tergelatinisasi. Proses gelatinisasi pati didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana
granula pati mengalami pembengkakan yang luar biasa akibat adanya perlakuan termal yang bersifat irrevesible tidak dapat balik seperti kondisi semula.
Pemanasan yang terus berlangsung akan menyebabkan granula pati pecah sehingga air yang terdapat dalam granula pati dan molekul pati yang larut air
dengan mudah keluar dan masuk ke dalam sistem larutan. Amilosa atau molekul pati yang larut dalam air panas akan ikut keluar bersama air tersebut. Besarnya
jumlah komponen amilosa yang keluar ini akan mempengaruhi viskositas pati. Kurva pasting properties dari tepung walur dan tepung terigu disajikan pada
Gambar 14. Tabel 7. Perbandingan data profil gelatinisasi tepung walur dengan
tepung terigu
Parameter Viskositas RVA
Tepung Walur Tepung Terigu
Viskositas puncak 3213
1590 Breakdown BD
1271 690
Viskositas akhir 2662
1994 Setback SB
720 1094
Suhu awal gelatinisasi
o
C 82,45
71,50 Suhu awal gelatinisasi SG adalah suhu pada saat viskositas pertama kali
naik karena terjadinya pembengkakan granula pati yang irreversible. Dari hasil uji amilograf menggunakan RVA didapatkan suhu awal gelatinisasi adalah 82,45
o
C Tabel 7. Suhu gelatinisasi tepung walur ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan suhu gelatinisasi tepung terigu, yaitu 71,50
o
C. Suhu gelatinisasi merupakan suatu fenomena sifat fisik pati yang kompleks yang dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain ukuran granula pati, ukuran molekul amilosa dan amilopektin serta keadaan media pemanasan. Ukuran granula pati tepung walur
dan tepung terigu telah diketahui sebelumnya, bahwa ukuran granula pati tepung walur adalah 22 µm dan ukuran granula pati tepung terigu adalah 35 µm.
Berdasarkan data tersebut, mengindikasikan tepung walur memiliki suhu awal gelatinisasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung terigu.
Gambar 14. Perbandingan kurva pasting properties tepung walur a dan tepung terigu b yang dianalisis dengan menggunakan alat RVA
Suhu dimana viskositas maksimum tercapai disebut suhu akhir gelatinisasi. Pada suhu ini granula pati telah kehilangan sifat birefringence-nya
dan granula sudah tidak membentuk kristal lagi. Menurut Dowd et al. 1999, komponen yang menyebabkan sifat kristal dan birefringence adalah amilopektin.
Berdasarkan Tabel 7, diketahui bahwa pati walur mempunyai nilai viskositas puncak sebesar 3213 RVU. Nilai viskostas ini lebih tinggi bila dibandingkan
dengan tepung terigu yang memiliki nilai viskositas puncak sebesar 1590 RVU. Semakin tinggi viskositas maksimum berarti kemampuan pati dalam menyerap air
semakin besar dan daya thickening-nya semakin besar. Menurut Jane et al. 1999, kadar amilosa, protein dan lemak berkorelasi negatif terhadap viskositas. Hal
tersebut selaras dengan penelitian ini dimana viskositas tepung walur lebih tinggi bila dibandingkan dengan viskositas tepung walur. Seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 3, kandungan amilosa, protein, dan lemak tepung walur lebih rendah bila dibandingkan dengan tepung walur.
Nilai breakdown menunjukkan kemampuan tepung atau pati dalam mempertahankan viskositasnya selama pemanasan. Viskositas breakdown adalah
selisih antara viskositas puncak dan viskositas minimum selama proses pemanasan. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 7, didapatkan bahwa viskositas
breakdown dari tepung walur adalah 1271 RVU. Viskositas breakdown dari tepung walur ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan viskositas breakdown dari
tepung terigu yang nilai sebesar 690 RVU. Viskositas breakdown yang tinggi menunjukkan tidak adanya ketahanan granula pati terhadap pemanasan dan
pengadukan. Tingginya nilai breakdown ini disebabkan karena besarnya nilai kemampuan pengembangan dari tepung walur. Nilai breakdown yang besar
selama pemasakan menunjukan bahwa granula pati yang telah membengkak secara keseluruhan memilki sifat yang rapuh. Selain itu, pengadukan yang
kontinyu juga menyebabkab granula pati yang rapuh akan pecah sehingga viskositas turun secara tajam Pomeranz, 1991.
Viskositas balik setback merupakan selisih antara viskositas pada akhir pendinginan 50
o
C dengan viskositas pada akhir pemasakan pada suhu konstan 90
o
C. Menurut Li dan Yeh 2001, semakin tinggi nilai setback berarti semakin tinggi pula kemampuan pati dalam beretrogradasi. Retrogradasi terjadi ketika
molekul pati yang telah mengalami gelatinisasi membentuk struktur kristal kembali melalui interaksi hidrogen antar sesamanya. Akibatnya, molekul air yang
semula terperangkap di dalam matriks gel pati akan keluar. Peristiwa keluarnya molekul air dikenal dengan nama sineresis. Berdasarkan hasil pengukuran pada
Tabel 7, diperoleh nilai viskositas setback tepung walur sebesar 720 RVU. Viskositas setback tepung walur ini lebih rendah dibandingkan dengan viskostas
setback tepung terigu yang nilainya sebesar 1094 RVU. Hal ini menunjukkan bahwa tepung walur lebih susah mengalami retrogadasi dibandingkan dengan
tepung terigu. Nilai retrogradasi berbanding lurus dengan kadar amilosa. Hal ini selaras dengan kadar amilosa sampel, dimana kadar amilosa tepung walur lebih
rendah dibandingkan dengan kadar amilosa tepung terigu Tabel 4.
4.4 Analisis Kelayakan Pendirian Industri Tepung Walur
Analisis kelayakan pendirian industri tepung walur berkaitan dengan aspek-aspek finansial yang terlingkup dalam pendirian industri tepung walur.
Tujuan menganalisa aspek finansial adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan membandingkan
antara pengeluaran dan pendapatan. Dalam melakukan investasi diperlukan perhitungan kemungkinan keuntungan yang tinggi agar harapan untuk