Analisis kelayakan industri tepung walur
pada sampel Lampiran 2. Namun, seperti yang terlihat pada Gambar 9, dimana perpanjangan waktu perendaman diatas 30 menit tidak memberikan pengaruh
yang besar terhadap penurunan total oksalat. Hal ini didukung oleh hasil analisis uji lanjut Duncan yang menunjukkan bahwa lama perendaman lebih dari 30
menit tidak menunjukkan nilai total oksalat yang berbeda nyata. Oleh sebab itu, dipilihlah perendaman HCl 0,2 N selama 30 menit sebagai proses terbaik dalam
menurunkan kandungan oksalat pada umbi walur. Berdasarkan Gambar 9 di atas, terlihat bahwa proses perendaman dengan
menggunakan larutan HCl 0,2 N selama 30 menit menyisakan total oksalat sebesar 1262
ppm. Dengan jumlah tersebut, apabila diasumsikan konsumsi tepung walur per hari adalah sebesar konsumsi tepung terigu, yaitu sebesar 47,8
ghari Data BPS, maka jumlah total oksalat yang dikonsumsi per hari adalah sebesar 60 mg. Nila ini berada pada selang konsentrasi yang diizinkan untuk
manusia normal, namun masih berada di atas jumlah oksalat per hari yang direkomendasikan untuk orang yang memiliki penyakit batu ginjal. Konsumsi
oksalat per hari yang diizinkan di Inggris adalah sebesar 70 – 150 mg Noonan
dan Savage 1999. Untuk pasien yang memiliki sakit ginjal, American Dietetic Association’s Nutrition Care Manual merekomendasikan agar mengkonsumsi
oksalat kurang dari 40 – 50 mg per hari.
Untuk lebih mendukung hasil analisis reduksi oksalat, dilakukan pula analisis secara kualitatif dengan melihat kristal oksalat menggunakan mikroskop
polarisasi. Analisis menggunakan mikroskop polarisasi ini dilakukan dengan menggunakan perbesaran yang sama. Gambar 10 menunjukkan hasil mikroskop
polarisasi kristal oksalat pada ekstrak umbi walur segar dan ekstrak umbi walur setelah perlakuan reduksi pemanasan 3 jam, perendaman dalam larutan HCl 0,2
N selama 30 menit dan perendaman dalam larutan natrium bikarbonat 1 selama 5 menit. Berdasarkan Gambar 10 tersebut dapat dilihat adanya perbedaan jumlah
dan kerapatan kristal kalsium oksalat pada kedua sampel tersebut. Dimana, jumlah dan kerapatan kristal kalsium oksalat pada ekstrak umbi walur hasil reduksi jauh
lebih sedikit dibanding ekstrak umbi walur segar.
Gambar 10. Struktur kristal asam oksalat menggunakan mikroskop polarisasi, A. Walur segar; B. Walur yang direndam dalam HCl
4.3 Produksi dan Karakteristik FisikokimiaTepung Walur 4.3.1 Produksi tepung walur
Proses produksi tepung dari umbi walur dimulai dengan pengupasan dan pencucian umbi walur segar. Kemudian dilakukan pengirisan umbi walur dengan
ketebalan 3-5 mm menggunakan slicer. Umbi walur yang telah diiris tipis diberi perlakuan reduksi oksalat untuk menurunkan kandungan oksalat. Setelah proses
reduksi oksalat ini selesai, diberi perlakuan perendaman dalam larutan Natrium metabisulfit. Perendaman dalam larutan Natrium metabisulfit ini bertujuan untuk
melihat pengaruh Natrium metabislufit dalam mencegah terjadinya reaksi browning pencoklatan pada chips selama pengeringan. Perendaman dalam
larutan Natrium metabisulfit dilakukan pada empat taraf konsentrasi yaitu 0, 500, 1000 dan 1500 ppm. Dari Gambar 11 di bawah ini, dapat dilihat warna chip
setelah proses pengeringan. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 60
o
C selama 12-16 jam yang dilanjutkan dengan penepungan melalui penggilingan dan pengayakan dengan ayakan berukuran 100 mesh.
Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa, adanya perlakuan perendaman
dalam natrium metabisulfit dapat menurunkan tingkat pengcoklatan chips umbi walur selama proses pengeringan. Dimana, semakin tinggi konsentrasi natrium
metabisulfit yang diberikan, warna chips umbi walur cenderung lebih putih.
A
D
E F
B
A B