5. Kadar amilosa Apriyantono et al. 1989
Pembuatan kurva standar amilosa
Sebanyak 40 mg amilosa murni dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, ditambahkan 1 mL etanol 95 dan 9 mL larutan NaOH 1 N ke dalam labu. Labu
takar lalu dipanaskan ke dalam penangas air pada suhu 95 °C selama 10 menit. Setelah didinginkan, larutan gel pati ditambahkan air destilata sampai tanda tera
sebagai larutan stok standar.
Dari larutan stok dipipet 1, 2, 3, 4 dan 5 mL, dipindahkan masing-masing ke dalam labu takar 100 mL. Ke dalam masing-masing labu takar tersebut
kemudian ditambahkan 0,2, 0,4, 0,6, 0,8 dan 1,0 mL larutan asam asetat 1 N. Ditambahkan 2 mL larutan iod 0,2 g I
2
dan 2 g KI dilarutkan dalam 100 mL air destilata ke dalam setiap labu, lalu diukur absorbansinya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Kurva standar merupakan
hubungan antara kadar amilosa dan absorbansi. Analisis sampel
Sebanyak 100 mg sampel tepung walur dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. Kemudian ditambahkan 1 mL etanol 95 dan 9 mL larutan NaOH 1 N
ke dalam labu. Labu takar lalu dipanaskan dalam penangas air pada suhu 95°C selama 10 menit. Setelah didinginkan, larutan gel pati ditambahkan air destilata
sampai tanda tera dan dihomogenkan. Dipipet 5 mL larutan gel pati dan dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL. Ke dalam labu takar tersebut kemudian
ditambahkan 1,0 mL larutan asam asetat 1 N dan 2 mL larutan iod, lalu ditera dengan air destilata. Larutan dibiarkan selama 20 menit, lalu diukur absorbansinya
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Kadar amilosa
ditentukan berdasarkan persamaan kurva standar yang diperoleh. 6.
Analisis serat kasar SNI 01-2891 1992
Sebanyak 2-4 g sampel dihilangkan lemaknya dengan cara ekstraksi soklet atau dengan cara mengaduk dan mengendaptuangkannya dalam pelarut organik.
Sampel lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 mL dan ditambahkan 50 mL H
2
SO
4
1,25 dan didihkan selama 30 menit dengan menggunakan pendingin tegak. Selanjutnya, sebanyak 50 mL NaOH 3,25 ditambahkan ke dalam larutan
dan dididihkan kembali selama 30 menit. Dalam keadaan panas, larutan tersebut
disaring dengan menggunakan corong Bunchner yang berisi kertas saring tak berabu yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Endapan yang terdapat
pada kertas saring selanjutnya dicuci berturut-turut dengan larutan H
2
SO
4
1,25 panas, air panas dan etanol 95. Kertas saring beserta isinya lalu dimasukkan ke
dalam cawan yang telah diketahui bobotnya dan dikeringkan pada suhu 105
o
C lalu didinginkan dan ditimbang sampai bobotnya tetap.
Perhitungan: � � � =
� −� �
100 Keterangan: Wo
= Berat kertas saring Wi
= Berat kertas saring + residu setelah dikeringkan Ws
= Berat contoh
7. Kerapatan tumpukan Bulk Density Khalil 1999
Tepung walur dimasukkan ke dalam gelas ukur 10 ml yang sudah diketahui beratnya sampai volume tertentu, kemudian ditimbang kembali sehingga
diperoleh berat produk. Kerapatan tumpukan ditentukan dengan cara membagi berat sampel dengan volume ruang yang ditempatinya dan dinyatakan dalam
kgm
3
. 8.
Sudut tumpukan
Pengukuran sudut tumpukan dilakukan dengan menggunakan Flodex Powder Flowability Test Instrument. Bahan sebanyak 100 ml dijatuhkan dengan
ketinggian 15 cm melalui corong secara perlahan-lahan dan kecepatan konsisten dengan tujuan meminimalisasi pengaruh tekanan dan kecepatan laju aliran bahan.
Pengukuran diameter d dilakukan sebanyak dua kali ulangan dengan sisi yang sama, sedangkan pengukuran tinggi t tumpukan dilakukan pada puncak
tumpukan dengan menggunakan jangka sorong. Penghitungan sudut tumpukan :
tg α = t 0.5 d tg α = 2t d α = Arc-tg 2t d
9. Analisis profil gelatinisasi dengan Rapid Visco Analyzer Collado et al.
1999
Analisis profil gelatinisasi tepung dilakukan dengan menggunakan alat Rapid Visco Analyzer RVA. Sampel sebanyak 3 g kadar air 14 dilarutkan