badminton, lapangan voli, dan bendungan irigasi. Sarana peribadatan yang terdapat di Desa Sirnagalih terdiri dari dua mesjid dan sebelas mushola.
4.2. Gambaran Umum Industri Kecil Sandal di Desa Sirnagalih
4.2.1. Sejarah Industri Kecil Sandal di Desa Sirnagalih
Industri kecil sandal di Desa Sirnagalih bermula dari perkembangan industri kecil sepatu di Ciomas yang muncul sekitar tahun 1920-an. Semenjak
tahun 1920-an sampai tahun 1950-an pembuatan sepatu masih merupakan pekerjaan yang dilakukan individu atau usaha rumah tangga, yang masih
berjumlah 20 unit usaha dan memproduksi sepatu kulit dengan kualitas tinggi. Para tukang sepatu Ciomas pertama kali mempelajari keahlian membuat sepatu
dengan bekerja sebagai buruh di bengkel–bengkel sepatu di Jakarta. Setelah memiliki keahlian, mereka pulang dan mendirikan bengkel–bengkel sepatu sendiri
dan menjual produknya ke berbagai toko di Jakarta atau kota–kota lain di Jawa Barat. Awal tahun 1950-an, industri kecil sepatu berkembang pesat dengan
semakin bertambah jumlah usaha rumah tangga. Perkembangan industri ini ditandai berdirinya sebuah bentuk usaha bersama dalam wadah Persebo
perusahaan sepatu bogor. Koperasi ini beranggotakan para pengrajin sepatu melayani pesanan untuk memenuhi keperluan ABRI, dan juga membantu
pemasaran produk–produk bengkel disekitarnya. Persebo berperan penting dalam pertumbuhan pengrajin sepatu di desa–desa sekitar Ciomas, sampai ketika terjadi
krisis ekonomi tahun 1960-an, yang akhirnya mengakibatkan perubahan– perubahan penting dalam struktur internal dan eksternal pada industri ini. Setelah
akhir tahun 1960-an dilaksanakan program stabilisasi ekonomi, struktur internal
industri ini mengalami proses diferensiasi. Sejumlah pengrajin skala rumah tangga mengembangkan usaha mereka dengan membuka bengkel yang mengunakan
buruh upahan selain tenaga kerja keluarga yang tidak dibayar. Perubahan struktural yang cukup mendasar ini mencakup perubahan dalam
hal permodalan seperti perubahan dalam sistem pembayaran. Sebelum tahun 1970-an, sistem pembayaran yang lazim digunakan pengusaha dalam pembelian
bahan baku adalah dengan menggunakan cek dan giro dan sebagian masih menggunakan bentuk uang tunai. Setelah tahun 1970an, mulai lazim digunakan
“bon putih” yaitu semacam alat tukar yang diberikan pihak pemesan barang dan dapat ditukarkan dengan bahan baku di toko–toko tertentu. Dengan “bon putih”,
seorang pengusaha tidak menangung resiko. Sistem “bon putih” ternyata lebih disukai oleh pengusaha sepatu karena faktor resiko lebih kecil dibandingkan cek
dan giro. Bila cek yang diberikan pemesan ternyata kosong atau gironya dibatalkan, maka pengusaha ikut bertanggung jawab pada pemilik toko bahan
baku. Dengan “bon putih”, hal tersebut tidak terjadi karena antara pemberi “bon putih” dengan pemilik bahan baku umumnya sudah ada hubungan khusus.
Bahan baku yang digunakan untuk membuat sandal adalah kulit imitasi, lem, dan sol. Bahan ini diperoleh dari toko–toko kulit. Para pengusaha yang
memiliki cukup modal akan langsung membeli, sedangkan yang tidak mampu akan meminjam dari pihak grosir. Industri kecil yang membeli bahan baku dengan
mengunakan giro mundur atau “bon putih” akan dikenakan biaya tambahan sebesar 5–15 persen dari harga bahan yang dibeli. Industri kecil yang membeli
bahan dengan tunai tidak dikenakan biaya. Penggunaan “bon putih” atau giro
mundur itu hanya dapat dilakukan pada toko–toko yang telah ditetapkan oleh pihak grosir, sedangkan di tempat lain hal itu tidak akan berlaku. Biasanya antara
toko bahan dengan pihak grosir mempunyai hubungan khusus. Jenis produk yang dihasilkan juga mengalami perubahan. Tahun 1930an
hampir semua produk yang dihasilkan pengrajin Ciomas terbuat dari kulit dengan mutu yang baik. Pada tahun 1970-an pasaran sepatu kulit mulai mengalami
penurunan antara lain karena selera konsumen yang menginginkan produk sepatu dari bahan yang empuk. Oleh karena itu, pengrajin beralih membuat produk
sepatu dari bahan imitasi hingga sekarang. Teknik pembuatan produk sepatu di Kecamatan Ciomas sejak semula
hingga sekarang juga mengalami perubahan. Sebelum tahun 1960-an, proses penempelan bagian muka sepatu hanya menggunakan paku. Pada masa berikutnya
penggunaan paku mulai digantikan lem. Penggunaan lem mulai dilakukan sekitar tahun 1963 yakni setelah lem banyak dipasaran. Kelebihan dari penggunaaan lem
adalah bahan baku lebih irit serta proses produksi sepatu menjadi lebih cepat. Sampai sekarang paku hampir tidak pernah digunakan lagi, demikian peralatan,
dari mesin–mesin sederhana berkembang menjadi mesin bertenaga listrik seperti mesin jahit, mesin press gerinda dan sebagainya.
Tiga tahun terakhir ini sandal wanita paling banyak permintaannya dan paling diminati, karena sesuai dengan perkembangan mode dan rata–rata bengkel
sepatu memproduksi sandal wanita. Ketika musim ramai yaitu menjelang hari Natal dan Lebaran seluruh bengkel sibuk dan pekerjaan dapat berlangsung dari
pagi sampai malam. Bila tidak sedang ramai pekerjaan berlangsung dari pukul
9.00 pagi sampai 17.00 petang. Di musim–musim sepi, industri kecil sepatu mengurangi tenaga kerjanya dan buruh–buruh mencari pekerjaan lain di luar Desa
Sirnagalih maupun di luar Kecamatan Tamansari. Sistem upah yang berlaku didasarkan atas sistem borongan, buruh dibayar
berdasarkan jumlah sandal yang dihasilkan. Upah buruh bervariasi berdasarkan tingkat kesulitan pembuatan. Para pengusaha industri kecil tidak memiliki
pembukuan, sehingga tidak tahu pasti mereka mengalami kerugian atau untung. Saat ini jumlah pengrajin industri kecil sandal di Desa Sirnagalih sebanyak
105 orang. Jumlah ini merupakan jumlah pada saat musim sepi pesanan, dalam artian jumlah ini merupakan jumlah pengrajin yang secara berkelanjutan
berproduksi dan bukan merupakan bengkel sandal dadakan. 4.2.2.
Tahapan Produksi dan Organisasi Kerja
Proses produksi sandal melalui beberapa tahapan, yaitu dimulai dari mempersiapkan alat dan bahan, proses pembuatan pola, dan pengepakan
finishing. Adapun alat-alat yang digunakan adalah kayu cetakan ukurannya sesuai dengan nomor sepatu yaitu mulai nomor 28-42, kayu oven kayu
berbentuk kaki sesuai ukuran 28-42, palu, gunting, kompor, mesin jahit, dan mesin press gerinda. Bahan-bahan yang digunakan adalah kulit imitasi, benang,
kertas, lem lem kuning, lem putih, lem PC, dan lateks. Pembuatan sandal di Desa Sirnagalih menggunakan tenaga tukang dan
kenek buruh. Pekerjaan yang mereka lakukan sesuai dengan keahlian mereka dalam pembuatan sandal. Selain itu, pembagian kerja dibagi dalam berbagai jenis
tukang, yaitu : pertama, tukang atas yang mempunyai tugas mengerjakan bagian
atas dari sepatu seperti : menggunting pola, menjahit pola, dan memasang kulit imitasi memasang bagian luar sandal; kedua, tukang bawah yang mengerjakan
tugas seperti : memasang pola pada kayu cetakan sesuai dengan ukuran masing- masing sandal dan memanaskannya di atas kompor, agar bagian-bagian sandal
tersebut tidak mudah lepas merekat dengan kuat antara bagian atas dan bawahnya
Selain kedua pengelompokan di atas, pada bengkel sepatu dikenal pula sebutan kenek. Adapun tugas kenek adalah memberi lem dan lateks pada bagian
yang diperlukan, menggunting AC
1
, dan pekerjaan lain sesuai dengan permintaan atasannya. Kenek terkadang pada beberapa perusahaan industri kecil sandal
menjadi tukang dalam. Tugas tukang dalam adalah menggambar pola. menggunting pola, dan menyelesaikan tahap akhir, yaitu pengemasan sepatu.
Tahapan pertama dalam produksi sandal, yaitu membuat pola sesuai dengan yang diinginkan, menggunting gambar pola tersebut, menjahit pola, dan
diberi lateks. Penyelesaian tahapan ini dilakukan tukang atas, dibantu kenek bila ada kenek agar pekerjaan lebih ringan dan cepat terselesaikan. Biasanya kenek
diberi tugas untuk menggunting pola dan pemberian lateks. setelah itu bahan AC
1
Dicetak ke dalam kayu ukuran yang disesuaikan dengan nomor sandal dan dipanaskan di atas kompor. Pekerjaan ini dilakukan oleh tukang bawah dan kenek
bila ada kenek yang bertugas memberi lem pada bagian sol sandal. Tahapan akhir dari produksi sepatu adalah tahap pengepakan Finishing, dimana tahap
pengepakan biasa dilakukan tukang dalam.
1
AC Merupakan nama bahan yang digunakan untuk membuat bagain atas sandal bahan imitasibukan kulit yang digunakan untuk permukaan sandal
Pengerjaan dilakukan sekaligus untuk jumlah banyak dalam setiap tahap agar efisien. Hal ini dapat dilakukan karena setiap pekerja pada waktu
mengerjakan hanya mengerjakan satu model dan satu ukuran saja. Dengan menggunakan cara ini diperoleh beberapa keuntungan, diantaranya: 1 untuk
menghemat bahan pada tahapan penggambaran. Untuk setiap bahan hanya digambar satu macam pola agar lebih mudah pengaturannya sehingga tidak
banyak bagian–bagian yang akan terbuang, 2 untuk menghindari salah pasang pada tahapan penjahitan. Penyelesaian seluruh tahap dilakukan untuk satu bagian
yang sama, misalnya menggarap bagian kanan dulu hingga lengkap menjadi muka siap dikerjakan oleh pekerja bawah, 3 untuk memberi selang waktu agar lem
cepat mengering. Ini suatu cara untuk mendapatkan hasil rekatan yang baik. Hasil produksi bengkel-bengkel sandal tersebut biasanya diserahkan
kepada pemberi pesanan bos setiap hari sabtu. Hal tersebut sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan, sandal yang telah selesai dikirim ke tempat penyimpanan
milik pemberi pesanan, atau dijemput oleh pemberi pesanan. Sandal yang sudah distok di tempat pemberi pesanan dipasarkan ke daerah-daerah seperti Jakarta,
Purwakarta, pekalongan, Jambi dan pontianak namun terkadang pemberi pesanan memberi pesanan dengan bahan baku dari pemberi pesanan dan hasilnya di ekspor
ke negara Arab Saudi, Malaysia, Singapura dan Panama. Keberadaan bengkel sandal sebagai salah satu sektor pencaharian
masyarakat Desa Sirnagalih menarik minat masyarakat untuk ikut ambil bagian didalamnya. Sehingga sejak saat itu, masyarakat Desa Sirnagalih menjadi pekerja
di bengkel-bengkel sandal tersebut. Bengkel-bengkel sandal yang ada di Desa Sirgalih memiliki Struktur produksi yang sama.
Gambar 4.1. Struktur Produksi I Pemilik Bengkel
Tukang Atas Tukang Bawah
Kenek Kenek
Tukang Dalam Bos Pemberi Pesanan
Umumnya bengkel sandal di Desa Sirnagalih memiliki Bos Pemberi Pesanan
2
Gambar 4.1. dan ada juga yang membuka usaha mandiri Gambar 4.2.. Modal usaha yang digunakan sendiri dan hal penjualan hasil produksinya
juga ditangani sendiri menjual hasil produksinya ke toko-toko beragam.
Gambar 4.2. Struktur Produksi II Tukang Atas
Tukang Bawah
Kenek Kenek
Tukang Dalam Pemilik Bengkel
2
Bos Pember Pesanan adalah orang yang memberikan modal dan menentukan model yang diproduksi serta menampung hasil prodyuksi bengkel yang dibawahinya
Bengkel yang memiliki Bos Pemberi Pesanan biasanya memperoleh modal berupa bon belanja bukan berupa sejumlah uang. Bon belanja yang diberikan
kepada bengkel-bengkel bawahanya tersebut, biasanya disebut ‘bon Putih’. Sistem pencairan ‘bon putih’ tersebut ditentukan Bos Pemberi Pesanan. Bos Pemberi
Pesanan dalam hal ini juga menetukan model sandal yang dibuat dan waktu penyelesaian produksi. Bila barang belum selesai pada waktu yang ditetapkan,
maka pihak pengusaha industri kecil sandal menghubungi Bos Pemberi Pesanan untuk memberitahu keterlambatannya. Kenyataannya, menurut informasi dari
pengusaha kecil, produk sandal biasanya sudah selesai sebelum waktu yang ditetapkan.
Beberapa Bos Pemberi Pesanan mengadakan pengawasan mutu ketika sandal sedang dikerjakan oleh pengusaha kecil. Bos Pemberi Pesanan melalui
wakilnya akan datang melihat pekerjaan pengusaha kecil bawahannya sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadi kerusakan atau mutu yang jelek.
Pada beberapa industri kecil, pekerjaan dikerjakan di rumah pekerja sistem maklon. Sejumlah pengusaha bersedia meminjamkan mesin jahit kepada
pekerja yang menggarap bagian muka di rumahnya dengan alasan terbatasnya ruang bengkel terutama pada waktu ramai pesanan. Keadaan ini dianggap
menguntungkan baik bagi pengusaha maupun pekerja. Bagi pekerja dianggap menguntungkan karena para pekerja dapat bekerja sampai larut malam dan
mengerahkan tenaga kerja keluarga agar dapat memperbanyak jumlah produk yang disetorkan. Sedangkan bagi pengusaha sistem ini menguntungkan karena
mampu menghimpun pesanan melampaui kepasitas kerja, mesin jahit, selain itu
sistem ini menghemat biaya produksi dari sisi uang makan, rokok, dan kopi, sementara upah keduanya sama.
Pengunaan tukang sebagai tenaga kerja di bengkel tidak jauh berbeda dari tiap bengkel. Adapun beberapa jenis tukang yang terdapat dibengkel sebagai
berikut : 1.
Tukang Atas, tukang ini yang mengerjakan bagian atas sandal, seperti membuat permukaan sandal, menggunting dan menjahit pola. Terkadang
jika model sandal memakai motif payet, maka pekerjaan ini juga dilakukan oleh tukang atas.
2. Tukang Bawah, tukang ini melakukan pekerjaan, seperti: pemberian lem
pada bagian sol bawah sandal, memasang pola pada cetakan, mamanaskan sandal di kompor agar lem merekat kuat dan cepat kering.
3. Tukang Dalam, tukang ini menyelesaikan bagian finishing, seperti :
menyusun sandal dari ukuran terkecil hingga terbesar. Setelah sandal selesai disusun, barulah dilakukan pengepakan. Sandal tersebut
dimasukkan ke dalam kotak atau dibungkus dengan plastik.
4.2.3. Pemasaran Produk